• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumput bermuda digolongkan menjadi rumput musim panas populer, yang akan berhenti pertumbuhannya pada suhu 16°C dan menjadi kecokelatan pada suhu 7°-10°C. Rumput bermuda yang umum dipakai sebagai turfgrass dibagi menjadi dua, yaitu rumput bermuda umum dan rumput bermuda hibrida. Rumput bermuda hibrida, seperti Tifway, Tifway II (419), Tiffine, Tifgreen, Tifdwarf, TifEagle, U-3, FloraDwarf, Champion, dan Midfield merupakan jenis turf yang memiliki kualitas tinggi tetapi membutuhkan pemeliharaan yang lebih intensif dan diperbanyak secara vegetatif karena tidak menghasilkan benih yang viabel (Emmons 2000).

Rumput bermuda hibrida sering dipakai untuk mewujudkan lawn yang berkualitas tinggi, lapangan olahraga, serta dipakai pada tee, fairway, dan green

sebuah padang golf. Menurut Turgeon (2005), rumput bermuda varietas Tifway Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Bermuda (Cynodondactylon)

Rumput bermuda digolongkan menjadi rumput musim panas populer, yang akan berhenti pertumbuhannya pada suhu 16°C dan menjadi kecokelatan pada suhu 7°-10°C. Rumput bermuda yang umum dipakai sebagai turfgrass dibagi menjadi dua, yaitu rumput bermuda umum dan rumput bermuda hibrida. Rumput bermuda hibrida, seperti Tifway, Tifway II (419), Tiffine, Tifgreen, Tifdwarf, TifEagle, U-3, FloraDwarf, Champion, dan Midfield merupakan jenis turf yang memiliki kualitas tinggi tetapi membutuhkan pemeliharaan yang lebih intensif dan diperbanyak secara vegetatif karena tidak menghasilkan benih yang viabel (Emmons 2000).

Rumput bermuda hibrida sering dipakai untuk mewujudkan lawn yang berkualitas tinggi, lapangan olahraga, serta dipakai pada tee, fairway, dan green

sebuah padang golf. Menurut Turgeon (2005), rumput bermuda varietas Tifway Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

4

memiliki tinggi pangkasan yang ideal untuk lapangan olahraga dan fairways yaitu 1.3 cm (0.5 inch).

Rumput bermuda menyebar dengan stolon yang agresif dan rhizoma. Stolon yang agresif tersebut dapat tumbuh 1.5 hingga 1.8 meter per tahun. Rumput bermuda memiliki daya pemulihan yang tinggi karena kemampuan menyebarnya yang cepat. Berbeda dengan rumput bermuda umum, rumput bermuda hibrida memproduksi thatch cukup banyak. Thatch adalah lapisan dari bagian rumput yang terdekomposisi tidak sempurna atau belum terdekomposisi yang berkumpul di atas permukaan tanah. Thatch yang terkumpul adalah bagian dari batang, stolon, rhizoma, dan akar rumput (Emmons 2000).

Kualitas Rumput

Kualitas rumput adalah fungsi dari tampilan, utilitas, dan kemampuan rumput untuk dipakai bermain bila digunakan untuk lapangan olahraga (Turgeon, 2005). Kualitas rumput berbeda-beda tergantung spesies dan varietas masing- masing rumput. Kondisi iklim, pemupukan dan pemangkasan dapat memberikan pengaruh yang besar juga terhadap kualitas hamparan rumput. (Emmons 2000).

Menurut Emmons (2000), terdapat empat karakteristik yang umum digunakan untuk menilai kualitas hamparan rumput, yaitu warna, tekstur, kepadatan, dan keseragaman. Namun Turgeon (2005) menambahkan kualitas rumput terdiri dari dua kategori, yaitu kualitas visual dan fungsional. Kualitas visual berkenaan dengan hal-hal yang dapat dilihat, seperti kepadatan, tekstur, warna, sifat pertumbuhan, dan kehalusan. Kualitas fungsional berkaitan dengan kemampuan rumput dimanfaatkan dalam permainan atau olahraga, seperti kekakuan, elastisitas, kepegasan, gelindingan bola, hasil pangkasan, ketegaran, perakaran, dan daya pemulihan.

Warna adalah sejumlah ukuran cahaya yang direfleksikan oleh rumput. Pada umumnya semakin hijau warna rumput maka akan semakin terlihat menarik. Warna yang buruk dapat disebabkan oleh kekurangan nitrogen, kekeringan atau stress temperatur, serangan penyakit dan serangga, dan berbagai serangan lain. Tidak semua rumput berwarna hijau gelap, ada beberapa spesies dan varietas yang berwarna hijau terang sehingga kekurangan warna hijau pada rumput tidak selalu berarti rumput tersebut tidak sehat (Emmons 2000).

Kualitas rumput yang bergantung pada ukuran lebar helai daunnya adalah tekstur. Tekstur yang halus didapat bila helai daun sempit, sedangkan tekstur yang kasar apabila ukuran helai daun lebar. Umumnya tekstur yang halus lebih menarik dibanding tekstur yang kasar. Kepadatan pucuk yang tinggi dan pemangkasan yang pendek dapat meningkatkan kehalusan tekstur rumput (Emmons 2000).

Kepadatan (density) adalah ukuran dari jumlah pucuk/tunas per luas lahan. Kepadatan bergantung dari jenis rumput, lingkungan dan faktor budidaya seperti suplai pupuk dan air yang memadai, tinggi pangkasan yang rendah, terhindar dari hama penyakit serta tipe varietas. Rumput bermuda merupakan salah satu jenis rumput yang memiliki kepadatan tertinggi selain beberapa jenis bentgrass (Turgeon 2005).

Keseragaman (uniformity) adalah perkiraan keseragaman penampilan hamparan rumput yang terdiri dari keseragaman dari sisi kesamaan jumlah pucuk dan dari sisi kesamaan permukaan rumput. Keseragaman sulit diukur karena

5 ditentukan banyak faktor seperti tekstur, kepadatan, komposisi spesies dalam satu hamparan, warna, tinggi pangkasan, serta kemampuan rumput dipakai bermain (Turgeon 2005).

Sifat pertumbuhan (growthhabit) adalah tipe pertumbuhan tunas suatu jenis rumput. Terdapat tiga tipe sifat pertumbuhan, yaitu bunch type yang tumbuh dan menyebar melalui biji, namum ada juga yang melalui tiller (Christians 2004);

rhizomatous yang menyebar melalui tunas yang tumbuh dalam tanah atau disebut juga rhizoma; serta stoloniferous yang tumbuh dan menyebar melalui tunas yang tumbuh di atas tanah atau stolon (Turgeon 2005).

Kehalusan (smoothness) berkenaan dengan keadaan permukaan daun yang mempengaruhi kualitas visual dan permainan. Keadaan permukaan daun yang buruk dapat berupa ujung daun yang tidak rata karena pisau pangkas yang tumpul. Hal ini dapat menyebabkan kecepatan gelindingan bola berkurang.

Kekakuan (rigidity) adalah ketahanan daun rumput agar tetap tegak terhadap tekanan dari bola atau yang lain dan ketahanan penggunaan turf. Rumput zoysia dan rumput bermuda memiliki barisan turf yang kaku serta ketahanan pemakaian yang sangat bagus. Selain kekakuan ada pula elastisitas (elasticity), yaitu kecenderungan daun rumput untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami tekanan.

Kepegasan (resliency) adalah kapastitas atau kemampuan rumput dalam menyerap kejutan dari bola atau injakan tanpa mengubah sifat permukaannya. Gelindingan bola (ball roll) adalah rata-rata jarak bola menggelinding pada permukaan lapangan rumput. Kecepatan gelindingan bola dapat diukur dengan stimpmeter.

Hasil (yield) adalah jumlah daun rumput yang dikumpulkan dari hasil pemangkasan. Hasil (yield) menunjukkan respons pertumbuhan rumput yang dipengaruhi oleh pemupukan, irigasi, faktor budidaya lainnya serta faktor lingkungan. Ketegaran (verdure) merupakan jumlah tunas dan seluruh bagian rumput (selain akar) yang berada di atas tanah setelah pemangkasan. Ketegaran pada beberapa jenis rumput umumnya berbanding lurus dengan kepegasan, kekakuan, dan kepadatan pucuk.

Perakaran (rooting) yang tebal dan dalam lebih disukai karena dapat mengantisipasi masalah kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Daya pemulihan (recuperative capacity) merupakan kapasitas rumput untuk memulihkan dirinya dari permasalahan seperti penyakit, hama, injakan yang berlebihan, dan sejenisnya.

Suatu padang rumput yang baik pada umumnya harus padat, seragam, dan memiliki warna yang menyenangkan. Lapangan olahraga harus menyediakan rumput yang memiliki karakteristik sesuai dengan masing-masing jenis permainan. Rumput pada lapangan sepak bola harus tahan injakan, kepegasan untuk menyerap kejutan, tahan pemakaian terus-menerus, pulih dengan segera setelah mengalami kerusakan. Namun untuk pada lapangan golf, rumput harus mampu menahan bola sehingga bola dapat meluncur di fairway tanpa hambatan dan dapat masuk pada lubang green dengan tepat (Turgeon 2005).

Pemupukan

Pemupukan adalah kegiatan menyuplai sejumlah unsur esensial yang diperlukan tanaman sebagai bagian dari program budidaya. Dari berbagai

6

penelitian, tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah kebutuhan nutrisi optimum yang diperlukan oleh tanaman (Turgeon 2005).

Penelitian Nasrullah dan Tungggalini (2000) menunjukkan bahwa pupuk

Polymer Coated Urea 42% (pupuk slow release) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 32.1 g/m2/aplikasi menghasilkan tinggi rumput, jumlah pucuk, kepegasan, warna, bobot basah dan bobot kering rumput terbaik. Semakin tinggi dosis yang diberikan untuk jenis pupuk slow release semakin tinggi kualitas pupuk yang diperoleh.

Bobot kering akar dan kandungan nitrogen total yang terbaik dihasilkan dari perlakuan urea (pupuk quick release) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 30 g/m2/aplikasi. Hasil terbaik untuk bobot kering rhizoma dihasilkan dari perlakuan pupuk slow release (PCU) dengan dosis 4.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 10.7 g/m2/aplikasi.

Perlakuan pemupukan dengan slow release (PCU) memberikan respons awal yang lebih lambat dibandingkan pemupukan quick release (urea). Hal ini karena pupuk PCU lambat tersedia bagi rumput, sedangkan pupuk urea cepat tersedia bagi rumput sebagai nutrisi tanaman. Perlakuan yang dianjurkan untuk penggunaan di lapangan golf dari penelitian Nasrullah dan Tunggalini (2000) adalah perlakuan pupuk slow release (PCU) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 32.1 g/m2/aplikasi.

Pasir sebagai Media Tanam

Struktur tanah merupakan susunan dari partikel – partikel tanah. Ukuran pertikel tanah dan proporsi relatifnya dalam tanah membentuk tekstur tanah. Klasifikasi tekstur partikel tanah menurut USDA terbagi menjadi tujuh (Tabel 1). Apabila tanah tidak memiliki struktur, seperti satu agregat liat maka akan menjadi sangat plastis ketika basah dan pecah apabila kering. Pasir sebagai media tanam rumput golf dapat mengalami pemadatan walaupun pasir juga disebut tidak berstruktur. Pasir penting dalam mendukung aerasi tanah dan drainase, tetapi pasir yang terlalu halus (0.1 sampai 0.05 mm) juga tidak baik untuk drainase (Turgeon 2005).

Tabel 1 Klasifikasi Ukuran Partikel Tanah United States Department of Agriculture System (USDA)a

Golongan Ukuran diameter (mm)

Pasir sangat kasar 2.00-1.00

Pasir kasar 1.00-0.50

Pasir sedang 0.50-0.25

Pasir halus 0.25-0.10

Pasir sangat halus 0.1-0.05

Debu 0.05-0.002

Liat <0.002

a

7 Ruang pori total dan pori aerasi terendah yang dihasilkan dari penelitian Ansori (1999) berada pada perlakuan 100% pasir. Namun berdasarkan penelitian Wuryanti dan Nasrullah (2013), perlakuan pasir 100% memberikan hasil pori aerasi terbesar pada media tanam yang digunakannya. Pori aerasi yang besar ini mengakibatkan media tanam tidak dapat memegang air sehingga air tersedia bagi rumput menjadi rendah yaitu hanya 2.7%.

Bentonit sebagai Campuran Media Tanam

Wuryanti dan Nasrullah (2013) menggunakan bentonit, sekam padi dan pasir sebagai bahan campuran media tanam pada rumput bermuda (Cynodon dactylon var Tifdwarf) . Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan campuran media tanam pasir dan bentonit berpengaruh nyata meningkatkan tinggi rumput, kepadaan pucuk, penampakan warna rumput, dan kepegasan.

Perlakuan campuran media tanam terbaik dihasilkan dari campuran pasir 75% + bentonit 25 mesh 25%, yaitu dengan menghasilkan kepadatan pucuk terbaik, penampakan warna terbaik, dan kualitas fungsional terbaik. Perlakuan pasir 50% dan bentonit 100 mesh 50% menghasilkan kualitas visual terburuk, yaitu penutupan rumput yang tidak merata. Perlakuan dengan kualitas fungsional terburuk dihasilkan dari perlakuan campuran pasir 50% + bentonit 100 mesh 25% + sekam padi 25% (Wuryanti dan Nasrullah 2013).

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Martana (2002) menggunakan campuran pasir, bentonit dan sekam padi. Campuran media tanam ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas fungsional dan visual rumput bermuda, yaitu kepegasan rumput, bobot kering pucuk, bobot kering akar, panjang akar, dan penampakan warna rumput. Namun pada peubah tinggi dan kepadatan rumput, perlakuan campuran media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Hasil terbaik pada kualitas fungsional di penelitian Martana (2002) ada pada perlakuan campuran pasir 50% dan sekam 50%. Sedangkan kualitas visual terbaik diperoleh dari perlakuan campuran pasir 50% dan bentonit 50% yang ditunjukkan oleh penampakkan warna yang lebih hijau.

Namun penggunaan bentonit dengan ukuran butiran yang sangat halus (100 mesh) mengakibatkan daya pegang air terlalu besar. Hal ini membuat media tanam menjadi lunak dan tidak mampu menahan injakan kaki manusia.

Batuan Mineral Bentonit dan Pemanfaatannya

Bentonit adalah batuan yang sebagian besar terdiri dari mineral liat montmorillonit. Selain montmorillonit, dalam jumlah sedikit bentonit juga terdiri dari quartz, feldspar, volcanic glass, gypsum, pirit. Nama bentonit pertama kali digunakan tahun 1848 oleh Knight untuk menunjuk material liat yang sangat plastis yang ditemukan di Fort Benton, Wyoming, Amerika Serikat (Grim 1953 dalam Clem dan Doehler 1961).

Bentonit termasuk pada golongan sumber daya mineral non logam kategori bahan industri bersama mineral lainnya seperti barite, potassium, sulfur, gypsum, dolomit. Tahun 2010 Indonesia memiliki sumber daya bentonit sebesar 614 601 020 ton, lebih sedikit jumlahnya dibanding dolomit namun jauh lebih banyak

8

dibanding barite, potassium, sulfur dan gypsum (Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral 2011).

Montmorillonit penting dipelajari untuk mengenal bentonit lebih dalam. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok smectite dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama montmorillonit sendiri

berasal dari Perancis pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorillon Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853-1856 (Puslitbang Tekmira 2005).

Smectite adalah nama mineral yang diberikan untuk golongan Na, Ca, Mg, Fe, dan Li-Al silikat. Mineral yang termasuk dalam golongan smectite ini yang sering digunakan antara lain Na-montmorillonit, Ca-montmorillonit, saponit (Mg), nontronit (Fe) dan hektorit (Li). Batu yang dominan tersusun dari mineral smectite

salah satunya adalah bentonit (Murray 1999).

Struktur montmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral dengan adanya renggangan antar unit lapisan (Gambar 1). Adanya ikatan oksigen pada masing – masing lapisan struktur montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan. Akibatnya volume bentonit akan mengembang bila dibasahi (Tan 1991). Selain itu karena adanya pergantian atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif karena ada

Gambar 2 Struktur Penyusun Montmorillonit (Grim 1953 dalam Clem dan Doehler 1961)

9 ketidakseimbangan muatan pada permukaan bentonit. Bagian inilah yang disebut sisi aktif dari bentonit yang dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion senyawa logam (Murray 1999).

Bentonit dibagi menjadi dua berdasarkan sifat mengembangnya dalam air, yakni bentonit yang mudah mengembang dan tidak mengembang. Bentonit yang mudah mengembang adalah bentonit natrium (Na-bentonit). Bentonit ini biasanya digunakan dalam pengeboran minyak dan gas bumi, industi minyak sawit, farmasi, dan lain-lain. Bentonit kalsium (Ca-bentonit) dan bentonit magnesium (Mg- bentonit) memang kurang mengembang bila dicelupkan dalam air, tetapi setelah diaktifkan atau secara alami bentonit ini memiliki sifat menghisap yang baik (Puslitbang Tekmira 2005). Bentonit jenis ini lebih banyak ditemukan di Indonesia dengan pemanfaatannya dalam industri baja, industri kimia sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap, dan sebagainya. Campuran bentonit dengan sedikit air akan menghasilkan bentonit yang dapat digunakan sebagai pengikat,

plasticizing, dan suspending (Clem dan Doehler 1961). Tabel 2 Komposisi Bentonit di Berbagai Wilayah (%)

Senyawa b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 SiO2 61.3-61.4 62.12 66.26 59.16 55.14 50.20 51.45 65.00 Al2O3 19.80 17.33 12.95 13.48 20.14 16.19 13.13 10.00 Fe2O3 3.90 5.30 1.20 2.70 0.30 - 3.16 0.50 CaO 0.60 3.68 1.15 3.19 0.50 2.80 1.56 2.00 MgO 1.30 3.30 2.32 1.40 2.49 4.12 6.20 0.50 TiO2 - - 0.37 0.45 0.10 0.20 - - Na2O 2.20 0.50 0.05 2.00 2.75 0.17 1.18 1.20 K2O 0.40 0.55 2.11 2.60 0.60 0.16 0.18 1.26 H2O 7.20 7.22 7.84 - - - - 7.50 SO3 - - 0.15 - - - - - b

) 1 : Na-Bentonit (Puslitbang Tekmira 2005) 2 : Ca-Bentonit (Puslitbang Tekmira 2005)

3 : Bentonit Cidadap, Jabar (Munir,1980 dalam Martana 2002)

4 : Bentonit Nanggulan,Yogyakarta (Anwar et al,1983 dalam Martana 2002) 5 : Wyoming (Anwar et al, 1983 dalam Martana 2002)

6 : Missisipi (Anwar et al, 1983 dalam Martana 2002) 7 : Bentonit Sukabumi (Dwiyono,1995)

8 : Bentonit Karangnunggal, Tasikmalaya (Martana 2002)

METODOLOGI

Dokumen terkait