• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia 2.1.1. Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). (Bakta, 2009)

2.1.2. Etiologi

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2009) 1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2.Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

2.1.3. Kriteria Anemia

Kriteria Anemia menurut WHO

Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL Wanita hamil Hb < 11 gr/dL

2.1.4. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009)

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

xviii

b. Anemia defisiensi asam folat c. Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan penggunaan besi

a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang a. Anemia aplastik b. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik B. Anemia akibat perdarahan

1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalasemia

- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

a. Anemia hemolitik autoimun

b. Anemia hemolitik mikroangiopatik c. Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2009) I. Anemia hipokromik mikrositer

xix

a. Anemia defisiensi besi b. Thalasemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemia sideroblastik

II. Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat d. Anemia akibat penyakit kronik e. Anemia pada gagal ginjal kronik f. Anemia pada sindrom mielodisplastik g. Anemia pada keganasan hematologik III. Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa b. Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik 2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

2.1.5. Gejala Anemia

1. Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.Gejala umum anemia ini timbul karena : (Bakta.2009)

a. Anoksia organ

b.Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen (Kaushansky, et al., 2010)

• Affinitas oksigen yang berkurang

Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan yang efisien, dilakukan dengan cara mengurangi affinitas hemoglobin

xx

untuk oksigen. Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan jumlah hemoglobin yang sama.

• Peningkatan perfusi jaringan

Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang berkurang pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi jaringan dengan mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis.

• Peningkatan cardiac output

Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang harus diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang lebih tinggi. Karena viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi vaskular selektif mengurangi resistensi perifer, cardiac output yang tinggi bisa dijaga tanpa peningkatan tekanan darah.

• Peningkatan fungsi paru

Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan frekuensi pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di lingkungan ke udara di alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak daripada cardiac output yang normal.

• Peningkatan produksi sel darah merah

Produksi sel darah merah meningkat 2-3 kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis, dan kadang-kadang sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi ini dimediasi oleh peningkatan produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada konsentrasi hemoglobin yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia yang berat.

Perubahan kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah seimbang.

xxi

Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7 gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada : (Bakta.2009)

a. Derajat penurunan hemoglobin b. Kecepatan penurun hemoglobin c. Usia

d. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

2.Gejala khas masing-masing anemia

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh: - Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis

angularis, dan kuku sendok (koilonychias)

- Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12

- Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali - Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3.Gejala penyakit dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena atritis rheumatoid.

2.1.6. Diagnosis Anemia

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahap-tahap dalam diagnosis anemia adalah: (Bakta.2009)

xxii

1. Menentukan adanya anemia 2. Menentukan jenis anemia

3. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia

4. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan.

2.2. Perubahan Hemodinamik pada Kehamilan

Penyesuaian hemopoesis merupakan salah satu dari perubahan yang mengambil tempat pada tubuh ibu selama kehamilan, semuanya untuk menyediakan pertumbuhan dan perkembangan dari embrio dan fetus. (Huch & Breymann, 2005)

Perubahan-perubahan ini mempengaruhi kemajuan kehamilan, dengan peningkatan sirkulasi dari feto-plasenta unit dan peningkatan kebutuhan oksigen dari tubuh ibu, plasenta dan perkembangan anak. (Huch & Breymann, 2005)

Walaupun ibu dan embrio atau fetus mempunyai sirkulasi darah yang terpisah, hemopoiesis individual, produksi eritropoetin dan regulasi hemopoiesis yang independen, tetapi anemia dan defisiensi oksigen pada ibu mempunyai pengaruh yang reaktif terhadap hemopoiesis fetus. (Huch & Breymann, 2005)

Volume darah ibu yang meningkat secara tajam selama kehamilan, terutama meningkat selama kehamilan ganda atau multiple dan pertambahan volume darah yang tidak cukup, atau tidak terjadinya hal tersebut mempunyai konsekuensi terhadap kehamilan dan perkembangan dari fetus. (Huch & Breymann, 2005)

Pertambahan volume darah total diikuti dengan peningkatan cardiac output ibu (peningkatan denyut jantung dan stroke volume), perfusi organ(

xxiii

terutama pada uterus) dan kapasitas vena. Secara ideal, volume darah harus diukur dengan rata-rata dari volume plasma dan massa eritrosit yang dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. (Huch & Breymann, 2005)

Peningkatan volume plasma selama kehamilan berkisar antara 20%-100%.

Peningkatan biasanya terjadi dimulai dari awal kehamilan, dan cenderung akan mencapai puncaknya pada minggu ke 25.Volume eritrosit juga meningkat selama kehamilan, tetapi lebih lambat daripada volume plasma. (Huch & Breymann, 2005)

Peningkatan fraksi plasma selama kehamilan lebih banyak dari eritrosit, ada pengurangan secara fisiologis konsentrasi Hb dan hematokrit.

Perubahan secara hematologi selama kehamilan yang normal dihubungkan dengan keseimbangan besi yang negatif.

Ferritin dianggap sebagai gold standard untuk menilai simpanan besi selama kehamilan. (Huch & Breymann, 2005)

2.3. Anemia pada Kehamilan 2.3.1. Definisi

Menurut WHO, dikatakan anemia bila kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dL selama kehamilan dan dibawah 10 gr/dL pasca melahirkan.

xxiv

Tabel 2.1 Pembagian Anemia menurut WHO

Kadar hemoglobin dalam mendiagnosa anemia (g/L)

Populasi Non- Anemia Anemia Ringan AnemiaSedang Anemia Berat Anak2 (usia6-59 bulan)

Anak2(usia 5-11 tahun) Wanita tidak hamil (usia ≥ 15 tahun) Wanita hamil Laki2 ( ≥ 15 tahun) 110 100-109 70-99 <70 115 110-114 80-109 <80 120 110-119 80-109 <80 110 100-109 70-90 <70 130 110-129 80-109 <80

WHO, 2011. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anemia and assessment of severity, pp. 1-6.

Menurut CDC(2011),dikatakan anemia bila kadar hemoglobin dibawah 11 gr/dL selama minggu 1-12 kehamilan dan minggu 29-40 kehamilan , dan dibawah 10,5 gr/dL selama minggu 13-28 kehamilan.

2.3.2. Etiologi

Anemia pada wanita hamil 95% diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan karena peningkatan kebutuhan zat besi selama masa kehamilan. (Huch & Breymann, 2005)

2.3.3. Akibat dari anemia

Kelainan apapun yang menyebabkan anemia meningkatkan resiko kehamilan yang abnormal dan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi yang tinggi. Menurut WHO, anemia dihubungkan dengan 40% kematian ibu di seluruh dunia.

xxv

Anemia dapat menyebabkan hal-hal dibawah ini : (Huch & Breymann, 2005)

Fatique, exhaustion, kelemahan, “kurang energi” • Gejala-gejala kardiovaskular (seperti palpitasi) • Pucat, pada membran mukosa dan konjuntiva • Takikardia, hipotensi

• Hipertropi jantung pada kasus kronik 2.3.4. Anemia Fisiologis pada Kehamilan

Anemia fisiologis pada kehamilan adalah normokromik dan normositik. Oleh karena itu, jika wanita hamil mempunyai anemia mikrositik dan hipokromik, penyebab nonfisiologis perlu di pikirkan.( Means Jr, 2009)

Peningkatan dari volume plasma adalah penyebab anemia fisiologis pada kehamilan. Volume plasma yang meningkat mengurangi hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan jumlah eritrosit disirkulasi tapi tidak mengurangi jumlah absolut dari hemoglobin atau jumlah eritrosit pada keseluruhan sirkulasi. Volume plasma mulai dari minggu ke-6 kehamilan meningkat tidak sesuai dengan jumlah sel darah merah. Biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke-24 kehamilan tapi bisa juga meningkat terus hingga minggu ke-37 kehamilan. Pada puncaknya, volume plasma lebih tinggi 40% pada wanita yang hamil dibandingkan pada wanita yang tidak hamil.( Means Jr, 2009)

Pengurangan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan jumlah eritrosit disirkulasi terlihat nyata pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan pengurangan berlanjut sampai minggu ke-16 dan ke-22 kehamilan ketika ekuilibrium baru dicapai.( Means Jr, 2009)

Selama kehamilan, biasanya dijumpai peningkatan jumlah sel darah merah 15%-25% tetapi tidak terlihat akibat adanya efek dilusi oleh

xxvi

peningkatan volume plasma. Biasanya akan lebih terlihat peningkatan jumlah sel darah merah jika diberi suplemen zat besi.( Means Jr, 2009)

Volume plasma maternal secara umum berkurang selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan secara konsekuen hematokrit, hemoglobin, dan jumlah eritrosit disirkulasi meningkat. Volume darah maternal secara umum kembali ke level sebelum kehamilan dalam 1-3 minggu setelah melahirkan.( Means Jr, 2009)

2.3.5. Jenis-Jenis Anemia pada Kehamilan • Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi zat besi paling sering dijumpai pada kehamilan dan diketahui merupakan penyebab anemia non fisiologis yang paling sering selama kehamilan. Prevalensi defisiensi zat besi berkisar antara 16%-55% pada wanita hamil selama trimester ketiga kehamilan. Hal ini sebagian menunjukkan penggunaan zat besi oleh fetus, sebagian lagi mencerminkan defisiensi zat besi yang telah ada sebelumnya. .( Means Jr, 2009)

Kriteria biasa untuk mendiagnosis defisiensi zat besi dianggap valid juga untuk kehamilan termasuk: ( Means Jr, 2009)

1. Pengurangan Mean Corpuscular Volume (MCV) 2. Pengurangan saturasi serum transferrin menjadi 16% 3. Pengurangan konsentrasi serum transferrin.

• Anemia Defisiensi Folat

Anemia makrositik pada kehamilan lebih sering megaloblastik dan kebanyakan kasus merupakan akibat dari defisiensi asam folat. Anemia megaloblastik selama kehamilan mulai lebih sering pada trimester ketiga atau segera setelah melahirkan. Pada anemia

xxvii

megaloblastik, dijumpai peningkatan MCV dengan makrosit oval dan granulosit yang hipersegmentasi.( Means Jr, 2009)

Kebutuhan folat meningkat selama kehamilan, dan diet dari kebanyakan wanita hamil tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Prevalensi wanita hamil yang defisiensi folat berkisar antara 1%-50%. Tidak semua pasien yang konsentrasi folat serum rendah mengalami anemia megaloblastik. Pada pasien yang mengalami, biasanya konsentrasi folat rendah pada waktu awal kehamilan.( Means Jr, 2009)

• Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik bisa muncul pada wanita hamil seperti pada wanita yang tidak hamil. Pada kenyataannya, kehamilan dapat memperparah penyakit anemia hemolitik autoimun.

Anemia hemolitik jelas terlihat pada trimester ketiga kehamilan dan pada kebanyakan kasus dan berhenti pada bulan kedua setelah melahirkan, kadang-kadang lebih lama sekitar 4-5 bulan.( Means Jr, 2009)

• Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan anemia yang jarang terjadi selama kehamilan. Observasi menunjukkan hampir 25% dari individu yang mengalami anemia aplastik mengalami remisi spontan setelah melahirkan.( Means Jr, 2009)

• Anemia Sideroblastik

Terdapat sedikit sekali kasus anemia sideroblastik yang onsetnya selama kehamilan. Beberapa kasus menunjukkan anemia sideroblastik idiopatik, sedangkan yang lain muncul akibat kehamilan dan mungkin muncul dengan kehamilan selanjutnya.

xxviii

Kehamilan dengan anemia sideroblastik respon terhadap imunosuppresi tetapi juga bisa mengalami remisi spontan setelah melahirkan. ( Means Jr, 2009)

2.3.6. Penatalaksanaan anemia pada kehamilan

Sebenarnya dengan pemberian nutrisi yang adekuat anemia dapat dicegah, tetapi dengan pemberian tablet sulfas ferosus(sediaan 300 mg), tablet asam folat(50 µg) maupun suplemen-suplemen lainnya. (Cunningham, et al., 2010)

2.4. Antenatal Care

Antenatal didesign pada awal 1900an tujuannya untuk mengurangi angka kematian ibu yang tinggi. Vintzileos dkk(2002) melaporkan bahwa antenatal care dihubungkan dengan angka kelahiran prematur yang rendah dan kematian bayi baru lahir yang dihubungkan dengan kondisi-kondisi beresiko tinggi termasuk plasenta previa, pertumbuhan janin terhambat, dan kehamilan postterm. Kepentingan dari antenatal care dideskripsikan oleh American Academy of Pediatrics and the American College of Obstetricians and Gynecologists (2007) sebagai program antepartum yang melibatkan pendekatan yang terkoordinasi untuk masalah medis dan dukungan psikososial yang secara optimal mulai sebelum konsepsi dan berkelanjutan hingga masa antepartum. (Cunningham, et al., 2010)

Antenatal care harus dimulai ketika ada kemungkinan hamil. Tujuan utamanya adalah : (Cunningham, et al., 2010)

1. Mengetahui status kesehatan ibu dan fetus 2. Memperkirakan usia kehamilan

xxix

Kunjungan antenatal telah secara tradisional dijadwalkan pada selang waktu antara minggu ke-4 kehamilan sampai minggu ke-28 kehamilan dan kemudian setiap 2 minggu sampai minggu ke-36 kehamilan dan setelahnya seminggu sekali. Wanita dengan kehamilan yang mempunyai komplikasi perlu melakukan kunjungan pada selang waktu antara 1-2 minggu. (Cunningham, et al., 2010)

Penilaian selama antenatal care (Cunningham, et al., 2010)

Fetus:

• Denyut jantung • Perkembangan janin

• Air ketuban maupun plasenta • Aktivitas

• Bagian terbawah fetus dan letak terbawah fetus

Ibu:

• Tekanan darah

• Hemoglobin, Kadar gula darah • Berat badan

• Gejala-gejala, seperti sakit kepala, nyeri perut, mual dan muntah, perdarahan, kebocoran cairan dari vagina dan disuria

• Tinggi fundus uteri dari simfisis dalam cm

• Pemeriksaaan vagina pada kehamilan akhir yang akan memberikan informasi berharga:

1. Konfirmasi bagian terbawah dan letak terbawah fetus 2. Perkiraan kapasitas pelvis dan konfigurasi secara umum 3. Konsistensi, mendatarnya serviks dan dilatasi dari serviks.

xxx

Hal-hal tersebut akan membantu kita mendeteksi komplikasi yang timbul dari kehamilan misalnya preeklampsia, diabetes gestational, anemia dalam kehamilan. Sehingga, dapat dilakukan penanganan yang sesuai agar tidak membahayakan keadaan fetus dan ibu. (Cunningham, et al., 2010)

2.5. Pemeriksaan Hb Sahli

Prosedur pemeriksaan (Widjaya, et al., 1997) 1. Isi tabung sampai tanda 2g dengan 0,1 N HCl.

2. Bersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70%. Tunggu kering lalu ambil darah dengan menusuk ujung jari dengan lanset steril. Bersihkan tetesan darah yang pertama keluar.

3. Hisap darah hingga tanda 0,02 mL dengan pipet Sahli. 4. Bersihkan darah yang tertinggal di luar pipet.

5. Tambahkan darah ke dalam HCL. Campurkan darah dan HCl secara berulang dengan menyedot dan menyemprotkan campuran dengan pipet beberapa kali.

6. Biarkan HCl dan darah selama 5 menit.

7. Letakkan tabung pada pemegang tabung dari skala yang berwarna. 8. Jika warna larutan sama atau lebih mudah dari warna pembanding,

kadar hemoglobin 4 gr/dL atau kurang.

Jika warna larutan lebih tua dari warna standard,tambahkan aquabidest setetes demi setetes, aduk dengan batang pengaduk dan bandingkan dengan warna pembanding.

9. Tambahkan aquabidest sampai warna larutan sama dengan warna pembanding.

xxxi

Dokumen terkait