• Tidak ada hasil yang ditemukan

Erosi

Erosi atau pengikisan merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan – desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia. Air hujan yang mengenai permukaan tanah menyebabkan hancurnya agregat dan terlepasnya partikel tanah. Kondisi penghancuran agregat dan pelepasan partikel tanah dipercepat oleh daya penghancur dari air kemudian partikel tanah yang terlepas akan menyumbat pori tanah sehingga menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi air ke dalam tanah. Ada tiga proses yang bekerja secara beruntun dalam mekanisme erosi yaitu (a) penghancuran agregat dan pelepasanpartikel tanah dari massa tanah, (b) pengangkutan dan (c) pengendapan (Kartasapoetra dkk., 1995).

Sehubungan dengan itu dikenal dua macam erosi utama yaitu erosi normal dan erosi dipercepat. Erosi normal termasuk ke dalam tingkat bahaya erosi yang rendah dengan nilai <1 ton/hektar/tahun, sedangkan erosi dipercepat termasuk ke dalam tingkat bahya erosi sedang hingga sangat tinggi dengan nilai 1 - >10 ton/hektar/tahun. Erosi normal atau geological erosion merupakan proses pengangkutan tanah yang terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal dan mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses erosi geologi menyebabkan terjadinya sebagian bentuk permukaan bumi yang terdapat di alam. Erosi dipercepat atau accelerated erosion

adalah pengangkutan tanah dengan laju yang lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai

akibat perbuatan manusia yang menghilangkan tumbuhan penutup tanah(Arsyad, 2010).

Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam (a) erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah, (b) erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur – alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit – parit kecil dan dangkal, (c) erosi parit (gully erosion) adalah proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa, (d) erosi tebing sungai (river bank erosion) terjadi sebagai akibat pengkisan tebing sungai oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada belokan sungai, (e) longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar dan (f) erosi internal adalah terangkutnya butir – butir tanah kebawah ke dalam celah – celah atau pori – pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara (Arsyad, 2010). Adapun faktor – faktor yang menyebabkan dan yang mempengaruhi besar kecilnya erosi di suatu tempat, yaitu : (a) faktor iklim, (b) faktor tanah, (c) faktor bentuk kewilayahan (topografi), (d) faktor tanaman penutup tanah (vegetasi), dan (e) faktor kegiatan/perlakuan manusia (Kartasapoetra dkk., 1995).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi Iklim

Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat

Erosivitas hujan merupakan salah satu faktor yang mempunyai kemampuan dalam mengerosi tanah. Pada data curah hujan di daerah Kepahiang dalam kurun waktu sepuluh tahun (1999-2008) memiliki nilai erosivitas terendah pada bulan Juni dan memiliki nilai erosivitas tertinggi pada bulan Desember.Nilai erosivitas yang tinggi pada bulan Desember menunjukkan bahwa curah hujan memiliki peran yang sangat besar dalam erosi. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan suatu daerah, semakin besar pula kemungkinan erosi yang terjadi pada daerah tersebut. Pada lokasi 1 (yaitu tanah terdiri dari 3 lapisan, lapisan tanah/batuan di permukaan lereng merupakan tanah lapuk dan gembur, tanah pelapukan merupakan jenis tanah lempung pasiran yang cukup lemah dan memiliki porositas cukup tinggi, faktor panjang lereng yang sangat besar, kemiringan lereng yang sangat curam, faktor tindakan manusia (P) yang digunakan kontur cropping kemiringan >25%. Di daerah rawan gerakan tanah jalur lintas Bengkulu – Kepahiang.) diperoleh prediksi erosi tertinggi yaitu sebesar 120,39 ton/hektar/tahun (Febriani, 2013). Laju erosilahan tertinggi di DAS Bengkuluterjadi pada bulan Februari (0.421 mm/bulan) dan terkecil pada bulan September (0.023 mm/bulan)(Tunas, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Februari terjadi erosi lahan dengan ketebalan maksimum dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya. Fenomena ini disebabkan oleh curah hujan maksimum dan bulanan pada bulan Februari relatif besar dibandingkan dengan curah hujan maksimum dan bulanan pada bulanlain, sehingga menyebabkan tingkat erosivitas relatif besar.

Darmosakoro et al. (2001) menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit ditinjau dari kebutuhan airnya dapat tumbuh baik pada lahan dengan curah hujan yang cukup (1750 - 3000 mm/tahun) dengan penyebaran hujan yang merata

pengamatan secara umum di perkebunan kelapa sawit, pertumbuhan dan produksi tanaman akan mulai terpengaruh jika mengalami defisit air di atas 200 mm/thn. Tanah

Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda. Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat – sifat fisik dan kimia tanah. Sifat – sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) sifat – sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2) sifat – sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan penghancuran agregat tanah oleh tumbukan butir – butir hujan dan aliran permukaan.Adapun sifat – sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah (Arsyad, 2010).

Berdasarkan hasil uji laboratorium pada penelitian Surono dkk.,(2013),jenis tanah Inceptisol memiliki nilai erodibilitas yang paling tinggi karena faktor permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis tanah Ultisol dan Entisol. Permeabilitas tanah dalam hubungannya dengan erosi adalah berkenaan dengan laju infiltrasi, karena kapasitas laju infiltrasi tanah menentukan banyaknya air yang akan mengalir di permukaan sebagai aliran permukaan dan menyebabkan tanah lapisan atas mudah terbawa atau peka terhadap gerakan aliran permukaan, karena semakin besar kapasitas laju infiltrasi, maka semakin kecil laju aliran permukaan dan sebaliknya (Suripin, 2001).

Hasil uji laboratorium pada penelitian Surono dkk., (2013), juga menunjukkan bahwa tanah Inceptisol memiliki kandungan debu yang paling tinggi, yaitu 64,62% dibandingkan dengan contoh tanah Ultisol dan Entisol.

Tanah sangat peka terhadap erosi jika kandungan debu berkisar pada 40-60% (Dariah dkk., 2005). Kombinasi jumlah debu yang tinggi dan permeabilitas buruk menyebabkan nilai erodibilitas tanah Inceptisol jauh lebih tinggi dibandingkan contoh dari tanah Entisol dan Ultisol.

Hasil uji laboratoriumpada penelitian Surono dkk., (2013), menunjukkanbahwa nilai permeabilitas tanah jenis Entisol adalah tertinggi dibandingkan tanah Ultisol dan Inceptisol, hal ini terjadi karena komposisi pasir tanah Entisol tinggi, yaitu 50,05%, sehingga tanah mudah melewatkan air dan mengurangi terjadinya aliran permukaan. Sifat tanah Ultisol umumnyaadalah lapisan permukaan yang tercuciberwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horison akumulasi yang bertekstur relatif berat, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah dengan kandungan bahan organik rendah (Hardjowigeno, 1993).

Topografi

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang mempunyai pengaruh sangat besar padaaliran permukaan dan besarnya erosi yang terjadi pada setiap jenis penggunaan lahan yang ada. Nilai erosi minimum biasanya terjadi pada kawasan yang berlereng datar hingga landai. Sebaliknya, erosi maksimum umum dijumpai pada lereng curam hingga sangat curam. Hasil penelitan Surono dkk., (2013) menunjukan laju erosi Sub DAS Dumoga berkisar 0,39 - 16.800 ton/ha/tahun, laju erosi terendah terjadi pada lahan hutan dan sawah dengan kelerengan datar. Laju erosi tertinggi terjadi pada lahan ladang dengan kelerengan sangat curam.

aliran permukaan serta kecepatan aliran permukaan, dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan sehingga erosi yang terjadi akan menjadi lebih besar (Dewi dkk., 2012).

Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) menunjukan wilayah Sub DAS Dumoga yang mengalami erosi sangat berat mencapai 21.916,414 Ha dengan persentase 29,45%. Tingkat bahaya erosi sangat ringan mendominasi luas wilayah hingga 49,22% Sub DAS Dumoga. Faktor utama penyebab tingginya tingkat bahaya erosi yang sangat berat, adalah penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan kondisi topografi lahan tersebut. Penggunaan lahan dengan tingkat bahaya erosi sangat berat terjadi pada penggunaan ladang pada kelerengan > 40%, serta tidak diberlakukannya kaidahkonservasi pada lahan tersebut (Surono dkk., 2013). Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Oleh karena kebutuhan manusia akan pangan, sandang, dan pemukiman, maka semua tanah tidak dapat dibiarkan tertutup hutan dan padang rumput. Namun demikian, dalam usaha pertanian, jenis tanaman yang diusahakan mempunyai peranan penting dalam pencegahan erosi (Arsyad, 2010).

Pendugaan erosi pada variabel penggunaan lahan menunjukan hasil dimana jumlah erosi paling rendah terjadi pada lahan hutan, yaitu 0,39 ton/ha/tahun. Hal ini terjadi karena hutan memiliki struktur vegetasi yang berlapis. Air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah, akan tetapi tertahan lebih awal pada strata paling atas, terus ke strata kedua, sampai jatuh kepermukaan juga

Arachis pintoi adalah sejenis tanaman kacang-kacangan yang bentuknya hampir menyerupai tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea).Apabila penanamannya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan maka tanaman ini dapat mudah merambat sehingga dalam waktu tiga bulan sesudah ditanam akan dapat menutupi permukaan tanah. Pertumbuhannya merambat dan tingginya tidak lebih dari 25 cm dan dapat menutupi tanah dengan anyaman batang (shoot mat) yang rapat. Dengan demikian tanaman ini ideal untuk dijadikan sebagai tanaman penutup tanah. Apalagi karena kemampuannya menambat N2dari udara maka penggunaan Arachis sebagai penutup tanah dapat mengurangi bahkan meniadakan penambahan pupuk N untuk tanaman utama (Agus dkk., 2002).

Tanaman kelapa sawit dapat berperan sebagai tanaman konservasi atau pencegah erosi. Hal ini dikarenakan semakin bertambah umur kelapa sawit maka terjadi perubahan presentase ruang pori tanah yang semakin meningkat. Perubahan presentase ruang pori yang meningkat menunjukkan bahwa kemampuan tanah menyerap air semakin meningkat. Hal tersebut akan berdampak pada kemampuan tanah dalam menahan air (water holding capacity). Kemampuan inilah yang dapat mengurangi laju permukaan air sehingga erosi dapat diperkecil serta mengurangi kemungkinan terjadinya banjir(Harahap, 2007).

Manusia

Manusia memegang peranan dalam proses erosi. Peranan tersebut bersifat positif dan negatif. Peranan positif apabila tindakan manusia yang dilakukan dapat menekan besarnya kehilangan tanah dan berperan negatif apabila tindakan manusia yang dilakukan dapat meningkatkan bahaya erosi (Yunsetianto, 2003). Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan

baik atau dapat terjadi sebaliknya, antara lain luas tanah pertanian yang diusahakan, jenis dan orientasi usahataninya, status penguasaan lahan, tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi petani yang mengusahakannya, pertimbangan harga kebutuhan petani, sistem perpajakan, sumber modal yang diperlukan petani, infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan petani (Arsyad, 2010) Hidup kita sebagai manusia tentu akan terlibat dalam berbagai kebutuhan dan sebagian besar dari kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan bahan yang berasal atau dihasilkan dari tanah. Kebutuhan akan bahan pangan, papan, sandang dapat dikatakan kesemuanya dapat dipenuhi dengan segala jenis bahan yang berasal dan dihasilkan dari tanah. Akan tetapi manusia seringkali menganggap remeh terhadap tanah yang menjamin kelangsungan hidupnya, mengabaikan dan menelantarkan tanah itu setelah di luar batas kelayakan menguras apa yang diperoleh dari tanah. Faktor sosial ekonomi yang mendorong manusia untuk berbuat di luar batas kelayakan itu (Kartasapoetra dkk., 1995).

Metode Pendugaan Erosi

Wischmeier dun Smith (1978) mengembangkan suatu metodependugaan besarnya erosi tanah yang dikenal dengan nama USLE (Universal Soil Loss Equation). Menurut metode ini erosi tanah yang terjadi merupakan hasil kali faktor – faktor indeks erosi hujan (R), erodibilitas tanah (K).panjang dan kemiringan lereng (LS),tanaman dan pengelolaannya (C), dan tindakan pengawetan tanah (P). Erosiyang terjadi dirumuskan dalam persamaan :

A = R xK xL xS xC xP dimana :

K : adalah faktor kepekaan tanah. L : adalah faktor pajang lereng S : adalah faktor kecuraman lereng

C : adalah faktor vegetasi penutup tanah/pengolahantanaman P : adalah faktor tindakan konservasi tanah

Persamaan USLE merupakan cara yang praktis dan sederhanauntuk menghitung atau memprediksi erosi yang terjadi. Namun Wischmeier dan Smith (1978) menyatakan bahwa pendugaan besarnya erosi dengan metode ini tidak sepenuhnya benar karena metode ini tergantung pada ketelitian dalam menyatakan kondisi fisik dan pengelolaan lahan setempat ke dalam parameter-parameter persamaan metode ini.

Tindakan Konservasi Tanah Dan Air

Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Upaya konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur waktu aliran air agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2010).

Dalam upaya mengurangi erosi tanah atau mencegah erosi ini, hendaknya diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi, seperti antara lain faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan kegiatan manusia. Berdasarkan

faktor – faktor diatas, maka upaya pencegahan erosi atau usaha pengawetan tanah dapat dilaksanakan dengan teknologi atau cara – cara sebagai berikut :

a. Cara vegetatif (aplikasi tandan kosong, penanaman LCC, dan lainnya), b. Cara mekanik (pembuatan rorak, pembuatan tapak timbun dan lainnya), c. Cara kimia (soil conditioner dan lainnya).

(Kartasapoetra dkk., 1995).

Usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah (dan air) yang dilakukan dengan memanfaatkan cara vegetatif adalah didasarkan pada peranan tanaman, dimana tanaman – tanaman itu sebagai telah diterangkan mempunyai peranan untuk mengurangi erosi. Cara vegetatif atau cara memanfaatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah dalam

pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan – kegiatan sebagai berikut : (a) penghutanan kembali, (b) penanaman tanaman penutup tanah, (c) penanaman

tanaman secara garis kontur, (d) penanaman tanaman dalam strip, (e) penanaman tanaman secara bergilir, dan (f) pemulsaan atau pemanfaatan serasah tanaman (Kartasapoetra dkk., 1995).

Usaha pengendalian erosi dapat juga dilakukan dengan cara teknis mekanis walaupun pada kenyataannya cara ini membutuhkan pembiayaan yang besar dibanding dengan cara vegetatif, karena menyangkut pembuatan prasarana, seperti : (a) pembuatan jalur – jalur bagi pengaliran air, (b) pembuatan teras – teras, (c) pembuatan selokan, dan (d) melakukan pengolahan tanah. Akan tetapi walaupun jelas cara ini memerlukan biaya yang cukup yang besar, demi terhindarnya erosi yang akan mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar, maka cara ini sebaiknya diperhatikan (Arsyad, 2010).

Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiappenggunaan bahan-bahan kimia yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan alami. Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah pembenah tanah (soil conditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu),

sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide (PAM), vinylacetate maleic acid

(VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene (BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi (Subagyono dkk, 2003).

Salah satu usaha pertama dalam penggunaan senyawa organik sintetik sebagai soil conditionner dilakukan oleh van Bavel (1950dalam Arsyad, 2010), yang menyimpulkan bahwa senyawa organik sintetik tertentu dapat memperbaiki stabilitas agregat tanah terhadap air secara efektif, akan tetapi bahan yang digunakannya masih terlalu banyak sehingga terlalu mahal untuk diaplikasikan secara luas. Di antara beberapa macam bahan yang digunakannya adalah campuran dimethyl dichlorosilane dan methyl-trichlorosilane yang dinamainya MCS.Bahan kimia ini berupa cairan yang mudah menguap, dan gas yang terbentuk bercampur dengan air tanah.Senyawa yang terbentuk menyebabkan agregat tanah menjadi stabil (Arsyad, 2010).

Aplikasi tandan kosong sangat efektif pada daerahdaerahdengan topografi bergelombang sampai berbukit. Tandan kosong dapat menahan laju kecepatan air dan butir-butir tanah yang hanyut pada proses aliran permukaan (run-off),

sekitar aplikasi tandan kosong akan memicu pertumbuhan sistem perakaran terutama akar sekunder dan tersier. Dari kondisi ini akan diperoleh manfaat, yaitu perbaikan kondisi tanah melalui konservasi air dan tanah serta perbaikan terhadap sistem perakaran tanaman yang akan menunjang produktivitas tanaman (Simangunsong, 2011). Sifat tandan kosong sebagai soil conditioner tampak dengan adanya peningkatan kelembaban tanah yang diamati secara visual disekitar perakaran kelapa sawit (Darmosarkoro dan Winarna, 2001).

Penggunaan tanaman penutup tanah (Legume cover crops) yang rapat mampu menekan bahaya erosi sampai batas yang tidak membahayakan. Pada penelitian Lihawa dan Yuniarti (2013)prediksi tingkat erosi permukaan yang mungkin akan terjadi tanpa tindakan konservasi adalah 923,74 ton/ha/th, sedangkan pada lahan dengan tindakan konservasipenggunaan legum penutup tanah (LCC) adalah 53,58 ton/ha/th (sangat ringan). Hal ini dikarenakan untuk memprediksi erosi permukaan, nilai yang berubah hanya nilai pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi pada perkebunan kelapa sawit. Nilai C untuk perkebunan kelapa sawit adalah 0,5 dan untuk nilai tindakan konservasi yang akan dilakukan adalah 0,1 sehingga erosi dapat berkurang sampai batas yang tidak membahayakan.

Upaya pencegahan erosi dengan cara mekanik dapat berupa pembangunan rorak. Fungsi rorak adalah sebagai jebakan aliran permukaan yang mengalir searah lereng dan akan menampung massa tanah yang terikut dalam aliran permukaan tersebut. Pembangunan rorak di areal kelapa sawit umumnya dipadukan dengan aplikasi pelepah kelapa sawit. Upaya tersebut menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap perbaikan sifat – sifat tanah dan kehilangan massa tanah dibandingkan dengan aplikasi secara terpisah (Winarna dkk., 2000). Tindakan pengolahan tanah konservasi yang disertai pemberian mulsa nyata

meningkatkan kandungan bahan organik tanah sebesar 6,64% (Endriani, 2010). Aplikasi rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi TBS per blok atau per hektar (18,37ton/ha) dan berpengaruh paling besar dalam menekan hasil sedimen (55,5 kg)(Murtilaksono dkk., 2008).

Aplikasi teras gulud dan rorak yang dikombinasikan dengan lubang resapan meningkatkan jumlah pelepah daun, jumlah tandan. rataan berat tandan, dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tanaman contoh di setiap blok. Aplikasi teras gulud berpengaruh paling tinggi terhadap produksi TBS per blok atau per hektar (25,2ton/ha) dibandingkan produksi TBS pada perlakuan rorak (23,6 ton/ha) dan blok tanpa aplikasi konservasi tanah dan air atau kontrol (20,8 ton/ha) (Murtilaksono dkk., 2009).

Pembuatan tapak timbun bertujuan untuk menaikan permukaan tanah pada piringan kelapa sawit. Tapak timbun diaplikasikan pada piringan kelapa sawit yang mengalami penurunan tanah (sering terjadi pada tanah gambut) sehingga akar terbuka. Akar yang terbuka tidak dapat menyerap unsur hara pada tanah. Selain pada penurunan tanah, tapak timbun juga diaplikasikan pada kondisi piringan yang tergenang air. Kondisi piringan yang tergenang akan mempersulit proses panen serta pemupukan. Selain itu, genangan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan akar tanaman kelapa sawit busuk sehingga menghambat pertumbuhan serta mengurangi produksi kelapa sawit (Simangunsong, 2011).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di Indonesia yang memiliki potensi masa depan yang cerah. Keberhasilan budidaya kelapa sawit ditentukan oleh banyak faktor utama, terutamafaktor kesesuaian lahan yang mencakup kondisi tanah serta ketersediaan air.Kondisi tanah dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah.

Perkebunan kelapa sawit PT. Mutiara Bunda Jaya – Kebun IPBD yang terletak di Desa Balian Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang kurang sesuai untuk pertanaman kelapa sawitkarena penyebaran curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun, sehingga sering mengalami bulan kering yang panjang (Juli hingga Oktober) yang akan menyebabkan kekeringan (Marni, 2009), namun diluar bulan Juli hingga Oktober sering mengalami hujan sehingga dapat menyebabkan erosi. Adapun kendala umum pada lahan kering yaitu tanah peka terhadap erosi.

Erosi merupakan gejala alam yang wajar selama laju erosinya diimbangi dengan laju pembentukan tanah.Akan tetapi apabila terjadi erosi dipercepat, dimana laju erosi lebih cepat dari pada laju pembentukan tanah.Sehingga menyebabkan lahan dapat terdegradasiseperti hilangnya lapisan atas tanah yang subur untuk pertumbuhan tanaman yang menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktifitas.Dampak erosi juga akan menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, dan saluran irigasi.

Erosi perlu diketahui dengan memprediksi besarnya erosi menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Selain sederhana dan praktis,

metode ini sudah sering digunakan oleh penelitiseperti Surono dkk., (2013) dan Febriani (2013) untuk memprediksi erosi di Indonesia. Nilai erosi yang diperoleh menggunakan metode USLE selanjutnya dipergunakan untuk menentukan klasifikasi tingkat bahaya erosi, sehingga kerusakan lahan akibat erosi dapat dihindari sedini mungkin dengan tindakan konservasitanah dan air yang tepat.

PT. Mutiara Bunda Jaya – Kebun IPBD sudah melakukan beberapa upaya konservasi lahan seperti aplikasi TKKS, pembuatan tapak timbun, bangunan pintu air serta embung, namun dalam melakukan tindakan konservasi tersebut tidak didasari oleh data tentang erosi karena selama ini belum ada dilakukan penelitian tentang erosi di daerah tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa uraian diatas maka peneliti berkeinginan melakukan observasi tentang erosi di PT. Mutiara Bunda Jaya – Kebun IPBD.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat bahaya erosi melalui prediksi erosi menggunakan metode USLE dan arahan rekomendasi tindakan konservasi di Perkebunan Kelapa SawitPT. Mutiara Bunda Jaya – Kebun Inti Permata Bunda Dua, Desa Balian Kecamatan Mesuji Raya Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Kegunaan Penulisan

Sebagai sumber informasi mengenai tingkat bahaya erosi di Perkebunan Kelapa SawitPT. Mutiara Bunda Jaya – Kebun Inti Permata Bunda Dua, Desa Balian Kecamatan Mesuji Raya Kabupaten Ogan Komering Ilir dan sebagai

Dokumen terkait