• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum adalah gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu penulisan hukum yang bertujuan untuk membantu para pembaca agar dapat dengan mudah memahami dan menelaah uraian-uraian yang disajikan. Penulisan hukum ini dibagi dalam empat bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian.

Adapun sistematika penulisan hukum adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah yang mendiskripsikan mengenai segala sesuatu yang menjadi alasan perlunya permasalahan diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang kajian pustaka atau teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti dan kerangka pemikiran yang menggambarkan kerangka logika berpikir mengenai timbulnya permasalahan, pokok permasalahan, serta pemecahannya.

BAB IIII HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi Data

commit to user

Berisi tentang hasil penelitian yang penting dan relevan berupa data-data primer maupun sekunder yang diperoleh di lokasi penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh kemudian dilakukan pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan, kerangka teori, kerangka pemikiran dengan teknik analisis yang telah ditentukan dalam metode penelitian.

BAB IV PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan yang dirumusakan secara singkat dan jelas menjawab rumusan masalah yang harus sinkron dengan pembahasan serta rumusan masalah dan saran sebagai alternative solusi atas masalah yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penyelidikan dan Penyidikan a. Penyelidikan

1) Pengertian Penyelidikan

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan berarti serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Menurut Yahya Harahap “Penyelidikan sebagai tindakan tahap pertama permulaan penyidikan yang.merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi penyidikan” (Yahya Harahap, 2002 : 101).

2) Pejabat Penyelidik

Pihak yang melakukan penyelidikan disebut penyelidik. Menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP, “Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan”.

3) Kewajiban dan Wewenang Penyelidik

Kewajiban dan wewenang penyelidik dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu :

a) Kewajiban dan wewenang berdasar hukum, diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP. Terdiri dari :

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya suatu tindak pidana

(2) Mencari keterangan dan barang bukti.

(3) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.

commit to user

(4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

b) Kewajiban dan wewenang yang bersumber dari perintah penyidik, diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b. Terdiri dari (1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

penggeledahan, dan penyitaan (2) Pemeriksaan dan penyitaan surat

(3) Mengambil sidik jari dan memotret seorang.

(4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. Atas pelaksanaan tindaan-tindakan yang disebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b KUHAP, maka penyelidik wajib membuat dan menyampaikan laporan tertulis hasil pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut

b. Penyidikan

1) Pengertian Penyidikan

Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Menurut Yahya Harahap “Penyidikan menitik beratkan pada tindakan mencari dan mengumpulkan bukti agar tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta agar dapat menemukan dan menentukan pelaku tindak pidana” (Yahya Harahap, 2002 : 109).

Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan yaitu :

a) Ketentuan tentang alat-alat penyidik

b) Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik. c) Pemeriksaan di tempat kejadian.

commit to user

d) Pemanggilan tersangka atau terdakwa. e) Penahanan sementara.

f) Penggeledahan.

g) Pemeriksaan atau interogasi.

h) Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat).

i) Penyitaan.

j) Penyampingan perkara.

k) Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah, 2001 : 118).

2) Wewenang Penyidik

Pasal 7 KUHAP menyebutkan mengenai wewenang penyidik, yaitu :

a) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana

b) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka.

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

e) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. f) Mengambil sidik jari dan memotret seorang.

g) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

i) Mengadakan penghentian penyidikan.

j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

commit to user 3) Pejabat Penyidik

Penyidik yaitu orang yang melakukan penyidikan, yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) KUHAP. Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

4) Kepangkatan Pejabat Penyidik

Sesuai Pasal 6 ayat (1) KUHAP, sedang dalam ayat (2) ditentukan bahwa syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) KUHAP dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP dapat disebutkan bahwa syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia itu sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi (Ajun Inspektur Polisi), sedangkan bagi Pegawai Negeri yang diberi wewenang penyidikan adalah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I/Gol II b atau yang disamakan dengan itu.

5) Tindakan Penyidikan

Tindakan penyidikan adalah tindakan mencari dan menemukan semua peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana, dimana titik beratnya diletakan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.

Pekerjaan penyidikan dimaksudkan sebagai suatu persiapan kearah pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam taraf penyidikan diharapkan segala kegiatan untuk memperoleh

commit to user

jawaban sementara atas pertanyaan apakah telah terjadi suatu perbuatan pidana, dan jika demikian siapa pelakunya, dimana dan dalam keadaan bagaimana perbuatan pidana itu dilakukan. Apabila dalam penyidikan ini didapat hasil yang diharapkan dapat memberi jawaban atas pertanyaan tersebut diatas maka tindakan dapat diteruskan dalam wujud penyidikan lanjutan. Penyidikan yang baik yang hasilnya telah diuji dengan hukum pembuktian menurut undang-undang, akan sangat membantu pada berhasilnya pekerjaan penuntutan. Polisi dengan segala kelengkapannya penyidikan dan pengusutannya diharapkan dapat memperlancar tugas penyelesaian pengajuan perkara pidana ke pengadilan yang akan dilakukan oleh kejaksaan.

“Tugas penyidikan dan tugas penuntutan dalam suatu proses penyelesaian perkara pada hakekatnya juga menggambarkan bahwa tugas penyidikan adalah tidak lain daripada tindakan persiapan tugas penuntutan” (Soehardi, 1993: 128).

Penyidikan dapat berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan, maupun penahanan orang, yang kesemuanya erat hubunganya dengan hak asasi seseorang. Memang tidak dapat disangkal lagi, bahwa dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan tidak dilakukan di muka umum sebagaimana dalam sidang pengadilan. Sehubungan dengan itu dalam penyidikan ini, perlu adanya aturan-aturan untuk menjaga agar jangan sampai timbul ekses-ekses selama pemeriksaan dalam penyidikan.

Apabila penyidikan telah selesai dilakukan, maka penyidik melimpahkan perkara tersebut kepada Penuntut Umum. Pelimpahan perkara berarti penyerahan tanggungjawab atas penanganan perkara itu dari penyidik kepada Penuntut Umum.

commit to user

tersangka/tersangka bersama-sama berkas perkara oleh penyidik kepada penuntut umum (Darwan Prinst, 1998: 86).

Penyerahan ini dilakukan dua tahap yakni :

1) Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; 2) Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik

menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Jika pada penyerahan tahap pertama, penuntut umum berpendapat bahwa berkas kurang lengkap maka ia dapat (Darwan Prinst, 1998: 86) :

1) Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk.

2) Melengkapi sendiri, berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1991.

Penyidikan dimulai setelah penyidik menggunakan wewenang penyidikan seperti yang tercermin dalam Pasal 7 KUHAP dan dalam tindakan penyidikan itu secara langsung telah melibatkan hak-hak orang yang disangka melakukan tindak pidana, baik mengenai kebebasannya, nama baiknya maupun mengenai harta kekayaannya. Oleh karena itu di satu sisi tersangka berhak memperoleh hak-haknya selama penyidikan dan penyidik dapat melakukan tugasnya dengan mempertimbangkan hak-hak tersangka. Hal ini diperhatikan dalam hubungannya dengan titik fokus pemeriksaan yakni oknum tersangka, dan dari tersangkalah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, namun terhadapnya harus diperlakukan berdasar asas praduga tak bersalah.

Penjatuhan pidana merupakan suatu mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada putusan pidana dijatuhkan

commit to user

oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat pelaksana pidana. Dilihat dari pengertian pidana dalam arti luas itu (yaitu pidana dilihat sebagai suatu proses), maka “kewenangan penyidikan” pada hakikatnya merupakan bagian juga dari “kewenangan pemidanaan”. Tindakan-tindakan hukum dalam proses penyidikan (antara lain : penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan/interogasi)

2. Tinjauan Umum tentang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) a. Pengertian BAP

Sesuai dengan KUHAP pada bab XVI bagian ketiga tentang acara pemeriksaan biasa, bagian keempat tentang pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa, bagian kelima acara pemeriksaan singkat, bagian keenam tentang acara pemeriksaan cepat. Dalam bab tersebut diterangkan mengenai mekanisme penanganan tindak pidana. Dalam hal ini unsure terpenting dari proses tersebut adalah dengan adanya suatu ringkasan keterangan saksi dan atau tersangka yang dikemas dalam suatu bentuk Tanya jawab dan disusun oleh penyidik / penyidik pembantu dalam format yang telah baku sesuai dengan juklak / juknis yang pelaksanaannya diatur oleh Perkap No. 12/ 2009.

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah suatu proses pemeriksaan yang menceritakan alur dari suatu peristiwa atau kejadian baik itu yang disaksikan oleh orang yang melihat ( saksi ) maupun orang yang melakukan tindak pidana tersebut( tersangka ). BAP tersebut bisa menceritakan atau menggambarkan suatu rangkaian peristiwa secara jelas dan urut serta dapat menjelaskan suatu kejadian.

b. Jenis Berita Acara Pemeriksaan ( BAP )

Sesuai dengan Juklak / Juknis yang diatur oleh Perkap No. 12/ 2009. Jenis Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) terbagi dalam :

commit to user

1) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Saksi

BAP Saksi adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang disampaikan oleh seorang saksi kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi maupun pejabat yang berwenang memberikan tanda tangannya.

2) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Saksi Ahli

BAP Saksi Ahli adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang Pendapat yang disampaikan oleh seorang saksi ahli kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi ahli maupun pejabat yang berwenang memberikan tanda tangannya.

3) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Tersangka

BAP Tersangka adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang disampaikan oleh Seorang Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik tersangka maupun pejabat yang berwenang memberikan tanda tangannya.

4) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Lanjutan

BAP Lanjutan adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan lanjutan yang disampaikan oleh Seorang Saksi/ Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi /tersangka maupun pejabat yang berwenang memberikan tanda tangannya.

5) Berita Acara Pemeriksaan ( BAP ) Konfrontir

BAP Konfrontir adalah suatu format baku yang telah diatur oleh Juklak/ Juknis dan memuat tentang keterangan yang

commit to user

disampaikan secara bersama – sama oleh dua orang atau lebih Saksi/ Tersangka kepada pejabat Kepolisian yang berwenang dan kemudian pada bagian akhir Berita Acara Pemeriksaan tersebut baik saksi / tersangka maupun pejabat yang berwenang memberikan tanda tangannya.

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Pasal 338 KUHP menentukan "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun", memperhatikan Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur yang terkandung di dalamnya yaitu : a. Unsur subyektif, atau dengan sengaja

b. Unsur obyektif, atau menghilangkan, atau nyawa atau orang lain. Memperhatikan Pasal 338 KUHP tersebut dengan sengaja jelas terpenuhi, dimana pelaku tindak pidana pembunuhan melakukan perbuatan tersebut ada maksud-maksud tertentu, dengan demikian jelas bahwa tindak pidana pembunuhan itu sendiri dilakukan dengan sengaja. Unsur menghilangkan juga terpenuhi dimana tindak pidana pembunuhan sebagai suatu perbuatan pidana dimaksudkan untuk menghilangkan sesuatu. Unsur nyawa juga terpenuhi, dimana perbuatan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud menghilangkan sesuatu, sesuatu yang dimaksud adalah nyawa.

Unsur orang lain juga terpenuhi, dimana nyawa yang dihilangkan itu tidak lain adalah nyawa orang lain. Bila nyawa yang dihilangkan itu adalah nyawa diri sendiri, maka perbuatan tersebut adalah perbuatan bunuh diri.

Mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 338 KUHP telah terpenuhi, maka jelas bahwa tindak pidana pembunuhan sebagai perbuatan pidana dapat diidentifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan dengan sengaja. Hal ini tergantung dari awal dan

commit to user

pelaksanaan perbuatan tindak pidana pembunuhan tersebut. Dalam arti bila perbuatan tindak pidana pembunuhan tersebut dilakukan yang sebelumnya diawali dengan perbuatan pidana lainnya, maka tindak pidana pembunuhan tersebut masuk kategori tindak pidana pembunuhan dengan pemberatan. Bila diidentifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan dengan pemberatan, maka pelaku carok dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP.

Selain dapat diidentifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan dengan pemberatan, tindak pidana pembunuhan dapat juga diidentifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu. Adapun yang dimaksud dengan perencanaan terlebih dahulu bila untuk melakukan tindak pidana pembunuhan itu pelaku telah menyusun keputusannya secara tenang. Selain itu pelaku juga telah mempertimbangkan tentang kemungkinan-kemungkinan dan tentang akibat-akibat dari tindakannya. Antara waktu seorang pelaku menyusun rencananya tersebut selalu harus terdapat jangka waktu tertentu. Bila demikian kenyataannya, maka pelaku tindak pidana pembunuhan dapat diancam dengan pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, yang diatur dalam Pasal 340 KUHP.

Mengingat dalam pembahasan skripsi ini berawal dari adanya tindak pidana pembunuhan berencana, maka pembunuhan yang hendak diuraikan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain secara umum, yaitu yang diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang berbunyi :

“ barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. “

commit to user

A. Kerangka Pemikiran

Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu bagan seperti berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Proses penanganan suatu perkara pidana bermula dari terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Dalam

Perkara Pembunuhan Berencana No.Pol : BP/113/IV/2005/Reskrim Proses Penyelidikan Oleh Polresta Surakarta Dapat Dilakukan Penyidikan Tidak Dapat Dilakukan

Penyidikan

Proses Penyidikan Oleh Polresta Surakarta

Penetapan Tersangka/Pelaku Tindak Pidana Kejelasan Hukum Atas

Kejahatan Pembunuhan Berencana

commit to user

penelitian ini tindak pidana yang diteliti adalah kejahatan pembunuhan berencana. Sedangkan proses penanganan perkara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah proses penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara pidana pembunuhan berencana No.Pol : BP/ 113 /IV / 2005 /Reskrim di Polresta Surakarta.

Polisi sebagai penyelidik melakukan tindakan awal berupa penyelidikan karena adanya dugaan bahwa telah terjadi suatu kejahatan pembunuhan berencana. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan pembunuhan berencana yang diduga sebagai tindak pidana. Pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana tersebut berguna untuk menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa kejahatan pembunuhan berencana yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak.

Dari proses penyelidikan tersebut kemudian ditemukan adanya bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindakan lanjut berupa penyidikan. Dengan adanya bukti permulaan yang cukup tersebut kemudian penyidik melakukan serangkaian proses penyidikan antara lain dengan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka serta saksi-saksi. Dari hasil pengumpulan bukti - bukti tersebut maka tindak pidana kejahatan pembunuhan berencana tersebut menjadi jelas serta dapat menetapkan tersangkanya sebagai pelaku tindak pidana kejahatan pembunuhan tersebut.

commit to user BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Penyidikan sebagai Upaya Penyelesaian Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Polresta Surakarta

1. Gambaran Lokasi

a. Struktur organisasi Reserse Kriminal Polresta Surakarta

KAUR BIN OPS

ANGGOTA KANIT IDENTIFIKASI ANGGOTA KAUR MINTU ANGGOTA KANIT I / RESUME KASUB UNIT ANGGOTA KANIT II/ EKONOMI KASUB UNIT ANGGOTA KANIT III/ TIPIKOR KASUB UNIT ANGGOTA KANIT IV / TIPITER KASUB UNIT ANGGOTA KANIT V / KORWAS KANIT VI / PPA KASUB UNIT KASUB UNIT ANGGOTA ANGGOTA KASAT RESKRIM WAKASAT RESKRIM 23

commit to user

Pejabat Reserse Kriminal Polresta Surakarta.

Kepala Satuan Reskrim : Kompol Edhei Sulistyo, SH.MH Wakil Kepala Satuan Reskrim : AKP Sugeng Dwiyanto

Kepala Unit Identifikasi : AKP Sri Hartoyo, SH Kepala Urusan Pembinaan dan

Operasional : IPDA Petra C. K Tumengkol, SH

Kepala Urusan Administrasi

Tata Usaha : AIPTU Eko Santoso

Kepala Unit Resume : AKP Sutoyo S, S.Sos

Kepala Unit Ekonomi : AKP Suwanto

Kepala Unit Tindak Pidana

Korupsi : AKP Dwi Haryadi, SH.MH

Kepala Unit Tindak Pidana

Tertentu : AKP Budi Rahmadi, SH.MH

Kepala Unit Koordinator dan

Pengawasan : AKP Bambang Kadarisman

Kepala Unit Perlindungan

Perempuan dan Anak : AKP Sri Rahayu

b. Tugas dan Wewenang

Melakukan kegiatan-kegiatan pokok dalam rangka penyidikan tindak pidana dalam Bujuklak ini dapat digolongkan sebagai berikut :

1).Penyidikan tindak pidana meliputi : a) Penyelidikan b) Penindakan (1) pemanggilan (2) penangkapan (3) penahanan (4) penggeledahan c) Pemeriksaan (1) Saksi

commit to user

(2) Ahli (3) Tersangka

d) Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara (1) Pembuatan Resume

(2) Penyusunan Berkas Perkara (3) Penyerahan Berkas Perkara 2). Dukungan Tehnis Penyidikan 3). Administrasi Penyidikan

4). Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan

Dalam hal pengawasan dan pengendalian penyidikan yang dilakukan oleh Penyidk/ Penyidik Pembantu dilakukan oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal selaku Penanggung jawab fungsi Reskrim

2. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana di Polresta Surakarta dengan tersangka CANDRA SUTRISNO al LIEM BUN SAN al BABAHE

a. Diketahuinya terjadinya tindak pidana pembunuhan

Berdasarkan teori, maka ada beberapa cara Penyidik mengetahui adanya tindak pidana, yaitu berdasarkan :

1). Laporan

Yaitu pemberitahuan yang disampai oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Laporan diterima dari seseorang baik tertulis maupun lisan dicatat oleh penyidik / penyidik pembantu / penyelidik kemudian dituangkan dalam Laporan Polisi yang ditanda tangani oleh pelapor dan penyidik / penyidik pembantu / penyelidik.

Setelah selasai penerimaan laporan, kepada pelapor diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan.

commit to user

2). Pengaduan

Yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan ( delik aduan relative ) yang merugikannya.

Pengaduan bisa dilakukan baik secara lisan atau tertulis dan terhadap pengaduan tersebut harus dibuatkan laporan pengaduan oleh Pejabat Kepolisian yang berwenang. Setelah selesai dibuatkan Laporan Pengaduan kepada pengadu diberikan tanda bukti penerimaan pengaduan.

3). Tertangkap tangan

Yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan sengaja, sesudah, beberapa saat tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian dan padanya ditemukan benda yang diduga keras sebagai hasil kejahatan atau dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

Dalam hal tertangkap tangan, setiap petugas Polri tanpa Surat Perintah dapat melakukan tindakan :

- Penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan melakukan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab. - Segera melakukan tindakan pertama di TKP dan setelah

menyerahkan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada petugas Polri yang berwenang melakukan penanganan selanjutnya.

commit to user

Petugas Polri yang berwenang apabila menerima penyerahan tersangka beserta atau tanpa barang bukti baik dan anggota Polri maupun masyarakat, wajib :

- Membuat Laporan Polisi

- Mendatangi TKP dan melakukan tindakan yang diperlukan

- Membuat Berita Acara atas setiap tindakan yang dilakukan

- Diketahui langsung oleh petugas Polri

Dalam hal suatu tindak pidana diketahui langsung oleh petugas Polri tersebut wajib segera melaporkan tindakan-tindakan sesuai kewenangan masing-masing, kemudian membuat Laporan Polisi dan atau Berita Acara tentang

Dokumen terkait