• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Umum Udang Vaname

Nama lain dari udang vanameadalah Pacific White Shrimp, West Coast White Shrimp. Taksonomi udang vaname adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Penaeus Subgenus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Ciri-ciri udang vaname yaitu bertubuh putih bening, warna tubuh bercorak kebiru-biruan dari kromatofor yang berwarna biru dan berpusat di antara batas uropod dan telson (Robertson et al.1993). Kisaran parameter kualitas air yang optimal untuk pertumbuhan vaname antara lain pada suhu 26°C - 30°C, oksigen terlarut > 5mg/L dan alkalinitas 150-200 mg/L serta salinitas 5-35%o (Lester & Pante 1992). Aktivitas makan udang dipengaruhi oleh intensitas cahaya (Sumere & Kontara 1987) sesuai dengan sifat alami udang yaitu nokturnal (aktif pada malam hari).

Kebutuhan Nutrisi Udang

Protein tidak hanya dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan namun juga digunakan sebagai sumber energi. Karena kebutuhan ini maka peningkatan protein dalam pakan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Kandungan asam amino yang diberikan pada udang harus benar-benar seimbang karena pada saat molting krustase kehilangan sekitar

5

50-80% protein tubuh, sebagian dapat diganti bersamaan dengan nutrien lain. Kebutuhan protein udang berukuran 0-0,5 gram adalah 40% (Akiyama et al. 1992). Kebutuhan protein pada spesies omnivora seperti vaname lebih rendah dibandingkan spesies karnivora seperti Penaeus japonicus (Guillaume 1997).

Kecernaan protein berkisar antara 75-93%, namun pada Litopenaeus vannamei ditemukan aktivitas enzim pencernaan untuk beradaptasi dengan komposisi pakan (Guillaume 1997). Asam amino esensial yang dibutuhkan krustase adalah: arginina, histidina, isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, threonina, triptofan dan valina. Sedangkan kebutuhan fosfolipid sebesar 2% dalam pakan terutama fosfatidikolin, kolesterol atau fitosterol serta highly unsaturated fatty acids (HUFA), polyunsaturated fatty acids (PUFA). Penelitian terbaru melaporkan manfaat fosfatidikolin dalam meningkatkan ketahanan terhadap stress (Cotteau et al. 1996). Komponen fosfolipid dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Empat asam lemak yang berperan penting pada krustase yaitu linoleic (18:2 n-6), linolenic (18:3 n-3), eicosapentanoid (EPA) (20:5 n-3) dan docosahexanoic (DHA) (22:6 n-3). Kebutuhan lemak bervariasi tergantung dari habitat, suhu, jaringan, siklus hidup dan fase molting (Shiau 1998). Kecernaan karbohidrat berkisar 80-90% namun bisa berbeda karena sumber atau derajat gelatinisasinya setelah diproses (Cousin et al.1996).

Aplikasi Bakteri sebagai Probiotik pada Akuakultur

Penelitian penggunaan probiotik dalam hewan akuatik meningkat seiring dengan permintaan akuakultur yang ramah lingkungan (Gateouspe 1999). Definisi probiotik menurut Verschuere et al. (2000) yaitu mikrob hidup yang memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap inang dengan cara meningkatkan penggunaan pakan dan nilai nutriennya, meningkatkan respon imun inang terhadap penyakit atau meningkatkan kualitas lingkungan. Menurut Fuller (1992), probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikrob hidup yang diberikan sebagai suplemen dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan. Seiring perkembangan teknologi probiotik didefinisikan sebagai sediaan sel bakteri atau komponen dari sel

6

bakteri lain yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 1999).

Menurut Irianto (2003), pada dasarnya ada 3 model kerja probiotik yaitu: menekan populasi bakteri melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa antimikrob atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum, merubah metabolisme bakteri dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim, dan menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi atau aktivitas makrofag. Sementara Verschuere et al. (2000) menjabarkan beberapa kemungkinan model kerja probiotik yaitu: produksi senyawa penghambat, kompetisi senyawa kimia atau ketersediaan energi, kompetisi tempat penempelan, peningkatan respon imun, perbaikan kualitas air, interaksi dengan fitoplankton, sumber makro dan mikronutrien, dan memproduksi enzim untuk membantu pencernaan makanan.

Pada ikan Salmon Atlantik dan Rainbow trout yang diberi pakan dengan penambahan bakteri probiotik Carnobacterium sp. dengan konsentrasi 5 x 1010 sel/kg pakan, isolat dapat hidup dengan baik di saluran pencernaan ikan tersebut. Setelah 14 hari dilakukan uji tantang dengan bakteri Aeromonas salmonicida, Yersinia ruckeri, Vibrio ordalii dan Vibrioa anguillarum hasilnya menunjukkan efektivitas pengurangan penyakit yang disebabkan bakteri patogen tersebut kecuali Vibrio anguillarum (Robertson et al. 2000). Beberapa imunostimulan seperti glukan, lipopolisakarida dan peptidoglikan telah dilaporkan mampu menstimulasi fungsi selular pada udang (Gullian et al. 2004). Selain itu pengaruh probiotik sebagai pakan tambahan yang mampu meningkatkan imun terhadap bakteri patogen Vibrio sp. dan WSSV juga telah dilakukan (Itami et al. 1998; Gullian et al. 2004). Penambahan bakteri probiotik pada ikan air tawar juga telah dilakukan pada ikan gurame dengan penambahan bakteri Bacillus sp. namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap pertumbuhan walaupun berbeda nyata dengan kontrol. Dosis yang dipakai adalah 1,0 x 109; 1,5 x 109; 2,0 x 109; 2,5 x 109; 3,0 x 109 CFU/100g pakan dan kontrol. Hasil penelitian Murni (2004) menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan dapat meningkatkan kecernaan, efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan gurame dengan dosis optimal 10 ml/kg pakan dan kepadatan bakteri 4,2 x 104 CFU/ml. Manfaat

7

penambahan yaitu meningkatkan nilai pakan, kontribusi enzim dalam saluran pencernaan, menghambat bakteri patogen, anti mutan gen dan anti karsinogen, menunjang pertumbuhan dan meningkatkan respon imun (Mohanty et al. 1993; 1996; Sharma and Bhukhar 2000; Veschuere et al. 2000; Spanggard et al. 2001; Ziaei Nejad et al. 2006; Wang et al. 2005; Wang and Xu 2006; Wang 2007). Bakteri remedian (Bacillus sp.) telah dimanfaatkan pada pemeliharaan larva udang windu dan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan karena bakteri dan enzim yang dihasilkannya akan ikut termakan dan membantu proses pencernaan dalam saluran pencernaan udang (Handayani et al. 2000).

Peningkatan kualitas air juga dapat dilakukan dengan penambahan probiotik. Baru-baru ini juga dilaporkan bahwa penggunaan probiotik komersial dalam tambak vaname dapat menurunkan konsentrasi nitrogen dan fosfor (Wang et al. 2005).

Enzim pencernaan

Enzim adalah protein yang disintesis didalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim pencernaan yang diekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus. Aktivitas enzim sangat erat kaitannya dengan perkembangan sistem pencernaan (Walford & Lam 1993).

Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Cairan pankreas banyak mengandung tripsin yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase dan lipase.

Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva karena organ penghasil enzim juga semakin sempurna. Haryati (2002) menjelaskan bahwa aktivitas enzim pepsin, tripsin, lipase, dan amilase meningkat sejalan dengan dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh pada ikan bandeng. Peningkatan terbesar yaitu pada saat larva berumur 10 hari, sedangkan aktivitas enzim tripsin terjadi pada umur 15 hari. Sampai umur 30 hari aktivitas enzim pepsin belum tercapai, karena itu pakan buatan baru dapat diberikan pada umur 15 hari.

8

Aktivitas enzim lipase telah diteliti oleh Borlongan (1990). Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas dan pilorik kaeka. Ikan yang mendapatkan pakan berupa diatom dan uniseluler dengan kandungan lemak kasar 1,98% mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi pada organ utama yang mensekresi enzim tersebut dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen dengan kandungan lemak kasar 0,98%. Ikan bandeng secara efektif dapat beradaptasi terhadap tingkat lemak dalam pakan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim berkorelasi dengan komposisi pakan yang dikonsumsi.

Aktivitas enzim udang vaname telah diteliti oleh Wang (2008) dimana pada stadia larva aktivitas protease vaname tidak berbeda antara yang diberikan pakan dengan probiotik atau tanpa penambahan probiotik, namun pada stadia postlarva 1-2 dan 7-8 aktivitas proteasenya paling tinggi dan berbeda dengan udang yang diberikan pakan tanpa penambahan probiotik. Penambahan probiotik juga memberikan pengaruh terhadap aktivitas amilase dibandingkan udang yang diberikan makanan tanpa probiotik begitupun dengan aktivitas lipase udang vaname.

Enzim amilase, protease dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior. Protease yang disebut juga endopeptidase merupakan kelompok enzim pencernaan udang yang bertanggung jawab lebih dari 60% dari kecernaan total protein dalam udang (Galgani et al. 1984, 1985; Tsai et al 1986). Protease merupakan enzim yang paling banyak berperan dalam hidrolisis protein. Sedangkan dalam hidrolisis karbohidrat adalah amilase seperti yang ditunjukkan ikan mas (Zonneveld et al. 1991). Keberadaan enzim dalam pakan akan meningkatkan daya cerna bahan makanan. Penelitian yang dilakukan Lemos et al. 2000 tentang derajat hidrolisis pakan udang penaeid dengan sumber protein yang terdiri dari: tepung ikan menhaden, tepung kedelai, tepung limbah tuna, tepung ikan putih dan tepung langostilla dengan ekstrak enzim pencernaan udang pada konsentrasi 1 ml/10 g pakan menghasilkan derajat hidrolisis protein berkisar dari 23,20 sampai 33,99%. Aktivitas tripsin dan kemotripsin Litopenaeus vannamei lebih tinggi pada udang yang diberikan protein kualitas rendah (tepung menhaden B) dibandingkan dengan pakan lainnya.

9

Penelitian Aslamyah (2006) menunjukkan bahwa bakteri Carnobacterium sp. mampu menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 20,00 sampai 57,87 mg pada jumlah inokulum 1010 CFU/ml dan 20,00 sampai 58,13 mg pada jumlah inokulum 1012 CFU/ml dan bakteri tersebut berperan dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan dengan menyumbangkan enzim protease, lipase dan amilase endogen masing - masing sebesar 41,33; 36,12 dan 22,51%

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan tahap isolasi dan seleksi bakteri kandidat probiotik yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai bulan November 2008 sampai Februari 2009. Tahap selanjutnya yaitu pemeliharaan udang vaname dilakukan di Balai Layanan Usaha Produksi Budidaya (BLUPPB) Karawang Jawa Barat dari bulan Juli sampai September 2009. Setelah pemeliharaan selanjutnya dilakukan analisa enzim di Laboratorium Bakteriologi, Pusat Antar Universitas (PAU), IPB dan analisa kecernaan serta analisa proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Prosedur Penelitian Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik

Sumber inokulum didapat dari isi saluran pencernaan udang vaname fase dewasa dengan ukuran rata-rata 10-15 g yang dilakukan dengan cara mengeluarkan saluran pencernaan udang. Saluran pencernaan ditimbang dan diukur panjangnya kemudian digerus dan diencerkan. Setiap 1g saluran pencernaan diencerkan dengan 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Sampel hasil pengenceran kemudian ditumbuhkan pada media seawater complete (SWC) yang dibuat dari 1,25 g bakto pepton, 0,25 g yeast ekstrak, 750 ml air laut, 250 ml akuades dan 3 ml gliserol. Sebagai sumber energi untuk bakteri proteolitik, lipolitik dan amilolitik masing-masing digunakan susu (kasein), minyak zaitun dan tepung kanji (pati).

Kultur cair bakteri dilakukan dalam suasana aerob pada suhu 29°C selama 20-24 jam. Kultur selanjutnya diencerkan sampai 10-7 dan kemudian ditumbuhkan kembali pada media SWC yang telah ditambahkan sumber energi. Kultur dibuat duplo dan kemudian diinkubasi pada suhu 29°C selama 20-24 jam.

11

Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik

Seleksi probiotik dilakukan dengan mengamati bakteri yang mampu menghidrolisis kasein, pati dan lemak (Lampiran 1). Tahap seleksi bakteri untuk mendapatkan kandidat probiotik terdiri dari :

1. Uji Aktivitas Proteolitik, Lipolitik dan Amilolitik

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur besarnya kemampuan aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik dari masing masing isolat yang diuji melalui uji hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat (Lampiran 1). Aktivitas protease ditandai dengan zona bening di sekeliling isolat yang ditumbuhkan pada media agar sedangkan isolat yang tidak mampu menghidrolisis protein tidak terbentuk zona di sekitar isolat. Hasil aktivitas lipase ditandai dengan adanya warna hijau terang pada isolat yang ditumbuhkan dan aktivitas amilase ditandai dengan warna sekeliling isolat menjadi kuning cerah sedangkan isolat yang tidak mampu menghidrolisis karbohidrat warna sekeliling isolat gelap.

2. Uji Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu

Kemampuan bakteri untuk bertahan dalam lambung yang berpH rendah dan saluran pencernaan yang ber-pH basa diuji dengan ketahanan asam lambung dan garam empedu. Metode ini mengacu pada Ngatirah et al. (2000) yaitu dengan menginokulasikan 1 ml isolat bakteri ke dalam satu seri tabung yang berisi 9 ml larutan media steril dengan pH 2,5 (diatur dengan penambahan HCL) dan pH 7,5 (diatur dengan penambahan NaOH) dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 29°C. Selanjutnya sel bakteri yang tumbuh dihitung dengan metode hitungan cawan setiap 2 jam selama 8 jam. Ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu ditentukan oleh selisih jumlah koloni antara kontrol dan perlakuan. Semakin kecil selisihnya maka semakin tahan terhadap asam lambung dan garam empedu. 3. Uji Pertumbuhan Bakteri

Pencapaian fase ekponensial bakteri dapat ditentukan dengan fase pertumbuhan bakteri. Persiapan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 ml isolat bakteri ke dalam 10 ml media kultur cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29°C. Sediaan ini disebut kultur segar yang kemudian diambil 1% dan diinokulasikan ke dalam media kultur steril 90 ml dan diinkubasi kembali

12

pada suhu 29°C. Pertumbuhan bakteri diamati setiap 2 jam dengan mengukur nilai kerapatan atau optical density (OD) dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm (Hadioetomo 1990).

4. Uji Aktivitas Antagonistik terhadap Bakteri Patogen

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam menghambat bakteri patogen. Bakteri patogen yang digunakan adalah Vibrioharveyi. Pertama dilakukan kultur cair bakteri patogen dan setiap kandidat probiotik. Selanjutnya dari kultur cair diambil 0,1 ml dan ditambahkan 0,9 ml larutan fisiologis steril. Untuk bakteri patogen diambil 0,1ml dan kemudian disebar di cawan. Kertas saring steril dicelupkan pada suspensi kandidat probiotik dan diletakkan di atas media padat SWC yang telah disebar dengan V.harveyi. Biakan bakteri ini diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam dan diamati zona bening sebagai hasil bahwa kandidat probiotik dapat menghambat V. harveyi.

5. Uji Penempelan

Uji ini mengacu pada metode berdasarkan Dewanti & Wong (1993) yang menggunakan lempeng baja. Terlebih dahulu lempeng baja disterilkan dengan cara direndam dalam larutan deterjen yang dipanaskan sampai mencapai suhu 40 - 45°C selama 24 jam, kemudian lempeng baja dibilas dengan air panas 40 - 50°C sampai bersih lalu dikeringanginkan, selanjutnya diautoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit.

Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan lempeng baja di dalam erlenmeyer 1 L dengan posisi berdiri. Erlenmeyer sebelumnya telah diisi dengan 250 ml SWC steril dan telah diinokulasi 1 ml kultur segar bakteri. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan ditempatkan dalam shaker selama 24 jam pada suhu 29°C. Setelah 24 jam lempeng baja dibilas dengan larutan buffer fosfat (BF). Kemudian permukaan lempeng diseka secara merata dengan menggunakan swab. Swab dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml BF dan divortex selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengenceran serial dan dihitung populasi bakteri dengan metode hitungan cawan.

Jumlah bakteri yang tumbuh pada media dalam erlenmeyer juga dihitung dengan cara mengambil 1 ml cairan dari media tumbuh dan diencerkan dengan 9

13

mL buffer Fosfat. Selanjutnya dilakukan penghitungan populasi bakteri yang tumbuh dengan metode hitung cawan. Bakteri yang mampu membentuk biofilm dengan baik akan mampu menempel pada substrat yaitu usus.

6. Uji Patogenisitas Bakteri Kandidat Probiotik

Uji patogenisitas dilakukan untuk melihat apakah bakteri yang diberikan bersifat patogen atau tidak terhadap udang. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan bakteri kandidat probiotik secara intramuskular dengan konsentrasi 106 CFU/ml sebanyak 0,1 ml/ekor. Udang dipelihara selama 7 hari dan diamati kelangsungan hidupnya setiap hari. Pada akhir pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup udang dihitung dan dibandingkan dengan kontrol yakni udang yang disuntik dengan larutan fisiologis. Kandidat probiotik yang akan digunakan adalah bakteri yang tidak bersifat patogen yang tidak menyebabkan udang sakit dan mati pada saat uji patogenitas ini.

Uji Pakan Percobaan pada Udang Vaname

Pakan yang digunakan yaitu pakan komersial (Tabel 1) dan ditambahkan kandidat probiotik. Sebelum dicampurkan ke dalam pakan dilakukan kultur cair bakteri kandidat probiotik yang ditempatkan dalam shaker dengan suhu 29°C dengan kecepatan 180 rpm dan dilakukan pemanenan sesuai waktu pencapaian fase eksponensial. Hasil kultur bakteri yang didapat dipindahkan ke dalam tabung ulir dan disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Hasil endapan bakteri probiotik inilah yang dicampurkan ke dalam pakan. Probiotik sebanyak 10g/kg (Wang et al. 2007) ditambahkan ke dalam pakan dengan cara disemprotkan secara merata menggunakan spuit dengan menambahkan 2% kuning telur.

Tabel 1. Komposisi proksimat pakan komersil yang digunakan Komposisi Proksimat Kandungan (%) Protein 32% Lemak 5% Serat 4% Abu 15% Air 11%

14

Komposisi : Fish meal, shrimp meal, squid meal, soybean meal, wheat flour, soy lecithin, squid oil, fish oil, immune stimulant, vitamin, mineral, anti mold and anti oksidant

Sumber : Luxindo 39 3A

Pakan yang diberikan pada percobaan ini terdiri dari :

A: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase (isolat M2)

B: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil lipase (isolat Z3)

C: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil protease (isolat K9)

D: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase, lipase dan protease (S3)

E: Pakan komersial yang tidak ditambahkan probiotik

Selanjutnya pakan ini diberikan pada udang selama percobaan pemeliharaan untuk selanjutnya dilakukan :

1. Uji Pertumbuhan

Pemeliharaan udang dilakukan pada wadah plastik ukuran 90L sebanyak 15 buah (Gambar 1). Bagian samping ditutup plastik warna hitam dengan tujuan untuk menurunkan intensitas cahaya sesuai dengan sifat udang yang aktif pada malam hari (nokturnal). Sebelum digunakan, semua peralatan diberi desinfektan dengan kaporit. Wadah plastik diisi air yang berasal dari tambak udang dengan ketinggian 70%. Air dari tambak disaring terlebih dahulu dan diberi desinfektan dengan kaporit 30 ppm kemudian dinetralkan dengan Na-thiosulfat 10 ppm dan diaerasi tinggi. Air disterilkan selama 3 hari dan pada hari keempat udang dimasukkan ke dalam wadah plastik.

15

Udang dengan bobot rata-rata 8,35 ± 0.16 g dan panjang 10,14 ± 0,21cm ditebar dengan kepadatan 30 ekor per wadah. Pemeliharaan udang dilakukan selama 60 hari dan diberi pakan satiation sebanyak lima kali sehari, yaitu pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 21.00. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari bobot tubuh udang dan selanjutnya disesuaikan dengan pertambahan bobot tubuh udang vaname. Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebanyak 10% dan penyiponan dilakukan setiap pagi hari untuk membersihkan sisa pakan dan feses. Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan ditimbang dan dicatat untuk menghitung efisiensi pakan. Untuk mengetahui laju pertumbuhan udang dilakukan sampling setiap 10 hari sekali. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan meliputi salinitas, pH, suhu, dissolve oksigen (DO) dan amoniak. Untuk uji pertumbuhan ini dianalisis beberapa parameter yaitu :

1. Laju pertumbuhan relatif udang

Laju pertumbuhan relatif dihitung menggunakan rumus menurut Takeuchi (1988) yaitu:

PR = Wt-Wo x 100% Wo

Dimana :

Wo = Bobot ikan awal (g) Wt = Bobot ikan akhir (g) PR = Pertumbuhan relatif 2. Konversi Pakan (KP)

Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus menurut Takeuchi (1988) yaitu : KP = F x 100%

(Wt +Wd ) - Wo Dimana :

KP = Konversi pakan (%)

Wo = Bobot rata rata ikan uji pada awal penelitian (g) Wt = Bobot rata rata ikan uji pada waktu t (g)

Wd = Bobot udang yang mati selama penelitian (g) F = Bobot pakan yang dikonsumsi selama penelitian

16

3. Retensi Protein

Retensi protein dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat kadar protein (Lampiran 2) terhadap pakan, serta tubuh udang awal dan akhir penelitian. Rumus yang dipakai berdasarkan Takeuchi (1988) :

RP = Pt-Po x 100 Pe

Dimana :

RP = Retensi protein (%)

Po = bobot protein dalam tubuh ikan pada waktu 0 (g) Pt = bobot protein dalam tubuh ikan pada waktu t (g) Pe = bobot protein yang dikonsumsi ikan (g)

4. Populasi bakteri

Populasi bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan udang dan feses udang vaname dihitung pada awal dan akhir percobaan dengan metode hitungan cawan. Hal ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan populasi setelah diberikan pakan uji. Sampel saluran percernaan udang dan feses digerus secara terpisah dan setiap 1 g saluran pencernaan diencerkan dengan 9 ml larutan fisiologis steril. Kemudian hasil pengenceran ditumbuhkan pada media agar padat.

5. Tingkat kelangsungan hidup

Tingkat kelangsungan hidup diamati setiap periode pengamatan 10 hari sampai akhir penelitian dan penghitungannya menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

S = Nt x 100 No Dimana :

S = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah udang uji pada akhir penelitian ( ekor ) No = Jumlah udang uji pada awal penelitian ( ekor ) 6. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan awal sebelum diberikan ke udang dan setelah pemberian pakan, pakan kembali

17

ditimbang untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi udang setiap hari selama masa pemeliharaan.

2. Uji Daya Cerna Pakan

Pengujian daya cerna pakan dilakukan secara terpisah dari uji pertumbuhan. Pakan yang akan digunakan dihaluskan menjadi serbuk dan ditambahkan 0,6 % Cr2O3 sebagai indikator kecernaan dan CMC sebesar 20 g/kg pakan sebagai perekat (Watanabe 1988). Selanjutnya pakan serbuk dibuat pelet lagi dan dikeringkan. Pakan diberikan pada udang selama seminggu dan pada hari ketujuh dilakukan pengumpulan feses udang dengan cara menyipon akuarium dengan selang kecil dan ditampung dalam ember. Selanjutnya disaring dan feses yang terkumpul ditempatkan pada botol film untuk selanjutnya dianalisa (Lampiran 3). Feses yang terkumpul dikeringkan dalam oven bersuhu 110°C selama 4-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisa kandungan Cr2O3 terhadap feses yang sudah dikeringkan (Lampiran 4).

Nilai kecernaan dihitung berdasarkan Takeuchi (1988) : Kecernaan protein (%) = 1-(a’/a )/(b’/b) x 100

Kecernaan Total (%) = 1-(a’/a) x 100 Keterangan :

a = % Cr2O3 dalam pakan a’ = % Cr2O3 dalam feses b’ = % protein dalam feses b = % protein dalam pakan

3. Uji Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan

Uji aktivitas enzim dilakukan pada saluran pencernaan udang di akhir penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari penambahan probiotik pada pakan yang diberikan dibandingkan kontrol. Udang diambil sebanyak 6 ekor dari setiap akuarium kemudian dibedah untuk diambil saluran pencernaannya. Preparasi ekstrak enzim saluran pencernaan udang ini dilakukan pada suhu 4°C. Saluran pencernaan udang kemudian dicuci dengan

Dokumen terkait