• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Glycine max) Melalui Pengelolaan Hara P Dan Modifikasi Iklim Mikro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Glycine max) Melalui Pengelolaan Hara P Dan Modifikasi Iklim Mikro"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai

(

Glycine max

) Melalui Pengelolaan Hara P Dan

Modifikasi Iklim Mikro

TESIS

Oleh :

Sabar Sinaga

077001008/AGR

FAKULTAS PERTANIAN

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai

(

Glycine max

) Melalui Pengelolaan Hara P Dan

Modifikasi Iklim Mikro

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi Agronomi

pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Sabar Sinaga

077001008/AGR

FAKULTAS PERTANIAN

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max) Melalui Pengelolaan Hara P Dan

Modifikasi Iklim Mikro Nama Mahasiswa : Sabar Sinaga

Nomor Pokok : 077001008 Program Studi : Agronomi

   

Menyetujui: Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Chairani Hanum, MP) (Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSc. PhD) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)

Tanggal lulus : 27 Desember 2010

(4)

Tanggal 27 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. Ir. Chairani Hanum, MP

ANGGOTA : 1. Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSc. PhD 2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 3. Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP

(5)

Abstrak

Sabar Sinaga, 2010 ”Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max) melalui Pengelolaan Hara P dan Modifikasi Iklim Mikro” dibawah bimbingan Dr. Ir Chairani Hanum, MP, sebagai ketua dan Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSC.PhD sebagai anggota.

Tanaman kedelai merupakan tanaman pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, karena kandungan gizinya aman dikonsumsi dan harganya relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani.

Produktifitas kedelai selama ini masih rendah ditingkat petani, oleh karena itu diperlukan masukan teknologi berupa penggunaan varietas baru, pengelolaan hara P maupun penggunaan mulsa jerami padi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai melalui pengelolaan hara P dan modifikasi iklim mikro dengan pemberian mulsa jerami. Penelitian ini dilaksanakan di lahan produksi benih UPT. BBI Palawija Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara yang berlokasi di desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, berlangsung sejak Agustus sampai dengan November 2009.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak-petak terbagi dengan 3 ulangan dan terdiri dari 3 faktor yaitu Varietas sebagai faktor pertama (varietas Anjasmoro, Kaba dan Sinabung). Faktor kedua adalah Pemupukan Phosfat dalam bentuk SP36 terdiri 4 taraf yaitu tanpa pupuk, 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 150 kg/ha. Faktor ketiga adalah pemberian mulsa jerami 4 taraf yaitu tanpa mulsa jerami, 2,5 ton/ha, 5,0 ton/ha dan 7,5 ton/ha.

Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, total luas daun, volume akar, bobot kering tanaman, laju tumbuh relatif (LTR), laju asimilasi bersih (LAB), umur berbunga, serapan hara P tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji dan produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi kedelai varietas Anjasmoro lebih baik dari kedua varietas lainnya. Pemberian mulsa jerami padi sebanyak 7,5 ton/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai, sedangkan pemupukan phosfat (P) kurang memberikan respon yang positif terhadap peningkatan produksi ketiga varietas yang diuji/digunakan.

(6)

ABSTRACT

Sinaga, Sabar, 2010 “The Growth and Production of Some Varieties of Soybean (Glycine max) through the treatment of P element and Modification of Micro Climate “ under the guidance of Dr.Ir.Chairani Hanum, MP as the chairman and Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSC. PhD as the member

The plant of soybean is as important food crop producing vegetation protein since its nutrient contents is safe to consume and with inexpensive price compared to other animal protein resources.

The productivity of soybean is still low recently in the level of farmers. Hence, it requires the technology input such as the use of new variety, treatment of P element and the use of paddy hay.

This research is intended to improve the growth and production of some varieties of soy through the treatment of P element and modification of micro climate by giving paddy hay. This research was carried out in the seed production area of UPT.BBI Agriculture Department, North Sumatera Province located in Tanjung Selamat village, Sunggal sub-district, Deli Serdang regency and lasted since August up to November 2009.

This research uses blocks design containing 3 repetitions and 3 factors such as variety as the first factor (Anjasmoro variety, Kaba and Sinabung). The second factor is the phosphate fertilizing in the form of SP36 consisting of 4 levels, such as 50 kg/ha, 100 kg/ha and 150 kg/ha. The third factor is the giving of paddy hay of 4 levels such as without paddy hay, 2.5 ton/ha,5,0 ton/ha, and 7.5 ton/ha.

The observed material are such as the height of plants, total of leaves square, root volume,dried plants weight, relative growth rate, net assimilation rate, flowering age, the absorption of P plants element, amount of primer branch, the amount of legume per plant, amount of seed per plant, the weight of 100 seeds and production.

The results of the research show that the growth and production of soy for Anjasmoro variety is better than other two varieties. The giving of paddy hay for 7.5 ton/ha tended to increase the growth and production of the soy. Whereas, phosphate fertilizing (p) gives less positive response to the increase of the production for the three varieties tested.

Key words : variety, Phosphate (P). Paddy hay

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas

Kasih Setia dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

”Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max) melalui

Pengelolaan Hara P dan Modifikasi Iklim Mikro”.

Kepada Dr. Ir Chairani Hanum, MP dan Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSC.PhD

sebagai komisi pembimbing, penulis ucapkan terima kasih karena telah memberikan

sumbangan ide, saran dan motivasi selama penulis merencanakan dan melaksanakan

penelitian serta penyusunan tesis ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik,

MSc, Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku dosen

penguji, penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan untuk

perbaikan tesis ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas

Pertanian penulis juga mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister

Pertanian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala UPT. BBI Tanjung

Selamat dan staf yang telah memberikan fasilitas dan membantu pelaksanaan penelitian

kepada penulis. Kepada Kepala UPT. BPSBTPH Bapak Ir. Sugeng Prasetyo yang telah

memberikan dukungan dan motivasi dalam menjalani studi dan penyelesaian tesis ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada istri

tercinta Suriana Dewi br Nainggolan, SH, MSi yang telah mendukung penulis untuk

melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi, selalu setia memberikan motivasi dan

(8)

Kepada anakku tercinta Permana Adiguna Putra Sinaga, Ayahanda M. Sinaga

juga ibunda tercinta B br Sitio (alm) serta keluarga besar, terima kasih atas segala doa,

bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih penulis kepada teman-teman Angkatan 2007 Hilda, Endang

Anggraini, Fitri, Una, Swati Sembiring, Zuina, Erjanita br Tambunan, M. Yusuf dan

Safrizal serta teman kerja Ebeneser Sinaga, Sangkot Situmorang dan Janner Purba dan

buat Lince br Siregar dan Syahril Lubis atas bantuan dalam penyusunan tesis ini serta

semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan,

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karuniaNya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Adapun penelitian

ini berjudul ”Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai ( Glycine max )

Melalui Pengelolaan Hara P dan Modifikasi Iklim Mikro”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.

Ir.Chairani Hanum, MP, sebagai Ketua Pembimbing dan Bapak Luthfi Aziz Mahmud,

SP, MSc. Phd sebagai Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan,arahan,saran dan koreksi bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

kegiatan penelitian dan penulisan Tesis ini.

Penulis menyadari, bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan dan masih

banyak kekurangan di sana-sini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Akhir kata, semoga Tesis

ini dapat diterima dan selanjutnya hasil penelitian ini dapat berguna dengan baik,

sebagaimana diharapkan.

Medan, Desember 2010 Hormat Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Sabar Sinaga, dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 08 Februari 1960. Merupakan

anak ke empat dari 9 bersaudara, dari Ayah M. Sinaga dan Ibu (Alm) B. Br Sitio.

Pendidikan

Tahun 1972 : Lulus dari Sekolah Dasar Negeri no.29 Pematang Siantar Tahun 1975 : Lulus dari Sekolah Menegah Umum Tingkat Pertama Negeri 1

Pematang Siantar

Tahun 1979 : Lulus dari Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Negeri II Pematang Siantar

Tahun 1985 : Lulus dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi, USU, Medan.

Tahun 2007 : Mulai mengikuti pendidikan Magister Pertanian (S.2) Sekolah Pascasarjana Program Studi Agronomi di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pengalaman Kerja

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... iv

ABSTRAC ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xvii

PENDAHULUAN ... 1

- Latar Belakang... 1

- Perumusan Masalah... 4

- Tujuan Penelitian... 5

- Hipotesis Penelitian ... 5

- Manfaat Penelitian... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

- Persyaratan Tumbuh ... 7

- Pengelolaan hara P... 12

- Modifikasi Iklim Mikro ... 13

BAHAN DAN METODA PENELITIAN ... 15

- Tempat dan Waktu ... 15

- Bahan dan Alat ... 15

- Rancangan Penelitian ... 15

- Pelaksanaan Penelitian ... 18

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

HASIL ... 24

- Tinggi Tanaman... 24

- Total Luas Daun ... ... 26

- Volume Akar . ... 40

- Bobot Kering Tanaman ... 52

- Laju Tumbuh Relatif ... 65

- Laju Asimilasi Bersih . ... 75

- Umur Berbunga . ... 85

- Serapan Hara P .. ... 88

- Komponen Produksi . ... 91

- Jumlah Cabang Primer per tanaman . ... 91

- Jumlah Polong per tanaman... 95

- Jumlah Biji per tanaman ... 98

- Bobot 100 Biji... 100

- Produksi ... 103

PEMBAHASAN... 106

- Pertumbuhan dan Produksi beberapa varietas kacang kedelai ... 106

- Pengaruh pemupukan fosfat thdp pertumbuhan dan produksi kedelai ... 108

- Pengaruh mulsa jerami padi terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai 111 - Pengaruh Interaksi perlakuan varietas, fosfat dan jerami padi ... 112

KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

- Kesimpulan... 115

- Saran... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

umur 72 HST... 25 Tabel 2. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 18 HST ... 28 Tabel 3. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, posfat dan jerami pada

Umur 36 HST ... 31 Tabel 4. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, posfat dan jerami pada

Umur 54 HST ... 34 Tabel 5. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 72 HST ... 37 Tabel 6. Volume Akar (cm3) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 18 HST ... 41 Tabel 7. Volume Akar (cm3) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 36 HST ... 44 Tabel 8. Volume Akar (cm3) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 54 HST ... 47 Tabel 9. Volume Akar (cm3) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami pada

Umur 72 HST ... 50 Tabel 10. Bobot kering tanaman (g) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami

pada umur 18 HST... 54 Tabel 11. Bobot kering tanaman (g) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami

pada umur 36 HST... 57 Tabel 12. Bobot kering tanaman (g) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami

pada umur 54 HST... 60 Tabel 13. Bobot kering tanaman (g) pada perlakuan varietas, phosfat dan jerami

pada umur 72 HST... 63 Tabel 14. Laju asimilasi bersih (gr/hari cm3) pada perlakuan varietas, phosfat

dan jerami pada umur 18-36 HST ... 67 Tabel 15. Laju asimilasi bersih (gr/hari cm3) pada perlakuan varietas, phosfat

dan jerami pada umur 36-54 HST ... 70 Tabel 16. Laju tumbuh relatif (g tan-1 hari-1) pada perlakuan varietas, phosfat

dan jerami pada umur 54-72 HST ... 73 Tabel 17. Laju asimilasi bersih (g/hari) pada perlakuan varietas, phosfat dan

jerami pada umur 18-36 HST ... 77 Tabel 18. Laju asimilasibersih (g/hari) pada perlakuan varietas, phosfat dan

jerami pada umur 36-54 HST ... 80 Tabel 19. Laju asimilasi bersih (g/hari) pada perlakuan varietas, phosfat dan

jerami pada umur 54-72 HST ... 83 Tabel 20. Umur berbunga Kedelai (hari) pada perlakuan varietas, phosfat dan

jerami.. ... 86 Tabel 21. Serapan hara P tanaman kedelai (mg/tan) pada perlakuan varietas,

phosfat dan jerami ... 89 Tabel 22. Jumlah cabang primer per tanaman kedelai (cabang) pada perlakuan

(14)

Tabel 23. Jumlah polong per tanaman kedelai (polong) pada perlakuan varietas

phosfat dan jerami ... 96 Tabel 24. Jumlah biji per tanaman kedelai (biji) pada perlakuan varietas, phosfat

dan jerami ... 99 Tabel 25. Jumlah bobot 100 biji per tanaman kedelai (g) pada perlakuan varietas,

phosfat dan jerami ... 101 Tabel 26. Produksi per ha kedelai (ton/ha) pada perlakuan varietas, phosfat dan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman  

Gambar 1. Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap tinggi tanaman 72 HST

pada setiap varietas... 26 Gambar 2. Hubungan penambahan phosfat terhadap total luas daun 18 HST... 29 Gambar 3. Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap total luas daun 18 HST

pada setiap varietas ... 29 Gambar 4. Pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan phosfat dan jerami

terhadap total luas daun 18 HST... 30 Gambar 5. Hubungan penambahan phosfat terhadap total luas daun 36 HST

pada setiap varietas ... 32 Gambar 6. Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap total luas daun 36 HST

pada setiap varietas ... 33 Gambar 7. Pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan phosfat dan jerami

terhadap total luas daun 36 HST... 33 Gambar 8. Hubungan penambahan phosfat terhadap total luas daun 54 HST

pada setiap varietas ... 35 Gambar 9.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap total luas daun 54 HST

pada setiap varietas ... 36 Gambar 10. Pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan phosfat dan jerami

terhadap total luas daun 54 HST... 36 Gambar 11.Hubungan penambahan phosfat terhadap total luas daun 72 HST

pada setiap varietas ... 38 Gambar 12.Hubungan penambahan mulsa jerami terhadap total luas daun

72 HST pada setiap varietas ... 39 Gambar 13.Pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan phosfat dan jerami

terhadap total luas daun 72 HST... 39 Gambar 14.Hubungan penambahan phosfat terhadap volume akar 18 HST

pada setiap varietas ... 42 Gambar 15.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap volume akar 18 HST

pada setiap varietas ... 42 Gambar 16.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

volume akar 18 HST ... 43 Gambar 17.Hubungan penambahan phosfat terhadap volume akar 36 HST

pada setiap varietas ... 45 Gambar 18.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap volume akar 36 HST

pada setiap varietas ... 45 Gambar 19.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

volume akar 36 HST ... 46 Gambar 20.Hubungan penambahan phosfat terhadap volume akar 54 HST

pada setiap varietas ... 48 Gambar 21.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap volume akar 54 HST

pada setiap varietas ... 48 Gambar 22.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap volume

akar 54 HST ... 49 Gambar 23.Hubungan penambahan phosfat terhadap volume akar 72 HST pada

(16)

Gambar 24.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap volume akar 72 HST

pada setiap varietas ... 51 Gambar 25.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

volume akar 72 HST ... 52 Gambar 26.Hubungan penambahan phosfat terhadap bobot kering tanaman

18 HST pada setiap varietas ... 55 Gambar 27.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap bobot kering tanaman

18 HST pada setiap varietas ... 55 Gambar 28.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap bobot

kering tanaman 18 HST ... 56 Gambar 29.Hubungan penambahan phosfat terhadap bobot kering tanaman

36 HST pada setiap varietas ... 58 Gambar 30.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap bobot kering tanaman

36 HST pada setiap varietas ... 58 Gambar 31.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap bobot

kering tanaman 36 HST ... 59 Gambar 32.Hubungan penambahan phosfat terhadap bobot kering tanaman

54 HST pada setiap varietas ... 61 Gambar 33.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap bobot kering tanaman

54 HST pada setiap varietas ... 61 Gambar 34.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap bobot

kering tanaman 54 HST ... 62 Gambar 35.Hubungan penambahan phosfat terhadap bobot kering tanaman

72 HST pada setiap varietas ... 64 Gambar 36.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap bobot kering tanaman

72 HST pada setiap varietas ... 64 Gambar 37.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap bobot

Kering tanaman 72 HST ... 65 Gambar 38.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju asimilasi bersih 18-36

HST pada setiap varietas ... 68 Gambar 39.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap laju asimilasi bersih

18-36 HST pada setiap varietas ... 68 Gambar 40.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat X jerami terhadap laju

asimilasi bersih 18-36 HST ... 69 Gambar 41.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju tumbuh relatif pada

36 HST ... ... 71 Gambar 42.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap laju tumbuh relatif

36 HST pada setiap varietas ... 71 Gambar 43.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat X jerami terhadap laju

tumbuh relatif 36 HST ... 72 Gambar 44.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju asimilasi bersih

54 HST pada setiap varietas ... 74 Gambar 45.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap laju tumbuh relatif

54 HST... 74 Gambar 46.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat X jerami terhadap laju

tumbuh relatif 54-72 HST ... 75 Gambar 47.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju asimilasi bersih

(17)

Gambar 49.Pengaruh interaksi perlakuan varietas X phosfat X jerami terhadap

laju asimilasi bersih 18-36 HST ... 79 Gambar 50.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju asimilasi bersih

36-54 HST pada setiap varietas ... 81 Gambar 51.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap laju asimilasi bersih

pada 36-54 HST pada setiap varietas... 81 Gambar 52.Pengaruh interaksi perlakuan varietas X phosfat X jerami terhadap

laju asimilasi bersih 36-54 HST ... 82 Gambar 53.Hubungan penambahan phosfat terhadap laju asimilasi bersih

54-72 HST pada setiap varietas ... 84 Gambar 54.Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap laju asimilasi bersih

pada 54-72 HST pada setiap varietas... 84 Gambar 55.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap laju

asimilasi bersih 54-72 HST ... 85 Gambar 56.Hubungan pemberian phosfat terhadap umur berbunga pada setiap

varietas... 87 Gambar 57.Hubungan pemberian phosfat terhadap serapan hara P tanaman pada

setiap varietas... 90 Gambar 58.Hubungan pemberian jerami terhadap serapan hara P tanaman pada

setiap varietas... 90 Gambar 59.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

serapan P tanaman ... 91 Gambar 60.Hubungan pemberian phosfat terhadap jumlah cabang primer per

tanaman pada setiap varietas ... 93 Gambar 61.Hubungan pemberian jerami terhadap jumlah cabang primer per

tanaman pada setiap varietas ... 94 Gambar 62.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

serapan P tanaman ... 95 Gambar 63.Hubungan pemberian jerami terhadap jumlah polong per tanaman

pada setiap varietas ... 97 Gambar 64.Pengaruh interaksi perlakuan phosfat dengan jerami terhadap

jumlah polong per tanaman ... 97 Gambar 65.Hubungan pemberian jerami terhadap jumlah biji per tanaman pada

Setiap varietas... ... 100 Gambar 66.Hubungan pemberian jerami terhadap jumlah bobot 100 biji per

tanaman pada setiap varietas ... ... 102 Gambar 67.Hubungan pemberian jerami terhadap produksi per ha pada setiap

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Denah Percobaan... 122

Lampiran 2 Tabel sidik ragam tinggi tanaman ... 123

Lampiran 3 Tabel sidik ragam total luas daun 18 HST ... 124

Lampiran 4 Tabel sidik ragam total luas daun 36 HST... .. 125

Lampiran 5 Tabel sidik ragam total luas daun 54 HST... ... 126

Lampiran 6 Tabel sidik ragam total luas daun 72 HST... ... 127

Lampiran 7 Tabel sidik ragam volume akar 18 HST ... 128

Lampiran 8 Tabel sidik ragam volume akar 36 HST ... 129

Lampiran 9 Tabel sidik ragam volume akar 54 HST ... 130

Lampiran 10 Tabel sidik ragam volume akar 36 HST ... 131

Lampiran 11 Tabel sidik ragam bobot kering tanaman 18 HST ... 132

Lampiran 12 Tabel sidik ragam bobot kering tanaman 36 HST ... 133

Lampiran 13 Tabel sidik ragam bobot kering tanaman 54 HST ... 134

Lampiran 14 Tabel sidik ragam bobot kering tanaman 72 HST ... 135

Lampiran 15 Tabel sidik ragam laju tumbuh relatif 18-36 HST ... 136

Lampiran 16 Tabel sidik ragam laju tumbuh relatif 36-54 HST ... 137

Lampiran 17 Tabel sidik ragam laju tumbuh relatif 54-72 HST ... 138

Lampiran 18 Tabel sidik ragam laju asimilasi bersih 18-36 HST ... 139

Lampiran 19 Tabel sidik ragam laju asimilasi bersih 36-54 HST ... 140

Lampiran 20 Tabel sidik ragam laju asimilasi bersih 54-72 HST ... 141

(19)

Lampiran 23 Tabel sidik ragam jumlah cabang primer... 144

Lampiran 24 Tabel sidik ragam jumlah polong / tanaman ... 145

Lampiran 25 Tabel sidik ragam jumlah biji / tanaman... 146

Lampiran 26 Tabel sidik ragam bobot 100 biji ... 147

Lampiran 27 Tabel sidik ragam produksi / ha ... 148

(20)

Abstrak

Sabar Sinaga, 2010 ”Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max) melalui Pengelolaan Hara P dan Modifikasi Iklim Mikro” dibawah bimbingan Dr. Ir Chairani Hanum, MP, sebagai ketua dan Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSC.PhD sebagai anggota.

Tanaman kedelai merupakan tanaman pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, karena kandungan gizinya aman dikonsumsi dan harganya relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani.

Produktifitas kedelai selama ini masih rendah ditingkat petani, oleh karena itu diperlukan masukan teknologi berupa penggunaan varietas baru, pengelolaan hara P maupun penggunaan mulsa jerami padi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai melalui pengelolaan hara P dan modifikasi iklim mikro dengan pemberian mulsa jerami. Penelitian ini dilaksanakan di lahan produksi benih UPT. BBI Palawija Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara yang berlokasi di desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, berlangsung sejak Agustus sampai dengan November 2009.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak-petak terbagi dengan 3 ulangan dan terdiri dari 3 faktor yaitu Varietas sebagai faktor pertama (varietas Anjasmoro, Kaba dan Sinabung). Faktor kedua adalah Pemupukan Phosfat dalam bentuk SP36 terdiri 4 taraf yaitu tanpa pupuk, 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 150 kg/ha. Faktor ketiga adalah pemberian mulsa jerami 4 taraf yaitu tanpa mulsa jerami, 2,5 ton/ha, 5,0 ton/ha dan 7,5 ton/ha.

Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, total luas daun, volume akar, bobot kering tanaman, laju tumbuh relatif (LTR), laju asimilasi bersih (LAB), umur berbunga, serapan hara P tanaman, jumlah cabang primer, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji dan produksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi kedelai varietas Anjasmoro lebih baik dari kedua varietas lainnya. Pemberian mulsa jerami padi sebanyak 7,5 ton/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai, sedangkan pemupukan phosfat (P) kurang memberikan respon yang positif terhadap peningkatan produksi ketiga varietas yang diuji/digunakan.

(21)

ABSTRACT

Sinaga, Sabar, 2010 “The Growth and Production of Some Varieties of Soybean (Glycine max) through the treatment of P element and Modification of Micro Climate “ under the guidance of Dr.Ir.Chairani Hanum, MP as the chairman and Luthfi Aziz Mahmud, SP, MSC. PhD as the member

The plant of soybean is as important food crop producing vegetation protein since its nutrient contents is safe to consume and with inexpensive price compared to other animal protein resources.

The productivity of soybean is still low recently in the level of farmers. Hence, it requires the technology input such as the use of new variety, treatment of P element and the use of paddy hay.

This research is intended to improve the growth and production of some varieties of soy through the treatment of P element and modification of micro climate by giving paddy hay. This research was carried out in the seed production area of UPT.BBI Agriculture Department, North Sumatera Province located in Tanjung Selamat village, Sunggal sub-district, Deli Serdang regency and lasted since August up to November 2009.

This research uses blocks design containing 3 repetitions and 3 factors such as variety as the first factor (Anjasmoro variety, Kaba and Sinabung). The second factor is the phosphate fertilizing in the form of SP36 consisting of 4 levels, such as 50 kg/ha, 100 kg/ha and 150 kg/ha. The third factor is the giving of paddy hay of 4 levels such as without paddy hay, 2.5 ton/ha,5,0 ton/ha, and 7.5 ton/ha.

The observed material are such as the height of plants, total of leaves square, root volume,dried plants weight, relative growth rate, net assimilation rate, flowering age, the absorption of P plants element, amount of primer branch, the amount of legume per plant, amount of seed per plant, the weight of 100 seeds and production.

The results of the research show that the growth and production of soy for Anjasmoro variety is better than other two varieties. The giving of paddy hay for 7.5 ton/ha tended to increase the growth and production of the soy. Whereas, phosphate fertilizing (p) gives less positive response to the increase of the production for the three varieties tested.

Key words : variety, Phosphate (P). Paddy hay

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman

dikonsumsi, maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber

protein hewani. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan

olahan seperti: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan

ringan (Damardjati et al.2005).

Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri pangan

olahan berbahan baku kedelai, maka kebutuhan kedelai di dalam negeri terus

meningkat. Data statistik dari FAO dan BPS menunjukkan bahwa kebutuhan kedelai

rata-rata pada tahun 2001-2005 sebesar 1,84-2,04 juta ton, sementara produksi dalam

negeri masih sangat rendah yaitu antara 0,67-0,81 juta ton. Kekurangannya harus

diimpor sebesar 1,12-1,36 juta ton. Gambaran di atas mencerminkan bahwa

Indonesia masih mengalami defisit yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan

kedelai dalam negeri (Sudaryanto et al 2007).

Saat ini ada beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas ke

masyarakat seperti; Sinabung, Anjasmoro, Mahameru, Penderman, Ijen, Tanggamus,

Sibayak, Kaba, Nanti, Ratai, dan Seulawah, Varietas unggul baru yang dilepas

tersebut mempunyai potensi hasil rata-rata 2,5 ton/ha. Namun di tingkat petani,

yang dicerminkan oleh rataan produktivitas nasional, baru mencapai 1,28 ton/ha.

Sementara di Prop Sumatera Utara produktivitas kedelai masih dibawah rata-rata

(23)

Ini berarti bahwa masih terdapat potensi dan peluang yang sangat besar untuk

meningkatkan produksi kedelai melalui peningkatan produktivitas. Produktivitas dapat

ditingkatkan melalui introduksi inovasi teknologi. Salah satu komponen teknologi yang

paling mudah dan cepat menyebar adalah penggunaan varietas unggul baru (VUB) yang

berdaya hasil tinggi, karena kontribusi varietas unggul dalam meningkatkan

produktivitas paling mudah dilihat dan dipahami oleh petani. Oleh karena itu, perakitan

varietas unggul baru yang mempunyai karakter produktivitas tinggi serta toleran

terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik sangat diperlukan dalam rangka

peningkatan produksi kedelai (Darman et al 2007).

Pengelolaan unsur hara merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan

tanaman kedelai. Pada pertanaman kedelai dilahan kering, dilaporkan tanaman kedelai

memberikan respon yang cukup baik pada penambahan Fosfor. Saat ini petani

menggunakan pupuk SP 36 untuk tanaman kedelai dengan jumlah berkisar antara 50–

100 kg/ha. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang esensial bagi pertumbuhan

tanaman, karena merupakan komponen struktur yang tidak dapat disubstitusi.

Kekurangan unsur P dapat menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti;

lambatnya pertumbuhan bibit dan daun berwarna keunguan (Adisarwanto,2007).

Persoalan utama dalam penyediaan unsur P bagi tanaman pada kebanyakan

tanah adalah rendahnya ketersediaan unsur tersebut dalam bentuk fosfat dan tidak

semua fosfat yang diberikan dapat segera tersedia. Disamping itu sifat kimia fosfat yang

mudah terfiksasi oleh mineral silikat, ion aluminium (Al) dan besi (Fe) semakin

(24)

Pada tanaman yang kekurangan P pertumbuhan luas daun terhambat, karena

terjadi penurunan tekanan hidrolik akar, menghambat pembelahan sel dan

pembesaran sel. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh sintesis karbohidrat

yang tidak berjalan secara optimal.

Fosfor mempunyai peran dalam memperbaiki pertumbuhan akar tanaman.

Densitas (kerapatan) akar dapat distimulasi oleh P meskipun tidak sebaik pengaruh

nitrat. Namun dalam hal memacu pertumbuhan memanjang akar lateral P berperan

jauh lebih baik daripada N. Hasil penelitian menunjukkan dengan perlakuan P

terjadi penambahan panjang akar lateral sampai 15 kali, sedangkan untuk

penambahan berat akar 10 kali lipat (Marschner, 1995).

Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi

kedelai adalah faktor iklim (suhu, sinar matahari, curah dan distribusi hujan), dan

kesuburan fisika-kimia dan biologi tanah (solum, tekstur, pH, ketersediaan hara,

kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta

mikrobia tanah). Interaksi antara suhu-intensitas radiasi matahari-kelembaban tanah

sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu tinggi berasosiasi

dengan transpirasi yang tinggi, defisit tegangan uap air yang tinggi, dan cekaman

kekeringan pada tanaman. Suhu di dalam tanah dan suhu atmosfer berpengaruh

terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar dan tanaman kedelai. Suhu yang sesuai bagi

pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 22-270C (Sumarno dan Manshuri,

2007).

Penggunaan mulsa jerami padi dengan takaran rekomendasi sebanyak 5

ton/ha atau sejumlah jerami yang ada dalam satu petakan alami dapat memelihara

(25)

dihamparkan secara merata di atas petakan lahan dengan ketebalan antara 3-5 cm.

Pemulsaan yang sesuai dapat merubah iklim mikro sehingga dapat menekan

pertumbuhan gulma dan menghindari kehilangan air melalui penguapan serta

meningkatkan produksi tanaman. Suhartina dan Adisarwanto (1996) menemukan

peningkatan hasil kedelai mencapai 100% dengan penggunaan mulsa jerami padi 5

ton/ha dikombinasikan dengan tanpa olah tanah (TOT).

Perumusan Masalah

Kebutuhan kedelai di Indonesia meningkat sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk, akan tetapi kebutuhan produksi kedelai ini belum terpenuhi oleh

produksi dalam negeri. Disamping luas areal panen yang terus berkurang juga

disebabkan oleh produktivitas yang rendah dan berfluktuasi. Produktifitas yang

rendah dan berfluktuasi ini disebabkan antara lain oleh penggunaan varietas yang

belum sesuai dengan agroklimat lingkungan areal pertanaman kedelai. Kondisi

agroekologi pertanam kedelai sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi.

Disamping masalah tersebut diatas, rendahnya produktivitas kedelai juga dapat

disebabkan pengelolaan unsur hara, terutama P yang belum optimal. Hara P

merupakan salah satu pembatas utama pertumbuhan tanaman di lahan kering. Hal ini

disebabkan oleh tingkat ketersediaan P yang sangat rendah selain itu P yang

ditambahkan difiksasi sangat cepat dan erat. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut,

cara yang paling tepat adalah menambahkan sejumlah pupuk P sesuai dengan

kebutuhan. Ketersediaan P yang cukup juga membantu pertumbuhan jasad penambat

nitrogen (N). Saat ini penggunaan pupuk SP-36 untuk tanaman kedelai berkisar

antara 50-100 kg/ha, dengan melakukan pemupukan fosfat dengan dosis yang cukup

(26)

tersedia untuk diserap oleh akar tanaman untuk meningkatkan kebutuhan sumber energy

untuk mendorong pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman.

Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Interaksi antara

suhu-intensitas sinar matahari-kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan

tanaman kedelai. Suhu di dalam tanah dan suhu atmosfer berpengaruh terhadap

pertumbuhan Rhyzobium, perakaran, dan tanaman kedelai. Disamping suhu tanah, suhu

lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kedelai. Suhu tanah maupun suhu

atmosfer (iklim mikro) yang terlalu tinggi pada areal pertanaman kedelai dapat

dimodifikasi dengan menggunakan mulsa jerami. Pemulsaan yang sesuai dapat merubah

suhu tanah dan iklim mikro sehingga dapat menghindari kehilangan air melalui

penguapan sehingga dapat mendorong pertumbuhan serta meningkatkan produksi

tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi beberapa

varietas kedelai (Glycine max) melalui pengelolaan hara P dan modifikasi iklim mikro

dengan pemberian mulsa jerami padi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil

kedelai.

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas kedelai dengan

perlakuan taraf dosis pupuk fosfat.

2. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas kedelai dengan

pemberian mulsa jerami padi.

3. Ada perbedaan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai akibat

perlakuan kombinasi antara ketiga faktor yang di teliti (varietas, pupuk fosfat dan

(27)

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perbaikan paket

teknologi budidaya kedelai sehingga diharapkan dapat memperbaiki pertumbuhan dan

produksi. Pemberian pupuk P yang sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman

akan memperkecil input energy pada budidaya kedelai sehingga pertanamannya tidak

merusak lingkungan serta lebih efisien dan efektif. Disamping itu penelitian ini juga

merupakan tugas akhir dalam penyelesaian study Program S2 Agronomi Sekolah Pasca

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada

suatu wilayah atau daerah yang memang dalam pewilayahannya diperuntukkan

sebagai areal utama pertanaman kedelai, melainkan diusahakan dengan komoditas

lain pada suatu pola tanam dimana kedelai sebagai komoditas tambahan. Kondisinya

sangat berbeda dengan yang ada di Negara penghasil kedelai dunia, seperti Amerika,

disini kedelai di produksi di wilayah yang memang peruntukan utamanya bagi

pengembangan kedelai, sehingga dipilih wilayah yang tanah dan iklimnya sangat

sesuai untuk kedelai (soybean belt).

Persyaratan Tumbuh

Faktor Iklim

Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman kedelai adalah: lama dan

intensitas sinar matahari (panjang hari), suhu, kelembaban udara dan curah hujan.

Kemampuan adaptasi kedelai terhadap keragaman faktor iklim tersebut sebenarnya

sangat luas, namun “kondisi iklim” yang sesuai perlu diidentifikasi (Sumarno dan

A.G.Manshuri,2007).

Panjang Hari (Lama Penyinaran)

Kedelai tergolong tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila

panjang hari (lama penyinaran) melebihi 16 jam, dan mempercepat pembungaan bila

lama penyinaran kurang dari 12 jam. Tanaman hari pendek pada kedelai bermakna

bahwa hari (panjang penyinaran) yang semakin pendek akan merangsang

pembungaan lebih cepat. Lamanya periode gelap (tanpa sinar) menentukan dan

(29)

disebut florigen yang disinthesa pada daun, dan ditranslokasikan ke organ bakal

bunga melalui ploem. Tanaman kedelai yang tidak mengalami periode gelap akan

tumbuh vegetatif terus-menerus, tidak mampu membentuk bunga. Varietas kedelai

pada umumnya peka terhadap photo-periodisitas (panjang penyinaran), sehingga

setiap wilayah dengan perbedaan panjang hari satu jam atau lebih, memerlukan

varietas yang spesifik bagi wilayah itu. Panjang hari di Indonesia hampir seragam

dan konstan sekitar 12 jam.

Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe

determinate dan indeterminate. Perbedaan system pertumbuhan batang ini didasarkan

atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate

ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai

berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk

batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga

(Adisarwanto, 2007).

Suhu

Suhu siang hari yang agak panas dan suhu malam hari yang agak dingin

sangat menguntungkan bagi pertumbuhan kedelai, karena adanya pengurangan laju

respirasi pada malam hari yang mengurangi perombakan senyawa C. Akumulasi

bahan kering akan menurun bila suhu naik di atas 300C, karena adanya penurunan

net-photosinthesis.

Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga,akan

menyebabkan bunga tersebut rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang

terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10 0C), seperti pada daerah

(30)

Suhu lingkungan optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24–250C.

(Adisarwanto,2007).

Interaksi antara suhu-intensitas radiasi matahari-kelembaban tanah sangat

menentukan laju pertumbuhan kedelai. Suhu tinggi berasosiasi dengan transpirasi yang

tinggi, deficit tegangan uap air yang tinggi, dan cekaman kekeringan pada tanaman. Suhu

didalam tanah dan suhu atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar

dan tanaman kedelai. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar

antara 22–270C. (Sumarno dan A.G. Manshuri, 2007).

Pengaruh suhu dalam jangka waktu beberapa jam atau beberapa hari terhadap

pertumbuhan vegetatif bersifat permanen (irreversible), tetapi terhadap proses fisiologis

(photosinthesis dan respirasi) pengaruh suhu selama beberapa menit atau beberapa jam

tidak menimbulkan pengaruh yang permanen. Perubahan suhu sangat berpengaruh

terhadap laju pertumbuhan tanaman terutama melalui proses partisionasi (perombakan)

fotosintat antara organ tubuh. (Adisarwanto,T,2007, Sumarno dan A.G.Manshuri,2007).

Faktor Tanah

Luasnya wilayah adaptasi tanaman kedelai didunia menunjukkan besarnya

keragaman jenis dan sifat tanah yang sesuai untuk tanaman kedelai. Di Amerika Selatan

dan Amerika Serikat, tanaman kedelai awalnya diusahakan sebagai penyubur tanah

karena biomasa yang dihasilkan mudah mengalami dekomposisi dengan kandungan hara

yang tinggi dan kemampuan tanaman mengikat nitrogen dari udara lewat proses

simbiose dengan bakteri Rhizobium. Tanaman kedelai menyerap hara N, P, K, Ca, Mg, S

dan Cl yang cukup besar dari dalam tanah, tetapi kedelai umumnya kurang tanggap

terhadap pemupukan secara langsung.

Secara umum kedelai tidak sesuai ditanam pada tanah bertekstur berat dan

(31)

sehingga tidak mampu menyimpan kelembaban tanah. Lahan dengan dua karakteristik

ekstrim tersebut memerlukan ameliorasi (pembenah) tanah, menggunakan bahan organic

atau pupuk kandang dalam jumlah yang banyak untuk dapat ditanami kedelai. Pada skala

luas, ameliorasi bahan organik dengan takaran tinggi tidak ekonomis, sehingga tidak

dianjurkan untuk usaha produksi secara komersial.

Suhu dan Kelembaban Tanah

Suhu tanah di sekitar perakaran tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman, jumlah dan bobot kering bintil akar kedelai serta efektivitas rhizobium

menambat N dari atmosfer. Suhu optimum di sekitar perakaran tanaman untuk

pertumbuhan tanaman kedelai dan nodulasi oleh rhizobium adalah 250C. Di daerah

tropis, termasuk Indonesia, suhu tanah berkisar 25-300C. Suhu perakaran yang lebih

tinggi dari 280C dilaporkan menurunkan nodulasi oleh rhizobium dan efektivitas enzim

nitrogenase dalam menambat N maupun pertumbuhan tanaman kedelai (Monevar, F and

Wollum II 1981, dalam Muchdar Soedarjo, 2007).

Reaksi Kimia Tanah

Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral,

pada pH 5,5 – 7,0 dan pH Optimal pH 6,0 – 6,5. Pada kisaran pH tersebut hara makro

dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang

dari 5,5), hara fosfat (P), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Sulfur (S) tidak

mudah tersedia dalam tanaman kedelai. Pada tanah yang bereaksi basa (pH lebih dari

7,0) unsur hara mikro (terutama Fe, Zn, Mn) dan juga P menjadi tidak mudah tersedia

bagi tanaman. Pada tanah masam mineral Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan,

sehingga dapat meracun bagi tanaman. Pada tanah yang masam yang mengandung Al

tinggi, kadar lebih dari 20 % menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai,

(32)

kecoklatan dan tidak mampu membentuk klorofil. Perkembangan bakteri Rhizobium

juga terhambat pada tanah yang masam, kemungkinan disebabkan oleh kurangnya

fotosintat dari daun. Pada tanah yang bereaksi basa (pH lebih besar 7,0) tanaman kedelai

menunjukkan gejala khlorisis (daun muda berwarna kuning, ujung daun berwarna coklat)

karena unsur Fe menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Kedelai termasuk tanaman yang

peka terhadap ketidak tersediaan Fe dibandingkan dengan jagung, ubi kayu dan padi

gogo.

Varietas kedelai

Penggunaan varietas unggul atau varietas yang sesuai pada lingkungan

(Agroekologi) setempat merupakan salah satu syarat penting dalam suatu usaha tani

kedelai. Karena untuk mencapai produktifitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi

daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih

dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan pengelolaaan kondisi

lingkungan tumbuh. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik,

potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai

(Adisarwanto, T, 2007).

Disamping itu varietas unggul merupakan teknologi yang diminati dan mudah

diadopsi petani, pemilihan varietas yang unggul dan diikuti penggunaan benih bermutu

tinggi merupakan penunjang pokok keberhasilan pertanaman dan memperoleh hasil yang

tinggi dalam usaha tani kedelai.

Pengelolaan Hara P

Di alam unsur P umumnya berbentuk fosfat. Didalam jaringan tanaman P

berperan dalam hampir semua proses reaksi biokimia. Peran P yang istimewa adalah

proses penangkapan energi cahaya matahari dan kemudian mengubahnya menjadi energi

(33)

enzim-enzim, penyusun co-enzim-enzim, nukleotida (bahan penyusun asam nukleat), P juga ambil

bagian dalam sintesis protein, terutama yang terdapat pada jaringan hijau, sintesis

karbohidrat, memacu pembentukan bunga dan biji serta menentukan kemampuan

berkecambah biji yang dijadikan benih.

Defisiensi P mengakibatkan tanaman tumbuh terhambat (kerdil) dan memiliki

sedikit anakan (serelia). Kebutuhan P untuk menunjang pertumbuhan optimal tanaman

berkisar antara 0,3 – 0,5 % dari berat kering tanaman selama periode pertumbuhan

vegetatif tanaman. Pada tanaman yang kekurangan P pertumbuhan luas daun terhambat,

karena terjadi penurunan tekanan hidrolik akar, menghambat pembentukan sel dan

pemebesaran sel. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh sintesis karbohidrat yang

tidak berjalan secara optimal.

P berperan dalam pembentukan bunga, defisiensi P juga dapat menekan jumlah

bunga dan menunda inisiasi pembungaan dikarenakan oleh keseimbangan phytochrome

yang berubah. (Wilkinson, 1994 dalam Wijaya K.A., 2008).

Didalam tanah hanya sedikit sekali P yang tersedia yaitu 0,1-1,0 %, sedangkan

selebihnya teradsorbsi dan termobilisasi. Bentuk ion yang tersedia bagi tanaman ada dua

yaitu HPO42- dan H2PO4-, bentuk yang pertama tersedia pada tanah netral (pH sekitar 7),

sedangkan bentuk yang kedua tersedia pada tanah yang bereaksi asam.

Gunarto dkk (1998) menyatakan secara teknis hara fosfor merupakan kunci

kehidupan tanaman, karena terlibat pada seluruh proses metabolisme tanaman dan ikut

membentuk senyawa-senyawa struktural seperti asam nukleat untuk keperluan

reproduksi dan konversi transfer energy yang tinggi. Unsur fosfor ini dapat mendorong

pertumbuhan akar, pembentukan bunga, pengisisan buah dan biji. Fosfor merupakan

komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP, RNA, dan DNA. ATP penting untuk

(34)

Kendala utama peningkatan produktivitas kedelai dilahan kering masam

Lampung adalah rendahnya pH, tingginya kejenuhan Al, tingginya Fe dan Mn tersedia,

serta kekahatan unsure P dan K (Taufiq et al,2004).

Modifikasi Iklim Mikro

Penggunaan mulsa jerami padi 5 ton dikombinasikan dengan tanpa olah tanah

(TOT) dapat berakibat terjadinya peningkatan hasil kedelai 100% dibandingkan tanpa

mulsa. Penggunaan mulsa jerami padi dengan ketebalan maksimal 10 cm dapat menekan

pertumbuhan gulma 56–61% dari tanpa mulsa (Suhartina dan Adisarwanto, 1996).

Mulsa mampu menekan perkecambahan gulma karena mulsa berada sangat dekat

dengan permukaan tanah tempat benih-benih gulma akan berkecambah. Di alam, cahaya,

suhu dan kelembaban tanah saling berinteraksi secara total dalam mempengaruhi

perkecambahan biji gulma. Disamping itu juga efek secara fisik dari keberadaan mulsa

tersebut dapat menyulitkan kecambah dari gulma untuk tumbuh menembusnya.

Perlakuan pemberian mulsa dapat menurunkan perbedaan kisaran suhu siang dan

malam, karena intersep (cahaya yang datang) dan radiasi gelombang pendek yang

mengenai mulsa dapat mengurangi jumlah cahaya yang sampai kepermukaan tanah,

mengurangi panas yang terserap oleh tanah sepanjang hari dan mengurangi evaporasi

sehingga kebutuhan terhadap kisaran suhu yang tinggi yang sering diperlukan untuk

mematahkan dormansi tidak terpenuhi dengan kata lain mulsa dapat mencegah

perkecambahan.

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah

yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila tumbuh pada suhu tanah

yang rendah (<150 C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2

minggu. Hal ini juga dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembapan

(35)

air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping itu suhu tanah, suhu lingkungan juga

berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 400

C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan

biji kedelai yang terbentuk menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100 C), seperti

pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong

kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24 – 250 C.

(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai sejak bulan Agustus –

November 2009 bertempat di lahan produksi benih UPT. Balai Benih Induk (BBI)

Palawija Tanjung Selamat Kab. Deliserdang. Adapun jenis tanah areal pertanaman

adalah Ultisol dengan ketinggian tempat ± 50 m dpl.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: benih kedelai yaitu Varietas

Anjasmoro, Varietas Kaba dan Varietas Sinabung, pupuk Urea, SP-36, KCL, pestisida

(insektisida dan fungisida), jerami padi.

Alat yang digunakan adalah: timbangan, gunting, ajir bambu, meteran, tali

plastik, cangkul, parang, pisau, amplop besar, oven, leaf area meter, alat penghitung,

buku catatan data dan kamera.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak-Petak

Terbagi ( Split-Split Plot Design ) dengan 3 faktor yang diteliti yaitu:

Faktor I (petak utama) adalah varietas kedelai dengan simbol V yang terdiri dari

3 taraf yaitu : V1= Varietas Anjasmoro

V2= Varietas Kaba

(37)

Faktor II (anak petak) adalah Tingkat Pemberian Fosfat dengan simbol P yang

terdiri dari 4 taraf yaitu: P0= Tanpa pupuk fosfat

P1= 50 kg/ha ( 30gr/plot)

P2= 100 kg/ha ( 60 gr/plot)

P3= 150 kg/ha ( 90 gr/plot)

Faktor III (anak-anak petak) adalah pemberian mulsa jerami padi dengan simbol J

yang terdiri dari 4 taraf yaitu: Jo = Tanpa mulsa jerami padi

J1 = 2,5 ton mulsa jerami padi per ha

J2= 5,0 ton mulsa jerami padi per ha

J3= 7,5 ton mulsa jerami padi per ha

Dengan demikian terdapat 48 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan

diulang 3 kali, keterangan data-data penelitian yang lain meliputi:

- Jumlah petak percobaan = 144 petak

- Ukuran petak percobaan = 3 m x 2m = 6 m2

- Jarak tanam = 40 cm x 20 cm

- Jumlah tanaman per petak = 70 tanaman

- Jumlah sampel tetap = 3 tanaman per petak

- Jumlah sampel destruktif = 15 tanaman per petak

- Jarak antar petak percobaan = 0,5 m

- Jarak antar blok/ulangan = 1,0 m

Model matematik (model linier) dari Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) yang

digunakan dalam penelitian ini dituliskan sebagai berikut :

Yijkl = μ + ρi + αj + €ij + Bk + (αβ)jk + €ijk +Yl + (αy)jl + (βy) kl + (αβy)jkl + €ijkl

(38)

Yijkl = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan varietas taraf k-j, perlakuan

pupuk fosfat taraf ke-k dan perlakuan pemberian mulsa jerami taraf ke-l μ = Rata-rata umum nilai tengah pengamatan

ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i

αj = Pengaruh perlakuan varietas pada taraf ke-j

€ij = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan varietas pada taraf ke-j

Βk = Pengaruh perlakuan pupuk fosfat taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan varietas pada taraf ke-j dan perlakuan pupuk

fosfat pada taraf ke-k

αijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan varietas pada taraf ke-j dan

pupuk fosfat pada taraf ke-k

Y1 = Pengaruh perlakuan mulsa jerami pada taraf ke-l

(αy)jl = Pengaruh interaksi perlakuan varietas pada taraf ke-j dan perlakuan

mulsa jerami pada taraf ke-l

(βy)kl = Pengaruh interaksi perlakuan pupuk fosfat pada taraf ke-k dan perlakuan

mulsa jerami pada taraf taraf ke-l

(αβy)jkl = Pengaruh interaksi perlakuan varietas taraf ke-j, perlakuan pupuk fosfat

taraf ke-k dan mulsa jerami taraf ke-l

€ijkl = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan varietas taraf ke-j, perlakuan

pupuk fosfat taraf ke-k dan perlakuan mulsa jerami taraf ke-l.

Data hasil penelitian pada perlakuan, jika berpengaruh nyata akan dilanjutkan

(39)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media Tanam

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan analisis tanah. Analisis kesuburan tanah

ini terutama meliputi pH tanah, dan kadar P tersedia dalam tanah (hasil analisa

terlampir). Areal yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan

benda-benda yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, kemudian lahan yang akan

ditanami diolah dengan mencangkul tanah sedalam 30 cm untuk menghancurkan tanah

hingga gembur dan merata kemudian dibuat plot/petak percobaan sesuai dengan ukuran

yang dibutuhkan, kemudian mulsa jerami padi dihamparkan diatas petakan/plot dengan

jumlah sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan, sehingga tanah siap ditanami

dengan benih kedelai.

Pemilihan Benih

Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang Jawa Timur. Benih

yang digunakan adalah Varietas Anjasmoro, Varietas Kaba, Varietas Sinabung. Semua

varietas kedelai ini mempunyai daya tumbuh > 90%.

Penanaman Benih

Setelah pembuatan lubang tanam, benih dimasukkan ke dalam lubang tanam

dengan kedalaman 3 – 5 cm kemudian lubang ditutup kembali dengan sisa tanah dan

setiap lobang ditanam 2 biji kedelai dengan jarak tanam 40 x 20 cm.

Pemupukan

Pupuk yang diberikan adalah pupuk P (SP-36) dengan dosis sesuai perlakuan,

pupuk N (Urea) diberikan sebanyak 50 kg/ha dan pupuk Kalium (KCl) sebanyak 150

kg/ha. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (di buat dengan cara larikan) sejauh 7-10 cm

(40)

pada fase vegetatif tanaman. Pemberian pupuk Nitrogen dilakukan sebanyak 3 kali,

pupuk Kalium 2 kali dan pupuk Fosfat 1 kali. Pupuk dasar yang diberikan antara lain N

( dosis), K ( dosis) dan P (seluruhnya) yaitu diberikan saat tanam. Pemberian pupuk

susulan pertama diberikan sebanyak N ( dosis), K ( dosis) dilakukan pada waktu

umur tanaman 21 – 24 Hari Setelah Tanam (HST) dan pupuk susulan ke dua diberikan

pupuk Nitrogen ( dosis) saat umur tanaman 42 – 45 HST.

Pemeliharaan Tanaman

• Penyulaman

Penyulaman bibit yang rusak/mati dilakukan hingga tanaman berumur 5 hari

dengan benih cadangan. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman relatif seragam.

Setiap lobang dibiarkan tumbuh hanya satu tanaman.

• Penyiraman

Penyiraman dilakukan secara manual dengan menggunakan gembor hingga

tanah dalam keadaan lembab atau kapasitas lapang dan tergantung pada keadaan

cuaca setempat.

• Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian penyakit dilakukan secara preventif. Terhadap hama dilakukan

penyemprotan dengan insektisida Decis 2,5 EC, Ambusk 2 EC, Matador 25 EC dosis

penggunaannya disesuaikan dengan petunjuk pada label kemasan. Untuk pencegahan

penyakit dilakukan penyemprotan dengan Dithane 45 atau dengan menggunakan

(41)

• Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan dua kali, pertama dilakukan pada saat tanaman umur 3

minggu bersamaan dengan pembumbunan dan pemupukan, sedangkan penyiangan

kedua dilakukan saat tanaman umur 5 minggu atau tergantung populasi gulma pada

areal pertanaman dan sekaligus pembumbunan. Penyiangan dilakukan dengan tajak.

• Panen

Panen dilakukan bila tanaman sudah memasuki fase pemasakan sempurna

dengan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :

- Daun telah rontok

- Polong berwarna coklat dan kering.

Panen dilakukan dengan menyabit batang utama tanaman pada leher akar, lalu

kemudian dimasukan kedalam kantong plastik yang sudah diberi label.

Peubahamatan

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah fase vegetatif dan fase

reproduktif yang diperoleh dari setiap perlakuan yaitu:

1. Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran dilakukan dengan mengukur batang utama dimulai dari leher akar

sampai ujung titik tumbuh batang tanaman. Tinggi tanaman di ukur pada saat

tanaman berumur 6 minggu setelah tanam.

2. Total Luas Daun (cm2)

Luas daun di ukur dengan menggunakan leaf area meter di laboratorium. Yang di

(42)

3. Volume Akar ( cm3 )

Volume akar dihitung dengan cara akar dimasukkan ke dalam gelas ukur yang sudah

diisi air, lalu dilihat jumlah kenaikan volume air setelah akar dimasukkan dalam

gelas ukur. Pertambahan nilai kenaikan volume air ini adalah nilai dari volume akar.

Volume akar dihitung pada saat tanaman berumur 18, 36, 54 dan 72 hari setelah

tanam.

4. Bobot Kering Tanaman (g)

Penimbangan bobot kering seluruh tanaman dilakukan setelah terlebih dahulu

dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 2 x 24 jam sampai bobotnya tetap.

Penimbangan dilakukan pada saat tanaman berumur 18, 36, 54 dan 72 hari setelah

tanam.

5. Laju Tumbuh Relatif (g.tan-1.hari-1)

Laju tumbuh relatif merupakan peningkatan bobot kering tanaman dalam waktu

tertentu. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang bobot kering tanaman

melalui pengeringan oven pada suhu 60°C selama 72 jam. Dihitung pada umur 18,

36, 54 dan 72 hari setelah tanam, dengan persamaan sebagai berikut:

(

)

1 2

1 ln 2 ln

T T

W W

LTR

− − =

Dimana : W1 dan W2 = Bobot kering tanaman pengamatan ke 1 dan 2

T1 dan T2 = Waktu pengamatan ke 1 dan 2

6. LAB (Laju Asimilasi Bersih) (g.cm-2.hari-1)

Nilai laju assimilasi bersih merupakan pertambahan material (bobot kering

tanaman) untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. (Sitompul dan

Guritno,1995). Dihitung pada umur 18, 36, 54 dan 72 hari setelah tanam, dengan

(43)

(

)

(

)

(

(

2 1

)

)

1 ln 2 ln 1 2

1 2

A A

A A

T T

W W LAB

− − −

− =

Dimana: W1 dan W2 = Bobot kering tanaman pengamatan ke 1 dan 2

A1 dan A2 = Luas daun pengamatan ke 1 dan 2

T1 dan T2 = Waktu pengamatan ke 1 dan 2

7. Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga ditentukan apabila jumlah tanaman berbunga mencapai 75 % pada

setiap plot. Dikatakan tanaman berbunga apabila ada 1 (satu) bunga mekar pada

batang utama.

8. Serapan hara P Tanaman (mg/tan)

Analisis serapan hara dilakukan pada saat umur tanaman 6 minggu setelah tanam dan

ditentukan dengan rumus sbb:

Serapan P = Kadar P x Bobot Kering

9. Komponen Produksi

a. Jumlah cabang primer (cabang)

Perhitungan jumlah cabang primer dilakukan pada setiap tanaman sampel.

Jumlah cabang primer di hitung pada saat tanaman berumur 72 HST (R7 polong

mulai matang).

b. Jumlah polong dan jumlah biji/ tanaman (polong)

Perhitungan jumlah polong dan jumlah biji pertanaman dilakukan pada saat R8

(matang penuh).

c. Bobot 100 biji (g)

(44)

y 100

x

μ = bobot 100 biji (g)

µ = jumlah biji bernas per tanaman

y = berat biji bernas per tanaman

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

1. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil Analisis sidik ragam tinggi tanaman kedelai 72 hari setelah tanam (HST)

dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa perlakuan

mulsa jerami berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sedangkan perlakuan yang

lainnya yaitu varietas, fosfat, interaksi varietas dengan fosfat, interaksi varietas dengan

jerami, interaksi fosfat dengan jerami dan interaksi antara varietas, fosfat dengan jerami

menunuukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman.

Tinggi tanaman untuk setiap perlakuan pada pengamatan 72 HST dapat dilihat

pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan jerami berpengaruh nyata

terhadap parameter tinggi tanaman dimana tinggi tanaman tertinggi terdapat pada

perlakuan J3 (66.022 cm) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan J2 (65.775 cm) dan

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat

pada perlakuan J0 (64.411 cm). Tinggi tanaman yang tertinggi diperoleh pada perlakuan

V1P2J3 (67.500 cm) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan yang

(46)
[image:46.595.88.503.95.569.2]

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas, fosfat dan jerami pada umur 72 HST

Varietas

Perlakuan

V1

(Varietas Anjasmoro)

V2

(Varietas Kaba)

V3

(Varietas

Sinabung) Rataan ………cm………. Fosfat

P0 (Tanpa Pupuk) 66.408 64.775 65.308 65.497

P1 (50kg/ha) 65.992 64.600 65.158 65.250

P2 (100kg/ha) 66.158 64.717 64.842 65.239

P3 (150kg/ha) 66.258 64.542 65.417 65.406

Mulsa Jerami

J0 (tanpa mulsa) 65.250 63.542 64.442 64.411c

J1 (2.5 ton/ha 66.008 64.208 65.333 65.183b

J2 (5 ton/ha) 66.550 65.417 65.358 65.775a

J3 (7.5 ton/ha) 67.008 65.467 65.592 66.022a

Interaksi VXPXJ

P0J0 65.600 63.133 64.200 64.311

P0J1 66.100 63.967 66.433 65.500

P0J2 66.667 65.767 65.467 65.967

P0J3 67.267 66.233 65.133 66.211

P1J0 65.000 63.067 64.800 64.289

P1J1 65.867 64.433 64.867 65.056

P1J2 66.867 65.533 65.200 65.867

P1J3 66.233 65.367 65.767 65.789

P2J0 65.133 64.400 64.133 64.556

P2J1 65.733 64.233 64.500 64.822

P2J2 66.267 65.133 65.000 65.467

P2J3 67.500 65.100 65.733 66.111

P3J0 65.267 63.567 64.633 64.489

P3J1 66.333 64.200 65.533 65.356

P3J2 66.400 65.233 65.767 65.800

P3J3 67.033 65.167 65.733 65.978

Rataan 66.204 64.658 65.181 65.348

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Pengaruh dari perlakuan jerami terhadap tinggi tanaman 72 HST dapat dilihat pada

(47)

Gambar 1. Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap tinggi tanaman 72 HST pada

setiap varietas.

Gambar 1 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian jerami memiliki hubungan

yang linier positif dengan parameter tinggi tanaman 72 HST. Nilai keeratan hubungan ini

dinyatakan dengan koefisien korelasi dengan nilai sebesar 95.44%.

2. Total Luas Daun (cm2)

Hasil analisis total luas daun kedelai pada umur 18, 36, 54 dan 72 HST dan

hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai lampiran 6. Hasil

sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap

parameter total luas daun pada umur 18, 36, 54 dan 72 HST. Perlakuan pupuk fosfat

berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun pada umur 18, 36, 54, dan 72 HST.

Perlakuan jerami berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun pada umur umur

18, 36, 54 dan 72 HST. Perlakuan kombinasi antar varietas dan fosfat berpengaruh nyata

terhadap parameter luas daun pada 36 HST dan berpengaruh tidak nyata pada umur 18,

54 dan 72 HST. Perlakuan kombinasi antara varietas dan jerami berpengaruh nyata

y = 0.5425x + 64.534 r2 = 0.9544

60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

0 1 2 3

Penambahan Jerami

T

inggi

T

ana

m

an (

cm

)

   0      2.5       5.0      7.5  

(48)

terhadap parameter total luas daun pada umur 18, 36 dan 72 HST dan berpengaruh tidak

nyata pada umur 54 HST. Perlakuan kombinasi antara fosfat dan jerami berpengaruh

nyata terhadap parameter total luas daun pada umur 18, 36, 54 dan 72 HST. Perlakuan

kombinasi antara varietas, fosfat dan jerami berpengaruh nyata terhadap parameter total

luas daun pada umur 18 dan 36 HST sedangkan pada umur 54 dan 72 HST berpengaruh

tidak nyata terhadap parameter total luas daun.

Total luas daun untuk setiap perlakuan pada pengamatan 18 HST dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. menunjukkan bahwa total luas daun yang tertinggi diperoleh pada

perlakuan V1P1J3 (103,313 cm2) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan yang

terendah pada perlakuan V3P2J0 (59.370cm2). Pada perlakuan varietas, total luas daun

yang tertinggi terdapat pada perlakuan V1(80.118 cm2) yang berbeda nyata dengan

perlakuan V2 (70.865 cm2) dan yang terendah terdapat pada perlakuan V3 (66.582 cm2).

Pada perlakuan tingkat pemberian pupuk fosfat total luas daun yang tertinggi terdapat

pada perlakuan P1 (75.791 cm2) yang berbeda nyata dengan perlakuan P2 (71.878) dan P3

(74.102) dan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 (68.317 cm2). sedangkan pada

perlakuan pemberian mulsa jerami total luas daun yang tertinggi terdapat pada perlakuan

J3 (79.815 cm2) yang berbeda nyata dengan perlakuan J2 (73.054 cm2) dan yang terendah

terdapat pada perlakuan J0 (67.252 cm2).

(49)
[image:49.595.93.497.103.567.2]

Tabel 2. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, fosfat dan mulsa jerami pada umur 18 HST

Varietas

Perlakuan

V1

(Varietas Anjasmoro)

V2

(Varietas Kaba)

V3

(Varietas

Sinabung) Rataan

……….…cm2……….

Fosfat

P0 (Tanpa Pupuk) 75.500 66.823 62.629 68.317d

P1 (50kg/ha) 84.919 73.333 69.120 75.791a

P2 (100kg/ha) 78.764 70.316 66.553 71.878c

P3 (150kg/ha) 81.289 72.990 68.027 74.102b

Mulsa Jerami

J0 (tanpa mulsa) 74.305e 65.823j 61.629k 67.252d

J1 (2.5 ton/ha 75.998d 68.766h 65.136j 69.966c

J2 (5 ton/ha) 80.873b 71.418g 66.871i 73.054b

J3 (7.5 ton/ha) 89.297a 77.455c 72.693f 79.815a

Interaksi VXPXJ

P0J0 69.790s 63.070x 60.187yz 64.349

P0J1 72.410p 64.210w 59.580z 65.400

P0J2 76.920j 69.050s 64.420w 70.130

P0J3 82.880f 70.960r 66.330u 73.390

P1J0 75.180m 65.940v 61.310y 67.477

P1J1 75.970l 69.950s 65.320v 70.413

P1J2 85.213c 74.463n 71.500q 77.059

P1J3 103.313a 82.980f 78.350h 88.214

P2J0 73.200o 64.000w 59.370z 65.523

P2J1 79.140g 71.433q 70.803r 73.792

P2J2 77.770i 69.030s 63.063x 69.954

P2J3 84.947d 76.800j 72.973op 78.240

P3J0 79.050g 70.280rs 65.650v 71.660

P3J1 76.470k 69.470s 64.840w 70.260

P3J2 83.590e 73.130o 68.500t 75.073

P3J3 86.047b 79.080g 73.117o 79.414

Rataan 80.118a 70.865b 66.582c 72.522

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

P

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan varietas, fosfat dan jerami pada umur 72 HST
Tabel 2. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, fosfat dan mulsa jerami pada umur 18 HST
Gambar 3.  Hubungan pemberian mulsa jerami terhadap total luas daun 18 HST pada
Gambar 4. Pengaruh interaksi perlakuan varietas dengan fosfat dan mulsa jerami terhadap total luas daun 18 HST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, regangan, kerja patah dan kekuatan impak tertinggi dicapai pada komposit dengan serat ijuk tanpa rendamanx. Faktor-faktor

Universitas Negeri

[r]

792.300.000,- (Tujuh Ratus Sembilan Puluh Dua Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah) dengan sumber pembiayaan APBN melalui SBSN tahun anggaran 2017 bersama ini diusulkan dengan hormat

Ket: Kalimat aktif yang bisa dipasifkan hanya kalimat yang transitif yaitu yang memiliki objek... Simple Present

6.Cuaca akan terasa panas ketika datang musim

Consequently, a constructivist approach to science teaching and socio-cultural practices in science classroom are integrated into a wider community of practice in

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : “Bagaimana hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pada pasien post stroke