(GUMMY DIETERY FIBER)
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH
AYU ASRI WULANDARI NIM 10.007
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG
POTENSI GLUKOMANAN UMBI SUWEG (Amorphophallus campanulatus B) SEBAGAI PANGAN TERAPI BAGI PENDERITA DIABETES MELITUS
(GUMMY DIETERY FIBER)
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Kepada
Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH
AYU ASRI WULANDARI NIM 10.007
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Seindah apapun rencana kita… Jauh lebih indah rencana Allah untuk kita..”
“The success seem to be connected with action. Successful people keep moving. They make mistakes, but they don’t quit “
This result I wanna dedicated for everyones that I LOVE here :
ALLAH SWT for everything comes to me, Engkau adalah sgalaNya bagi ku… Ayah & Ibuku yang slalu mendukung, membimbing dan mencintai ku spanjang
waktu, you R my great motivator.. Big Hugfor U,,, Grandma for stiap doa malam untuk saya…
Anz patrick for support me until u feel so tired to waiting for me.. I see it shining right through the rain from ur smiling..
my lovely best friend..Agen Glukomanan Ku (Ayem, Indira),Slamet, Fahmi, Carol, Jeppy, Krisna , diki, Gelar, Ilham , Shandy, Gandis, jukir,iin, Dona dll… special for all SODARA KRESEG AKAFARMA 2010..our togetherness never die..
smua dosen2 ku special Pak Sentot, Pak Erik dan Bu Misgiati yang berperan dalam perkuliahan ku..
Keluarga besar SENAT 2012, AKAFEC PIM dan sluruh jajaran AKAFARMA
AKFAR PUTRA INDONESIA MALANG..
“
Maybe its not about the happy ending, but its
about the story”
i ABSTRAK
Wulandari, Ayu Asri. 2013. Potensi Glukomanan Umbi Suweg (Amorphophallus
Campanulatus B) Sebagai Pangan Terapi Bagi Penderita Diabetes
Melitus (Gummy Dietery Fiber). Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putera Indonesia Malang.
Pembimbing Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, M.Si
Kata Kunci: Umbi suweg, Glukomanan, Pangan terapi, Diabetes Melitus
Umbi suweg (Amorphophallus campanulatus B) merupakan umbi yang kurang populer dalam pemanfaatannya di masyarakat umumnya tanaman ini digunakan sebagai makanan ternak. Komponen terbesar umbi suweg adalah glukomanan. Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa. Glukomanan memiliki efek terapis bagi penderita diabetes mellitus dengan memperbaiki mRNA gen pro insulin. Perbaikan tersebut yang menyebabkan glukomanan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan terapi penderita diabetes mellitus. Glukomanan diisolasi dari umbi suweg dengan menggunakan hidrolisis enzimatis. Glukomanan dibuat dalam bentuk gummy dietery fiber untuk memudahkan konsumsi masyarakat dalam hal terapi pangan. Efek terapi glukomanan diuji pada hewan coba mencit (Mus
Musculus) untuk melihat penurunan kadar gula darah setelah pemberian terapi gummy dietery fiber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen glukomanan
dari umbi suweg sebesar 1.02%. hasil tersebut terlalu rendah untuk membuat produk pangan gummy dietery fiber dari glukomanan ehingga dalam pengujian efek terapi digunakan tepung umbi suweg dengan variasi dosis 0.10g/KgBB, 0.13g/KgBB dan 0.15g/KgBB . Sedangkan efek terapi didapatkan pada dosis 0.10g/KgBB dengan nilai R mendekati 1 yaitu 0.985.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”Potensi Glukomanan Umbi Suweg (Amorphophallus Campanulatus B)
Sebagai Pangan Terapi Bagi Penderita Diabetes Melitus (Gummy Dietery
Fiber)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Farmasi “Putra Indonesia” Malang.
Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, M.Si selaku dosen pembimbing 2. Bapak Bilal SAS, M.Farm, Apt selaku dosen penguji I
3. Bapak Bambang Arief, S.Si, Apt selaku dosen penguji II
4. Bapak dan Ibu dosen Akafarma dan Akfar Putra Indonesia Malang beserta staf 5. Kedua orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat
serta motivasinya
6. Teman-teman mahasiswa Akafarma maupun Akfar dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan bimbingan, serta arahan kepada penulis
iii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, September 2013 Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Kegunaan Penelitian ... 5 1.5 Asumsi Penelitian ... 5
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah ... 5
1.7 Definisi Istilah ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Suweg ... 9
2.3 Glukomanan ... 13
2.4 Diabetes Melitus ... 16
v BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian... 25
3.2 Populasi dan Sampel ... 26
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 26
3.6 Alat dan Bahan ... 27
3.7 Metode Pengumpulan Data... 27
3.8 Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Tepung Umbi Suweg ... 35
4.2 Hidrolisis Enzimatis ... 35
4.3 Uji Fisikokimia Glukomanan ... 35
4.4 Pembuatan Gummy dietery Fiber ... 36
4.5 Hasil Pengujian terhadap DM ... 37
BAB V PEMBAHASAN ... 44 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 52 6.2 Saran ... 52 DAFTAR RUJUKAN ... 53 LAMPIRAN
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Proses ... 54
Lampiran 2. Determinasi Umbi Suweg ... 55
Lampiran 3. Uji Kadar Pati Umbi Suweg ... 56
Lampiran 4. Data Optimalisasi Kadar Gula ... 57
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Umbi Suweg ... 10
Tabel 3.1 Variabel Penelitian ... 26
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel ... 27
Tabel 3.3 Tabel Uji Kadar Gula ... 30
Tabel 3.4 Tabel Penentuan Uji Fisika Glukomanan ... 33
Tabel 4.1 Hasil Tepung Umbi Suweg ... 35
Tabel 4.3 Hasil Uji Fisikokimia ... 36
Tabel 4.2 Hasil Hidrolisa Tepung Umbi Suweg ... 35
Tabel 4.4 Formulasi Gummy dietery fiber ... 35
Tabel 4.5 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol positif (mg/dl) ... 36
Tabel 4.6 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol negatif (mg/dl) ... 37
Tabel 4.7 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol glukomanan (mg/dl) .. 38
Tabel 4.8 Pengukuran kadar gula pada kelompok perlakuan P1 (mg/dl) ... 39
Tabel 4.9 Pengukuran kadar gula pada kelompok perlakuan P2 (mg/dl) ... 40
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Stuktur Glukomanan ... 18
Gambar 4.1 Kontrol Positif (Acarbose) ... 37
Gambar 4.2 Kontrol Negatif ... 38
Gambar 4.3 Kontrol Glukomanan ... 39
Gambar 4.4 Perlakuan Dosis 1 (0.10 g/Kg BB) ... 40
Gambar 4.5 Perlakuan Dosis 1 (0.13 g/Kg BB) ... 41
Gambar 4.6 Perlakuan Dosis 1 (0.15 g/Kg BB) ... 42
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan jenis penyakit yang disebabkan adanya kelebihan kadar gula glukosa dalam darah. Banyak masyarakat lebih memahami bahwa penyakit diabetes merupakan penyakit yang menyerang pada usia lanjut atau penyakit keturunan. Padahal faktanya diabetes melitus dapat menyerang setiap individu yang mengalami gangguan dalam sintesa insulin atau adanya resistensi insulin didalam sel β-pankreas. Asupan berlebih berbagai macam gula
dalam makanan maupun minuman yang di konsumsi oleh masyarakat juga dapat merangsang peningkatan kadar gula dalam darah. Di Indonesia jumlah penderita diabetes meliitus menduduki posisi yang cukup tinggi, yaitu berada dalam urutan ke-4 dunia (Suara Pembaruan, 2012). Menurut WHO, jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia diprediksi mencapai 21,3 juta ditahun 2030.
Secara farmakologis diabetes mellitus terdiri dari 2 tipe diabetes melitus yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes
Mellitus) yang disebabkan adanya gangguan produksi insulin karena penyakit
autoimun. Diabetes melitus tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus) disebabkan adanya resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. (Gan, 2009). Kedua tipe tersebut dapat dicegah dengan alternatif berupa diet diabetes melalui asupan makanan serta konsumsi bahan pangan maupun farmasi yang dapat mengurangi asupan glukosa dalam darah tanpa mengurangi nutrisi dalam tubuh.
Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai terapi diabetes melitus adalah tanaman endemik umbi suweg. Umbi suweg (Amorphophallus
campanulatus B) merupakan tanaman herba yang mulai bertunas di awal musim
kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau umbinya bisa dipanen (Kasno, dkk. 2009). Tanaman tersebut kurang populer dalam pemanfaatannya di masyarakat. Umumnya, tanaman ini tumbuh secara liar diladang-ladang penduduk dan dihutan-hutan sehingga lebih banyak digunakan sebagai makanan ternak. Selain itu juga tanaman tersebut memiliki kandungan Ca oksalat yang tinggi sehingga menimbulkan reaksi alergi berupa gatal di lidah, jika tidak dilakukan perendaman terlebih dahulu.
Penelitian tentang umbi suweg sebagai minuman prebiotik dalam terapi diabetes melitus menunjukkan nilai IG rendah (Anita, 2011), sehingga umbi suweg dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Dengan adanya hasil dari penelitian sebelumnya, maka dilakukan penelitian lebih lanjut tentang umbi suweg sebagai terapi diabetes melitus dengan mengisolasi komponen terbesar dalam umbi suweg yaitu glukomanan. Glukomannan merupakan polisakarda alam yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan di dalam tubuh manusia dan dikenal sebagai senyawa tanpa kalori. Menurut Mulyono, glukomannan sebagai serat pangan atau dietery fiber yang memiliki beberapa sifat fungsional antara lain menurunkan kadar kolesterol dan gula dalam darah, meningkatkan fungsi pencernaan dan sistem imun serta membantu menurunkan berat badan. Dietery
fiber merupakan serat pangan berasal dari bagian tanaman yang tidak dicerna oleh
3
Glukomannan disebut juga konjac yang mirip dengan pektin dalam struktur dan fungsinya. Kemampuan glukomanan dalam membantu penurunan glukosa dalam darah dengan menghasilkan rasa kenyang atau penuh melalui pengikatan air dengan menciptakan gel tebal sampai 200 kali berat glukomanan (Chairul dan chairul, 2010), glukomanan menunda pengosongan lambung dan memperlambat pelepasan gula ke dalam aliran darah yang membantu untuk menurunkan kadar glukosa darah. Glukomanan dapat mengikat dengan berbagai zat dalam saluran pencernaan untuk memperlambat pencernaan dan mengurangi penyerapan lemak dan karbohidrat. Selain memiliki mekanisme sebagai dietery
fiber, glukomanan juga memiliki efek terapis bagi penderita diabetes mellitus
dengan memperbaiki mRNA gen pro insulin. Perbaikan tersebut yang menyebabkan glukomanan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pangan terapi penderita diabetes mellitus. (Arum S.S. dkk. 2010).
Glukomanan dalam umbi suweg diperoleh melalui hidrolisis karbohidrat metode enzimatis menggunakan enzim konsorsium. Enzim konsorsium digunakan untuk menghasilkan isolat glukomanan yang lebih murni karena enzim konsorsium terdiri dari 3 jenis enzim yang memiliki sifat spesifik dalam hidrolisis. Isolat berupa glukomanan murni selanjutnya dibuat dalam bentuk gummy dietery
fiber. Glukomanan dibuat dalam bentuk gummy dietery fiber untuk memudahkan
konsumsi masyarakat dalam hal terapi pangan. Pada umumnya masyarakat memiliki persepsi bahwa produk terapi cenderung berbentuk obat, sehingga tidak banyak diminati. Akan tetapi jika glukomanan dibentuk dalam sediaan pangan berupa gummy maka akan lebih diminati karena tekstur gummy sendiri yang menarik. Sebagai salah satu permen kenyal, gummy memiliki kelebihan yaitu
adanya daya kohesi yang lebih besar dibandingkan daya adesi sehingga menyebabkan gummy lebih stabil dalam penyimpanan. (Yolla, 2012)
Gummy dietery fiber memperlambat perjalanan makanan melalui usus
tetapi tidak mempengaruhi meningkatkan ekskresi. Secara teori, glukomanan yang merupakan bahan aktif pembuatan gummy dietery fiber dapat menurunkan kadar glukosa darah karena saat seorang penderita diabetes mengkonsumsi glukomanan, proses absorpsi karbohidrat dari makanan menjadi lambat (Arum S.S. dkk. 2010). Gummy dietery fiber glukomanan dikonsumsi sebagai penunjang terapi diabetes melitus sehingga dapat digunakan sebagai pangan terapi bagi penderita diabetes mellitus.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa kadar glukomanan murni dari umbi suweg dari isolasi secara hidrolisis enzimatis?
2. Bagaimana aktivitas gummy dietery fiber glukomanan terhadap kadar gula dalam darah dalam terapi diabetes melitus?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut .
1.3.1 Mengetahui kadar glukomanan murni dari umbi suweg dari isolasi secara hidrolisis enzimatis
5
1.3.2 Mengetahui aktivitas gummy dietery fiber glukomanan terhadap kadar gula dalam darah dalam terapi diabetes mellitus
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Sarana mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan dalam hal pengembangan farmasi dan makanan
1.4.2 Referensi dalam mengembangkan tanaman endemik umbi suweg sehingga menghasilkan nilai nutrisi lebih dalam masyarakat
1.4.3 Memberikan informasi kepada masyarakat tentang glukomanan umbi suweg yang dapat digunakan sebagai terapi diabetes melitus
1.5 Asumsi Penelitian
Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.5.1 Tanaman endemik umbi suweg memiliki nilai Indeks Glikemik rendah 1.5.2 Umbi suweg memiliki kandungan glukomanan yang tinggi
1.5.3 Isolasi glukomanan dapat dilakukan menggunakan hidrolisa enzimatis
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah 1.6.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam peneitian ini meliputi determinasi umbi suweg, pembuatan tepung umbi suweg menggunakan pengeringan oven, isolasi glukomanan dari tanaman endemik umbi suweg secara enzimatis menggunakan
enzim konsorsium yaitu penggabungan enzim α-amylase, selulosa dan xilanase , identifikasi umbi suweg meliputi Organoleptis, kelarutan dalam air, pembentukan gel, mengembang dan merekat kemudian pembuatan sediaan dietery fiber dalam bentuk gummy tanpa penambahan gula dan pemberian sediaan gummy ke mencit untuk mengetahui aktivitas gummy dietry fiber dari glukomanan terhadapa kadar gula dalam darah mencit.
1.6.2 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Umbi suweg yang didapatkan didesa Pujiharjo, kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang.
2. Pembuatan tepung umbi suweg dengan cara perendaman dengan NaCl, pemotongan umbi secara melintang, penyawutan dan pengeringan serta penggilingan.
3. Tepung umbi suweg diisolasi menggunakan metode hidrolisis enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim konsorsium yang terdiri dari 3 jenis enzim yaitu enzim α-amilase 3 U/g, enzim xilanase 10 U/g dan enzim selulose 10 U/g dengan inkubasi pada suhu 65˚C selama 2 jam.
4. Hasil hidrolisa berupa glukomanan murni yang dibuat dalam bentuk gummy dietery fiber
5. Gummy dietery fiber untuk diujikan terhadap mencit yang telah diaklimatisasi dengan pemberian nutrisi pangan yang sama.
7
1.7 Definisi Istilah 1.7.1 Umbi Suweg
Tanaman suweg yang memiliki nama latin Amorphophallus campanulatus merupakan tanaman herba yang mulai bertunas di awal musim kemarau dan pada akhir tahun di musim kemarau umbinya bisa dipanen. Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan tonjolan yang merupakan anak umbi dan tunas.
1.7.2 Hidrolisa Enzimatis
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil (OH) oleh suatu senyawa. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah. Pada proses ini, karbohidrat kompleks dipecah menjadi monomer-monomernya.
1.7.3 Glukomanan
Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa. Kemampuan glukomanan dalam membantu penurunan glukosa dalam darah dengan menciptakan perasaan kenyang atau penuh melalui pengikatan air dengan menciptakan gel tebal sampai 200 kali berat glukomanan 1.7.4 Dietery Fiber atau serat makanan
Dietery Fiber atau serat makanan, juga dikenal sebagai serat atau massal
yang meliputi semua bagian dari makanan nabati yang tidak bisa mencerna oleh tubuh.
1.7.5 Gummy
Gummy adalah bentuk sediaan permen lunak yang memliki tekstur kenyal
dan cenderung berwarna jernih 1.7.6 Diabetes Mellitus
Diabetus melitus adalah suatu adalah peningkatan glukosa darah yang melebihi normalnya didalam tubuh karena terjadi gangguan pada hormon insulin. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit yang disebabkan adanya retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Diabetes melitus tipe ini bisa diatasi dengan terapi diet diabetes.
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umbi Suweg
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tanaman suweg yang memiliki nama latin Amorphophallus
campanulatus telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Pada zaman
penjajahan Jepang, umbi suweg dan iles-iles berjasa dalam mendukung ketahanan pangan keluarga bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang terkendala untuk menyediakan beras atau bahan pangan karbohidrat lainnya. Dengan kata lain, tanaman suweg mempunyai andil yang besar dalam rangka ketahanan pangan bagi masyarakat dan berperan penting sebagai salah satu sumber cadangan pangan (Pitojo, 2007).
Tanaman umbi suweg dalam sistematika tanaman adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Arecidae Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan) Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus campanulatus Bl
Manfaat umbi suweg cukup banyak terutama untuk industri dan kesehatan, karena kandungan zat glukomanan yang ada di dalamnya. Suweg merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu menghasilkan
karbohidrat dan tingkatan panen tinggi. Tepung umbi suweg dapat dipakai sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk menekan peningkatan kadar glukosa darah sekaligus mengurangi kolesterol serum darah. Umbi suweg
memiliki indeks glikemik rendah dan memiliki
fungsional hipoglikemik dan hipokolesterolemik.
Umbi suweg sebagai serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis. Di Filipina umbi suweg sering ditepungkan mengganti kedudukan terigu dan biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan roti. Di Jepang, umbi-umbian sekerabat suweg telah banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, misalnya sebagai bahan pembuatan mie instan
2.1.2 Kandungan Kimia Suweg
Tabel 2.1 Kandungan Umbi Suweg
Komposisi Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Thiamin Asam Askorbat Air 69 1,0 g 0,1 g 15,7 g 62 mg 4,2 g 0,07 mg 5 mg 82 g Sumber : Sutomo (2008)
Komponen lainnya dari umbi suweg yang perlu mendapatkan perhatian dalam penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi suweg dapat menyebabkan rasa gatal. Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan dari metabolism sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000)
11
2.2 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil atau OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa dan hidrolisis dengan katalis enzim.
2.2.1 Hidrolisis Murni
Reaksi pengikatan gugus OH melalui reaksi dengan H2O, reaksi berjalan
lambat dan hanya digunakan terhadap senyawa-senyawa yang reaktif. Sedangkan untuk mempercepat reaksi dapat digunakan H2O uap.
2.2.2 Hidrolisis Asam
Menggunakan katalis berupa larutan asam encer atau pekat misal HCl, H2SO4
2.2.3 Hidrolisis Basa
Menggunakan larutan basa encer atau pekat NaOH, KOH. 2.2.4 Hidrolisis Enzimatis
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis yaitu senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia organik. Perubahan molekul substrat enjadi produk akan dipercepat dengan adanya enzim yang merupakan katalis. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi atau zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan
senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. (Bastian, 2012)
a. Enzim α-amilase
Enzim α-amilase, atau yang biasa disebut juga 1,4-alpha-D-glucanohydrolase karena hanya memotong pada ikatan α-1,4 pada ikatan glikosida. Enzim α-amilase disebut juga pancreatic alpha-amilase yaitu salah satu enzim yang berperan dalam proses degradasi pati, sejenis makromolekul karbohidrat. Struktur molekuler dari enzim ini adalah α-1,4-glukanohidrolase.
Enzim α-amilase dan juga enzim pendegradasi pati lain misalnya pullulase termasuk ke dalam golongan enzim kelas 13 glikosil hidrolase. α-amilase ini memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus sehingga proses hidrolisisnya lebih cepat.
Kerja enzim ini bersifat endo enzim yaitu memotong ikatan α1,4 glikosida pada amilosa ataupun amilopektin dari dalam dan memotong secara acak, enzim ini juga bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi. Pada hidrolisis pati mentah enzim ini dihasilkan oleh Saccaromyces cereviciae. Enzim α-amilase biasa juga disebut sebagai liquifying enzim, karena enzim α-amilase bekerja pada proses liquifikasi yg memecah pati menjadi rantai yg lebih pendek.
b. Enzim Xilanase
Xilanase adalah enzim yang mampu memutuskan ikatan pada rantai utama xilan yang akan membentuk molekul oligosakarida pendek. Enzim inilah yang
13
memegang peranan kunci dalam mendegradasi polimer xilan yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman berkayu
Enzim xilanase mampu mendegradasi polimer xilan dengan cara memutus ikatan antargugus pada bagian tengah secara acak yang akan menghasilkan xilooligosakarida. Berbeda dengan xilanase pada umumnya, Aeromonas xilanase akan memutus rantai xilan dari bagian ujung dan akan menghasilkan satu jenis oligosakarida. Induksi ekspresi gen xilanase dapat dilakukan dengan penambahan
xilobiose, seperti pada Cryptococcus albidus.
c. Enzim Selulase
Selulase adalah nama bagi semua enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya. Selulase tidak dimiliki oleh manusia, karena itu manusia tidak dapat menguraikan selulosa. Akan tetapi beberapa hewan seperti kambing, sapi, dan insekta seperti rayap dapat menguraikan selulosa karena dalam sistem pencernaannya mengandung bakteri dan protozoa yang menghasilkan enzim selulase yang akan menghidrolisis ikatan β-1,4 glikosidik. Oleh karena reaksi yang ditimbulkan oleh selulase saat mengurai selulosa adalah hidrolisis, maka selulase diklasifikasikan ke dalam jenis enzim hidrolase.
2.3 Glukomanan
Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi iles-iles yang merupakan polisakarida dari jenis hemiselulosa. Glukomanan termasuk heteropolisakarida yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa. Ohtsuki, 1968 dalam Deptan 2010 menyebutkan bahwa hasil
analisa hidrolisis asetolisis dari glukomanan dihasilkan suatu trisakarida yang tersusun oleh dua D-mannosa dan satu D-glukosa, sehingga dalam satu molekul glukomanan terdapat D-mannosa sejumlah 67% dan D-glukosa sejumlah 33%. Hasil analisis secara metilasi menunjukkan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa D-glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β-1,4 glikosidik. Menurut Parry (2010), glukomanan memiliki gugus asetil setiap 10-19 unit gugus karbon pada posisi C2, C3 dan C6. Gugus asetil tersebut berperan pada sifat fisikokimia glukomanan seperti sifat kelarutan glukomanan dalam air panas maupun air dingin. Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu 200,000 – 2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat glukomanan memiliki karakteristik antara selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan tersebut menyebabkan glukomanan dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan selulosa dan galaktomanan. Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut:
1. Larut dalam air
Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.
2. Membentuk gel
Karena glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel, di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.
15
3. Merekat
Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
4. Mengembang
Glukomanan mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya mengembangnya mencapai 138 – 200%, sedangkan pati hanya 25%.
5. Transparan (membentuk film)
Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat transparan dan film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Tetapi jika film dari glukomannan dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.
6. Mencair
Glukomanan mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba.
7. Mengendap
Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khususnya Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air mencapai 100ºC ataupun dengan larutan asam pengencer. Jika direaksikan dengan timbal asetat, larutan glukomanan akan membentuk endapan putih stabil.
Struktur Glukomanan ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Stuktur Glukomanan 2.4 Gummy
Menurut SNI 3547-2-2008, permen jelly atau gummy adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, pectin, karagenan, gelatin dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Gummy harus dicetak dan diproses aging terlebih dahulu sebelum dikemas. Aging merupakan proes penyimpanan produk dalam kondisi dan waktu tertentu untuk mencapai karakter produk yang diinginkan.
2.4.1 Gelatin
Gelatin merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang dapat diaplikasi ke dalam gummy. Karena gelatin merupakan senyawa hambar dan tidak berbau yang tidak mengandung, pemanis lemak dan perasa yang ditambahkan untuk memberikan permen kenyal rasanya. Gelatin tidak stabil pada kondisi asam, oleh karena itu penambahan asam pada resep permen yang dibuat harus dilakukan pada tahap akhir dari rangkaian proses. Sebelum melarutkan gelatin pada adonan permen yang dibuat, biasanya gelatin akan di rendam terlebih dahulu dalam air dingin kemudian baru dilarutkan.
17
2.4.2 Agar-agar
Agar-agar termasuk dalam kelompok pektin dan merupaka polimer yang tersususun dari monomer galaktosa yang dapat membentuk gel. Fungsi utama agar-agar adalah sebagai pemantap, pengemulsi, pengental. Bahan pengisi dan bahan pembuat gel. (anonymous, 1999)
2.4.3 Asam Sitrat
Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan. ( Muhamad, 2011)
2.5 Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah sindrom klinik yang ditandai dengan poluri, polidipsi dan polifagi disertai peningkatan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein. Diabetus Mellitus adalah suatu adalah peningkatan glukosa darah yang melebihi normalnya didalam tubuh karena terjadi gangguan pada hormon insulin. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin merupakan suatu polipeptida sehingga dapat disebut sebagai protein. Pada keadaan normal, bila kadar gula darah naik, maka insulin akan dikeluarkan oleh pankreas dan masuk dalam aliran darah yang kemudian ke reseptor. Pada keadaan ini kira-kira 50% glukosa yang ada mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) yang disebabkan adanya gangguan produksi insulin karena penyakit autoimun (Gan, 2009). Untuk diabetes mellitus tipe 1 terdapat destruksi dari sel β-pankreas sehingga tidak dapat engasilkan insulin lagi, hal ini menyebabkan sel tidak dapat menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa meningkat diatas 10 mmol/L. Pada tipe tersebut, penderita mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2 (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus) disebabkan adanya resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. DM tipe ini lebih mudah menyerang individu yang memiliki kelebihan berat badan dan kurang olahraga. DM tipe 2 terjadi akibat faktor penuaan, penderita tipe ini mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif. (Rahardja, 2008)
2.6 Kerangka Teori
Umbi suweg memiliki glukomanan yang merupakan suatu dietery fiber atau serat larut. Dietery fiber tersebut dapat digunakan sebagai terapi bagi penderita diabetes mellitus dengan melakukan penghambatan dan penyerapan glukosa yang asuk kedalam aliran darah melalui usus agar tidak terserap didalam aliran darah. Hal ini dikarenakan dietery fiber glukomanan sebagai serat larut mampu mengembang 200 kali dari berat awal didalam lambung. Dalam proses tersebut, glukomanan dapat menyerap berbagai macam zat yang masuk pada lambung misalnya kolesterol dan glukosa. Dari proses penyerapan tersebut, maka glukosa yang seharusnya masuk kedalam aliran darah setelah melalui sistem pencernaan akan terbuang bersama dengan dietery fiber glukomanan yang tersekresi melalui feses. Penyerapan dietery fiber terhadap glukosa tersebut juga
19
dikuatkan dengan pendapat Josette Boillot (1995) dalam salah satu British Journal Nutriton yang menyebutkan bahwa peningkatan asupan dietery fiber dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi jumlah karbohidrat dan lemak dalam tubuh sehingga konsumsi dietery fiber yang tinggi mampu memberikan penurunan kadar gula dan kolesterol.
Dietery fiber glukomanan didapat dari umbi suweg melalui isolasi
glukomanan. Isolasi glukomanan menggunakan teknik hidrolisis polisakarida dalam umbi suweg karena glukomanan merupakan impurity dari polisakarida sehingga diperlukan pemecahan polisakarida. Umbi suweg yang digunakan adalah umbi suweg yang berasal dari daerah Pujiharjo, kecaatan Tirtoyudo. Menurut Harijati (2002), umbi suweg yang didapatkan didaerah Mojokerto memiliki kandungan glukomanan sedikit sedangkan umbi suweg yang terdapat didaerah blitar memiliki kadar glukomanan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan letak geografis tempat umbi suweg tumbuh mepengaruhi kadar glukomanan dala umbi. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagai bahan penelitian diambil umbi suweg yang berasal dari daerah Pujiharjo, kecamatan Tirtoyudo karena umbi suweg didaerah tersebut belum dieksplorasi untuk kepentingan pangan terutama pangan terapi dan biasanya umbi suweg didaerah tersebut hanya digunakan sebagai pakan ternak
Untuk melakukan hidrolisa, umbi suweg terlebih dahulu dipreparasi sebelum dihidolisis. Praperasi tersebut meliputi deterimnasi umbi suweg yang dilakukan di Balitkabi Malang, determinasi tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi serta mencocokan kesesuaian tanaman dengan herbarium yang telah ditetapkan berdasarkan taksonomi tanaman yang telah terdeterminasi.
Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka tanaman yang digunakan merupakan benar-benar umbi suweg.
Setelah tanaman umbi suweg dideterminasi, selanjutnya dilakukan pembuatan tepung umbi suweg agar mendapatkan umbi dengan luas permukaan besar. Pembuatan tepung umbi suweg dengan mencuci bersih umbi sehingga tidak ada kotoran yang menempel, kemudian dikupas dan diiris melintang. Umbi tersebut selanjutnya direndam dalam larutan garam NaCl tujuannya untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada umbi suweg selain itu juga ntuk mempercepat kelarutan kristal Ca-oksalat. Kristal Ca-oksalat merupakan produk buangan metabolisme tanaman yang tidak digunakan oleh tanaman tersebut. Kristal Ca-oksalat tersebut yang menyebabkan alergi gatal pada lidah saat dikonsumsi sehingga penghilangan Ca-oksalat perlu dilakukan terlebih dahulu. Setelah dilakukan perendaman selama 30 menit, umbi suweg disawut dan dipres untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil penyawutan juga dioven untuk lebih memaksimalkan pengeringan. Penghilangan kadar air ini bertujuan agar rendemen glukomanan yang dihasilkan lebih besar. Jika kadar air terlalu berlebih, akan terjadi kemungkinan penambahan aktivitas enzim dalam tanaman umbi suweg yang dapat menyebabkan peruaraian glukomanan lebih banyak. Peruraian tersebut dapat menurunkan jumlah glukomanan murni dari tepung umbi suweg.
Setelah dilakukan penyawutan, sawut yang telah kering digiling sampai menjadi tepung umbi suweg. Tepung tersebut selanjutnya di isolasi dengan cara hidrolisis. Menurut Harijati (2002), isolasi glukomanan yang diadopsi dari Ohatsuki dkk menggunakan sentrifugasi dan pengendapan dengan isopropyl
21
alkohol. Tetapi dengan menggunakan metode tersebut, glukomanan yang dihasilkan bercampur dengan pati sehingga tidak didapat glukomanan murni. Dalam penelitian lain, Chairul (2006) juga menggunakan teknik isolasi glukomanan pada iles-iles dengan metode yang sama dengan Harijati, dan hasil yang didapat juga tidak maksimal dengan jumlah rendemen glukomanan yang relatif rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini isolasi glukomanan dilakukan dengan metode hidrolisis enzim. Hidrolisis enzimatis tersebut akan mendapatkan hasil hidrolisis yang lebih spesifik serta lebih efektif dalam pemisahan glukomanan dibandingkan dengan hidrolisis lainnya. Pada teknik hidrolisis lainnya misalnya dalam hidrolisis asam, dalam prosesnya diperlukan alat-alat yang tahan korosi selain itu juga menghasilkan hidrolisis acak sehingga hasil tidak spesifik terhadap glukomanan. Hal tersebut juga berlaku pada hidrolisis basa maupun hidrolisis murni yang memerlukan waktu relatif lebih lama dan hasil yang tidak spesifik. Hidrolisis enzimatis tersebut enggunakan enzim konsorsium yang erupakan gabungan dari tiga jenis enzim berbeda yaitu enzi amilase, enzim selulose dan enzim xilanase. Enzim α-amilase merupakan jenis enzim yang memiliki aktivitas pemecahan α-1,4-glikosida pada amilose atau amilopektin yg memecah polisakarida menjadi rantai yg lebih pendek. Selanjutnya pada enzim selulosa ikatan 1,4-β-glikosidik pada senyawa-senyawa selulosa dipecah. Sedangkan enzim xilanase dapat memutuskan ikatan xilan pada polisakarida menjadi xilooligosakarida yang lebih sederhana. Dari mekanisme ketiga jenis enzim tersebut maka akan tersisa glukomanan yang tidak terhidrolisis sehingga mendapatkan hasil berupa isolat glukomanan dari umbi suweg yang lebih murni dan sempurna.
Hasil hidrolisis tersebut disentrifuse untuk memisahkan filtrat dan residu hasil hidrolisis enzimatis tersebut. Residu yang didapat merupakan senyawa-senyawa yang tidak dapat terhidrolisa oleh enzim sedangkan hidrolisat merupakan filtrate. Filtrate tersebut di selanjutnya diekstraksi menggunakan etanol 95%, ekstraksi tersebut digunakan untuk memisahkan komponen pati yang terdapat dari hasil hidrolisis enzimatis tersebut. Penggunaan etanol 95% tersebut karena adanya perbedaan sifat kepolaran antara glukomanan dengan komponen pati. Berdasarkan jumlah gugus -OH yang terdapat pada glukomanan maka glukomanan memiliki sifat kurang polar serta memiliki BM yang relative lebih kecil. Dengan adanya etanol yang termasuk alkohol tersebut maka glukomanan akan cenderung mengendap sedangkan komponen pati akan terlarut. Setelah dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 95% maka akan terbentuk 2 fasa yaitu filtrate dan residu. Filtrat yang didapat berupa komponen pati terlarut dan residu yang terbentuk adalah glukomanan murni. Residu yang terbentuk dikeringkan menggunakan oven untuk menghasilkan serbuk glukomanan kering dengan ukuran seragam melalui proses penggilingan.
Glukomanan yang dihasilkan ditimbang dan dihitung rendemennya untuk mengetahui kadar glukomanan. Hasil glukomanan murni diuji fisik meliputi uji organoleptis kelarutan dalam air, membentuk gel, merekat, mengembang pengendapan. Uji tersebut dilakukan sebagai uji karakteristik glukomanan karena glukomanan memiliki karakteristik yang khas. Selanjutnya glukomanan yang didapat dibuat dalam sediaan gummy dietery fiber yang merupakan jenis sediaan permen dengan tekstur kenyal. Pembuatan gummy dietery fiber dengan cara melarutkan glukomanan dalam air hangat, kemudian dimasak dengan gelatin .
23
Gelatin tersebut digunakan sebagai campuran pembentukan gel sehingga gummy bertekstur kenyal. Untuk memperbaiki penampilan gummy dietery fiber yang bening, maka ditambahkan pengatur keasaman berupa asam sitrat. Setelah proses pemasakan selesai, maka gummy dicetak dalam loyang dengan ditutup aluminium foil sampai mengeras dan terbentuk gummy dietery fiber glukomanan.
Gummy dietery fiber glukomanan yang dihasilkan diuji aktivitasnya terhadap kadar gula dalam darah mencit. Objek hewan uji tersebut digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh kadar gula dalam darah setelah diberi perlakuan terhadap gummy dietery fiber glukomanan tersebut. Mencit tersebut dibagi dalam 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor mencit. Mencit yang telah terbagi menjadi 6 kelompok tersebut masing-masing diaklimatisasi. Pada saat aklimatisasi, nutrisi berupa pangan yang diberikan kepada masing-masing mencit disamakan agar diperoleh keseragaman nutrisi sebelum diberikan perlakuan. Setelah itu kadar gula darah mencit dicek menggunakan glukometer. Alat ukur gula darah menggunakan glukometer dengan mekanisme pengukuran dengan prinsip amperometri yaitu enzim glukosa dihidrogenasi dalam koenzim pada strip uji mengkonversi glukosa dalam sampel darah ke lakton dan glukon. Reaksi tersebut menghasilkan arus listrik kecil dan konsentrasi glukosa dalam darah terdeteksi pada display.
Mencit yang telah diaklimatisasi di bagi menjadi kelompok kontrol positif, kontrol negative, kelompok kontrol glukomanan dan kelompok perlakuan dengan variasi 3 dosis. Pemilihan dosis tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tania (2009) bahwa kebutuhan dietery fiber glukomanan dari
umbi iles-iles kuning sebesar 10,8 mg/hari untuk terapi kolesterol pada tikus. Hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemilihan dosis karena adanya hubungan antara kadar lipid (kolesterol) dengan glukosa darah. Semakin banyak lipid yang terdapat dalam darah akan menyebabkan kadar gula darah juga meningkat karena lipid yang berlebih akan disimpan sebagai gula dalam bentuk glikogen, hal inilah yang menambah kadar gula dalam darah.
Setelah perlakuan maka dilakukan analisis data hasil pengamatan. Data pengulangan yang dilakukan dengan masing-masing pengukuran terhadap 4 ekor mencit pada masing-masing kelompok ditentukan nilai Standart Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV). Standart deviasi digunakan untuk mengetahui penyimpangan data terhadap rata-rata hasil pengamatan. Sedangkan koefisien variasi digunakan untuk membandingkan variasi dari beberapa data yang didapatkan. Nilai standart deviasi yang semakin kecil menunjukkan adanya data yang nilainya mendekati nilai rata-rata sedangkan standart deviasi yang besar menunjukkan bahwa data tersebar diberbagai nilai. Semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin homogen data yang didapat dan juga sebaliknya jika koefisien variasi besar maka data tersebar dengan heterogen.
25 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam jeni penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh gummy dietery
fiber glukomanan terhadap kadar gula darah pada mencit. Adapun tahapan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.1.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan yaitu menentukan populasi dan sampel penelitian, menentukan lokasi dan waktu penelitian, serta menghitung kebutuhan bahan dan menimbangnya, kemudian mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.
3.1.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi pembuatan tepung umbi suweg, hidrolisa tepung umbi suweg, pemurnian glukomanan hasil hidrolisa. Selanjutnya glukomanan murni diuji mutu fisiknya dan digunakan untuk pembuatan gummy dietery fiber . Gummy yang telah dibuat diujikan dengan cara pemberian terapi gummy dietery fiber dalam variasi dosis terhadap mencit dengan melakukan pengecekan kadar gula dalam darah. 3.1.3 Tahap Akhir
Pada tahap ini adalah pengolahan data, analisis data dan membuat kesimpulan tentang kadar gummy dietery fiber glukomanan dan pengaruh kadar gula dalam darah mencit setelah pemberian gummy dietery fiber glukomanan.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dala penelitian ini adalah umbi suweg yang didapatkan dari desa Pujiharjo, kecamatan Tirtoyudo. Sedangkan sampel yang digunakan adalah umbi suweg yang didapat di berbagai kebun di RW 1 sampai 6 yang tersebar didaerah tersebut dengan pengambilan sampel secara acak.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Proses pembuatan tepung umbi suweg, isolasi glukomanan dari umbi suweg secara enzimatis, pembuatan pangan terapi gummy dietery fiber glukomanan serta uji aktivitas pangan terapi gummy dietery fiber glukomanan terhadap kadar gula darah mencit dilakukan di laboratorium Putra Indonesia Malang. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan januari 2013 sampai terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat 2 macam variable yaitu variable bebas dan variable terikat. Adapun variable penelitian ditunjukkan pada table 3.1
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
dosis pemberian gummy dietery
fiber glukomanan dari umbi suweg
27
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel
3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, nampan, mesin giling, mesin pres, oven, timbangan, beakerglass, inkubator, sentrifuse, erlenmeyer, corong gelas, kertas saring, tabung reaksi dan glukotest
3.5.2 Bahan
Adapun bahan yang digunkan dalam penelitian ini adalah umbi suweg, garam dapur, enzim konsorsium (α-amilase, xilanase, selulose), etanol 95%, Etanol 70 %, pakan high carbohydrate dan mencit.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Adapun tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut : 3.6.1 Determinasi Umbi Suweg
Determinasi dilakukan di Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Malang
Variable Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur
Kadar glukomanan dalam umbi suweg
Isolasi glukomanan dari umbi suweg dengan metode hidrolisis enzimatis menggunakan enzi konsorsium Perhitungan % rendemen % glukomanan Dosis efektif gummy dietery fiber glukomanan
Dosis gummy dietery fiber glukomanan yang memberikan efek terhadap gula darah tetapi tidak meberikan efek
hipoglikemik
3.6.2 Tahap Penyiapan Umbi Suweg
1. Umbi suweg yang telah diperoleh dicuci bersih sampai hilang tanah yang melekat pada kulit umbi suweg
2. Kemudian dikupas dan direndam dalam larutan garam dapur untuk menghilangkan lendir.
3.6.3 Tahap Pembuatan Tepung Umbi Suweg
1. Sebanyak 5 Kg Umbi suweg yang sudah tidak berlendir mulai disawut 2. Kemudian umbi yang sudah disawut mulai di masukan dalam mesin pres 3. Setelah selesai di pres ubi langsung dimasukan kedalam oven untuk
menghilangkan kandungan air sehingga menjadi sawut kering
4. Umbi suweg yang telah menjadi sawut kering lalu mulai di giling agar menjadi tepung.
3.6.4 Tahap Pemurnian Tepung Glukomanan
1. Tepung umbi suweg dibuat menjadi larutan kemudian dipanaskan selama 2 jam dalam waterbath sampai larutan tergelatinisasi.
2. Larutan kemudian ditambahkan dengan enzim konsorsium ( konsentrasi masing-masing enzim 3 U/g untuk α-amilase, 10 U/g untuk selulase dan 10 U/g untuk enzim xilanase)
3. Diinkubasi pada suhu 65°C selama 2 jam.
4. Hasil hidrolisa selanjutnya disentrifuse sampai terentuk 2 lapisan yaitu endapan berupa serat-residu lain yang tidak terhidrolisis dan filtrat yang mengandung campuran oligosakarida dan glukmanan.
5. Filtrat selanjutnya diekstraksi secara kimia menggunakan etanol 95% berlebih dalam erlenmeyer sampai terbentuk endapan dan filtrat.
29
6. Kemudian dilakukan penyaringan vakum untuk memisahkan filtrat dan residu. 7. Residu yang dihasilkan dicuci dengan etanol dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 40°C selama 2 jam.
8. Setelah dikeringkan, kemudian dilakukan penggilingan sampai terbentuk tepung glukomanan murni.
3.6.5 Identifikasi Glukomanan 1. Organoleptis
Tepung glukomanan diamati secara organoleptis meliputi bentuk, warna, aroma, rasa.
2. Kelarutan dalam air
a. 100 mg tepung glukomanan dilarutkan dalam 10 mL air dingin b. Larutan tepung glukomanan dipanaskan sampai terbentuk gel c. Kemudian dilarutkan kembali dengan air dingin
3. Membentuk gel
100 mg tepung glukomanan diarutkan dalam 10 air kapur 5% sampai terbentuk gel
4. Merekat
a. 100 mg tepung glukomanan diarutkan dalam 10 mL air b. Kemudian ditambah 2 mL asam asetat
5. Mengembang
100 mg tepung glukomanan dilarutkan dalam air dan didiamkan selam 30 menit sampai mengembang
6. Uji Pengendapan
b. Kristal yang terbentuk dilarutkan dengan HCl (e) sampai terbentuk kristal
yang seragam
c. Kristal yang terbentuk dilarutkan dalam larutan NaOH sampai terbentuk massa gel yang tidak larut air
d. Dengan Pb(CH3COOH)2 larutan glukomanan akan membentuk endapan
putih stabil.
3.6.6 Pembuatan gummy glukomanan
1. Isolat glukomanan berupa tepung glukomanan ditimbang sebanyak 500 g 2. Dilarutkan dalam 100 mL air hangat sampai tekstur mengental
3. Dipanaskan pada suhu 50˚C selama 15 menit 4. Ditambahkan BTP berupa pewarna dan perasa
5. Cetakan gummy disiapkan dengan diolesi minyak terlebih dahulu agar tidak lengket
6. Kemudian dilakukan pencetakan 3.6.7 Uji terhadap Kadar Gula
1. Aklimatisasi Mencit
Mencit dibagi dalam 5 kelompok mencit terdiri dari 4 ekor mencit dalam tiap kelompok dengan masing-masing perlakuan sebagai berikut :
Tabel 3.3 Perlakuan Mencit
Kelompok Keterangan Perlakuan
Perlakuan
P1 0,20 g/ hari
P2 0,25 g/ hari
P3 0,30 g / hari
Kontrol Positif Acarbose
31
Masing-masing kelompok dikondisikan pada tempat tinggalnya selama 6 hari dengan pemberian asupan pangan seragam. Pada hari ke-enam mencit dipuasakan selama 8-10 jam kemudian cek kadar gulanya.
2. Perlakuan Mencit a. Kelompok P1
- Pada hari ke-7 mencit kelompok PI dcek kadar gula dalam darahnya da dicatat sebagai kadar gula awal
- Setelah itu mencit diberikan gummy dietery fiber glukomanan 20 mg/hari setelah 30menit diberi beban glukosa sebanyak 0,20 mg/ g BB
- Setelah 2 jam di cek ulang kadar gula dalam darahnya dan dicatat - Perlakuan tersebut dilakukan setiap hari selama 7 hari
b. Kelompok P2
- Pada hari ke-7 mencit kelompok P2 di cek kadar gula dalam darahnya da dicatat sebagai kadar gula awal
- Setelah itu mencit diberikan gummy dietery fiber glukomanan 25 mg/hari setelah 30menit diberi beban glukosa sebanyak 0,20 mg/ g BB
- Setelah 2 jam di cek ulang kadar gula dalam darahnya dan dicatat - Perlakuan tersebut dilakukan setiap hari selama 7 hari
c. Kelompok P3
- Pada hari ke-7 mencit kelompok P3 dcek kadar gula dalam darahnya da dicatat sebagai kadar gula awal
- Setelah itu mencit diberikan gummy dietery fiber glukomanan 30 mg/hari setelah 30menit diberi beban glukosa sebanyak 0,20 mg/ g BB
- Setelah 2 jam di cek ulang kadar gula dalam darahnya dan dicatat - Perlakuan tersebut dilakukan setiap hari selama 7 hari
d. Kontrol glukomanan
- Pada hari ke-7 mencit kelompok kontrol glukomanan dcek kadar gula dalam darahnya da dicatat sebagai kadar gula awal
- Setelah itu mencit diberikan glukomanan 20 mg/hari setelah 30menit diberi beban glukosa sebanyak 0,20 mg/ g BB
- Setelah 2 jam di cek ulang kadar gula dalam darahnya dan dicatat - Perlakuan tersebut dilakukan setiap hari selama 7 hari
e. Kelompok kontrol positif
- Pada hari ke-7 mencit kelompok kontrol positif dcek kadar gula dalam darahnya da dicatat sebagai kadar gula awal
- Setelah itu mencit diberikan beban glukosa sebanyak 0,20 mg/ g BB setelah itu diberi obat acarbose dengan dosis 0,0163 mg/g BB
- Setelah 2 jam di cek ulang kadar gula dalam darahnya dan dicatat - Perlakuan tersebut dilakukan setiap hari selama 7 hari
f. Kelompok kontrol negatif
- Pada hari ke-7 mencit kelompok kontrol positif diberi aquades - 2 jam kemudian dicek kembali kadar gula darah pada mencit - Perlakuan tersebut dilakukan selama 2 hari sekali selama 10 hari -
33
3.7 Analisis Data
Tabel 3.4 Tabel Penentuan Uji Fisika Glukomanan
Uji Mutu Hasil
Uji Pengendapan Mengembang Merekat
Membentuk gel
Tabel 3.5 Tabel Uji Kadar Gula
Perlakuan Sub perlakuan Hari ke- 0 (puasa) 1 2 3 4 5 6 7 Kelompok perlakuan P1 P2 P3 Kelompok kontrol positif negatif glukomanan
3.7.1 Dihitung standar deviasi dan koefisien variasi
Untuk melihat ketelitian masing-masing replikasi dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien variasi (Kv) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
SD = KV= x 100% Keterangan : SD = standar deviasi Kv = koefisien variasi n = jumlah sampel X1 = kadar sampel
Data hasil pengamatan dibuat dalam bentuk grafik histogram sehingga dapat diamati dosis optimal yang dicapai. Grafik dibuat sumbu x berupa hasil pengukuran kadar gula darah dan sumbu y sebagai hitungan hari saat pengujian.
35 BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Tepung Umbi Suweg
Tepung yang didapat sebanyak 579 gram dari 10 kg umbi suweg basah. Tepung yang dihasilkan dari umbi suweg merupakan tepung yang memiliki % kadar air tidak lebih dari 10 % yaitu sebesar 9,8 %. Tepung tersebut berbentuk serbuk halus berwarna kuning kecoklatan serta memiliki kadar pati sebesar 30.96 %. Hasil pembuatan tepung dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Hasil Tepung Umbi Suweg
4.2 Hidrolisis Enzimatis
Dalam hidrolisis secara enzimatis, dihasilkan rendemen glukomanan sebesar 1.02% dari 47 gram tepung umbi suweg dengan konsentrasi sebesar 30 % DSB (Dry
Starch Base). Untuk menghasilkan glukomanan tersebut digunakan enzim α-amylase
sebanyak 0,5 mL. Adapun hasil hidrolisa pada tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2 Hasil Hidrolisa Tepung Umbi Suweg
Tepung Umbi Suweg Glukomanan Rendemen
48 gram tepung = 30% DSB 0,49 gram
4.3 Uji Fisikokimia Glukomanan
Adapun hasil identifikasi glukomanan hasil hidrolisa adalah sebagai berikut :
Umbi Suweg Tepung Umbi Rendemen
10 Kg umbi 579 gram
Tabel 4.3 Hasil Uji Fisikokimia
Uji Mutu Glukomanan standard Glukomanan hasil Organoleptis : - Warna - Tekstur - Bau - Rasa - Putih kekuningan - Kenyal - Tidak berbau - Tidak berasa - coklat - kenyal - tidak berbau - tidak berasa Kelarutan dalam air - Terlarut air, larutan
berwarna coklat muda
- Glukomanan terlarut dalam air
- Membentuk fasa gel setelah dipanaskan
Mengembang - Mengembang - Mengembang
Merekat - Encer setelah
ditambah asam
- berfasa lebih encer ketika ditambahkan asam
Membentuk gel Gel berwarna putih Gel berwarna putih kecoklatan
4.4 Pembuatan Gummy dietery Fiber
Pembuatan gummy dietery fiber menggunakan bahan baku tepung mbi suweg dengan formulasi sebagai berikut :
Tabel 4.4 Formulasi Gummy dietery fiber
Bahan Massa bahan (gr)
Tepung umbi suweg Dosis I : 100 Dosis II : 130 Dosis III : 150 Gelatin 50 Agar-agar 10 Gula stevia 1 Asam sitrat 0,5 Na-benzoat 0,1 Air Add 200 mL
Berdasarkan formulasi diatas maka Gummy dietery fiber yang dihasilkan memiliki dosis glukomanan sebagai berikut :
Dosis ke- Dosis Tepung (mg/g BB) Kandungan Glukomanan (g)
1 0.10 0.0010
2 0.13 0.0014
37
4.5 Hasil Pengujian terhadap DM
Pengujian terhadap DM dilakukan dengan menggunakan tepung umbi suweg yang dibuat dalam bentuk pangan Gummy dietery Fiber. Adapun hasil pengujian terhadap DM adalah sebagai berikut :
4.5.1 Hasil pengujian kontrol positif (Acarbose)
Tabel 4.5 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol positif (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 134 126 8 114 98 16 143 120 23 113 98 15 101 93 8 2 126 113 13 110 95 15 118 99 19 110 93 17 109 97 12 3 116 101 15 118 101 17 109 99 10 112 99 13 113 99 14 Rata – rata 125 113 12 114 98 16 123 106 17 112 93 19 108 87 21 SD 9 13 4 4 3 1 18 12 7 2 3 2 6 3 3 KV 7 11 30 4 3 6 14 11 38 1 3 11 6 4 15 Keterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart Deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum pemberian acarbose dan setelah pemberian acarbose dengan rata-rata penurunan kadar gula sebesar 17 mg/dl dalam periode 5 hari. Gambar 4.1 Kontrol Positif (Acarbose)
0 20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 5
kontrol positif
sebelum pemberian setelah pemberian penurunan4.5.2 Hasil pengujian kontrol negatif (glukosa)
Tabel 4.6 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol negatif (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 161 202 41 157 203 46 129 174 45 109 157 48 132 184 52 2 101 159 58 129 173 44 124 179 55 111 163 52 154 209 55 3 116 139 23 142 184 42 138 184 46 117 172 55 149 198 49 Rata-rata 126 167 41 143 187 44 130 179 49 112 160 47 144 208 64 SD 31 32 18 14 15 2 7 5 6 4 11 8 14 21 11 KV 25 19 43 10 8 5 5 3 11 4 7 17 10 10 17 Keterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum pemberian glukosa dan setelah pemberian glukosa dengan rata-rata kenaikan kadar gula sebesar 49 mg/dl dalam periode 5 hari.
Gambar 4.2 Kontrol Negatif
0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5
kontrol negatif
sebelum pemberian setelah pemberian kenaikan39
4.5.3 Hasil pengujian kontrol glukomanan murni
Tabel 4.7 Pengukuran kadar gula pada kelompok kontrol glukomanan (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 197 109 88 167 76 91 118 56 62 109 58 51 124 82 42 2 134 76 58 152 101 51 109 56 53 144 75 69 139 103 36 3 126 58 68 145 87 58 126 51 75 126 89 37 110 85 25 Rata-rata 152 129 76 155 115 67 118 67 63 126 64 52 124 63 34 SD 39 26 15 11 13 21 9 3 11 18 16 16 15 11 9 KV 26 20 20 7 11 32 7 4 17 14 24 31 12 18 25 Keterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum pemberian glukomanan dan setelah pemberian glukomanan dengan rata-rata penurunan kadar gula sebesar 59 mg/dl dalam periode 5 hari.
Gambar 4.3 Kontrol Glukomanan
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5
kontrol glukomanan
sebelum pemberian setelah pemberian penurunan4.3.4 Hasil Pengujian Gummy dietery fiber
Tabel 4.8 Pengukuran kadar gula pada kelompok perlakuan P1 (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 89 70 19 87 63 24 91 71 20 102 82 20 107 91 16 2 92 72 20 98 81 17 103 83 20 99 81 18 103 87 16 3 81 71 10 84 74 10 117 103 14 109 92 17 115 101 14 Rata-rata 87 80 16 90 79 11 104 89 15 103 85 18 108 84 24 SD 21 21 1 64 65 2 58 51 7 45 39 7 18 19 5 KV 19 21 17 41 46 13 40 40 41 34 34 38 14 19 24 Keterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart Deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan sebesar 17 mg/dl dalam periode 5 hari.
Tabel 4.9 Pengukuran kadar gula pada kelompok perlakuan P2 (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 139 132 7 249 237 12 229 204 25 196 173 23 148 138 10 2 102 93 9 119 107 12 109 96 13 104 97 7 109 97 12 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5
dosis 1
awal setelah penurunan41 3 89 83 6 107 92 15 102 94 8 97 85 12 112 101 11 Rata-rata 110 103 7 158 142 16 147 129 18 132 114 18 123 102 21 SD 21 21 1 64 65 2 58 51 7 45 39 7 18 19 5 KV 19 21 17 41 46 13 40 40 41 34 34 38 14 19 24 Keterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart Deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan sebesar 16 mg/dl dalam periode 5 hari.
Tabel 4.10 Pengukuran kadar gula pada kelompok perlakuan P3 (mg/dl)
Pengamatan hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5
A B AB A B AB A B AB A B AB A B AB 1 84 72 12 63 59 4 79 53 26 95 81 14 104 96 8 2 101 96 5 109 93 16 118 91 27 102 73 29 98 74 24 3 96 83 13 103 89 14 93 79 14 99 74 25 107 72 35 Rata-rata 94 84 10 92 80 11 97 74 22 99 76 23 103 81 22 SD 9 12 4 25 19 6 20 19 7 4 4 8 5 13 14 KV 9 14 44 27 23 57 20 26 32 4 6 34 4 17 61 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5
dosis 2
awal setelah penurunanKeterangan :
A = kadar gula sebelum B = kadar gula setelah AB= penurunan kadar SD = Standart Deviasi KV = Koefisien Variasi
Adapun hasil pengamatan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah mencit sebelum dan setelah perlakuan dengan rata-rata penurunan sebesar 18 mg/dl dalam periode 5 hari.
Sedangkan untuk membandingkan kadar gula antar perlakuan dengan gummy
dietery fiber pada variasi dosis dengan kontrol perlakuan maka dapat dilihat pada
gambar beikut : 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5
dosis 3
awal setelah penurunan43
Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat bahwa penurunan kadar gula tampak pada semua dosis pemberian. Perlakuan terbaik untuk menghasilkan penurunan kadar gula yang optimal terdapat pada dosis ke- 1 karena memiliki nalai R yang mendekati 1 yaitu 0.985.
40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 5 %
% penurunan kadar gula
dosis 1 dosis 2 dosis 3 kontrol positif kontrol glukomanan kontrol negatif
44 BAB V PEMBAHASAN
Umbi suweg yang digunakan didapatkan dari daerah pujiharjo dengan melakukan pengambilan sampel masing sebanayk 2 tanaman dari masing-masing RT mulai RT 01 sampai RT 08. Umbi suweg diambil dari daerah tersebut karena adanya fakta bahwa umbi tersebut tidak dimanfaatkan dengan maksimal hanya digunakan sebagai pakan ternak. Umbi suweg yang dipilih merupakan suweg yang sudah memiliki umbi ukuran sedang. Umbi yang didapat dilakukan determinasi dilaboratorium taksonomi, struktur dan perkembangan tumbuhan fakultas biologi universitas brawijaya. Determinasi dilakukan dilokasi tersebut dengan membawa tanaman umbi suweg daru akar sampai tanaman umbi. Determinasi tidak dapat dilakukan di Balitkabi Malang karena Balitkabi malang belum memiliki pustaka lengkap mengenai taksonomi serta morfologi tanaman umbi suweg.
Tanaman yang telah didetermnasi diidentifikasi sebagai umbi suweg dengan spesies Amorphphallus Campanulatus (Roxb) B seingga dapat disimpulkan bahwa tanaman hasil sampling tersebut benar-benar umbi suweg. Umbi yang telah dideterminasi di cuci bersih untuk menghilangkan tanah-tanah yang menempel pada kulit umbi kemudian umbi mulai dikupas. Umbi yang telah dikupas memiliki warna putih kecoklatan berbeda dengan literatur yang menyatakan bahwa umbi suweg memiliki warna yang cenderung putih, hal tersebut karena adanya bperbedaan lokasi pengambilan umbi sehingga warna serta tekstur umbi suweg berbeda-beda untuk setiap daerah tergantung pada letak geografisnya. Permukaan