• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza

Fungi Mikoiza Arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir-akhir ini cukup populer dan mendapat perhatian dari para peneliti lingkunagn dan biologis. Cendawan ini diperkirakan dimasa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur (Delvian, 2006).

) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Endomikoriza dapat dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan karakteristik sbb : 1). Sistem perakaran yang kena infeksi tidak membesar (tidak merubah morfologi akar). 2). Cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar. 3). Hifa menyerang ke dalam individu sampai jaringan korteks. 4). Pada umunya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel (Smith dan Read, 1997).

Manfaat FMA dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: untuk tanaman, ekosistem dan bagi manusia. Bagi tanaman, FMA sangat bergunauntuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Hal ini terjadi karena jaringan hifa eksternal FMA mampu memperluas bidang serapan. FMA menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam, serta Ca pada lahan berkapur

sehingga hara tersedia bagi tanaman. FMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur (Musfal, 2010).

Tanah Ultisol

Ultisol umunya bereaksi masam, produktifitasnya rendah, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang rendah kejenuhan Aluminium (Al) yang tinggi, kandungan bahan organik rendah dan peka terhadap erosi.Masalah utama pada ultisol ini adalah jumlah kelarutan dan kejenuhan Al yang tinggi sehingga mengakibatkan fosfor (P) membentuk senyawa yang tidak larut dengan Al. Akibatnya ketersediaan P sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu (Sanchez, 1992).

Kekurangan P di tanah ultisol merupakan masalah keharaan yang paling penting, sebab kekurangan P itu memperlambat tingkat pertumbuhan tanaman dan mengurangi tersedianya unsur hara dan mineral dalam tanah (Hardjowigeno, 1993).

Lynch (1983), menyatakan bahwa teknologi tanah yang dikombinasikan dengan praktek-praktek usaha tani merupakan alat yang sangat penting untuk mengembangkan pertanian pada tanah mineral masam tropika. Teknologi ini mencakup segala upaya memanipulasi jasad renik tanah dan proses metabolik mereka untuk mengoptimumkan produksi tanaman. Penggunaan jasad renik mikoriza telah mulai diupayakan dalam kebijaksanaan pengelolaan tanah mineral masam tropika.

Harjadi (1993), menemukan bahwa mikoriza mempunyai peranan yang besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies mikoriza yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap kemasaman dan keracunan Al serta berpotensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Rumput Setaria (Setaria sphacelata)

Setaria sphacelatamerupakan rumput yang tumbuh tegak dan membentuk rumpun. Rumput ini berasal dari daerah tropik Afrika dan dikenal juga dengan nama rumput lampung. Rumput setaria ini dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Pada kondisi yang baik satu rumpun bisa mencapai ratusan batang. Pertumbuhan kembali sehabis dilakukan pemotongan sangat cepat, sehingga baik digunakan sebagai rumput gembala (Reksohadiprodjo, 1994).

Setaria merupakan rumput penutup tanah padang penggembalaan dan rumput potongan, yang dapat langsung diberikan pada ternak atau diawetkan dengan cara hay atau dengan silase (Rismunandar, 1986).

Sistematika rumput Setaria sphacelata adalah sebagai berikut; Phylum : Spermatophyta, Sub phylum : Angiospermae, Kelas : Monokotiledoneae, Ordo : Glumifora, Family : Gramineae, Sub family : Panicoideae, Genus : Setaria, Spesies : Setaria sphacelata (Reksohadiprodjo, 1994).

Umumnya setaria adaptif terhadap jenis tanah dengan struktur tanah ringan, sedang sampai berat. Di daerah dataran rendah, rumput ini bisa tumbuh baik pula, jika mendapatkan curah hujan yang cukup. (Nasution, 1991).

Pada saat tanaman rumput dipotong, bagian yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman yang ditinggalkan dan semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada tunggulpun semakin sedikit (Nasution, 1991).

Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya kelembaban tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman dan cara pengolahan (Williamson dan Payne, 1993).

Salah satu faktor yang mempengaruhi petumbuhan adalah persediaan karbohidrat di dalam akar yang ditinggalkan setelah pemotongan, kadar protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan serat kasar semakin tinggi. Pada pemotongan 4-5 minggu batang rumput masih rendah, kandungan air dan proteinnya tinggi (Rismunandar, 1986).

Panicum maximum

Tanaman ini berumur panjang, tumbuh tegak membentuk rumpun seperti padi. Tinggi bisa mencapai 0,5 – 2 meter. Sistem perakarannya dalam dan menyebar luas.Tahan terhadap musim kering.Tekstur daun halus dan berwarna hijau tua.Umumnya tahan terhadap lindungan sehingga memungkinkan untuk ditanam di antara pohon-pohon perkebunan.Dapat tumbuh pada tempat dengan ketinggian sampai 1.950 m dpl dan curah hujan 1000 – 2000 mm/tahun.Pembiakan jenis rumput ini bisa dengan biji atau sobekan rumpun.Kebutuhan biji untuk penanaman berkisar 4 – 11kg/ha tergantung jarak tanam yang digunakan(Reksohadiprodjo, 1994).

Menurut Wikipedia (2011), klasifikasi rumput benggala (Panicum maximum) yaitu:Kingdom : Plantae, Phylum : Spermatophyte, Subphylum : Angiospermae, Class : Monocotyledonae, Ordo : Giumiflora, Family : Poaceae, Sub Familia : Panicoideae, Genus : Panicum, Species : Panicum maximum

Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk melangsungkan proses pembelahan dan pembesaran sel yang terlihat dari pertambahan tinggi tanaman, diameter, perbanyakan daun dan petumbuhan akar. Cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada penurunan proses fisiologi yang mempengaruhi produktivitas rumput termasuk produksi bahan kering rumput (Fitter dan Hay, 1991)

Brachiaria humidicola

Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea. Terkenal dengan namaKoronivia grass (Mcllroy, 1977). Rumput ini merupakan rumput berumur panjang, berkembang secara vegetatif dengan stolon yang memiliki pertumbuhan cepat sehingga bila ditanam di lapangan segera membentuk hamparan.Rumput Brachiariahumidicola dapat ditanam secara vegetatif dengan pols, stolon atau biji.Batang yang berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm, helai daun berwama hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Jayacii (1991), menyatakan bahwa rurnputBrachiaria humidicola sesuai untuk dataran rendah tropika basah. Rumput ini dapat menghasilkan 20 ton bahan kering per tahun.Selain itu, Brachiaria humidicola mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase jelek dan tahan terhadap tekanan penggembalaan berat. Rumput Brachiaria humidicola tidak beracun, palatabilitas tinggi pada umur muda, tetapi palatabilitasnya akan menurun ketika produktivitasnya maksimum. Rumput Brachiaria humidicola tanpa pemupukan dapat menghasilkan 10,8 ton bahan kering/hektar dan dengan perlakuan pemupukan menghasilkan 33,7 ton bahan kering/hektar saat dipupuk 450 kg nitrogen / hektar (Chrowder and Chheda, 1982).

Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK) 37,4%; abu 9,8%, dan BETN sebesar 46,1%. Sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,9%; serat kasar 35,5%; abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Nasution, 1991).

Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Tanaman

(Brundrett et al., 1996).Secara alami terdapat asosiasi mikoriza antara fungi dan tanaman dalam bentuk simbiosis mutualisme.Manfaat fungsional yang diperoleh FMA dapat dilihat dari adanya pembentukan struktur arbuskula dan vesikula di dalam sel-sel akar serta produksi spora yang tinggi.Perkembangan FMA dan produksi spora membutuhkan energi yang diperoleh melalui penyerapan karbon organik dari tanaman inang (Smith dan Read, 1997).Sementara itu, tanaman inang dapat memanfaatkan fungi simbiosis berupa hara mineral dan air yang penyerapannya dibantu oleh FMA sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat.

Adanya simbiosis dengan FMA telah banyak diketahui mampu memperbaiki hara tanaman inang melalui penyerapan hara dan air yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasiterhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil sehingga kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air meningkat.

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah (Rungkat, 2009).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hijauan rumput maupun legum termasuk pakan utama ternak ruminansia. Pengadaan hijauan perlu dikelola dengan baik dan terencana sehingga tercapai sasarannya yaitu tersedianya makanan ternak yang berkualitas baik dan tersedia sepanjang tahun. Agar usaha tersebut dapat tercapai maka perlu diimbangi dengan manajemen yang baik antara lain pemilihan jenis hijauan makanan ternak yangunggul yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternaksepanjang tahun.

Kualitas dan kuantitas hijauan merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan produktivitas ternak ruminansia.Sampai saat ini ketersediaan hijauan yang baik selalu menjadi masalah apalagi pada musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mikoriza dan kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan produktivitas rumput hijauan makanan ternak. Dewasa ini jumlah populasi ternak ruminansia semakin meningkat setiap tahunnya, khususnya pada ternak sapi. Berdasarkan hasil pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK) pada tahun 2011, populasi sapi potong mencapai 14,8 juta ekor, sapi perah 597,1 ribu ekor dan kerbau 1,3 juta ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Penyediaan hijauan pakan ternak memiliki peranan penting dalam perkembangan ruminansia baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.Ternak ruminansia lebih banyak mengkonsumsi pakan hijauan dari seluruh pakan yang dikonsumsinya. Permasalahan timbul dalam upaya penyediaan pakan hijauan yang berkualitas baik sepanjang tahun karena rendahnya produktivitas lahan yang

digunakan sehingga penyediaan pakan dalam memenuhi kebutuhan ternak tidak mencukupi.

Tanah ultisol merupakan tanah yang kurang subur.Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, bersifat asam miskin hara, tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari 2500 mm/ tahun.Pada tanah ultisol tingkat keasaman yang tinggi,sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.Untuk mengatasi keadaan tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme tanah yang potensial dan ramah lingkungan. Mikroorganisme tanah yang potensial tersebut antara lain Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K).

Berdasarkan pemikiran, maka perlu ditanam beberapa hijauan makanan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak akan hijauan tersebut dilahan atau tanah berjenis ultisol. Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) diharapkan dapat meningkatkan produktivitas rumput sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk sehingga lebih efisien.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon berbagai tingkatan Mikoriza terhadap produktivitas rumputSetaria sphacelata, Panicum maximumdan Brachiaria humidicola.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengetahui perbandingan atau dosis pemberian Mikoriza yang lebih efektif terhadap produktivitas rumput Setaria sphacelata,, Panicum maximum dan Brachiaria humidicolasekalipun menggunakan lahan atau tanah seperti ultisol dan

penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembudidayaan hijauan pakan ternak.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respon yang nyata pada produktivitas rumputtanaman segar seperti produksi bahan kering rumput, tinggi tanaman, jumlah anakanpada rumput Setaria sphacelata, Panicum maximum dan Brachiaria humidicolayang disebabkan penggunaan Mikoriza dengan berbagai tingkatan.

ABSTRAK

TAUFIK ARDIANSYAH, 2014: “Respon Berbagai Tingkatan Mikoriza Terhadap Produktivitas Rumput (Setaria sphacelata, Pannicum maximum dan Brachiaria humidicola)”. Dibimbing oleh Nevy Diana Hanafi dan Usman Budi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon berbagai tingkatan Mikoriza terhadap produktivitas rumput Setaria Setaria sphacelata, Panicum maximum dan Brachiaria humidicola. Penelitian dilaksanakan di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2012. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor pertama adalah jenis rumput yang diapakai, yaitu Setaria Setaria sphacelata, Panicum maximum dan Brachiaria humidicola. Sedangkan factor kedua adalah level pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ,yaitu P0 = 0 gr FMA /polybag (kontrol), P1 = 5 gr FMA / polybag, P2 = 10 gr FMA / polybag dan P3 = 15 FMA/polybag. Parameter yang diteliti adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi bahan segar, produksi bahan kering, dan biomasa akar Setaria Setaria sphacelata, Panicum maximum dan Brachiaria humidicola.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi ketiga jenis rumput yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu pemberian level mikoriza arbuskula sebanyak 15 gr/polybag dengan hasil rataan tinggi tanaman Setariaspachelata (110,17 cm), Pannicum maximum (80,67 cm),Brachiariahumidicola (144,17 cm), jumlah anakan

Setaria spachelata (23,67 rumpun), Pannicum maximum (21,67 rumpun), Brachiaria

humidicola (15,00 rumpun), produksi bahan segar Setariaspachelata (69,70 g), Pannicum

maximum (113,30 g),Brachiaria humidicola (69,40 g), produksi bahan kering Setaria

spachelata (25,90 g), Pannicum maximum (25,30 g), Brachiaria humidicola (22,29 g)

dan biomasa akar Setaria spachelata (162,28), Pannicum maximum (406,76 g),Brachiaria humidicola (455,67 g).Kesimpulannya adalah,dosis pemberian mikoriza arbuskula pada level 115 g menunjukkan hasil terbaik pada pertumbuhan dan produksi rumput Setaria spachelata, Pannicum maximum,Brachiaria humidicola.

Kata kunci : Setaria spachelata , Panicum maximum, Brachiaria humidicola, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Tanah Ultisol, Produktivitas Rumput

ABSTRACT

TAUFIK ARDIANSYAH, 2014: "Effect of Levels Mycorhiza Arbuskular on Productivity of Grass (Setaria spachelata, Panicum maximum And brachiaria humidicola) on The Ultisol”. Under Supervised byNevy Diana Hanafi andUsman Budi

This study aimed to examined the growth of Setaria spachelata, Panicum maximum And Abrachiaria humidicola on the ultisol by granting different levels of arbuscularmycorrhizal. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, North Sumatera University in June to October 2012. The design used in the study was completely randomized design (CRD) Factorial. The First factor are the kinds of grass are Setaria spachelata, Panicum maximum And Abrachiaria humidicola. The second factor was arbuscularmycorrhizal level P0 = 0 g FMA/polybag ( control ), P1 = 5 g FMA/polybag , P2 = 10 g FMA/polybag and P3 = 15 g FMA/polybag . The parameters studied were plant height, number of tillers, fresh production, dry matter production, and root biomass of Setaria spachelata, Panicum maximum And Abrachiaria humidicola.

The results showed that the production Setaria spachelata, Panicum maximum And Abrachiaria humidicola were highest at P3 treatment is the provision of arbuscular mycorrhizal level of 15 g/polybag with the results of the average plant height of Setariaspachelata (110,17 cm), Pannicum maximum (80,67 cm),Brachiariahumidicola (144,17 cm), number of tillers from Setariaspachelata (23,67 clumps), Pannicum maximum (21,67 clumps),Brachiariahumidicola (15,00 iclumps), fresh production ofSetariaspachelata (69,70 g), Pannicum maximum (113,30 g),Brachiariahumidicola (69,40 g), dry matter production ofSetariaspachelata (25,90 g), Pannicum maximum (25,30 g),Brachiariahumidicola (22,29 g) and the biomass root of Setariaspachelata (162,28), Pannicum maximum (406,76 g),Brachiaria humidicola (455,67 g).

Keywords: Setariaspachelata, Panicum maximum, Abrachiaria humidicola, Ultisol,ArbuskularMichorizal, Productivity of Grass

RESPON BERBAGAI TINGKATAN MIKORIZA TERHADAP

Dokumen terkait