• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kabupaten Jember

Kabupaten Jember terletak di Propinsi Jawa Timur. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 3 293.34 km2 yang terbagi ke dalam 31 kecamatan dengan 247 desa dan kelurahan. Batas-batas wilayah Kabupaten Jember adalah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang

Posisi Kabupaten Jember di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 1.

Jember

Gambar 1 Peta lokasi Kabupaten Jember

Secara umum wilayah Kabupaten Jember terbagi dalam beberapa karakteristik wilayah berupa pegunungan, bukit, rawa, laut dan hutan sub tropis. Karakteristik wilayah yang sedemikian rupa telah menyediakan kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Sebagian besar sumber mata pencaharian masyarakat tergantung pada sumber daya alam. Setidaknya terdapat beberapa situs penting keanekaragaman hayati yang telah dilindungi dalam beberapa wilayah perlindungan berupa Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Suaka Margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro, Cagar Alam (CA) Nusa

6

Barong, CA Gunung Watangan, CA Curah Manis dan Hutan Lindung Baban Silosanen (Setyawan 2007).

Dengan luasan wilayah tersebut, terdapat potensi sektor pertanian yang cukup tinggi khususnya untuk tanaman padi dan palawija. Sebagian besar kecamatan-kecamatan di Jember memiliki potensi besar pada kedua hasil pertanian ini. Pada tahun 2008 untuk tanaman padi, Jember memiliki potensi luas panen 143 597 ha dengan produksi 813 995 ton, untuk tanaman jagung berpotensi luas panen 67 869 ha dengan produksi sebesar 396 818 ton, serta tanaman kedelai berpotensi luas panen 12 186 ha dengan produksi 14 545 ton (BPS 2009).

Model Regresi

Persamaan regresi yang biasa didefinisikan dalam pendugaan parameternya menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS), secara umum dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

dengan

= konstanta

= nilai peubah penjelas ke-k pada amatan ke-i = nilai koefisien peubah penjelas

= banyaknya peubah penjelas yang digunakan dalam model = banyaknya pengamatan (contoh)

= galat acak pengamatan ke-i

Vektor galat acak diasumsikan menyebar . Dalam notasi matriks, persamaan regresi di atas dapat dituliskan sebagai:

Pendugaan dilakukan dengan menggunakan metode OLS, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat . Nilai diduga dengan rumus:

dimana adalah vektor +1 sebagai koefisien regresi, adalah matriks peubah penjelas berukuran x( +1) dengan kolom pertama bernilai 1

7

untuk konstanta, dan adalah vektor peubah respon berukuran nx1. Nilai yang diperoleh diberlakukan secara umum untuk semua lokasi atau amatan ke-i.

Model RTG

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau Geographically Weighted

Regression (GWR) merupakan pengembangan dari model regresi. Hanya saja,

pada RTG parameter persamaan untuk setiap lokasi pengamatan berbeda dengan lokasi lainnya sehingga banyaknya vektor parameter yang diduga adalah sebanyak lokasi pengamatan yang digunakan dalam data. Dalam analisis RTG, model yang dihasilkan juga tidak dapat digunakan untuk menduga parameter selain parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005).

Ilustrasi perbandingan garis regresi dengan RTG terdapat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dengan melibatkan faktor lokasi, garis pada masing-masing lokasi yang dihasilkan dengan analisis RTG bisa sangat berbeda jika dibandingkan dengan garis dugaan analisis regresi yang mengabaikan faktor lokasi pengamatan data. Perbedaan ini akan semakin penting jika kemiringan (slope) garis yang dihasilkan dari model RTG berlawanan arah dengan model regresi sehingga menimbulkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan. X Y X Y (a) (b)

Gambar 2 Ilustrasi perbandingan antara (a) garis regresi dengan (b) garis RTG; ( ___ ) lokasi 1, ( _ _ _ ) lokasi 2

RTG adalah salah satu analisis yang bersifat lokal dan regresi merupakan contoh analisis global. Secara garis besar, perbedaan analisis regresi dan RTG

8

dapat dirumuskan seperti tertera pada Tabel 1. Dalam regresi, nilai parameter diasumsikan sama untuk semua titik lokasi pengamatan, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga bersifat tunggal dan diberlakukan untuk semua lokasi. Sedangkan dalam RTG, nilai parameter tiap lokasi berbeda dengan lokasi lainnya, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga banyak, sesuai jumlah lokasi pengamatan data yang digunakan (multi-valued statistics). Berbeda dengan regresi yang tidak memperhatikan faktor lokasi (tempat), dalam RTG sangat memperhatikan lokasi (space) sehingga analisis ini seringkali dilanjutkan dengan pemetaan dan dapat didekati dengan Sistem Informasi Geografis atau Geographic

Information System (GIS).

Tabel 1 Perbedaan regresi dan RTG

Regresi RTG

Nilai parameter

Nilai statistik GIS@

Faktor lokasi

Sama untuk semua lokasi, tidak bisa dipetakan Tunggal (hanya satu) Tidak ada (unfriendly) Tidak diperhatikan

Berbeda untuk setiap lokasi, sehingga bisa dipetakan Banyak (sebanyak lokasi) Ada (friendly)

Diperhatikan

Keterangan @: GIS = Geographic Information System = Sistem Informasi Geografis

RTG merupakan model regresi linier lokal (locally linear regression) yang menghasilkan penduga parameter model untuk setiap lokasi pengamatan dengan metode kuadrat terkecil terboboti atau Weighted Least Square (WLS), yaitu:

dengan

, dan ( .

adalah matriks diagonal berukuran nxn (n = banyaknya pengamatan atau contoh), merupakan matriks pembobot spasial lokasi ke-i (spatial weighting) yang nilai elemen-elemen diagonalnya ditentukan oleh kedekatan pengamatan (lokasi) ke-i dengan lokasi lainnya (lokasi ke-j). Semakin dekat lokasinya maka semakin besar nilai pembobot pada elemen yang bersesuaian.

9

Menurut Fotheringham et al. (2002), beberapa fungsi pembobot spasial yang dapat digunakan dalam RTG, antara lain:

1. , untuk semua i dan j.

Model RTG dengan pembobot ini akan menghasilkan model regresi, dimana setiap data pada setiap lokasi diberikan pembobot yang sama yaitu 1, tanpa melihat letak ataupun jaraknya dengan lokasi lain.

2. jika , dan untuk .

Nilai d adalah jarak minimal antar lokasi yang dianggap sudah tidak mempengaruhi nilai pengamatan satu sama lain. Jika jarak lokasi-i ke lokasi-j kurang dari d ( ), maka semua data pada lokasi tersebut digunakan dan diberi bobot yang sama yaitu 1. Namun jika jarak lokasi-i ke lokasi-j lebih dari atau sama dengan d ( ), maka data pada lokasi tersebut tidak digunakan atau diberi bobot nol.

3. dengan adalah jarak dari lokasi-i ke lokasi-j

dan b adalah lebar jendela, yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang nilainya selalu positif. Fungsi ini biasa disebut fungsi kernel normal (Gaussian). Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel normal

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20000 40000 60000 80000 wj (i) dij

10

4. jika , dan untuk . Fungsi ini

mengikuti bentuk kernel pembobot ganda (biweight) dan biasa disebut sebagai fungsi pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square). Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 4.

5. dengan adalah peringkat (rank) jarak dari lokasi-i ke lokasi ke-j ( ). Jarak paling dekat menghasilkan nilai mendekati 1, dan akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya jarak lokasi-i ke lokasi ke-j. Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel kuadrat ganda

Gambar 5 Ilustrasi pembobot spasial berdasarkan peringkat jarak

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20000 40000 60000 80000 wj (i) dij 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20 40 60 80 100 120 wj (i) Rij

11

Dalam penelitian ini digunakan dua fungsi yang melibatkan jarak antar desa yaitu fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda. Kedua fungsi pembobot ini digunakan karena menggunakan unsur jarak antar lokasi yang nilainya bersifat kontinu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan model dengan tingkat pemulusan yang lebih baik. Untuk menggunakan kedua fungsi pembobot tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan lebar jendela (bandwidth) yang akan digunakan oleh masing-masing fungsi.

Metode kernel adalah salah satu prosedur nonparametrik yang dapat digunakan untuk menghaluskan fungsi kepekatan peluang. Dalam fungsi kernel, lebar jendela berperan sebagai lebar interval pada histogram. Jika nilai lebar jendela yang dipilih terlalu kecil, maka histogram memuat banyak batang kecil sehingga pendugaan fungsi kepekatan akan menghasilkan garis yang kasar. Namun jika nilai lebar jendela yang dipilih terlalu besar, maka histogram memuat batang-batang besar sehingga pendugaan fungsi kepekatan akan menghasilkan garis yang terlalu mulus. Untuk itu diperlukan langkah tersendiri dalam memilih nilai lebar jendela optimum yang menghasilkan garis pemulusan yang optimum. Dalam perannya sebagai fungsi pembobot untuk analisis RTG pada penelitian ini, lebar jendela optimum untuk fungsi kernel normal dan kernel kuadrat ganda dipilih dengan meminimumkan nilai koefisien validasi silang (CV).

ANOVA untuk Pengujian RTG

Untuk mendeteksi secara global kelebihan model RTG daripada regresi dengan metode OLS untuk data kasus yang digunakan, dapat diuji dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA) yang diusulkan Brunsdon et al. (1999) sebagai berikut:

dengan

= jumlah kuadrat galat dari model OLS = jumlah kuadrat galat dari model RTG

12

Nilai akan mendekati sebaran F dengan derajat bebas pembilang

dan derajat bebas penyebut , dimana .

Besaran adalah nilai dari n-p-1- dan adalah nilai dari n-p-1-2 + , sedangkan S adalah matriks topi (hat matrix) dari model RTG yang mentransformasi vektor y duga ( ) dari nilai y pengamatan. Nilai yang kecil akan mendukung diterimanya hipotesis nol yang menyatakan bahwa model RTG dan OLS sama efektifnya dalam menjelaskan hubungan antar peubah. Dengan tingkat signifikansi α, hipotesis nol akan ditolak jika .

Validasi Silang

Validasi silang (cross validation) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk mendapatkan nilai lebar jendela optimum. Lebar jendela optimum yang digunakan adalah yang menghasilkan nilai koefisien validasi silang minimum, dengan rumus koefisiennya adalah:

dengan adalah nilai dugaan (fitting value) dengan pengamatan di lokasi ke-i dihilangkan dari proses prediksi (Fotheringham et al. 2002). Lebar jendela optimum diperoleh dengan proses iterasi hingga didapatkan CV minimum.

Desa Tertinggal

Desa tertinggal adalah desa yang kondisinya relatif tertinggal dari desa-desa lainnya (BPS 2002). Kemajuan atau ketertinggalan suatu desa-desa dicerminkan oleh indikator utama, yaitu tinggi rendahnya rata-rata pengeluaran per kapita penduduk desa. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kemajuan atau ketertinggalan suatu desa, yaitu faktor alam atau lingkungan, faktor kelembagaan, faktor sarana prasarana dan akses, serta faktor sosial ekonomi penduduk desa (BPS 2002).

Keempat faktor di atas selanjutnya oleh BPS dijabarkan berdasarkan peubah-peubah yang ada dalam data PODES ST03, yang setelah diidentifikasi mencakup 45 peubah. Untuk faktor alam atau lingkungan, peubah-peubahnya adalah rata-rata kedalaman sumber air tanah (sumur), kepadatan penduduk per km2, keadaan

13

sebagian besar saluran pembuangan limbah cair atau air kotor serta kerawanan desa terhadap bencana gempa bumi dan letak desa terhadap hutan. Untuk faktor kelembagaan, peubahnya adalah klasifikasi desa. Sedangkan peubah-peubah pada faktor sarana prasarana dan akses, diantaranya adalah jarak dari kantor desa ke kantor kecamatan dan kabupaten, ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan, ketersediaan sarana komunikasi, transportasi dan akses informasi, serta keberadaan sarana ekonomi seperti pasar dan koperasi. Dan untuk faktor sosial ekonomi penduduk, peubah-peubahnya antara lain persentase keluarga pertanian dan sumber penghasilan utama penduduk, persentase keluarga pengguna listrik dan bahan bakar yang digunakan penduduk, tempat buang sampah atau limbah sebagian besar keluarga, persentase keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah tegangan tinggi ataupun di pemukiman kumuh, persentase keluarga yang tinggal di lokasi rawan bencana, keberadaan kasus busung lapar, serta persentase keluarga pengguna televisi dan pelanggan surat kabar.

15

Dokumen terkait