• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umbi Suweg

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman suweg yang memiliki nama latin Amorphophallus

campanulatus telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Pada zaman

penjajahan Jepang, umbi suweg dan iles-iles berjasa dalam mendukung ketahanan pangan keluarga bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang terkendala untuk menyediakan beras atau bahan pangan karbohidrat lainnya. Dengan kata lain, tanaman suweg mempunyai andil yang besar dalam rangka ketahanan pangan bagi masyarakat dan berperan penting sebagai salah satu sumber cadangan pangan (Pitojo, 2007).

Tanaman umbi suweg dalam sistematika tanaman adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Arecidae Ordo : Arales

Famili : Araceae (suku talas-talasan) Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus campanulatus Bl

Manfaat umbi suweg cukup banyak terutama untuk industri dan kesehatan, karena kandungan zat glukomanan yang ada di dalamnya. Suweg merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu menghasilkan

karbohidrat dan tingkatan panen tinggi. Tepung umbi suweg dapat dipakai sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk menekan peningkatan kadar glukosa darah sekaligus mengurangi kolesterol serum darah. Umbi suweg

memiliki indeks glikemik rendah dan memiliki

fungsional hipoglikemik dan hipokolesterolemik.

Umbi suweg sebagai serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis. Di Filipina umbi suweg sering ditepungkan mengganti kedudukan terigu dan biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan roti. Di Jepang, umbi-umbian sekerabat suweg telah banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, misalnya sebagai bahan pembuatan mie instan

2.1.2 Kandungan Kimia Suweg

Tabel 2.1 Kandungan Umbi Suweg

Komposisi Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Thiamin Asam Askorbat Air 69 1,0 g 0,1 g 15,7 g 62 mg 4,2 g 0,07 mg 5 mg 82 g Sumber : Sutomo (2008)

Komponen lainnya dari umbi suweg yang perlu mendapatkan perhatian dalam penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi suweg dapat menyebabkan rasa gatal. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan dari metabolism sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000)

11

2.2 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil atau OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa dan hidrolisis dengan katalis enzim.

2.2.1 Hidrolisis Murni

Reaksi pengikatan gugus OH melalui reaksi dengan H2O, reaksi berjalan lambat dan hanya digunakan terhadap senyawa-senyawa yang reaktif. Sedangkan untuk mempercepat reaksi dapat digunakan H2O uap.

2.2.2 Hidrolisis Asam

Menggunakan katalis berupa larutan asam encer atau pekat misal HCl, H2SO4

2.2.3 Hidrolisis Basa

Menggunakan larutan basa encer atau pekat NaOH, KOH. 2.2.4 Hidrolisis Enzimatis

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis yaitu senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia organik. Perubahan molekul substrat enjadi produk akan dipercepat dengan adanya enzim yang merupakan katalis. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi atau zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan

senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. (Bastian, 2012)

a. Enzim α-amilase

Enzim α-amilase, atau yang biasa disebut juga 1,4-alpha-D-glucanohydrolase karena hanya memotong pada ikatan α-1,4 pada ikatan glikosida. Enzim α-amilase disebut juga pancreatic alpha-amilase yaitu salah satu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati, sejenis makromolekul karbohidrat. Struktur molekuler dari enzim ini adalah α-1,4-glukanohidrolase. Enzim α-amilase dan juga enzim pendegradasi pati lain misalnya pullulase termasuk ke dalam golongan enzim kelas 13 glikosil hidrolase. α-amilase ini memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus sehingga proses hidrolisisnya lebih cepat.

Kerja enzim ini bersifat endo enzim yaitu memotong ikatan α1,4 glikosida pada amilosa ataupun amilopektin dari dalam dan memotong secara acak, enzim ini juga bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi. Pada hidrolisis pati mentah enzim ini dihasilkan oleh Saccaromyces cereviciae. Enzim α-amilase biasa juga disebut sebagai liquifying enzim, karena enzim α-amilase bekerja pada proses liquifikasi yg memecah pati menjadi rantai yg lebih pendek.

b. Enzim Xilanase

Xilanase adalah enzim yang mampu memutuskan ikatan pada rantai utama xilan yang akan membentuk molekul oligosakarida pendek. Enzim inilah yang

13

memegang peranan kunci dalam mendegradasi polimer xilan yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman berkayu

Enzim xilanase mampu mendegradasi polimer xilan dengan cara memutus ikatan antargugus pada bagian tengah secara acak yang akan menghasilkan xilooligosakarida. Berbeda dengan xilanase pada umumnya, Aeromonas xilanase akan memutus rantai xilan dari bagian ujung dan akan menghasilkan satu jenis oligosakarida. Induksi ekspresi gen xilanase dapat dilakukan dengan penambahan

xilobiose, seperti pada Cryptococcus albidus.

c. Enzim Selulase

Selulase adalah nama bagi semua enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya. Selulase tidak dimiliki oleh manusia, karena itu manusia tidak dapat menguraikan selulosa. Akan tetapi beberapa hewan seperti kambing, sapi, dan insekta seperti rayap dapat menguraikan selulosa karena dalam sistem pencernaannya mengandung bakteri dan protozoa yang menghasilkan enzim selulase yang akan menghidrolisis ikatan β-1,4 glikosidik. Oleh karena reaksi yang ditimbulkan oleh selulase saat mengurai selulosa adalah hidrolisis, maka selulase diklasifikasikan ke dalam jenis enzim hidrolase.

2.3 Glukomanan

Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi iles-iles yang merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa. Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa. Ohtsuki, 1968 dalam Deptan 2010 menyebutkan bahwa hasil

analisa hidrolisis asetolisis dari glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat D-mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara metilasi menunjukkan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa D-glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Menurut Parry (2010), glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia glukomanan seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air dingin. Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu 200,000 – 2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat glukomanan memiliki karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan glukomanan dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan. Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut:

1. Larut dalam air

Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.

2. Membentuk gel

Karena glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel, di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.

15

3. Merekat

Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.

4. Mengembang

Glukomanan mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya mengembangnya mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.

5. Transparan (membentuk film)

Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Tetapi jika film dari glukomannan dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.

6. Mencair

Glukomanan mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba.

7. Mengendap

Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khususnya Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai 100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Jika direaksikan dengan timbal asetat, larutan glukomanan akan membentuk endapan putih stabil.

Struktur Glukomanan ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Stuktur Glukomanan 2.4 Gummy

Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly atau gummy adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, pectin, karagenan, gelatin dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Gummy harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan proes penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter produk yang diinginkan.

2.4.1 Gelatin

Gelatin merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dapat diaplikasi ke dalam gummy. Karena gelatin merupakan senyawa hambar dan tidak berbau yang tidak mengandung, pemanis lemak dan perasa yang ditambahkan untuk memberikan permen kenyal rasanya. Gelatin tidak stabil pada kondisi asam, oleh karena itu penambahan asam pada resep permen yang dibuat harus dilakukan pada tahap akhir dari rangkaian proses. Sebelum melarutkan gelatin pada adonan permen yang dibuat, biasanya gelatin akan di rendam terlebih dahulu dalam air dingin kemudian baru dilarutkan.

17

2.4.2 Agar-agar

Agar-agar termasuk dalam kelompok pektin dan merupaka polimer yang tersususun dari monomer galaktosa yang dapat membentuk gel. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai pemantap, pengemulsi, pengental. Bahan pengisi dan bahan pembuat gel. (anonymous, 1999)

2.4.3 Asam Sitrat

Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan. ( Muhamad, 2011)

2.5 Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah sindrom klinik yang ditandai dengan poluri, polidipsi dan polifagi disertai peningkatan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein. Diabetus Mellitus adalah suatu adalah peningkatan glukosa darah yang melebihi normalnya didalam tubuh karena terjadi gangguan pada hormon insulin. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin merupakan suatu polipeptida sehingga dapat disebut sebagai protein. Pada keadaan normal, bila kadar gula darah naik, maka insulin akan dikeluarkan oleh pankreas dan masuk dalam aliran darah yang kemudian ke reseptor. Pada keadaan ini kira-kira 50% glukosa yang ada mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Syarif, dkk, 2007 )

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) yang disebabkan adanya gangguan produksi insulin karena penyakit autoimun (Gan, 2009). Untuk diabetes mellitus tipe 1 terdapat destruksi dari sel β-pankreas sehingga tidak dapat engasilkan insulin lagi, hal ini menyebabkan sel tidak dapat menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa meningkat diatas 10 mmol/L. Pada tipe tersebut, penderita mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus) disebabkan adanya resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. DM tipe ini lebih mudah menyerang individu yang memiliki kelebihan berat badan dan kurang olahraga. DM tipe 2 terjadi akibat faktor penuaan, penderita tipe ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif. (Rahardja, 2008)

2.6 Kerangka Teori

Umbi suweg memiliki glukomanan yang merupakan suatu dietery fiber atau serat larut. Dietery fiber tersebut dapat digunakan sebagai terapi bagi penderita diabetes mellitus dengan melakukan penghambatan dan penyerapan glukosa yang asuk kedalam aliran darah melalui usus agar tidak terserap didalam aliran darah. Hal ini dikarenakan dietery fiber glukomanan sebagai serat larut mampu mengembang 200 kali dari berat awal didalam lambung. Dalam proses tersebut, glukomanan dapat menyerap berbagai macam zat yang masuk pada lambung misalnya kolesterol dan glukosa. Dari proses penyerapan tersebut, maka glukosa yang seharusnya masuk kedalam aliran darah setelah melalui sistem pencernaan akan terbuang bersama dengan dietery fiber glukomanan yang tersekresi melalui feses. Penyerapan dietery fiber terhadap glukosa tersebut juga

19

dikuatkan dengan pendapat Josette Boillot (1995) dalam salah satu British Journal Nutriton yang menyebutkan bahwa peningkatan asupan dietery fiber dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi jumlah karbohidrat dan lemak dalam tubuh sehingga konsumsi dietery fiber yang tinggi mampu memberikan penurunan kadar gula dan kolesterol.

Dietery fiber glukomanan didapat dari umbi suweg melalui isolasi

glukomanan. Isolasi glukomanan menggunakan teknik hidrolisis polisakarida dalam umbi suweg karena glukomanan merupakan impurity dari polisakarida sehingga diperlukan pemecahan polisakarida. Umbi suweg yang digunakan adalah umbi suweg yang berasal dari daerah Pujiharjo, kecaatan Tirtoyudo. Menurut Harijati (2002), umbi suweg yang didapatkan didaerah Mojokerto memiliki kandungan glukomanan sedikit sedangkan umbi suweg yang terdapat didaerah blitar memiliki kadar glukomanan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan letak geografis tempat umbi suweg tumbuh mepengaruhi kadar glukomanan dala umbi. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagai bahan penelitian diambil umbi suweg yang berasal dari daerah Pujiharjo, kecamatan Tirtoyudo karena umbi suweg didaerah tersebut belum dieksplorasi untuk kepentingan pangan terutama pangan terapi dan biasanya umbi suweg didaerah tersebut hanya digunakan sebagai pakan ternak

Untuk melakukan hidrolisa, umbi suweg terlebih dahulu dipreparasi sebelum dihidolisis. Praperasi tersebut meliputi deterimnasi umbi suweg yang dilakukan di Balitkabi Malang, determinasi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi serta mencocokan kesesuaian tanaman dengan herbarium yang telah ditetapkan berdasarkan taksonomi tanaman yang telah terdeterminasi.

Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka tanaman yang digunakan merupakan benar-benar umbi suweg.

Setelah tanaman umbi suweg dideterminasi, selanjutnya dilakukan pembuatan tepung umbi suweg agar mendapatkan umbi dengan luas permukaan besar. Pembuatan tepung umbi suweg dengan mencuci bersih umbi sehingga tidak ada kotoran yang menempel, kemudian dikupas dan diiris melintang. Umbi tersebut selanjutnya direndam dalam larutan garam NaCl tujuannya untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada umbi suweg selain itu juga ntuk mempercepat kelarutan kristal Ca-oksalat. Kristal Ca-oksalat merupakan produk buangan metabolisme tanaman yang tidak digunakan oleh tanaman tersebut. Kristal Ca-oksalat tersebut yang menyebabkan alergi gatal pada lidah saat dikonsumsi sehingga penghilangan Ca-oksalat perlu dilakukan terlebih dahulu. Setelah dilakukan perendaman selama 30 menit, umbi suweg disawut dan dipres untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil penyawutan juga dioven untuk lebih memaksimalkan pengeringan. Penghilangan kadar air ini bertujuan agar rendemen glukomanan yang dihasilkan lebih besar. Jika kadar air terlalu berlebih, akan terjadi kemungkinan penambahan aktivitas enzim dalam tanaman umbi suweg yang dapat menyebabkan peruaraian glukomanan lebih banyak. Peruraian tersebut dapat menurunkan jumlah glukomanan murni dari tepung umbi suweg.

Setelah dilakukan penyawutan, sawut yang telah kering digiling sampai menjadi tepung umbi suweg. Tepung tersebut selanjutnya di isolasi dengan cara hidrolisis. Menurut Harijati (2002), isolasi glukomanan yang diadopsi dari Ohatsuki dkk menggunakan sentrifugasi dan pengendapan dengan isopropyl

21

alkohol. Tetapi dengan menggunakan metode tersebut, glukomanan yang dihasilkan bercampur dengan pati sehingga tidak didapat glukomanan murni. Dalam penelitian lain, Chairul (2006) juga menggunakan teknik isolasi glukomanan pada iles-iles dengan metode yang sama dengan Harijati, dan hasil yang didapat juga tidak maksimal dengan jumlah rendemen glukomanan yang relatif rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini isolasi glukomanan dilakukan dengan metode hidrolisis enzim. Hidrolisis enzimatis tersebut akan mendapatkan hasil hidrolisis yang lebih spesifik serta lebih efektif dalam pemisahan glukomanan dibandingkan dengan hidrolisis lainnya. Pada teknik hidrolisis lainnya misalnya dalam hidrolisis asam, dalam prosesnya diperlukan alat-alat yang tahan korosi selain itu juga menghasilkan hidrolisis acak sehingga hasil tidak spesifik terhadap glukomanan. Hal tersebut juga berlaku pada hidrolisis basa maupun hidrolisis murni yang memerlukan waktu relatif lebih lama dan hasil yang tidak spesifik. Hidrolisis enzimatis tersebut enggunakan enzim konsorsium yang erupakan gabungan dari tiga jenis enzim berbeda yaitu enzi amilase, enzim selulose dan enzim xilanase. Enzim α-amilase merupakan jenis enzim yang memiliki aktivitas pemecahan α-1,4-glikosida pada amilose atau amilopektin yg memecah polisakarida menjadi rantai yg lebih pendek. Selanjutnya pada enzim selulosa ikatan 1,4-β-glikosidik pada senyawa-senyawa selulosa dipecah. Sedangkan enzim xilanase dapat memutuskan ikatan xilan pada polisakarida menjadi xilooligosakarida yang lebih sederhana. Dari mekanisme ketiga jenis enzim tersebut maka akan tersisa glukomanan yang tidak terhidrolisis sehingga mendapatkan hasil berupa isolat glukomanan dari umbi suweg yang lebih murni dan sempurna.

Hasil hidrolisis tersebut disentrifuse untuk memisahkan filtrat dan residu hasil hidrolisis enzimatis tersebut. Residu yang didapat merupakan senyawa-senyawa yang tidak dapat terhidrolisa oleh enzim sedangkan hidrolisat merupakan filtrate. Filtrate tersebut di selanjutnya diekstraksi menggunakan etanol 95%, ekstraksi tersebut digunakan untuk memisahkan komponen pati yang terdapat dari hasil hidrolisis enzimatis tersebut. Penggunaan etanol 95% tersebut karena adanya perbedaan sifat kepolaran antara glukomanan dengan komponen pati. Berdasarkan jumlah gugus -OH yang terdapat pada glukomanan maka glukomanan memiliki sifat kurang polar serta memiliki BM yang relative lebih kecil. Dengan adanya etanol yang termasuk alkohol tersebut maka glukomanan akan cenderung mengendap sedangkan komponen pati akan terlarut. Setelah dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 95% maka akan terbentuk 2 fasa yaitu filtrate dan residu. Filtrat yang didapat berupa komponen pati terlarut dan residu yang terbentuk adalah glukomanan murni. Residu yang terbentuk dikeringkan menggunakan oven untuk menghasilkan serbuk glukomanan kering dengan ukuran seragam melalui proses penggilingan.

Glukomanan yang dihasilkan ditimbang dan dihitung rendemennya untuk mengetahui kadar glukomanan. Hasil glukomanan murni diuji fisik meliputi uji organoleptis kelarutan dalam air, membentuk gel, merekat, mengembang pengendapan. Uji tersebut dilakukan sebagai uji karakteristik glukomanan karena glukomanan memiliki karakteristik yang khas. Selanjutnya glukomanan yang didapat dibuat dalam sediaan gummy dietery fiber yang merupakan jenis sediaan permen dengan tekstur kenyal. Pembuatan gummy dietery fiber dengan cara melarutkan glukomanan dalam air hangat, kemudian dimasak dengan gelatin .

23

Gelatin tersebut digunakan sebagai campuran pembentukan gel sehingga gummy bertekstur kenyal. Untuk memperbaiki penampilan gummy dietery fiber yang bening, maka ditambahkan pengatur keasaman berupa asam sitrat. Setelah proses pemasakan selesai, maka gummy dicetak dalam loyang dengan ditutup aluminium foil sampai mengeras dan terbentuk gummy dietery fiber glukomanan.

Gummy dietery fiber glukomanan yang dihasilkan diuji aktivitasnya terhadap kadar gula dalam darah mencit. Objek hewan uji tersebut digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh kadar gula dalam darah setelah diberi perlakuan terhadap gummy dietery fiber glukomanan tersebut. Mencit tersebut dibagi dalam 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor mencit. Mencit yang telah terbagi menjadi 6 kelompok tersebut masing-masing diaklimatisasi. Pada saat aklimatisasi, nutrisi berupa pangan yang diberikan kepada masing-masing mencit disamakan agar diperoleh keseragaman nutrisi sebelum diberikan perlakuan. Setelah itu kadar gula darah mencit dicek menggunakan glukometer. Alat ukur gula darah menggunakan glukometer dengan mekanisme pengukuran dengan prinsip amperometri yaitu enzim glukosa dihidrogenasi dalam koenzim pada strip uji mengkonversi glukosa dalam sampel darah ke lakton dan glukon. Reaksi tersebut menghasilkan arus listrik kecil dan konsentrasi glukosa dalam darah terdeteksi pada display.

Mencit yang telah diaklimatisasi di bagi menjadi kelompok kontrol positif, kontrol negative, kelompok kontrol glukomanan dan kelompok perlakuan dengan variasi 3 dosis. Pemilihan dosis tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tania (2009) bahwa kebutuhan dietery fiber glukomanan dari

umbi iles-iles kuning sebesar 10,8 mg/hari untuk terapi kolesterol pada tikus. Hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemilihan dosis karena adanya hubungan antara kadar lipid (kolesterol) dengan glukosa darah. Semakin banyak lipid yang terdapat dalam darah akan menyebabkan kadar gula darah juga meningkat karena lipid yang berlebih akan disimpan sebagai gula dalam bentuk glikogen, hal inilah yang menambah kadar gula dalam darah.

Setelah perlakuan maka dilakukan analisis data hasil pengamatan. Data pengulangan yang dilakukan dengan masing-masing pengukuran terhadap 4 ekor mencit pada masing-masing kelompok ditentukan nilai Standart Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV). Standart deviasi digunakan untuk mengetahui penyimpangan data terhadap rata-rata hasil pengamatan. Sedangkan koefisien variasi digunakan untuk membandingkan variasi dari beberapa data yang didapatkan. Nilai standart deviasi yang semakin kecil menunjukkan adanya data yang nilainya mendekati nilai rata-rata sedangkan standart deviasi yang besar

Dokumen terkait