• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan dan Manfaatnya

Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan (No.41 tahun 1999) tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang dkk., 2001).

Manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan, dinikmati secara langsung oleh masyarakat antara lain berupa kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan, bambu, buah-buahan, madu, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri seperti: mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, pariwisata, estetika dan memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan ketahanan.

Hutan Produksi Terbatas

Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP),

Hutan Produksi Terbatas dalam pengertian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (No. 10 Tahun 2010) adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

Pengenalan Bambu

Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol (Gerbono dan Abbas, 2009).

Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial

growth) seperti pada kayu.

2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.

3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau disayat.

4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh cairan. Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang dapat dipakai.

5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak.

Pertumbuhan jenis bambu sangat khas, membentuk rumpun yang tumbuh lurus dan bercabang ke samping. Daunnya kecil-kecil, lonjong dan berujung runcing. Tanaman bambu jarang sekali sampai berbunga atau berbuah, kecuali bila dibiarkan tumbuh terus sampai bertahun-tahun lamanya. Batang bambu memiliki warna yang bermacam-macam menurut jenisnya. Pada umumnya bambu berwarna hijau tua. Jika sudah tua, kulit batangnya membentuk bulatan-bulatan putih kecil-kecil. Ada jenis bambu yang batangnya tidak begitu tebal, akan tetapi ada pula yang tebal sekali, misalnya bambu betung (Tantra, 2003).

Potensi Bambu

Bambu merupakan tanaman tahunan yang diberi julukan rumput raksasa. Penghasil rebung ini termasuk dalam famili rumput-rumputan dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap marga memiliki beberapa jenis atau spesies. (Berlian dan Estu, 1995).

Menurut Widjaja (2001), di dunia terdapat sekitar 1200-1300 jenis bambu sedangkan menurut data lapangan dan laboratorium bahwa bambu di Indonesia diketahui terdiri atas 143 jenis. Berdasarkan data di atas dapat dipastikan bahwa bambu merupakan sumber daya yang sangat melimpah dan memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Namun, kenyataan yang terjadi adalah tidak semua jenis bambu dikenal oleh masyarakat dengan baik.

Menurut Sutiyono (2006), di seluruh dunia terdapat 1.500 jenis bambu yang berasal dari 75 marga. Dari jumlah tersebut di Indonesia diperkirakan ada 76 jenis bambu yang berasal dari 17 marga yaitu marga Arundinaria (1 jenis), Bambusa

(19 jenis), Cephalostachyum (1 jenis), Chimonobambusa (2 jenis), Dendrocalamus (6 jenis), Dinochloa (1 jenis), Gigantochloa (18 jenis), Melocana (1 jenis), Nastus (3 jenis), Neololeba (1 jenis), Phyllostachys (3 jenis), Pleioblastus (2 jenis), Pseudosasa (1 jenis), Schizostachyum (14 jenis), Semiarundinaria (1 jenis), Shibatea (1 jenis), dan Thyrsostachys (1 jenis). Dari 76 jenis tersebut, kelompok Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa merupakan yang paling banyak dijumpai dan dimanfaatkan. Jenis-jenis yang sudah dimanfaatkan tersebut umumnya jenis bambu yang berukuran sedang sampai besar dengan karakteristik batangnya berdiameter > 5 cm dan tebal dinding >1cm.

Klasifikasi Bambu

Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut Sastrapradja dkk. (1977) dalam Manalu (2008), dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Jenis-jenis Bambu yang tumbuh di Indonesia

No Nama Botanis Sinonim Nama lokal dan

penyebaran 1. Bambusa atra Lindley Bambusa lineata Munro Loleba (Maluku,

Bambusa rumphiana Kurz Nena (Shanghai) Dendrocalamus latifolius

Laut & K. Shum

2. Bambusa amahussana - Nitu (Ambon)

Lindley

3. Bambusa bambos (L) Arendo bambos L Bambu duri

Voss Bambusa arundinacea (Indonesia), Pring ori

(Retz) Willd (Jawa)

Bambusa spinosa Roxb

4. Bambusa blumeana Bambusa spinosa Blume Bambu duri J. A & J. H. Schultes ex ness (Indonesia), Haur

Bambusa purens Blanco cucuk (Sunda), Pring Bambusa arundo Blanco gesing (Jawa)

5. Bambusa forbesii - Sasa, akoya, warire

(Ridley) Holtum (Irian)

(Lour) Raeuschel ex Bambusa nana (Roxb) Krisik putih, Bambu J.A. & J.H. Schultes Bambusa glaucescens pagar, Bambu cina

(Willd) Sieb ex Munro (Indonesia), Aor selat (Kalimantan Barat) 7. Bambusa tuldoides Bambusa pallescens Bambu krisik hijau,

Munro (Doell) Hackel Krisik

Bambusa vertricosa Mc. Clure Bambusa longiflora W.T. Lin

8. Bambusa vulgaris Bambusa thouarsii Kunth Ampel hijau tua, Schrad ex Wendl Bambusa surinamensis Ampel hijau muda,

Ruprecht Pring gading, Pring tutul (Indonesia) 9. Dendrocalamus asper Bambusa asperaSchultes Bambu petung

(Roem. & Schultf.) Dendrocalamus flagelifer (Indonesia), Petung Backer ex Heyne. Gigantochloa aspera coklat (Bengkulu),

Schultes F. Kurtz Petung hijau Dendrocalamus (Lampung), Petung merrilianus (Elmer) hitam (Banyuwangi) Elmer

10. Dendrocalamus Bambusa gigantea Bambu sembilang

giganteus Wallich ex. Wallich (Indonesia)

Munro (figure-1) & figure-2

11. Dendrocalamus Bambusa latiflora Bambu taiwan latiflorus Munro (Munro) Sinoca lamus (Indonesia)

latiflorus (Munro) Mc Clure

12. Dinochloa scadens - Cangkoreh (Sunda)

13. Gigantochloa - Buluh apo (Sumatera

Achmadii Barat)

14. Gigantochloa apus Bambusa apus J.A. & Bambu tali

Kurz Schultes (Indonesia)

Gigantochloa Kurzii Gamble

15. Gigantochloa Gigantochloa verticillata Bambu hitam atroviolacea Widjaja (Willd) sensu Backer (Indonesia), Pring

wulung (Jawa), Awi 16. Gigantochloa atter Bambusa thouarsii Kunth Bambu ater

(Hassk) Kurz ex var atter Hassk (Indonesia), Pring Munro Gigantochloa verticillata benel, Pring jawa

(Wild) Munro sensu (Jawa), Awi temen

K.M. Wong (Kalimantan)

18. Gigantochloa Gigantochloa Awi lengka tali

hasskarliana (Kurz) hasskarlianum Kurz (Sunda), Bulok busi (Dayak), Buluh sorik (Tapanuli).

19. Gigantochloa levis Bambusa levis Blanco Pring peting

(Blanco) Gigantochloa (Banyuwangi), Buluh

scribneriana Merril suluk (Kalimantan Dinochloa curranii Selatan)

Gamble

20. Gigantochloa - Pring manggong

manggong Widjaja (Banyuwangi)

21. Gigantochloa Bambusa nigrociliata - nigrociliata (Buse) Buse oxytenan thera

nigroci liata Buse Munro

22. Gigantochloa pruriens - Buluh belangke,

Widjaja buluh regen (Karo),

Buluh yakyak (Gayo) 23. Gigantochloa Bambusa pseudoarun Awi andong besar,

Pseudoarundinacea dinacea Steudel Andong leutik, (Steudel) Widjaja Gigantochloa verticillata Andong kapas,

(Wild) Munro Andong batu (Sunda), Gigantochloa maxima Pring gombong, Pring

Kurz surat (Jawa)

24. Gigantochloa ridleyi - Tiying, Tiying aya

Holtum (Bali)

25. Gigantochloa robusta Gigantochloa verticillata Awi mayan (Sunda),

Kurz (Willd) Munro sensu Pring serit (jawa)

Backer

26. Gigantochloa - Buluh kapal

Scortechinii (Bengkulu)

27. Gigantochloa wrayi Gigantochloa kurzii Buluh dabo

Gamble Gamble (Sumatera)

28. Nastus elegntissimus - Awi eul-eul (Sunda)

29. Phyllostachys aurea Phyllostachys Pring cendani (Jawa), Carr. ex A & Riviere bambusoides Sieb & Awi uncue (Sunda)

Zucc. var aurea (A&C) Riviere Makino

Phyllostachys formosana Hayata

30. Schizostachyum Melocana zollinger Awi tamiyang blumei Ness Steudel var. longispi (Sunda)

culata Kurz ex Munro S. Longis piculatum (Kurz

ex Munro) Kurz

31. Schizostachyum - Bambu lemang

brachycladun Kurz kuning, Lemang hijau

(Indonesia), Buluh tolang, Buluh sero (Maluku), Pring lampar (Banyuwangi)

32. Schizostachyum - Buluh bungkok, buluh

caudatum Backer batu (Sumatera

selatan)

33. Schizostachyum - Buluh alor (Bintan)

Gracile

34. Schizostachyum - Buluh lemang

grandle Ridley (Sumatera)

35. Siraten steudel Schizostachyum biflorum Awi bunar (Sunda),

McClure Pring wuluh (Jawa)

36. Schizostachyum Schizostachyum Buluh suling latifolium Gamble longisipiculatum (Kurz ex (Sumatera utara)

Munro) Kurz sensu, Holtum ochlandran ridleyi Gamble, Schizostachyum ridleyi (Gamble) Holtum

37. Schizostachyum lima Bambusa lama (Blanco), Buluh toi (Maluku)

(Blanco) Schizostachyum hallieri

Gamble

Sumber : LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977) Identifikasi Bambu

Orang sering mengalami kesulitan dalam mengenal jenis bambu, karena kemiripan ciri-ciri morfologi yang ada. Bagi pakar taksonomi, perbungaan merupakan bagian terpenting untuk membedakan jenis tumbuhan, namun karena bambu jarang berbunga, maka cara lain mengidentifikasi bambu adalah menggunakan ciri morfologinya. Ciri morfologi bambu tersebut, misalnya rebung, pelepah buluh dan sistem percabangannya (Widjaja, 2001).

Ciri morfologi bambu dan istilah yang biasa digunakan dalam identifikasi (Widjaja, 2001) adalah:

(1) Akar rimpang

Akar rimpang ada di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang khas. Ada dua macam akar rimpang (Gambar 1.), yaitu pakimorf yang dicirikan oleh akar rimpang yang simpodial dan leptomorf yang dicirikan oleh akar rimpang yang monopodial.

Pakimorf-Simpodial Leptomorf-Monopodial Gambar 1. Akar rimpang (Widjaja, 2001).

(2) Rebung

Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Setiap bambu mempunyai ciri khas warna pada ujung rebung dan bulu-bulu pada pelepahnya.

(3) Buluh

Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh dibedakan berdasarkan ukuran ruas (panjang atau pendek), diameter, bentuk tumbuh (tegak atau merambat), keadaan buku-buku pada bagian pangkal buluh (halus atau kasar), keadaan permukaan ruas buluh muda (gundul atau lebat).

Pelepah buluh merupakan modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas, terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula. Pelepah buluh berfungsi untuk menutupi buluh ketika muda.

(5) Percabangan

Percabangan umumnya terdapat di atas buku-buku. (6) Helai daun dan pelepah daun

Helai daun bambu mempunyai daun yang sejajar seperti rumput dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang pendek atau bisa panjang. Kuping pelepah bisa berukuran besar, kecil atau tidak tampak. Kuping pelepah daun mempunyai bulu kejur yang panjang atau gundul.

Syarat Tumbuh Bambu

Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan. Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik di tempat yang sesuai umtuk pertumbuhannya. Menurut Berlian dan Estu (1995) faktor lingkungan tersebut meliputi kondisi iklim dan jenis tanah.

1. Iklim

Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar

8,8-36oC. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi, dengan ketinggian 0 sampai 2000 m dpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimal 1.020 mm/tahun dan kelembaban udara yang dikehendaki minimum 80%.

2. Tanah

Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai tanah ringan, tanah kering sampai tanah basah dan dari tanah subur sampai tanah kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan pH 3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.

Tipe Pertumbuhan

Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10 genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan sistem percabangan rimpang, genus tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh secara simpodial, termasuk didalamnya genus Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan Schizostachyum. Kedua, genus berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial (horizontal) dan bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun tersebar, diantaranya genus Arundinaria (Duryatmo, 2000).

Pemanfaatan Bambu

Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas, mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk

industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pada umumnya seluruh bagian dari bambu dapat kita manfaatkan yakni mulai dari akar, daun, rebung sampai pada batang. Adapun pemanfaatan bambu yang dilakukan dengan mengunakan teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi diantaranya adalah: bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan dan handicraft, supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen bangunan dan rumah, sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002).

Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan dalam dua hal yaitu:

1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu:

a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang pada bangunan rumah sederhana.

b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah, rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), sumpit, kerajinan tangan dan lain sebagainya.

c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja dan lain-lain.

2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi (Berlian dan Estu, 1995).

Menurut BAPEDAL (2010), manfaat bambu tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat ekonomi

b. Sebagai bahan dasar bagi kerajinan rakyat untuk membuat alat-alat rumah tangga seperti meuble, hiasan dan alat-alat dapur.

c. Memenuhi kebutuhan konsumen domestik dan mancanegara (Taiwan, Singapura dan Hongkong) yaitu sebagai alat bantu makan seperti sumpit dan pencukil gigi yang terbuat dari bambu.

d. Rebung bambu merupakan salah satu bahan pangan dari penduduk di Jawa Timur khususnya dalam bentuk sayuran bambu.

e. Bambu banyak dimanfaatkan pula sebagai bahan pembuatan pulp yang berkualitas tinggi.

f. Bambu dapat pula dipakai sebagai bahan obat-obatan. Ilmu pengobatan tradisional banyak menggunakan bambu sebagai bahan bakunya baik dari daun, kulit luar dan kulit dalam dari batang dan rebungnya. Contohnya rebung bambu kuning dapat digunakan untuk obat sakit kuning (Lever). 2. Manfaat ekologi (lingkungan hidup)

a. Bambu mempunyai pertumbuhan yang cepat, sistem perakaran yang kuat dan luas sehingga dapat mencegah erosi, tanah longsor dan banjir.

b. Penanaman bambu pada hamparan lahan kritis yang luas diharapkan akan dapat meningkatkan daya dukung lingkungan.

c. Sebagai tanaman yang memiliki total luas daun yang besar dan berbulu halus serta mempunyai jaringan akar yang luas, maka tanaman bambu dapat ikut menyerap dan mengikat berbagai bahan dan gas pencemar di udara, tanah dan air.

d. Asli dari Indonesia, sehingga bambu mempunyai peranan penting dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati.

e. Dengan bentuk dan jenisnya yang beranekaragam bambu dapat digunakan sebagai tanaman hias di perkotaan, sehingga dapat menambah keindahan dan kesejukan lingkungan.

f. Dalam komunitas yang luas bambu dapat menjadi habitat berbagai jenis satwa liar seperti burung, bajing dan lain-lain.

Bambu merupakan suatu ekosistem yang unik dengan fungsi bermacam-macam dan terdiri dari :

a) Fungsi hidrologis

Fungsi hidrologis yaitu menjaga ketersediaan sumber air tanah, sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya banjir, serta mempertahankan kelestarian lingkungan hidup.

b) Fungsi ekonomis

Fungsi ekonomis yaitu sebagai sumber bahan bangunan (tiang rumah, atap rumah dan dinding rumah), bahan kerajinan tangan, makanan, obat-obatan dan bahan selulosa pembuatan kertas serta produk ekonomis lainnya.

c) Fungsi sosial

Fungsi sosial ini berupa pemberian cuma-cuma bagi yang membutuhkannya, hal ini dapat dilihat dari pedesaan.

d) Fungsi pertahanan

Fungsi pertahanan ini dapat dikatakan sangat tradisional dan bersifat historis, yang dialami masyarakat pada jaman penjajahan.

Kelebihan Bambu

Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar akar yang memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Menurut Wahyudin (2008), setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan, antara lain:

1. Tumbuh dengan cepat

Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan karena dipanen. Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru.

2. Tebang pilih

Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas

bambu yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan regenerasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu yang sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan berjalan tetap.

3. Meningkatnya volume air bawah tanah

Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90%.

Kelemahan Bambu

Kelemahan bambu terdapat pada sifat dari keawetannya. Keawetan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu terhadap serangan rayap, kumbang bubuk atau hama bubuk dan jamur perusak bambu. Ketahanan alami bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu. Ketahanan bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun. Jika diawetkan usianya bisa mencapai 4-7 tahun dan dalam kondisi tertentu bisa mencapai 10-15 tahun (Swara, 1997).

Teknologi Pemanfaatan Bambu

Bambu yang telah ditebang adakalanya tidak langsung digunakan sehingga perlu disimpan terlebih dahulu. Cara penyimpanan bambu perlu diperhatikan agar bambu tidak cepat rusak karena hama atau jamur. Bambu sebaiknya disimpan di

tempat yang mempunyai pertukaran udara yang baik, kering dan tidak terpengaruh oleh angin atau hujan. Cara penyimpanan bambu yang baik adalah disandarkan pada dinding. Tempat penyimpanan yang terlalu lembab atau tempat terbuka dapat menurunkan kualitas bambu (Duryatmo, 2000).

Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai bambu antara lain: waktu tebang, umur saat tebang, kandungan pati, pengeringan, cara penyimpanan, iklim dan serangan organisme perusak. Serangan organisme perusak, misalnya bubuk kayu kering, jamur dan rayap merupakan kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan bambu. Akibat serangan itu, muncul cacat fisik berupa warna yang tampak kotor dan lapuk (Duryatmo, 2000).

Penebangan bambu sebaiknya dilakukan pada saat umur tanaman sudah cukup untuk ditebang/ dipanen, pada umumnya dilakukan setelah bambu berumur 3 tahun. Bambu yang ditebang pada usia yang belum cukup tua dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan yang besar. Di samping itu, dalam pemanenan bambu juga harus memperhatikan musim saat berkurangnya hama bambu. Biasanya hama bambu berkurang pada awal hingga akhir musim kemarau, yaitu pada bulan April sampai Juni. Pada musim kemarau, kandungan zat pati yang juga disukai oleh kumbang bubuk akan menurun akibat transpirasi (Berlian dan Estu, 1995).

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis bambu dan meningkatkan masa pakainya, maka perlu dilakukan pengawetan. Dalam pengawetan bambu dikenal dua metode pengawetan yaitu pengawetan bambu tanpa bahan kimia (metode tradisional) dan pengawetan bambu dengan bahan kimia. Metode pengawetan bambu tanpa bahan kimia dipandang cocok digunakan dalam pengawetan bambu.

Metode ini paling sering digunakan, mudah pelaksanaannya, ekonomis, serta bersahabat dengan lingkungan meskipun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode tersebut hanya efektif terhadap serangan bubuk kayu kering (Nandika dkk., 1994).

Pengeringan merupakan salah satu cara memperpanjang masa pakai bambu. Batang bambu yang telah ditebang sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan bambu yang baik adalah dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka atau di tempat yang teduh. Pengeringan langsung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung sebaiknya dihindarkan karena bambu akan retak sehingga mengurangi mutu (Berlian dan Estu, 1995).

Menurut Krisdianto dkk. (2000), beberapa teknologi pengawetan alami yang sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk metode perebusan).

1.Pengasapan

Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah terbukti keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap dapur yang senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu bertahan hingga 15 tahun.

2.Pelaburan

Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal, kapur dan minyak tanah. Caranya bahan-bahan tersebut dilaburkan pada potongan melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.

3.Perebusan

Metode ini akan membuat bambu resisten terhadap serangan organisme perusak. Pengawetan dengan perebusan dikaitkan dengan sifat zat pati. Menurut matangaran (1987) dalam Nandika dkk. (1994), zat pati pada bambu tidak hanya dapat terurai oleh enzim yang dihasilkan bakteri tetapi

Dokumen terkait