• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah Bekas Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dan lahan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sifat tanah. Sebagai suatu sistem dinamis tanah akan selalu mengalami perubahan-perubahan yaitu pada sifat fisik, kimia, ataupun biologinya. Perubahan-perubahan ini terutama karena pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur tanah juga akan mengalami kerusakan karena kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, apabila terjadi hujan maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, mendapatkan energi pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah (Purbowaseso, 2004).

Kebakaran hutan merupakan perubahan keadaan bentuk suatu ekosistem yang disebabkan karena adanya api. Secara sitematis kebakaran hutan mempengaruhi keadaan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Dampak kebakaran hutan terhadap sifat fisik dan kimia tanah tergantung dari tipe tanah, kandungan air tanah, intensitas dan durasi waktu kebakaran serta intensitas timbulnya api (Murphy et al., 2006).

Bagi lahan hutan, abu hasil proses pembakaran terbukti dapat meningkatkan pH tanah hutan yang umumnya bersifat masam. Di samping itu, kandungan mineral yang tinggi dapat menjadi sumber nutrisi bagi tanaman yang akan tumbuh diatasnya. Namun demikian, sumbangan nutrisi ini tidak

berlangsung lama. Terlebih jika terjadi hujan yang membuat proses pencucian mudah terjadi (Syaufina,2008).

Unsur Fosfor (P)

Setiap tanaman sedikitnya membutuhkan 16 unsur hara agar pertumbuhannya normal. Hara tersebut dapat berasal dari tanah maupun udara. Salah satu hara yang berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan adalah fosfor karena termasuk hara makro esensial. Konsentrasi P dalam tanaman umumnya antara 0,1% sampai 0,4%. Unsur P terdapat di seluruh sel hidup tanaman yang menyusun jaringan tanaman seperti asam nukleat, fosfolipida dan fitin (Tisdale et al., 1990).

Fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan (storage) dan pemindahan (transfer) energi. Fosfor terlibat pada penangkapan cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu energi tersebut sudah tersimpan dalam ADP (Adenosine Diphosphate) atau ATP (Adenosine Triphosphate), maka akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein. Fosfor selalu diserap oleh tanaman sebagai H2PO4-, HPO42-, dan PO43- yang terutama berada di dalam larutan tanah (Indranuda, 2004).

Fosfat di dalam tanah terdapat dalam bentuk-bentuk fosfat anorganik dan fosfat organik. Bentuk anorganiknya berupa senyawa-senyawa Ca-fosfat, Fe-fosfat dan Al-fosfat. Fosfor organik mengandung senyawa-senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroba dan tersusun dari asam nukleat, fosfolipid, dan fitin. Materi organik yang berasal dari sampah tanaman mati dan membusuk kaya akan sumber-sumber fosfor organik (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005).

Ada hubungan yang erat antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4- dan HPO42- di dalam larutan tanah. Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mengatasi defisiensi fosfor cepat sekali mengendap dan terikat oleh matriks tanah. Elemen fosfor di dalam tanah kebanyakan ada dalam keadaan tidak larut, sehingga tidak mungkin masuk ke dalam sel-sel akar. Tetapi sebagai anion fosfat ia mudah bertukar dengan OH- (Suprihadi, 2007).

Tanah asam dengan pH<5,5 didominasi oleh kation Fe3+ dan Al3+ yang mengikat anion H2PO4- dan mengendapkannya sebagai hidroksi Fe-fosfat dan Al-fosfat. Sedangkan pada pH>6,0 sistem tanah didominasi oleh kation Ca2+ dan Mg2+ yang juga mampu mengikat H2PO4- dari tanah maupun pupuk fosfat sehingga menjadi dalam bentuk tidak tersedia. Senyawa-senyawa Al-fosfat dan Fe-fosfat semakin tersedia jika keasaman meningkat hingga pH≤ 5,5 dan pada pH>5,5 kelarutannya berkurang sehingga menyusutkan pengaruh meracuni dan kemampuannya dalam mengendapkan fosfat dari larutan tanah (Mas’ud, 1993). Ketersediaan Fosfat Dalam Tanah

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi serapan P dalam tanah menurut Tisdale et al., (1990) ialah sebagai berikut: 1) sifat dan jumlah komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus oksida logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organik, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi.

Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka fosfor akan terikat oleh Fe dan Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada tanah dengan pH diatas 7, maka fosfor akan diikat oleh Mg dan Ca (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah, yaitu tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik tanah (Foth, 1994).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan fosfat alam antara lain konsentrasi H, Ca dan P di dalam larutan, komposisi fosfat alamnya khususnya adanya substitusi karbonat terhadap P pada apatit, derajat percampuran antara fosfat alam dan tanah serta tingkat penggunaan fosfat alam pada tanah. Kelarutan fosfat alam dalam larutan tanah akan lebih baik bila pH tanah, Ca dapat dipertukarkan dan konsentrasi P di dalam larutan tanah rendah. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam

lebih reaktif dan lebih murah dibanding penggunaan superfosfat (Chien, 1990 dalam Kasno et al., 2009).

Bentuk senyawa fosfat yang ada dalam tanah akan mempengaruhi ketersediaan fosfat. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfat bagi tanaman yang terpenting adalah pH tanah, adanya besi dan aluminium dapat larut dalam kondisi sangat masam atau adanya kalsium pada nilai pH tinggi, berpengaruh

nyata terhadap ketersediaan fosfat. Fosfat paling mudah diserap tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7). Ion fosfor baik yang berasal dari tanah itu sendiri maupun dari pupuk terikat oleh unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Hardjowigeno, 1992).

Mikroba Pelarut Fosfat

Keberadaan mikroorganisma di alam, khususnya Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), Bakteri Penambat Nitrogen Simbiotik (BPNS), Bakteri Penambat Nitrogen non Simbiotik (BPNnS), dan Actinomycetes yang mampu melarutkan P terikat sangat penting, karena mempunyai peranan dalam meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah. Mikroorganisma juga mempunyai peranan mendaur ulang hara, menyimpan hara sementara, dan melepaskan hara untuk dimanfaatkan tanaman. Mikroorganisma tersebut melepaskan asam yang mampu melarutkan mineral, sehingga unsur hara yang terlarut dapat dimanfaatkan tanaman (Widawati, 2010).

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Mikroba tanah yang berperan di dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (MPF). Hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat yang mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi

tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).

Mikroba pelarut fosfat meliputi berbagai jenis mikroba yang dapat mengubah senyawa fosfat tidak terlarut menjadi fosfat terlarut. Mikroba pelarut fosfat berperan dalam perubahan fosfat menjadi bentuk terlarut dengan cara mengubsah kelarutan senyawa fosfat anorganik, mineralisasi senyawa organik dengan melepaskan orthophosphat, mengubah fosfat anorganik yang menyediakan anion ke protoplasma sel (immobilisasi), dan oksidasi dan reduksi senyawa fosfat anorganik (Lynch dan Poole, 1991).

Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroba pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroba pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya. Mekanisme kimia pelarutan fosfat dimulai saat mikroba pelarut fosfat mengekresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah hasil metabolisme seperti asetat, propionat, glutamat, formiat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, tartarat, sitrat, laktat, malat, fumarat dan α-ketoglutarat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH ini diduga akibat pembebasan sejumlah asam-asam organik oleh jamur pelarut fosfat. Hal ini merupakan bentuk adaptasi jamur pelarut fosfat terhadap media yang mengandung P terikat yang lebih tinggi dari P terlarut (Poeponegoro, 2005).

Mekanisme pelarutan fosfat dilakukan dengan cara mikroba pelarut fosfat menghasilkan sejumlah asam asam organik seperti oksalat, asam sitrat, suksinat dan glutamat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya akan diikuti dengan penurunan pH. Selanjutnya asam-asam organik tersebut akan bereaksi

dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+ , Fe3+ , Ca2+ dan Mg2+ yang kemudian akan membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat. Sehingga akan dapat diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005).

Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang terikat dapat diketahui dengan membiakkan biakan murninya pada media agar Pikovskaya atau media agar ekstrak tanah yang berwarna putih keruh karena mengandung P tidak terlarut seperti kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan adanya zona bening di sekitar koloni mikroba yang tumbuh, sedangkan mikroba yang lain tidak menunjukkan ciri tersebut. Kemampuan mikoba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat tidak terlarut juga dapat diuji secara kuantitatif dengan menggunakan medium pikovskaya cair (Isroi, 2005).

Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang berperan dalam penyuburan tanah karena bakteri tipe ini mampu melakukan mekanisme pelarutan fosfat dengan mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, fumarat, malat. Asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman hidupnya (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Bakteri pelarut fosfat (BPF) di dalam tanah mempunyai kemampuan melepas fosfor (P) dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Bakteri Penghasil IAA mampu menghasilkan fitohormon yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Hormon IAA adalah auksin endogen yang berperan dalam pembesaran sel, menghambat pertumbuhan

tunas samping, merangsang terjadinya absisi, berperan dalam pembentukkan jaringan xilem dan floem, dan juga berpengaruh terhadap perkembangan dan pemanjangan akar (Silitonga et al., 2015).

Bakteri pelarut fosfat mampu mensekresikan enzim fosfatase yang berperan dalam proses hidrolisis P organik menjadi P anorganik dan juga bakteri pelarut fosfat dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh. Bakteri yang berperan sebagai pelarut fosfat pada tanah telah banyak ditemukan, diantaranya berasal dari genus Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, Azetobacter, Mycrobacterium, Enterobacter, Klebsiella, dan Flovobacterium (Purwaningsih, 2003).

Ada beberapa mikroba pelarut fosfat dari jenis fungi. Fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Ascomycetes antara lain Aspergillus niger, A. Awamori, Penicillium digitatum, Fusarium dan Sclerotium (Waluyo, 2007).

Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4. Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik dibanding bakteri pelarut fosfat pada kondisi masam. Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu: (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfikasasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang

mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).

Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening (holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair. Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH dapat pula disebabkan oleh pembebasan asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium. Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. Asam-asam organik tersebut akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil yang mampu membebaskan ion fosfat terikat sehingga dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Setiawati, 1997).

Dengan cara menumbuhkan isolat dalam media pikovskaya padat menunjukkan bahwa adanya zona bening disekitar koloni, hal ini menunjukkan

bahwa daerah bening disekitar koloni pada isolat tersebut merupakan tanda adanya aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan P terikat, hal ini terjadi karena adanya pelarutan Ca3(PO4)2 yang ada di dalam media pikovskaya padat. Mekanisme pelarutan fosfat tersebut diyakini melalui proses yang sangat komplek melibatkan metabolisme sel yang menghasilkan senyawa organik seperti asam glukonat, sitrat, laktat, dan aktivitas oksidasi reduksi sel, terutama yang berhubungan dengan assimilasi NH4+ dan pelepasan proton oleh aktivitas respirasi (Purwaningsih, 2012).

Apabila diameter zona bening < 1 cm, maka pelarutan P oleh bakteri masuk dalam katagori rendah dan diameter zona bening sama dengan 1-2 cm masuk dalam katagori medium serta > 2 cm masuk dalam katagori tinggi. Pelarutan P hanya dengan menggunakan medium padat (indikasi holozone) belum akurat dibandingkan dengan mengukur P terlarut secara kuantitatif pada media cair, tetapi hasilnya akan lebih akurat jika kedua pengukuran tersebut berkorelasi. (Baig et al., 2010).

PENDAHULUAN

Latar belakang

Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan mikroorganisme tanah yang berperan dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman dengan cara melarutkan fosfat anorganik tanah dari bentuk tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman. Mikroba pelarut fosfat menghasilkan asam-asam organik yang berperan dalam pelarutan fosfat seperti menurunkan pH, mengkhelat unsur penjerap P tanah, dan menyaingi ortofosfat pada komplek jerapan koloid tanah yang bermuatan positif sehingga meningkatkan peluang ortofosfat diserap tanaman (Hifnalisa, 1998). Mikroba pelarut fosfat terdiri dari bakteri dan fungi yang mampu melarutkan fosfat.

Kemampuan mikroba pelarut fosfat sangat beragam tergantung dari jenis, daya adaptasi, dan kemampuan hidup pada lingkungan yang berbeda. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat berbeda-beda, antara lain tergantung dari macam dan jumlah asam organik yang dihasilkan serta sumber fosfat yang digunakan. Marlina (1997), mengatakan bahwa MPF umumnya ditemukan sebagai pelarut fosfat anorganik, sebesar 104 sampai 106 sel per gram tanah dan sebagian besar terdapat pada bagian perakaran. Kemampuan masing-masing mikroba pelarut fosfat beragam dalam melarutkan fosfat anorganik tergantung pada lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan mikroba pelarut fosfat tersebut.

Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dapat diisolasi dan dilakukan di laboratorium. Deteksi dan estimasi kemampuan mikroba pelarut fosfat dilakukan

untuk mengisolasi dan memperbanyak organisme pelarut fosfat adalah media agar pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut seperti kalium fosfat. Setelah diinkubasi, potensi mikroba untuk melarutkan fosfat tidak tersedia secara kualitatif dicirikan oleh zona bening (holozone) disekitar koloni mikroba yang tumbuh pada media agar tersebut (Purwaningsih, 2003).

Sagala (2015) berhasil mengisolasi mikroba pelarut fosfat dari tanah bekas kebakaran hutan, dan tidak dilakukan uji potensi mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan P. Mikroba yang diisolasi sebanyak 2 isolat bakteri dan 10 isolat fungi. Isolat-isolat ini kemudian disimpan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara sebagai koleksi. Hal tersebut menjadi dasar penelitian ini untuk dilakukan, yaitu menguji kemampuan atau efektivitas isolat bakteri pelarut fosfat dan jamur pelarut fosfat dalam melarutkan P setelah disimpan selama satu tahun di laboratorium.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. mengetahui potensi isolat mikroba pelarut fosfat asal tanah bekas kebakaran hutan dalam melarutkan P dari empat sumber P yaitu Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, dan batuan fosfat dalam media padat pikovskaya

2. mengetahui dan menguji potensi isolat mikroba pelarut fosfat asal tanah bekas kebakaran hutan dalam melarutkan P dari empat sumber P yaitu Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, dan batuan fosfat dalam media cair pikovskaya.

Kegunaan Penelitian

Memberikan informasi mengenai potensi mikroba pelarut fosfat yang diisolasi dari tanah kebakaran hutan dan dapat menjadi rekomendasi untuk dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah bekas kebakaran.

ABSTRAK

MONIKA PEBRIANTI MALAU: Uji Potensi Pelarutan Fosfat Oleh Mikroba Yang Diisolasi Dari Tanah Bekas Kebakaran Hutan. Di bawah bimbingan DENI ELFIATI dan DELVIAN.

Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan mikroorganisme tanah yang berperan dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman dengan cara melarutkan fosfat anorganik tanah dari bentuk tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui potensi mikroba pelarut fosfat isolat tanah bekas kebakaran hutan dalam melarutkan P dari empat sumber P yaitu Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, dan batuan fosfat dalam media padat pikovskaya dan media cair pikovskaya. Hasil pengujian pada media padat pikovskaya dipilih lima isolat yang memiliki nilai indeks pelarutan fosfat terbesar. Selanjutnya lima isolat tersebut dilakukan pengujian pada media cair pikovskaya sehingga terpilih dua isolat yang memiliki potensi pelarutan P paling besar, yaitu Penicillium sp.1 dengan sumber Ca3(PO4)2 sebesar 45,15 ppm dan Aspergillus sp.1 dengan sumber AlPO4 sebesar 48,58 ppm dan sumber FePO4 sebesar 28,34 ppm.

Kata kunci: mikroba pelarut fosfat, tanah bekas kebakaran hutan, media pikovskaya.

ABSTRACT

MONIKA PEBRIANTI MALAU: Potential Test of Phosphate Dissolving By Soil Microbes Isolated From Soil of Former Forest Fires. Under the guidance of DENI ELFIATI and DELVIAN.

Phosphate Solubilizing Microbial (PSM) is soil microorganisms that has role in providing nutrients P in plants by dissolving soil inorganic phosphate from unavailable form into available phosphate form for plants.The aim of this research is to examine and determine the potential of phosphate solubilizing microbial former forest fire isolates for P dissolving from four sources, namely P Ca3(PO4)2, AlPO4, FePO4, and phosphate rocks in pikovskaya solid media and pikovskaya liquid media.The results of pikovskaya solid media choosen five isolates that have the largest dissolution phosphate index value. Furthermore, five isolates were tested in pikovskaya liquid media, then selected two isolates that have the greatest P dissolution potential, namely Penicillium sp.1 with Ca3(PO4)2 resources amounted to 45.15 ppm and Aspergillus sp.1 with AlPO4 resources amounted to 48,58 ppm and FePO4 resources amounted to 28.34 ppm.

UJI POTENSI PELARUTAN FOSFAT OLEH MIKROBA

Dokumen terkait