• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada suatu wilayah atau daerah yang memang dalam pewilayahannya diperuntukkan sebagai areal utama pertanaman kedelai, melainkan diusahakan dengan komoditas lain pada suatu pola tanam dimana kedelai sebagai komoditas tambahan. Kondisinya sangat berbeda dengan yang ada di Negara penghasil kedelai dunia, seperti Amerika, disini kedelai di produksi di wilayah yang memang peruntukan utamanya bagi pengembangan kedelai, sehingga dipilih wilayah yang tanah dan iklimnya sangat sesuai untuk kedelai (soybean belt).

Persyaratan Tumbuh Faktor Iklim

Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman kedelai adalah: lama dan intensitas sinar matahari (panjang hari), suhu, kelembaban udara dan curah hujan. Kemampuan adaptasi kedelai terhadap keragaman faktor iklim tersebut sebenarnya sangat luas, namun “kondisi iklim” yang sesuai perlu diidentifikasi (Sumarno dan A.G.Manshuri,2007).

Panjang Hari (Lama Penyinaran)

Kedelai tergolong tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila panjang hari (lama penyinaran) melebihi 16 jam, dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam. Tanaman hari pendek pada kedelai bermakna bahwa hari (panjang penyinaran) yang semakin pendek akan merangsang pembungaan lebih cepat. Lamanya periode gelap (tanpa sinar) menentukan dan mengatur faktor induksi pembungaan. Faktor penginduksi pembungaan tersebut

disebut florigen yang disinthesa pada daun, dan ditranslokasikan ke organ bakal bunga melalui ploem. Tanaman kedelai yang tidak mengalami periode gelap akan tumbuh vegetatif terus-menerus, tidak mampu membentuk bunga. Varietas kedelai pada umumnya peka terhadap photo-periodisitas (panjang penyinaran), sehingga setiap wilayah dengan perbedaan panjang hari satu jam atau lebih, memerlukan varietas yang spesifik bagi wilayah itu. Panjang hari di Indonesia hampir seragam dan konstan sekitar 12 jam.

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan system pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2007).

Suhu

Suhu siang hari yang agak panas dan suhu malam hari yang agak dingin sangat menguntungkan bagi pertumbuhan kedelai, karena adanya pengurangan laju respirasi pada malam hari yang mengurangi perombakan senyawa C. Akumulasi bahan kering akan menurun bila suhu naik di atas 300C, karena adanya penurunan

net-photosinthesis.

Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga,akan menyebabkan bunga tersebut rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10 0C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai.

Suhu lingkungan optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24–250C. (Adisarwanto,2007).

Interaksi antara suhu-intensitas radiasi matahari-kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan kedelai. Suhu tinggi berasosiasi dengan transpirasi yang tinggi, deficit tegangan uap air yang tinggi, dan cekaman kekeringan pada tanaman. Suhu didalam tanah dan suhu atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar dan tanaman kedelai. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 22–270C. (Sumarno dan A.G. Manshuri, 2007).

Pengaruh suhu dalam jangka waktu beberapa jam atau beberapa hari terhadap pertumbuhan vegetatif bersifat permanen (irreversible), tetapi terhadap proses fisiologis (photosinthesis dan respirasi) pengaruh suhu selama beberapa menit atau beberapa jam tidak menimbulkan pengaruh yang permanen. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman terutama melalui proses partisionasi (perombakan) fotosintat antara organ tubuh. (Adisarwanto,T,2007, Sumarno dan A.G.Manshuri,2007).

Faktor Tanah

Luasnya wilayah adaptasi tanaman kedelai didunia menunjukkan besarnya keragaman jenis dan sifat tanah yang sesuai untuk tanaman kedelai. Di Amerika Selatan dan Amerika Serikat, tanaman kedelai awalnya diusahakan sebagai penyubur tanah karena biomasa yang dihasilkan mudah mengalami dekomposisi dengan kandungan hara yang tinggi dan kemampuan tanaman mengikat nitrogen dari udara lewat proses simbiose dengan bakteri Rhizobium. Tanaman kedelai menyerap hara N, P, K, Ca, Mg, S dan Cl yang cukup besar dari dalam tanah, tetapi kedelai umumnya kurang tanggap terhadap pemupukan secara langsung.

Secara umum kedelai tidak sesuai ditanam pada tanah bertekstur berat dan berdrainase buruk, dan tidak sesuai pada tanah berpasir berstruktur ringan, sangat porus

sehingga tidak mampu menyimpan kelembaban tanah. Lahan dengan dua karakteristik ekstrim tersebut memerlukan ameliorasi (pembenah) tanah, menggunakan bahan organic atau pupuk kandang dalam jumlah yang banyak untuk dapat ditanami kedelai. Pada skala luas, ameliorasi bahan organik dengan takaran tinggi tidak ekonomis, sehingga tidak dianjurkan untuk usaha produksi secara komersial.

Suhu dan Kelembaban Tanah

Suhu tanah di sekitar perakaran tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, jumlah dan bobot kering bintil akar kedelai serta efektivitas rhizobium menambat N dari atmosfer. Suhu optimum di sekitar perakaran tanaman untuk pertumbuhan tanaman kedelai dan nodulasi oleh rhizobium adalah 250C. Di daerah tropis, termasuk Indonesia, suhu tanah berkisar 25-300C. Suhu perakaran yang lebih tinggi dari 280C dilaporkan menurunkan nodulasi oleh rhizobium dan efektivitas enzim nitrogenase dalam menambat N maupun pertumbuhan tanaman kedelai (Monevar, F and Wollum II 1981, dalam Muchdar Soedarjo, 2007).

Reaksi Kimia Tanah

Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral, pada pH 5,5 – 7,0 dan pH Optimal pH 6,0 – 6,5. Pada kisaran pH tersebut hara makro dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5,5), hara fosfat (P), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Sulfur (S) tidak mudah tersedia dalam tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi basa (pH lebih dari 7,0) unsur hara mikro (terutama Fe, Zn, Mn) dan juga P menjadi tidak mudah tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam mineral Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan, sehingga dapat meracun bagi tanaman. Pada tanah yang masam yang mengandung Al tinggi, kadar lebih dari 20 % menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai, sehingga akar tidak berkembang, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning

kecoklatan dan tidak mampu membentuk klorofil. Perkembangan bakteri Rhizobium juga terhambat pada tanah yang masam, kemungkinan disebabkan oleh kurangnya fotosintat dari daun. Pada tanah yang bereaksi basa (pH lebih besar 7,0) tanaman kedelai menunjukkan gejala khlorisis (daun muda berwarna kuning, ujung daun berwarna coklat) karena unsur Fe menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Kedelai termasuk tanaman yang peka terhadap ketidak tersediaan Fe dibandingkan dengan jagung, ubi kayu dan padi gogo.

Varietas kedelai

Penggunaan varietas unggul atau varietas yang sesuai pada lingkungan (Agroekologi) setempat merupakan salah satu syarat penting dalam suatu usaha tani kedelai. Karena untuk mencapai produktifitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan pengelolaaan kondisi lingkungan tumbuh. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai (Adisarwanto, T, 2007).

Disamping itu varietas unggul merupakan teknologi yang diminati dan mudah diadopsi petani, pemilihan varietas yang unggul dan diikuti penggunaan benih bermutu tinggi merupakan penunjang pokok keberhasilan pertanaman dan memperoleh hasil yang tinggi dalam usaha tani kedelai.

Pengelolaan Hara P

Di alam unsur P umumnya berbentuk fosfat. Didalam jaringan tanaman P berperan dalam hampir semua proses reaksi biokimia. Peran P yang istimewa adalah proses penangkapan energi cahaya matahari dan kemudian mengubahnya menjadi energi biokimia. P merupakan komponen penyususn membran sel tanaman, penyusun

enzim-enzim, penyusun co-enzim-enzim, nukleotida (bahan penyusun asam nukleat), P juga ambil bagian dalam sintesis protein, terutama yang terdapat pada jaringan hijau, sintesis karbohidrat, memacu pembentukan bunga dan biji serta menentukan kemampuan berkecambah biji yang dijadikan benih.

Defisiensi P mengakibatkan tanaman tumbuh terhambat (kerdil) dan memiliki sedikit anakan (serelia). Kebutuhan P untuk menunjang pertumbuhan optimal tanaman berkisar antara 0,3 – 0,5 % dari berat kering tanaman selama periode pertumbuhan vegetatif tanaman. Pada tanaman yang kekurangan P pertumbuhan luas daun terhambat, karena terjadi penurunan tekanan hidrolik akar, menghambat pembentukan sel dan pemebesaran sel. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh sintesis karbohidrat yang tidak berjalan secara optimal.

P berperan dalam pembentukan bunga, defisiensi P juga dapat menekan jumlah bunga dan menunda inisiasi pembungaan dikarenakan oleh keseimbangan phytochrome yang berubah. (Wilkinson, 1994 dalam Wijaya K.A., 2008).

Didalam tanah hanya sedikit sekali P yang tersedia yaitu 0,1-1,0 %, sedangkan selebihnya teradsorbsi dan termobilisasi. Bentuk ion yang tersedia bagi tanaman ada dua yaitu HPO42- dan H2PO4-, bentuk yang pertama tersedia pada tanah netral (pH sekitar 7), sedangkan bentuk yang kedua tersedia pada tanah yang bereaksi asam.

Gunarto dkk (1998) menyatakan secara teknis hara fosfor merupakan kunci kehidupan tanaman, karena terlibat pada seluruh proses metabolisme tanaman dan ikut membentuk senyawa-senyawa struktural seperti asam nukleat untuk keperluan reproduksi dan konversi transfer energy yang tinggi. Unsur fosfor ini dapat mendorong pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pengisisan buah dan biji. Fosfor merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP, RNA, dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi, sedangkan RNA dan DNA menentukan sifat genetik tanaman.

Kendala utama peningkatan produktivitas kedelai dilahan kering masam Lampung adalah rendahnya pH, tingginya kejenuhan Al, tingginya Fe dan Mn tersedia, serta kekahatan unsure P dan K (Taufiq et al,2004).

Modifikasi Iklim Mikro

Penggunaan mulsa jerami padi 5 ton dikombinasikan dengan tanpa olah tanah (TOT) dapat berakibat terjadinya peningkatan hasil kedelai 100% dibandingkan tanpa mulsa. Penggunaan mulsa jerami padi dengan ketebalan maksimal 10 cm dapat menekan pertumbuhan gulma 56–61% dari tanpa mulsa (Suhartina dan Adisarwanto, 1996).

Mulsa mampu menekan perkecambahan gulma karena mulsa berada sangat dekat dengan permukaan tanah tempat benih-benih gulma akan berkecambah. Di alam, cahaya, suhu dan kelembaban tanah saling berinteraksi secara total dalam mempengaruhi perkecambahan biji gulma. Disamping itu juga efek secara fisik dari keberadaan mulsa tersebut dapat menyulitkan kecambah dari gulma untuk tumbuh menembusnya.

Perlakuan pemberian mulsa dapat menurunkan perbedaan kisaran suhu siang dan malam, karena intersep (cahaya yang datang) dan radiasi gelombang pendek yang mengenai mulsa dapat mengurangi jumlah cahaya yang sampai kepermukaan tanah, mengurangi panas yang terserap oleh tanah sepanjang hari dan mengurangi evaporasi sehingga kebutuhan terhadap kisaran suhu yang tinggi yang sering diperlukan untuk mematahkan dormansi tidak terpenuhi dengan kata lain mulsa dapat mencegah perkecambahan.

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<150 C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2 minggu. Hal ini juga dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembapan tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>300 C), banyak biji yang mati akibat respirasi

air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping itu suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24 – 250 C. (Adisarwanto,2007).

Dokumen terkait