• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN PEMBOBOT KERNEL NORMAL DAN KERNEL KUADRAT GANDA UNTUK DATA KEMISKINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN PEMBOBOT KERNEL NORMAL DAN KERNEL KUADRAT GANDA UNTUK DATA KEMISKINAN"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS

DENGAN PEMBOBOT KERNEL NORMAL

DAN KERNEL KUADRAT GANDA

UNTUK DATA KEMISKINAN

(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)

RITA RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

Rita Rahmawati NRP G151080091

(4)
(5)

ABSTRACT

RITA RAHMAWATI. Geographically Weighted Regression Model with Kernel Gaussian and Kernel Bi-square Weighting for Poverty Data (Case of 35 Villages in Jember Regency). Supervised by ANIK DJURAIDAH and MUHAMMAD NUR AIDI.

Detection of the rural poverty, usually using the average expenditure per capita with a global analysis and the results are applied to all villages. But poverty is very likely influenced by region (space) and neighborhood, so the data between observation difficult to take independent. Geographically Weighted Regression (GWR) is an analysis to accommodate the spatial by involving geographical weighted, which is weighted geographically. Observations on the location of more weight with a smaller weight, according to Tobler's first law of geography which states that the location near the effect will be even greater. In this paper, the weighting used for the GWR model is Gaussian kernel function and bi-square kernel, with their each bandwidth values respectively. Optimal bandwidth can be obtained by minimizing the value of cross validation coefficient (CV). The results showed that the GWR model is more effective than the global regression. According to the mean square error (MSE) values, Gaussian kernel function is better than bi-square kernel as GWR weighting to analyze the data on average expenditure per capita of 35 villages in Jember Regency.

Keywords: Geographically Weighted Regression, kernel Gaussian, kernel bi-square, bandwidth, cross validation

(6)
(7)

RINGKASAN

RITA RAHMAWATI. Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember). Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah besar di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulanginya, diantaranya dengan memprediksi wilayah miskin hingga tingkat administrasi desa sehingga diharapkan usaha untuk mengentaskan kemiskinan lebih tepat sasaran. Dalam menentukan suatu wilayah desa tergolong miskin atau tidak, biasanya data yang digunakan adalah rata-rata pengeluaran per kapita sebagai indikator utamanya. Namun analisis untuk menentukan miskin tidaknya suatu desa, umumnya masih menggunakan analisis yang bersifat global dan hasilnya diberlakukan untuk semua desa. Padahal masalah kemiskinan dan kondisi ketertinggalan suatu desa sangat mungkin dipengaruhi oleh lokasi pengamatan atau keadaan geografis desa, termasuk posisinya terhadap desa lain di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan data antar pengamatan sulit untuk memenuhi asumsi saling bebas sebagai salah satu asumsi dalam analisis global. Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh Tobler yang menyatakan bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk mengakomodir masalah spasial ini adalah Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau

Geographically Weighted Regression (GWR), yaitu regresi yang terboboti secara

geografis. Dalam RTG, data pengamatan di lokasi yang lebih jauh diboboti dengan pembobot yang lebih kecil, sesuai dengan hukum Tobler tersebut.

RTG merupakan analisis regresi yang bersifat lokal dengan nilai-nilai penduga parameter yang dihasilkan berlaku hanya pada tiap-tiap lokasi pengamatan. Pemilihan fungsi pembobot adalah salah satu penentu hasil analisis RTG. Dalam penelitian ini, pembobot yang digunakan untuk model RTG adalah fungsi kernel normal (Gaussian) dan kernel kuadrat ganda (bi-square), dengan nilai lebar jendela (bandwidth) masing-masing. Kedua fungsi tersebut dipilih karena keduanya melibatkan unsur jarak antar lokasi yang nilainya kontinu sehingga diharapkan hasil analisis akan lebih baik. Dalam fungsi pembobot RTG, lebar jendela merupakan batas jarak antar lokasi (desa) yang masih dianggap saling mempengaruhi nilai pengamatan. Lebar jendela optimum dapat diperoleh dengan meminimalkan nilai koefisien validasi silang atau cross validation (CV) melalui proses iterasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan ANOVA untuk menguji kebaikan RTG secara global, model RTG lebih efektif daripada regresi biasa dalam menjelaskan data rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan di Kabupaten Jember, sebagai fungsi dari tiga peubah penjelas yaitu jarak desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten (km), banyaknya sarana kesehatan per 1000 penduduk dan persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir. Hasil ANOVA ini menunjukkan juga bahwa terdapat unsur spasial yang tidak dapat diabaikan dalam data yang digunakan. Dengan dua fungsi pembobot yang

(8)

digunakan dalam analisis RTG ini, untuk fungsi kernel normal lebar jendela optimum yang dihasilkan dengan meminimumkan nilai CV adalah 9.09 km dan untuk fungsi kernel kuadrat ganda lebar jendela optimum yang dihasilkan adalah 27.48 km.

Berdasarkan nilai kuadrat tengah galat (KTG) atau mean square error (MSE) yang dihasilkan dari model regresi yang terbentuk, KTG untuk model RTG dengan fungsi pembobot kernel normal adalah yang terkecil yaitu sebesar 2.0x109. Sedangkan RTG dengan fungsi pembobot kernel kuadrat ganda, KTG yang dihasilkan adalah 2.4x109, dan untuk model regresi biasa menghasilkan KTG yang jauh lebih besar yaitu 4.8x109. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa RTG dengan fungsi pembobot kernel normal adalah model terbaik yang dapat menjelaskan data rata-rata pengeluaran per kapita per bulan 35 desa atau kelurahan di Kabupaten Jember yang digunakan dalam penelitian ini.

Kata kunci: Regresi Terboboti Geografis, kernel normal, kernel kuadrat ganda, lebar jendela, validasi silang

(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(10)
(11)

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS

DENGAN PEMBOBOT KERNEL NORMAL

DAN KERNEL KUADRAT GANDA

UNTUK DATA KEMISKINAN

(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)

RITA RAHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(12)
(13)

Judul Tesis : Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)

Nama : Rita Rahmawati NRP : G151080091

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S. Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(14)
(15)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Tesis ini berjudul “Model Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)”. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan bagian dari payung Hibah Penelitian Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor yang didanai oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam penyelesaiannya. Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S. sebagai ketua komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. sebagai penguji luar yang juga sebagai Ketua Tim Peneliti Hibah Pascasarjana tahun 2009-2010 dengan topik “Pengembangan dan Aplikasi GeoInformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Timur)”, atas segala motivasi dan masukannya, serta ijin yang diberikan kepada penulis untuk turut terlibat di dalam hibah penelitian tersebut.

Penulis juga ingin menyampaikan perhargaan dan terima kasih kepada segenap keluarga, terutama ibunda tercinta, suami dan putri kecil penulis, atas dukungan dan dorongan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Tidak lupa rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak ibu dosen pengajar dan staf di CESPO, teman-teman di pascasarjana khususnya pada Program Studi Statistika dan Statistika Terapan, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah meluangkan waktu dan membagi ilmunya sehingga turut membantu dalam terselesaikannya penulisan tesis ini.

Penulis menyadari segala keterbatasan yang dimiliki sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya ilmiah penulis selanjutnya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2010

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jepara, pada tanggal 10 September 1980 sebagai bungsu dari empat bersaudara, anak dari pasangan Bapak Noto Sukardjo (almarhum) dan Ibu Suyatmi.

Sekolah Dasar (SD) hingga SLTA, penulis selesaikan di Jepara. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTA di SMUN I Jepara pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2003. Setelah lulus S1 penulis sempat bekerja di beberapa tempat diantaranya sebagai Asisten Peneliti di PT Selapan Jaya Palembang, pengajar di KUMON Tebet Jakarta, serta Analis Data di CIFOR (Center for International Forestry Research) Bogor. Sejak tahun 2005 penulis bekerja sebagai dosen tetap di Program Studi Statistika Jurusan Matematika Universitas Diponegoro, Semarang.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Jember ... 5

Model Regresi ... 6

Model RTG ... 7

ANOVA untuk Pengujian RTG ... 11

Validasi Silang ... 12

Desa Tertinggal ... 12

BAHAN DAN METODE Bahan ... 15

Metodologi ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan Peubah Penjelas ... 17

Model Regresi ... 19

Penentuan Lebar Jendela Optimum ... 20

Model RTG dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda ... 21

Keunggulan Model RTG ... 23

Pembobot Terbaik RTG ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(20)
(21)
(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbedaan regresi dan RTG ... 8 2 Korelasi Pearson antar peubah penjelas dan peubah respon ... 17 3 ANOVA model regresi ... 19 4 Uji parameter model regresi ... 19 5 Deskripsi penduga parameter model RTG pembobot kernel normal ... 21 6 Deskripsi penduga parameter model RTG pembobot kernel kuadrat

ganda ... 22 7 ANOVA untuk mendeteksi kebaikan RTG pembobot kernel normal ... 23 8 ANOVA untuk mendeteksi kebaikan RTG pembobot kernel kuadrat

ganda ... 23 9 Korelasi Pearson dan nilai-p Y amatan dengan Y duga ( ) ... 25 10 Model regresi Y amatan sebagai fungsi dari Y duga ( ) ... 25

(23)
(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Peta lokasi Kabupaten Jember ... 5 2 Ilustrasi perbandingan antara garis regresi dengan garis RTG ... 7 3 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel normal ... 9 4 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel kuadrat ganda ... 10 5 Ilustrasi pembobot spasial berdasarkan peringkat jarak ... 10 6 Grafik jarak dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel

kuadrat ganda ... 21 7 Diagram pencar Y amatan dan Y duga ... 24

(25)
(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Korelasi Pearson (nilai-p) antar peubah respon dan peubah penjelas ... 33 2 Penduga parameter RTG dengan pembobot kernel normal ... 35 3 Penduga parameter RTG dengan pembobot kernel kuadrat ganda ... 36 4 Uji kenormalan galat regresi, RTG dengan pembobot kernel normal

dan RTG dengan pembobot kernel kuadrat ganda ... 37 5 Sintaks program R untuk analisis RTG ... 38

(27)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah kemiskinan penduduk ataupun ketertinggalan suatu wilayah, masih menjadi salah satu masalah besar di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) pada bulan Maret 2008 di Indonesia masih mencapai 15.42% atau 34.96 juta orang (BPS 2008). Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah ini, diantaranya dengan memprediksi wilayah-wilayah miskin hingga tingkat administrasi desa, misalnya dengan adanya Instruksi Presiden tentang Desa Tertinggal (IDT). Berkaitan IDT ini, upaya yang telah dilakukan oleh BPS antara lain adalah melakukan klasifikasi dan penghitungan desa tertinggal. Dengan adanya informasi wilayah miskin sampai tingkat desa, diharapkan upaya pengentasan kemiskinan akan lebih tepat sasaran.

BPS biasanya menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita sebagai indikator utama suatu wilayah desa tergolong miskin (tertinggal) atau tidak. Namun dalam penentuan klasifikasi desa ini, analisis yang digunakan oleh BPS biasanya adalah analisis yang masih bersifat global dan diberlakukan untuk semua lokasi yang diamati, diantaranya adalah analisis regresi. Pendekatan model global ini berarti menggunakan rata-rata dari wilayah-wilayah yang lebih kecil (wilayah lokal) di tempat tersebut. Model persamaan global akan memberikan informasi yang reliabel untuk wilayah lokal jika tidak ada atau hanya ada sedikit keragaman antar wilayah lokalnya (Fotheringham et al. 2002). Dalam analisis regresi juga, salah satu asumsi yang diperlukan adalah antar pengamatan harus bersifat saling bebas. Sedangkan kondisi ketertinggalan suatu desa sangat mungkin dipengaruhi oleh lokasi pengamatan atau kondisi geografis desa, termasuk posisinya terhadap desa lain di sekitarnya. Hal ini akan menyebabkan asumsi kebebasan antar pengamatan yang diperlukan dalam regresi sulit dipenuhi.

Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh Tobler (Tobler’s first

law of geography) dalam Schabenberger dan Gotway (2005), yang menyatakan

“everything is related to everything else, but near things are more related than

(28)

2

tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Hukum Tobler digunakan sebagai pilar kajian analisis data spasial. Pada data spasial seringkali pengamatan di suatu lokasi (space) bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang berdekatan (neighborhood). Pada dasarnya, adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan metode statistik yang bisa mengatasi fenomena variabilitas data spasial tersebut.

Analisis pilihan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah di atas adalah analisis Regresi Terboboti Geografis (RTG). RTG adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk membentuk analisis regresi namun bersifat lokal untuk setiap lokasi. RTG merupakan bagian dari analisis spasial dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak satu lokasi pengamatan dengan lokasi pengamatan yang lain. Hasil dari analisis ini adalah model regresi yang nilai-nilai parameternya berlaku hanya pada tiap-tiap lokasi pengamatan, dan berbeda dengan lokasi lainnya. Dalam RTG digunakan unsur matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan antar lokasi pengamatan. Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar.

Pemilihan matriks pembobot adalah salah satu langkah utama dalam RTG karena akan sangat mempengaruhi model RTG yang dihasilkan. Ada beberapa cara dalam menentukan unsur-unsur matriks pembobot dalam RTG diantaranya pembobot yang mengadopsi fungsi sebaran kernel. Fungsi kepekatan kernel seringkali digunakan dalam pemulusan data, dengan memberikan pembobotan sesuai lebar jendela (bandwidth) optimal yang nilainya tergantung pada kondisi data. Fungsi kernel yang digunakan dalam matriks pembobot RTG pada penelitian ini adalah bentuk kernel normal (Gaussian) dan fungsi kernel kuagrat ganda (bi-square), yang menggunakan jarak antar lokasi dalam fungsinya. Kedua fungsi ini dipilih karena keduanya menggunakan unsur jarak antar lokasi pengamatan yang nilainya bersifat kontinu, sehingga diharapkan hasil analisis akan lebih baik.

Model RTG tidak dapat digunakan untuk menduga parameter selain parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005). Untuk penelitian ini, fokus permasalahannya dibatasi pada penggunaan analisis RTG dengan dua macam

(29)

3

fungsi pembobot yang melibatkan nilai jarak antar pengamatan, bersama nilai-nilai lebar jendela optimumnya masing-masing. Analisis RTG ini dilakukan pada 35 data desa atau kelurahan yang teramati dalam Susenas 2008 di Kabupaten Jember. Jember dipilih sebagai studi kasus karena kabupaten ini merupakan salah satu wilayah termiskin di Pulau Jawa, khususnya di Propinsi Jawa Timur. Hasil pendataan program perlindungan sosial yang dilaksanakan pada September 2008 dan data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Maret 2009, mencatat bahwa Kabupaten Jember memiliki penduduk miskin terbanyak di Jawa Timur yaitu mencapai 237 700 rumah tangga miskin (Djunaidy 2010), atau sekitar 35.56% dari jumlah keseluruhan rumah tangga di Kabupaten Jember hasil perhitungan BPS pada sensus penduduk 2010 yaitu sebanyak 668 524 rumah tangga. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo juga menyebutkan bahwa jumlah rumah tangga miskin tahun 2010 di Kabupaten Jember mencapai angka 370 000 dan menjadikan Jember sebagai kabupaten dengan penduduk miskin terbesar di Propinsi Jawa Timur (Ant 2010).

Tujuan

Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Membandingkan model regresi dan model RTG terhadap data rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan.

2. Membentuk model RTG dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda.

3. Menentukan pembobot terbaik dalam analisis RTG untuk kasus wilayah 35 desa atau kelurahan di Kabupaten Jember.

(30)
(31)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Profil Kabupaten Jember

Kabupaten Jember terletak di Propinsi Jawa Timur. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 3 293.34 km2 yang terbagi ke dalam 31 kecamatan dengan 247 desa dan kelurahan. Batas-batas wilayah Kabupaten Jember adalah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang

Posisi Kabupaten Jember di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 1.

Jember

Gambar 1 Peta lokasi Kabupaten Jember

Secara umum wilayah Kabupaten Jember terbagi dalam beberapa karakteristik wilayah berupa pegunungan, bukit, rawa, laut dan hutan sub tropis. Karakteristik wilayah yang sedemikian rupa telah menyediakan kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Sebagian besar sumber mata pencaharian masyarakat tergantung pada sumber daya alam. Setidaknya terdapat beberapa situs penting keanekaragaman hayati yang telah dilindungi dalam beberapa wilayah perlindungan berupa Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Suaka Margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro, Cagar Alam (CA) Nusa

(32)

6

Barong, CA Gunung Watangan, CA Curah Manis dan Hutan Lindung Baban Silosanen (Setyawan 2007).

Dengan luasan wilayah tersebut, terdapat potensi sektor pertanian yang cukup tinggi khususnya untuk tanaman padi dan palawija. Sebagian besar kecamatan-kecamatan di Jember memiliki potensi besar pada kedua hasil pertanian ini. Pada tahun 2008 untuk tanaman padi, Jember memiliki potensi luas panen 143 597 ha dengan produksi 813 995 ton, untuk tanaman jagung berpotensi luas panen 67 869 ha dengan produksi sebesar 396 818 ton, serta tanaman kedelai berpotensi luas panen 12 186 ha dengan produksi 14 545 ton (BPS 2009).

Model Regresi

Persamaan regresi yang biasa didefinisikan dalam pendugaan parameternya menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS), secara umum dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

dengan

= konstanta

= nilai peubah penjelas ke-k pada amatan ke-i = nilai koefisien peubah penjelas

= banyaknya peubah penjelas yang digunakan dalam model = banyaknya pengamatan (contoh)

= galat acak pengamatan ke-i

Vektor galat acak diasumsikan menyebar . Dalam notasi matriks, persamaan regresi di atas dapat dituliskan sebagai:

Pendugaan dilakukan dengan menggunakan metode OLS, yaitu dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat . Nilai diduga dengan rumus:

dimana adalah vektor +1 sebagai koefisien regresi, adalah matriks peubah penjelas berukuran x( +1) dengan kolom pertama bernilai 1

(33)

7

untuk konstanta, dan adalah vektor peubah respon berukuran nx1. Nilai yang diperoleh diberlakukan secara umum untuk semua lokasi atau amatan ke-i.

Model RTG

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau Geographically Weighted

Regression (GWR) merupakan pengembangan dari model regresi. Hanya saja,

pada RTG parameter persamaan untuk setiap lokasi pengamatan berbeda dengan lokasi lainnya sehingga banyaknya vektor parameter yang diduga adalah sebanyak lokasi pengamatan yang digunakan dalam data. Dalam analisis RTG, model yang dihasilkan juga tidak dapat digunakan untuk menduga parameter selain parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005).

Ilustrasi perbandingan garis regresi dengan RTG terdapat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dengan melibatkan faktor lokasi, garis pada masing-masing lokasi yang dihasilkan dengan analisis RTG bisa sangat berbeda jika dibandingkan dengan garis dugaan analisis regresi yang mengabaikan faktor lokasi pengamatan data. Perbedaan ini akan semakin penting jika kemiringan (slope) garis yang dihasilkan dari model RTG berlawanan arah dengan model regresi sehingga menimbulkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan. X Y X Y (a) (b)

Gambar 2 Ilustrasi perbandingan antara (a) garis regresi dengan (b) garis RTG; ( ___ ) lokasi 1, ( _ _ _ ) lokasi 2

RTG adalah salah satu analisis yang bersifat lokal dan regresi merupakan contoh analisis global. Secara garis besar, perbedaan analisis regresi dan RTG

(34)

8

dapat dirumuskan seperti tertera pada Tabel 1. Dalam regresi, nilai parameter diasumsikan sama untuk semua titik lokasi pengamatan, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga bersifat tunggal dan diberlakukan untuk semua lokasi. Sedangkan dalam RTG, nilai parameter tiap lokasi berbeda dengan lokasi lainnya, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga banyak, sesuai jumlah lokasi pengamatan data yang digunakan (multi-valued statistics). Berbeda dengan regresi yang tidak memperhatikan faktor lokasi (tempat), dalam RTG sangat memperhatikan lokasi (space) sehingga analisis ini seringkali dilanjutkan dengan pemetaan dan dapat didekati dengan Sistem Informasi Geografis atau Geographic

Information System (GIS).

Tabel 1 Perbedaan regresi dan RTG

Regresi RTG

Nilai parameter

Nilai statistik GIS@

Faktor lokasi

Sama untuk semua lokasi, tidak bisa dipetakan Tunggal (hanya satu) Tidak ada (unfriendly) Tidak diperhatikan

Berbeda untuk setiap lokasi, sehingga bisa dipetakan Banyak (sebanyak lokasi) Ada (friendly)

Diperhatikan

Keterangan @: GIS = Geographic Information System = Sistem Informasi Geografis

RTG merupakan model regresi linier lokal (locally linear regression) yang menghasilkan penduga parameter model untuk setiap lokasi pengamatan dengan metode kuadrat terkecil terboboti atau Weighted Least Square (WLS), yaitu:

dengan

, dan ( .

adalah matriks diagonal berukuran nxn (n = banyaknya pengamatan atau contoh), merupakan matriks pembobot spasial lokasi ke-i (spatial weighting) yang nilai elemen-elemen diagonalnya ditentukan oleh kedekatan pengamatan (lokasi) ke-i dengan lokasi lainnya (lokasi ke-j). Semakin dekat lokasinya maka semakin besar nilai pembobot pada elemen yang bersesuaian.

(35)

9

Menurut Fotheringham et al. (2002), beberapa fungsi pembobot spasial yang dapat digunakan dalam RTG, antara lain:

1. , untuk semua i dan j.

Model RTG dengan pembobot ini akan menghasilkan model regresi, dimana setiap data pada setiap lokasi diberikan pembobot yang sama yaitu 1, tanpa melihat letak ataupun jaraknya dengan lokasi lain.

2. jika , dan untuk .

Nilai d adalah jarak minimal antar lokasi yang dianggap sudah tidak mempengaruhi nilai pengamatan satu sama lain. Jika jarak lokasi-i ke lokasi-j kurang dari d ( ), maka semua data pada lokasi tersebut digunakan dan diberi bobot yang sama yaitu 1. Namun jika jarak lokasi-i ke lokasi-j lebih dari atau sama dengan d ( ), maka data pada lokasi tersebut tidak digunakan atau diberi bobot nol.

3. dengan adalah jarak dari lokasi-i ke lokasi-j

dan b adalah lebar jendela, yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang nilainya selalu positif. Fungsi ini biasa disebut fungsi kernel normal (Gaussian). Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel normal

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20000 40000 60000 80000 wj (i) dij

(36)

10

4. jika , dan untuk . Fungsi ini

mengikuti bentuk kernel pembobot ganda (biweight) dan biasa disebut sebagai fungsi pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square). Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 4.

5. dengan adalah peringkat (rank) jarak dari lokasi-i ke lokasi ke-j ( ). Jarak paling dekat menghasilkan nilai mendekati 1, dan akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya jarak lokasi-i ke lokasi ke-j. Ilustrasi bobot fungsi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel kuadrat ganda

Gambar 5 Ilustrasi pembobot spasial berdasarkan peringkat jarak

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20000 40000 60000 80000 wj (i) dij 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 20 40 60 80 100 120 wj (i) Rij

(37)

11

Dalam penelitian ini digunakan dua fungsi yang melibatkan jarak antar desa yaitu fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda. Kedua fungsi pembobot ini digunakan karena menggunakan unsur jarak antar lokasi yang nilainya bersifat kontinu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan model dengan tingkat pemulusan yang lebih baik. Untuk menggunakan kedua fungsi pembobot tersebut, terlebih dahulu harus ditentukan lebar jendela (bandwidth) yang akan digunakan oleh masing-masing fungsi.

Metode kernel adalah salah satu prosedur nonparametrik yang dapat digunakan untuk menghaluskan fungsi kepekatan peluang. Dalam fungsi kernel, lebar jendela berperan sebagai lebar interval pada histogram. Jika nilai lebar jendela yang dipilih terlalu kecil, maka histogram memuat banyak batang kecil sehingga pendugaan fungsi kepekatan akan menghasilkan garis yang kasar. Namun jika nilai lebar jendela yang dipilih terlalu besar, maka histogram memuat batang-batang besar sehingga pendugaan fungsi kepekatan akan menghasilkan garis yang terlalu mulus. Untuk itu diperlukan langkah tersendiri dalam memilih nilai lebar jendela optimum yang menghasilkan garis pemulusan yang optimum. Dalam perannya sebagai fungsi pembobot untuk analisis RTG pada penelitian ini, lebar jendela optimum untuk fungsi kernel normal dan kernel kuadrat ganda dipilih dengan meminimumkan nilai koefisien validasi silang (CV).

ANOVA untuk Pengujian RTG

Untuk mendeteksi secara global kelebihan model RTG daripada regresi dengan metode OLS untuk data kasus yang digunakan, dapat diuji dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA) yang diusulkan Brunsdon et al. (1999) sebagai berikut:

dengan

= jumlah kuadrat galat dari model OLS = jumlah kuadrat galat dari model RTG

(38)

12

Nilai akan mendekati sebaran F dengan derajat bebas pembilang

dan derajat bebas penyebut , dimana .

Besaran adalah nilai dari n-p-1- dan adalah nilai dari n-p-1-2 + , sedangkan S adalah matriks topi (hat matrix) dari model RTG yang mentransformasi vektor y duga ( ) dari nilai y pengamatan. Nilai yang kecil akan mendukung diterimanya hipotesis nol yang menyatakan bahwa model RTG dan OLS sama efektifnya dalam menjelaskan hubungan antar peubah. Dengan tingkat signifikansi α, hipotesis nol akan ditolak jika .

Validasi Silang

Validasi silang (cross validation) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk mendapatkan nilai lebar jendela optimum. Lebar jendela optimum yang digunakan adalah yang menghasilkan nilai koefisien validasi silang minimum, dengan rumus koefisiennya adalah:

dengan adalah nilai dugaan (fitting value) dengan pengamatan di lokasi ke-i dihilangkan dari proses prediksi (Fotheringham et al. 2002). Lebar jendela optimum diperoleh dengan proses iterasi hingga didapatkan CV minimum.

Desa Tertinggal

Desa tertinggal adalah desa yang kondisinya relatif tertinggal dari desa-desa lainnya (BPS 2002). Kemajuan atau ketertinggalan suatu desa-desa dicerminkan oleh indikator utama, yaitu tinggi rendahnya rata-rata pengeluaran per kapita penduduk desa. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kemajuan atau ketertinggalan suatu desa, yaitu faktor alam atau lingkungan, faktor kelembagaan, faktor sarana prasarana dan akses, serta faktor sosial ekonomi penduduk desa (BPS 2002).

Keempat faktor di atas selanjutnya oleh BPS dijabarkan berdasarkan peubah-peubah yang ada dalam data PODES ST03, yang setelah diidentifikasi mencakup 45 peubah. Untuk faktor alam atau lingkungan, peubah-peubahnya adalah rata-rata kedalaman sumber air tanah (sumur), kepadatan penduduk per km2, keadaan

(39)

13

sebagian besar saluran pembuangan limbah cair atau air kotor serta kerawanan desa terhadap bencana gempa bumi dan letak desa terhadap hutan. Untuk faktor kelembagaan, peubahnya adalah klasifikasi desa. Sedangkan peubah-peubah pada faktor sarana prasarana dan akses, diantaranya adalah jarak dari kantor desa ke kantor kecamatan dan kabupaten, ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan, ketersediaan sarana komunikasi, transportasi dan akses informasi, serta keberadaan sarana ekonomi seperti pasar dan koperasi. Dan untuk faktor sosial ekonomi penduduk, peubah-peubahnya antara lain persentase keluarga pertanian dan sumber penghasilan utama penduduk, persentase keluarga pengguna listrik dan bahan bakar yang digunakan penduduk, tempat buang sampah atau limbah sebagian besar keluarga, persentase keluarga yang tinggal di bantaran sungai, di bawah tegangan tinggi ataupun di pemukiman kumuh, persentase keluarga yang tinggal di lokasi rawan bencana, keberadaan kasus busung lapar, serta persentase keluarga pengguna televisi dan pelanggan surat kabar.

(40)
(41)

15

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang telah dikumpulkan oleh BPS, yaitu data Potensi Desa (Podes) dan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2008. Wilayah yang digunakan adalah 35 desa atau kelurahan yang teramati dalam Susenas 2008 di Kabupaten Jember. Peubah respon diperoleh dari Susenas 2008. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh BPS mengenai indikator utama kemajuan atau ketertinggalan suatu desa, peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa atau kelurahan (Y). Peubah-peubah penjelas diperoleh dari data Podes 2008. Berdasarkan studi BPS (2002) serta ketersediaan data Podes 2008, peubah-peubah penjelas yang diduga mempengaruhi Y adalah: 1. Kepadatan penduduk per km2

2. Persentase keluarga pertanian

3. Persentase keluarga yang tinggal di bantaran atau tepi sungai 4. Persentase keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh 5. Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kecamatan

6. Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota

7. Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota lain terdekat 8. Banyaknya sekolah (SD sampai SMU)

9. Banyaknya lembaga pendidikan atau pelatihan informal

10. Banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes, polindes, posyandu, apotik dan toko khusus obat) per 1000 penduduk

11. Banyaknya tenaga kesehatan yang tinggal di desa 12. Banyaknya keluarga yang berlangganan telepon kabel 13. Persentase lahan untuk pertanian

14. Banyaknya restoran atau warung makan 15. Banyaknya toko atau minimarket 16. Banyaknya koperasi

17. Persentase keluarga pengguna listrik

(42)

16

Untuk jarak antar desa, diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan titik-titik pusat wilayah administrasi desa. Jarak antar desa yang digunakan adalah jarak Euclide dari titik-titik pusat suatu desa dengan desa lainnya. Untuk keperluan ini, digunakan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan menggunakan perangkat lunak ArcView. Penentuan titik pusat longitude - latitude setiap wilayah administrasi desa menggunakan metode thiesen poligon.

Metodologi

Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemilihan peubah-peubah penjelas dari data Podes 2008. Pemilihan peubah berdasarkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan wilayah (desa atau kelurahan), serta nilai-nilai korelasi antar peubah penjelas maupun antara peubah penjelas dengan peubah respon.

2. Peubah respon yang digunakan adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan tiap desa atau kelurahan yang diperoleh dari data Susenas 2008.

3. Untuk masing-masing fungsi pembobot spasial yang digunakan, dilakukan proses sebagai berikut:

a. Penentuan lebar jendela optimum dengan proses iterasi. Lebar jendela yang dipilih adalah yang menghasilkan CV minimum.

b. Penggunaan fungsi pembobot dengan lebar jendela optimum yang dihasilkan untuk model RTG.

c. ANOVA untuk mendeteksi secara global kebaikan model RTG dibandingkan regresi untuk kasus data yang digunakan.

4. Menentukan model dengan pembobot terbaik.

(43)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Peubah Penjelas

Dengan melihat 18 peubah penjelas dari data Podes 2008 yang diduga mempengaruhi nilai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan, dilakukan pemilihan lebih lanjut menggunakan analisis korelasi. Peubah-peubah penjelas dipilih yang secara nyata tidak saling berkorelasi, untuk memenuhi asumsi regresi tentang tidak adanya autokorelasi antar peubah penjelas. Nilai korelasi Pearson antar peubah penjelas maupun antara peubah penjelas dengan peubah respon selengkapnya terdapat pada Lampiran 1. Peubah keempat (X-4) yaitu persentase keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh, tidak dapat dihitung nilai korelasinya karena untuk semua pengamatan, peubah ini bernilai sama yaitu 0, yang artinya tidak ada keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh.

Peubah-peubah penjelas yang akhirnya digunakan dalam perhitungan dan analisis data adalah:

X1 = Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota (km)

X2 = Banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes, polindes, posyandu, apotik

dan toko khusus obat) per 1000 penduduk

X3 = Persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir

Tabel 2 Korelasi Pearson antar peubah penjelas dan peubah respon peubah korelasi Pearson nilai-p Y dengan X1 Y dengan X2 Y dengan X3 X1 dengan X2 X1 dengan X3 X2 dengan X3 -0.457 ** 0.693 ** -0.383 * -0.262 -0.115 -0.225 0.006 0.000 0.023 0.128 0.511 0.193

Keterangan : **: nyata pada α=1%, *: nyata pada α=5%

Nilai korelasi Pearson dan nilai-p untuk setiap nilai korelasi antar peubah penjelas yang terpilih dan antara peubah penjelas terpilih dengan peubah respon terdapat pada Tabel 2. Nilai-nilai korelasi antar peubah penjelas yang kecil dan

(44)

18

tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%, dapat menjadi indikator tidak adanya autokorelasi dalam model regresi yang dibentuk.

Untuk kriteria penerima ASKESKIN sendiri terdapat 14 variabel yang ditentukan oleh BPS, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu atau kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu, rumbia atau kayu berkualitas rendah,

atau tembok tanpa diplester

4. Tidak ada fasilitas buang air besar, atau bersama-sama dengan rumah tangga lain

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

6. Sumber air minum berasal dari sumur, mata air tak terlindung, sungai atau air hujan

7. Bahan bakar untuk memasak adalah kayu bakar, arang atau minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging, susu atau ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600 000.00 per bulan 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah, tidak tamat SD atau

hanya SD

14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan minimal harga Rp 500 000.00 seperti sepeda motor kredit atau non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin dan berhak menerima ASKESKIN. Berdasarkan kriteria rumah tangga miskin di atas, maka dapat dipastikan bahwa peubah persentase keluarga penerima ASKESKIN (X3) berkorelasi dengan banyak

peubah penjelas lain yang terdapat dalam Podes, diantaranya banyaknya sarana pendidikan, persentase keluarga pengguna listrik serta banyaknya keluarga

(45)

19

pertanian. Sehingga dengan masuknya peubah penjelas ini, dapat mewakili peubah-peubah penjelas lainnya yang berkorelasi nyata dengan peubah persentase keluarga penerima ASKESKIN.

Model Regresi

Sebelum digunakan RTG untuk analisis data, digunakan terlebih dahulu analisis regresi yang menghasilkan model persamaan berikut:

Model persamaan di atas cukup layak untuk digunakan dengan hasil R2=64.7%. Tabel ANOVA dan uji nilai-nilai parameter model di atas terdapat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing dari ketiga peubah penjelas berpengaruh signifikan terhadap peubah respon pada α=5%. Meskipun penduga konstanta tidak nyata, namun secara simultan model regresi di atas dapat digunakan dengan baik pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil persamaan regresi ini diasumsikan sama dan diberlakukan untuk semua wilayah desa yang diamati, maupun untuk pendugaan.

Tabel 3 ANOVA model regresi Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung Nilai-p Regresi Sisaan Total 3 31 34 3.05x1011 1.67x1011 4.72x1011 1.02x1011 5.38x1009 18.90 0.000 **

Keterangan : **: nyata pada α=1%, *: nyata pada α=5%

Tabel 4 Uji parameter model regresi

Penduga Koeffisien SE Koeffisien t-hitung nilai-p Konstanta X1 X2 X3 147313.4 -2978.2 175907.0 -2015.1 80592.8 951.8 37931.6 739.2 1.83 -3.13 4.64 -2.73 0.077 0.004 ** 0.000 ** 0.010 *

(46)

20

Penentuan Lebar Jendela Optimum

Langkah awal dalam analisis RTG adalah menentukan matriks pembobot. Matriks pembobot yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti dua macam fungsi yang melibatkan jarak antar desa, yaitu fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda, yang masing-masing memerlukan nilai lebar jendela tertentu. Nilai lebar jendela optimum diperoleh dengan proses iterasi hingga didapatkan CV minimum. Hasil lebar jendela untuk masing-masing fungsi pembobot adalah:

1. lebar jendela optimum untuk fungsi pembobot kernel normal adalah 9.09 km yang menghasilkan CV=200279640533, sehingga fungsi pembobotnya

menjadi . Dalam fungsi pembobot kernel

normal, semua lokasi dianggap memberi pengaruh terhadap data yang diamati sehingga pembobot tidak ada yang bernilai nol secara mutlak. Nilai lebar jendela optimum sebesar 9.09 km pada fungsi ini menunjukkan bahwa jarak antar desa yang kurang dari 9.09 km masih memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap data yang diamati. Sedangkan jika lokasi antar desa sudah melebihi jarak 9.09 km, maka pengaruhnya akan menurun dengan cepat seiring dengan semakin jauhnya jarak antar desa.

2. lebar jendela optimum untuk fungsi pembobot kernel kuadrat ganda adalah 27.48 km yang menghasilkan CV=205679857462, sehingga fungsi

pembobotnya menjadi . Nilai lebar jendela optimum sebesar 27.48 km pada fungsi pembobot kernel kuadrat ganda ini menunjukkan bahwa jarak antar desa yang lebih dari atau sama dengan 27.48 km, dianggap sudah tidak mempengaruhi pengamatan data yang dianalisis ( . Sedangkan jarak antar desa yang kurang dari 27.48 km, dianggap masih mempengaruhi data dengan semakin dekat jarak maka semakin besar pengaruhnya terhadap data yang diamati.

Grafik pembobot dengan lebar jendela optimum masing-masing untuk fungsi kernel normal dan kernel kuadrat ganda dapat dilihat pada Gambar 6.

(47)

21

Gambar 6 Grafik jarak dengan fungsi pembobot ( ____ ) kernel normal dan (……) kernel kuadrat ganda

Model RTG dengan Pembobot Kernel Normal dan Kernel Kuadrat Ganda Dengan lebar jendela optimum yang dihasilkan dengan meminimumkan CV, yaitu 9.09 km untuk fungsi pembobot kernel normal dan 27.48 km untuk kernel kuadrat ganda, deskripsi penduga parameter (koefisien) RTG dengan kedua fungsi pembobot tersebut terdapat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 Deskripsi penduga parameter model RTG pembobot kernel normal

b0 b1 b2 b3 Minimum Kuantil 1 Median Kuantil 3 Maksimum -171400 14060 42590 207500 562900 -8046 -4768 -2745 -1030 3405 -30150 88950 177400 248900 264700 -3033 -1927 -1735 -901 1097

Dalam model regresi, nilai-nilai penduga parameter dapat dijadikan sebagai pertimbangan besarnya kontribusi peubah penjelas terhadap peubah respon. Hasil dari model regresi biasa yang bernilai negatif pada koefisien b1 dan b3

menunjukkan bahwa peubah penjelas X1 dan X3 berkontribusi negatif terhadap

peubah respon, sehingga semakin jauh jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 5 10 15 20 25 30 35 wj (i) dij

(48)

22

kabupaten atau kota, atau semakin besar persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir, maka semakin rendah rata-rata pengeluaran per kapita desa atau kelurahan tersebut. Sedangkan nilai positif pada penduga koefisien b2 menunjukkan bahwa peubah penjelas X2 berkontribusi positif

terhadap peubah respon, sehingga semakin tinggi perbandingan banyaknya sarana kesehatan di desa per 1000 penduduk maka semakin besar pula rata-rata pengeluaran per kapita desa atau kelurahan tersebut. Hasil dan kesimpulan ini diasumsikan berlaku umum untuk semua desa atau kelurahan yang diamati, maupun desa atau kelurahan lain yang ingin diduga nilai rata-rata pengeluaran per kapitanya (interpolasi ataupun ekstrapolasi).

Tabel 6 Deskripsi penduga parameter model RTG pembobot kernel kuadrat ganda b0 b1 b2 b3 Minimum Kuantil 1 Median Kuantil 3 Maksimum -135000 11250 33100 166600 549800 -7322 -4346 -2821 -987 3809 -32640 81170 218300 246300 262100 -3469 -1920 -1740 -1170 837

Berbeda dengan regresi biasa, hasil penduga parameter menggunakan RTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada desa atau kelurahan yang berbeda untuk peubah yang sama, sehingga suatu peubah penjelas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif terhadap rata-rata pengeluaran per kapita desa atau kelurahan yang berbeda, tergantung posisi relatif desa tersebut dengan desa-desa lainnya.

Kontribusi positif atau negatif peubah-peubah jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota, banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes, polindes, posyandu, apotik dan toko khusus obat) per 1000 penduduk, serta persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir terhadap rata-rata pengeluaran per kapita per bulan selengkapnya untuk setiap desa atau kelurahan dengan analisis RTG menggunakan pembobot kernel normal dan kernel

(49)

23

kuadrat ganda sesuai dengan hasil pendugaan parameter RTG pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Untuk uji kenormalan galat model regresi dan model RTG dengan pembobot kernel normal maupun kernel kuadrat ganda, dapat dilihat pada Lampiran 4.

Keunggulan Model RTG

Untuk mengidentifikasi bahwa model RTG menjelaskan hubungan peubah respon dengan peubah penjelas lebih baik dibandingkan model regresi, dilakukan pengujian secara global dengan menggunakan ANOVA. Hipotesis nol dari pengujian ini menyatakan bahwa model RTG dan model regresi sama baiknya dalam menjelaskan hubungan fungsional peubah respon dengan peubah-peubah penjelas. Jika hipotesis ini ditolak, artinya model RTG menjelaskan hubungan peubah respon dengan peubah-peubah penjelas lebih baik dibandingkan model regresi. ANOVA untuk menguji kebaikan model RTG dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda dibanding regresi dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 ANOVA untuk mendeteksi kebaikan RTG pembobot kernel normal Sumber keragaman Derajat

bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F-hitung Nilai-p RTG improvement RTG residuals 9.70 21.30 9.69x1010 7.00x1010 9.98x109 3.29x109 3.0374 0.020

Tabel 8 ANOVA untuk mendeteksi kebaikan RTG pembobot kernel kuadrat ganda

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F-hitung Nilai-p RTG improvement RTG residuals 7.35 23.65 8.26x1010 8.43x1010 1.12x1010 3.56x1009 3.153 0.045

Kolom jumlah kuadrat (JK) menunjukkan JK galat dari model RTG (RTG

(50)

24

improvement). Kolom derajat bebas (db) untuk baris kesatu dan kedua

berturut-turut menunjukkan nilai dan . Kolom kuadrat tengah masing-masing merupakan nilai JK dibagi derajat bebas. Nilai-p yang besarnya kurang dari α=5%, menjadikan hipotesis yang menyatakan bahwa OLS dan RTG membuat model yang menghubungkan peubah respon dengan peubah penjelas sama baiknya, ditolak. Dari kedua tabel ANOVA untuk mendeteksi kebaikan model RTG, dapat dilihat bahwa nilai-p yang dihasilkan baik dengan pembobot kernel normal maupun kernel kuadrat ganda, keduanya kurang dari 5%, yaitu berturut-turut sebesar 0.020 dan 0.045. Sehingga dapat dikatakan bahwa model RTG lebih baik dibandingkan model regresi dalam menjelaskan hubungan fungsional peubah respon dengan peubah-peubah penjelas yang digunakan dalam penelitian ini. Diagram pencar antara nilai Y amatan dengan Y duga menggunakan regresi (Yreg), Y duga menggunakan RTG dengan pembobot kernel normal (Ynorm) dan Y duga menggunakan RTG dengan pembobot kernel kuadrat ganda (Ykkg), dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram pencar Y amatan dan Y duga; ( ___ ) Yreg, ( _ _ _ ) Ynorm, (.……) Ykkg

Korelasi Pearson antara Y amatan dengan Y duga dari masing-masing model terdapat pada Tabel 9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara Y amatan dengan Y duga menggunakan regresi adalah yang paling kecil, sehingga

Y

du

g

a

(51)

25

memperkuat kesimpulan bahwa RTG lebih baik dalam memodelkan Y amatan pada penelitian ini.

Tabel 9 Korelasi Pearson dan nilai-p Y amatan dengan Y duga ( )

Nilai korelasi Nilai-p regresi (Yreg)

RTG, kernel normal (Ynorm)

RTG, kernel kuadrat ganda (Ykkg)

0.804 0.923 0.907 0.000 0.000 0.000

Lebih lanjut untuk melihat keunggulan model RTG dalam menduga data rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan dibandingkan model regresi, dilakukan juga pemodelan antara Y amatan dan Y duga dengan ketiga model yang digunakan, yaitu regresi, RTG pembobot kernel normal dan RTG pembobot kernel kuadrat ganda. Ketiga model beserta nilai R2 dari masing-masing model dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Model regresi Y amatan sebagai fungsi dari Y duga ( )

Model Regresi R2 Nilai-p

64.7% 85.3% 82.2% 0.000 0.000 0.000 Pembobot Terbaik RTG

Salah satu indikator model yang lebih baik adalah yang menghasilkan kuadrat tengah sisaan atau mean square error (MSE) terkecil. Dari model regresi dan model RTG dengan kedua fungsi pembobot yang digunakan, MSE untuk model regresi adalah sebesar 4.8 x109. Sedangkan untuk model RTG dengan fungsi pembobot kernel normal MSE yang dihasilkan adalah 2.0x109 dan model RTG dengan fungsi pembobot kernel kuadrat ganda menghasilkan nilai MSE 2.4x109. Sehingga bisa dikatakan bahwa dalam penelitian ini model RTG lebih baik daripada model regresi, dengan fungsi pembobot terbaik RTG adalah kernel normal.

(52)
(53)

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah: 1. Metode RTG lebih baik digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran

per kapita per bulan desa atau kelurahan dengan peubah-peubah penjelasnya, dibandingkan analisis regresi.

2. Fungsi pembobot terbaik pada RTG dalam penelitian ini adalah fungsi pembobot kernel normal.

Saran

Sebagai saran dari penelitian ini, bahwa dalam model RTG parameter yang dihasilkan hanya berlaku pada tiap lokasi yang datanya diamati dan tidak dapat digunakan untuk lokasi lainnya. Untuk itu dalam penelitian lain analisis ini dapat dilanjutkan dengan interpolasi menggunakan metode-metode interpolasi, misalnya Kriging dan IDW (inverse distance weighted).

(54)
(55)

29

DAFTAR PUSTAKA

Ant/BEY. 2010. Jember Berpenduduk Miskin Terbesar di Jatim. Nusantara/Rabu 10 Maret 2010. http://metrotvnews.com/index.php/metromain/news/2010/03/ 10/12528/Jember-Berpenduduk-Miskin-Terbesar-di-Jatim [1 Juli 2010]. BPS. 2002. Identifikasi dan Penentuan Desa Tertinggal 2002, Buku II = Jawa.

Badan Pusat Statistik, Jakarta.

BPS. 2008. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2008. Berita Resmi Statistik No. 37/07/Th. XI 1 Juli 2008, Jakarta.

BPS. 2009. Kabupaten Jember dalam Angka 2009. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan dengan Badan Pusat Statistik : Kabupaten Jember.

Brunsdon C, Fotheringham AS, Chartlon M. 1999. Some notes on parametric significance tests for geographically weighted regression, Journal of

Regional Science, Vol. 39, No 3, 497- 524.

Djunaidy M. 2010. Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Jember Tertinggi, Jum’at 05 Februari 2010. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/02/05/brk, 20100205-223826, id.html [1 Juli 2010].

Fotheringham AS, Brunsdon C, Chartlon M. 2002. Geographically Weighted

Regression, the analysis of spatially varying relationships. John Wiley and

Sons, LTD.

Schabenberger O, Gotway CA. 2005. Statistical Methods for Spatial Data

Analysis. Chapman & Hall/CRC.

Setyawan A. 2007. Potensi dan SDA di Kabupaten Jember, September 20, 2007. http://indahjemberku.wordpress.com/2007/09/20/potensi-sda-di-kabupaten-jember/ [1 Juli 2010].

Walter J, Carsten R and Jeremy WL. 2005. Local and Global Approaches to Spatial Data Analysis in Ecology. Global Ecology and Biogeography 14,

(56)
(57)

31

(58)
(59)

33

Lampiran 1. Korelasi Pearson (nilai-p) antar peubah respon dan peubah penjelas

Y X-1 X-2 X-3 X-5 X-6 X-7 X-8 X-9 X-1 0.745 0.000 X-2 -0.529 -0.736 0.001 0.000 X-3 -0.058 -0.033 0.040 0.740 0.851 0.820 X-5 -0.291 -0.295 0.309 -0.260 0.090 0.085 0.071 0.131 X-6 -0.457 -0.551 0.407 -0.120 0.252 0.006 0.001 0.015 0.494 0.144 X-7 -0.108 -0.253 0.314 -0.093 0.217 0.118 0.536 0.142 0.066 0.594 0.210 0.499 X-8 0.414 0.483 -0.393 -0.173 -0.064 -0.219 0.041 0.013 0.003 0.019 0.321 0.715 0.205 0.814 X-9 0.677 0.703 -0.584 0.014 -0.220 -0.327 -0.176 0.487 0.000 0.000 0.000 0.935 0.204 0.055 0.311 0.003 X-10 0.829 0.735 -0.536 -0.077 -0.222 -0.430 -0.032 0.655 0.818 0.000 0.000 0.001 0.660 0.200 0.010 0.857 0.000 0.000 X-11 0.749 0.662 -0.485 -0.072 -0.192 -0.461 -0.100 0.545 0.836 0.000 0.000 0.003 0.682 0.270 0.005 0.568 0.001 0.000 X-12 0.573 0.790 -0.610 -0.098 -0.074 -0.516 -0.105 0.587 0.474 0.000 0.000 0.000 0.575 0.674 0.002 0.549 0.000 0.004 X-13 -0.659 -0.428 0.309 0.133 0.168 0.250 0.016 -0.347 -0.478 0.000 0.010 0.071 0.445 0.336 0.147 0.928 0.041 0.004 X-14 0.709 0.684 -0.369 -0.209 -0.164 -0.276 0.107 0.732 0.627 0.000 0.000 0.029 0.228 0.345 0.108 0.540 0.000 0.000 X-15 0.853 0.813 -0.511 -0.024 -0.283 -0.510 -0.118 0.478 0.738 0.000 0.000 0.002 0.892 0.099 0.002 0.498 0.004 0.000 X-16 0.625 0.452 -0.168 -0.021 -0.109 -0.286 0.008 0.320 0.748 0.000 0.006 0.335 0.905 0.533 0.096 0.964 0.061 0.000 X-17 0.145 0.236 0.017 0.080 -0.321 -0.054 -0.193 0.082 0.064 0.405 0.173 0.925 0.647 0.060 0.759 0.267 0.639 0.715 X-18 -0.383 -0.303 0.150 0.165 -0.040 -0.115 -0.141 -0.468 -0.245 0.023 0.077 0.390 0.342 0.820 0.511 0.418 0.005 0.156

(60)

34 Lampiran 1. Lanjutan… X-10 X-11 X-12 X-13 X-14 X-15 X-16 X-17 X-11 0.920 0.000 X-12 0.652 0.606 0.000 0.000 X-13 -0.595 -0.575 -0.413 0.000 0.000 0.014 X-14 0.832 0.721 0.617 -0.521 0.000 0.000 0.000 0.001 X-15 0.863 0.785 0.569 -0.533 0.779 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 X-16 0.795 0.855 0.331 -0.473 0.597 0.674 0.000 0.000 0.052 0.004 0.000 0.000 X-17 0.152 0.135 0.175 -0.110 0.203 0.169 0.106 0.384 0.440 0.314 0.531 0.243 0.331 0.546 X-18 -0.468 -0.353 -0.402 0.366 -0.558 -0.385 -0.319 -0.470 0.005 0.038 0.017 0.031 0.000 0.022 0.062 0.004

(61)

35

Lampiran 2. Penduga parameter RTG dengan pembobot kernel normal

No Kecamatan Desa b0 b1 b2 b3 Ynorm

1 Kencong Paseban -171075.0 3413.0 164439.0 1099.0 287204.54 2 Gumuk Mas Gumukmas -42870.4 3237.4 82854.1 1071.3 243209.59 3 Gumuk Mas Tembokrejo -19842.0 2372.0 102606.0 407.0 243889.17 4 Puger Wringin Telu 59004.0 26.0 123618.0 -390.0 253943.50 5 Wuluhan Ampel 182410.0 -2192.0 93158.0 -199.0 217406.23 6 Wuluhan Kesilir 80201.0 -2240.0 177426.0 -818.0 212580.70 7 Ambulu Sabrang 127882.0 -2110.0 138635.0 -495.0 248425.21 8 Tempurejo Sidodadi 18443.0 -646.0 206841.0 -1152.0 243537.17 9 Silo Pace 46841.0 -1414.0 207144.0 -1358.0 217032.49 10 Silo Sempolan 243790.0 -3984.0 127397.0 -1930.0 290447.36 11 Silo Garahan 275597.0 -3405.0 84693.0 -1634.0 208547.72 12 Mayang Mrawan 17024.0 -3479.0 256756.0 -1781.0 261499.49 13 Jenggawah Kemuning S Kidul -2341.0 -2325.0 249578.0 -1560.0 340456.99 14 Ajung Sukamakmur -2239.0 -3191.0 264676.0 -1810.0 276474.82 15 Ajung Wirowongso 8337.0 -3580.0 261889.0 -1803.0 300722.51 16 Balung Karang Semanding 27492.0 -2248.0 217446.0 -1367.0 208336.91 17 Balung Balung Kidul 59032.0 -2364.0 193516.0 -985.0 229840.86 18 Umbulsari Gadingrejo -24220.0 1845.0 137098.0 -432.0 269564.61 19 Jombang Wringin Agung -53515.0 2500.0 138724.0 -351.0 225708.29 20 Sumber Baru Pringgowirawan 232817.0 77.0 47792.0 -2444.0 245445.26 21 Sumber Baru Jatiroto 320806.0 642.0 -18410.0 -3035.0 208773.42 22 Bangsalsari Sukorejo 13532.0 -2745.0 248212.0 -1923.0 193968.06 23 Bangsalsari Gambirono 41585.0 -2338.0 230605.0 -2344.0 248361.74 24 Panti Serut 38187.0 -4836.0 260329.0 -1996.0 177802.27 25 Arjasa Kemuning Lor 91937.0 -5983.0 232846.0 -1793.0 206883.60 26 Pakusari Sumber Pinang 77981.0 -4605.0 233195.0 -1832.0 225602.59 27 Kalisat Kalisat 398346.0 -6041.0 80599.0 -2766.0 265531.38 28 Ledokombo Suren 393519.0 -5413.0 46701.0 -1955.0 206481.76 29 Sumberjambe Randu Agung 549135.0 -7768.0 -14880.0 -2056.0 176320.67 30 Sumberjambe Sumberjambe 553968.0 -8048.0 -30163.0 -1597.0 181253.51 31 Sukowono Arjasa 562849.0 -7421.0 -26.0 -2862.0 192273.25 32 Kaliwates Tegal Besar 14606.0 -4033.0 261741.0 -1790.0 314900.36 33 Sumbersari Karangrejo 39250.0 -4710.0 252236.0 -1735.0 649237.64 34 Sumbersari Sumbersari 42595.0 -5096.0 252751.0 -1727.0 643560.28 35 Patrang Jember Lor 30481.0 -4825.0 259317.0 -1790.0 431194.40

(62)

36

Lampiran 3. Penduga parameter RTG dengan pembobot kernel kuadrat ganda

No Kecamatan Desa b0 b1 b2 b3 Ykkg

1 Kencong Paseban -134975.0 3808.0 132621.0 837.0 293088.09 2 Gumuk Mas Gumukmas -813.3 3215.6 62835.8 750.8 247055.61 3 Gumuk Mas Tembokrejo 17017.4 2592.3 75498.3 316.7 246024.89 4 Puger Wringin Telu 118794.0 163.0 86895.0 -585.0 256452.55 5 Wuluhan Ampel 185613.0 -1418.0 74756.0 -321.0 223300.07 6 Wuluhan Kesilir 34897.0 -2565.0 219487.0 -1177.0 199252.80 7 Ambulu Sabrang 99233.0 -2450.0 164080.0 -676.0 241602.22 8 Tempurejo Sidodadi -5373.0 -555.0 224622.0 -1405.0 238074.81 9 Silo Pace 33081.0 -1692.0 223005.0 -1365.0 213382.36 10 Silo Sempolan 246884.0 -3959.0 138570.0 -2352.0 299671.25 11 Silo Garahan 302845.0 -3929.0 90021.0 -2070.0 209480.20 12 Mayang Mrawan 25220.0 -3112.0 250981.0 -1760.0 266033.19 13 Jenggawah Kemuning S Kidul 4172.0 -2790.0 254619.0 -1651.0 343033.80 14 Ajung Sukamakmur 5129.0 -3101.0 261127.0 -1783.0 281011.27 15 Ajung Wirowongso 6717.0 -3046.0 260706.0 -1745.0 303124.44 16 Balung Karang Semanding 15315.0 -2468.0 238713.0 -1667.0 206090.67 17 Balung Balung Kidul 20923.0 -2494.0 231311.0 -1413.0 221762.31 18 Umbulsari Gadingrejo -2028.2 2481.4 95318.8 6.7 258737.67 19 Jombang Wringin Agung -120095.0 3683.0 132774.0 446.0 221253.63 20 Sumber Baru Pringgowirawan 147473.0 1114.0 62582.0 -1631.0 245339.54 21 Sumber Baru Jatiroto 196515.0 1336.0 38366.0 -2370.0 208994.49 22 Bangsalsari Sukorejo 11816.0 -2821.0 252738.0 -1911.0 196658.40 23 Bangsalsari Gambirono 28323.0 -2539.0 240466.0 -2088.0 260029.67 24 Panti Serut 23820.0 -4639.0 262127.0 -1786.0 174954.94 25 Arjasa Kemuning Lor 107086.0 -5980.0 221202.0 -1786.0 206804.28 26 Pakusari Sumber Pinang 101269.0 -4377.0 218343.0 -1930.0 227030.73 27 Kalisat Kalisat 323635.0 -5056.0 115896.0 -2790.0 260467.61 28 Ledokombo Suren 384706.0 -5164.0 71156.0 -2585.0 198957.10 29 Sumberjambe Randu Agung 544564.0 -7323.0 2673.0 -2702.0 161479.01 30 Sumberjambe Sumberjambe 500650.0 -6860.0 -32653.0 -1162.0 184563.33 31 Sukowono Arjasa 549797.0 -7223.0 25412.0 -3468.0 203013.29 32 Kaliwates Tegal Besar 10680.0 -3431.0 260777.0 -1740.0 313284.44 33 Sumbersari Karangrejo 46876.0 -4093.0 244982.0 -1787.0 638633.22 34 Sumbersari Sumbersari 45258.0 -4497.0 247554.0 -1751.0 634115.61 35 Patrang Jember Lor 21316.0 -4316.0 259547.0 -1705.0 424035.35

(63)

37

Lampiran 4. Uji kenormalan galat (a) regresi, (b) RTG dengan pembobot kernel normal dan (c) RTG dengan pembobot kernel kuadrat ganda

galat Yreg p e rs e n 200000 100000 0 -100000 -200000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.736 6.956 StDev 70059 N 35 AD 0.247 P-Value (a) galat Ynorm p e rs e n 150000 100000 50000 0 -50000 -100000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.533 -3335 StDev 45250 N 35 AD 0.313 P-Value (b) galat Ykkg p e rs e n 150000 100000 50000 0 -50000 -100000 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.529 -2203 StDev 49744 N 35 AD 0.314 P-Value (c)

(64)

38

Lampiran 5. Sintaks program R untuk analisis RTG

data(tesis)

col.bw <- gwr.sel(kapita ~ xsatu + xdua + xtiga, data=tesis, coords=cbind(tesis$x, tesis$y))

col.gauss<-gwr(kapita ~ xsatu + xdua + xtiga, data=tesis, coords=cbind(tesis$x, tesis$y), bandwidth=col.bw, hatmatrix=TRUE)

BFC99.gwr.test (col.gauss) BFC02.gwr.test(col.gauss) BFC02.gwr.test(col.gauss, approx=TRUE) anova(col.gauss) anova(col.gauss, approx=TRUE) ## Not run: BFC99.gwr.test(col.bisq) ## End(Not run)

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi Kabupaten Jember
Ilustrasi  perbandingan  garis  regresi  dengan  RTG  terdapat  pada  Gambar  2.
Gambar 3  Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel normal
Gambar 4  Ilustrasi pembobot spasial dengan fungsi kernel kuadrat ganda
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Konflik Batin Tokoh Bintoro dalam Cerita Bersambung Janji Kali Code Isih Mili karya Ki Cantrik Code (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi: Prodi Sastra Daerah

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Utang Terhadap Kebijakan Dividen

[r]

Likelihood skenario kebakaran (pool fire) S-008 dihitung berdasarkan frekuensi kegagalan koneksi flange 8” yang menyebabkan pelepasan crude oil dengan diameter

dakwah yang diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu: (1) Pesan dakwah Aqidah yaitu selalu merasa bersyukur yang tergambar pada tayangan Program Halal Living NET sebagaimana

Dari data ionogram tersebut dapat diperoleh parameter- parameter lapisan ionosfer yakni: fmin, foF2, dan h’f yang kemudian digunakan untuk menghitung frekuensi kerja

Secara serempak, Kecerdasan Emosional dan pelatihan berpengaruh terhadap kompetensi sumber daya manusia pada Kantor Badan Penanaman Modal Pemerintah Kota Medan dengan tingkat

Berdsarkan hal tersebut maka dapat diartikan bahwa jika harga yang ditetapkan perusahaan memadai (terjangkau), maka akan semakin tinggi tingkat loyalitas