• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Kresek oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae Gejala Penyakit Kresek

Kresek sebenarnya merupakan sebutan untuk gejala penyakit hawar daun bakteri yang sudah parah, yaitu ketika tanaman sudah mulai berwana kuning pucat, kelabu dan layu. Penyakit ini merupakan penyakit yang menyerang pembuluh dan menyebabkan infeksi sistemik pada tanaman padi. Patogen mencapai jaringan pembuluh, terutama xilem, di mana patogen tersebut melakukan multiplikasi kemudian menyebar ke seluruh tanaman (Nino-Liu et al. 2006). Gejala penyakit kresek timbul 1-2 minggu setelah padi dipindah dari persemaian (Semangun 1991). Gejala penyakit diawali dengan bercak kuning yang kemudian berubah menjadi kelabu dan putih jerami pada ujung dan tepi daun pada daun yang telah berkembang sempurna. Bercak akan meluas ke sepanjang urat daun, bergabung, dan menjadi klorosis kemudian nekrosis yang akhirnya disebut hawar. Hawar berwarna putih hingga abu-abu buram dan memanjang mulai dari ujung daun hingga sepanjang urat dan tepi daun. Daun terlihat mengering dan helaian daunnya melengkung.

Patogen Penyakit Kresek

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Swings et al. 1990) adalah bakteri patogen tanaman yang menyebabkan penyakit hawar daun pada padi, yang juga dikenal dengan sebutan penyakit kresek. Semua spesies bakteri Xanthomonas merupakan patogen dan hanya ditemukan bila berasosiasi dengan tumbuhan atau bahan tumbuhan (Agrios 2005). Bakteri ini berbentuk batang lurus dengan panjang 1,2- 3,0 µm dan lebar 0,4-1,0 µm, bergerak dengan satu bulu cambuk polar, dan termasuk gram negatif. Koloni bakteri X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh pada media agar YDCA biasanya berwarna kuning, cembung, mukoid, dan sebagian besar tumbuh dengan lambat (Schaad et al. 2000). Warna kuning dikarenakan bakteri memproduksi pigmen xanthomonadin (Schaad et al. 2000).

Bakteri X. oryzae pv. oryzae masuk ke daun dan melalui hidatoda pada ujung dan tepi daun (Nino-Liu et al. 2006). Bakteri dapat pula menginfeksi

melalui luka-luka pada daun akibat pemotongan, luka karena gesekan antar daun, dan luka karena serangga (Semangun 1991). Menurut Singh & Mathur (2004), bakteri X. oryzae pv. oryzae dapat terbawa benih dan bertahan dalam waktu yang cukup lama, karena bakteri berada pada fase dorman ketika berada dalam benih. Bakteri ini terdapat dalam endosperma benih dan dapat bertahan di benih selama 0,16-0,9 tahun (Agarwa & Sinclair 1987) atau 2-6 bulan (Singh & Mathur 2004). Menurut Suryadi et al. (2006), masih banyak contoh benih padi yang berasal dari beberapa lokasi di Indonesia yang teryata positif terinfeksi X. oryzae pv. oryzae setelah diuji. Hasil pengujian laboratorium dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) telah menunjukkan adanya penyakit terbawa benih yang disebabkan oleh X. oryzae pv. oryzae, yang berkorelasi dengan serangan peyakit hawar daun bakteri di lapang (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura 2007 dalam Ilyas et al. 2007). Namun demikian, lamanya bakteri X. oryzae pv. oryzae bertahan dalam benih padi dan penyebaran serta penularannya melalui benih masih menjadi kontroversi (Mew et al. 1989; Nino- Liu et al. 2006).

Pengendalian Penyakit Kresek

Pengendalian penyakit kresek umumnya adalah dengan menanam varietas- varietas padi yang tahan (Semangun 1991; Hifni & Kardin 1998). Selain itu, juga dengan tidak melakukan pemotongan ujung daun pada bibit padi yang dipindah dari persemaian, memindah bibit pada umur tidak kurang dari 40 hari, dan pemupukan yang seimbang (Semangun 1991). Penggunaan senyawa kimia atau bakterisida, seperti nickel dimethyl dithiocarbamate, dithianone, dan phenazine, dapat dilakukan jika diperlukan (Gnanamanickam et al. 1994).

Aktinomiset

Aktinomiset adalah bakteri gram positif yang memiliki kandungan G+C (Guanine-Cytosine) yang tinggi (>55%) dalam DNA-nya. Secara morfologi, bakteri ini mirip cendawan karena membentuk miselium yang bercabang dan membentuk spora. Aktinomiset mempunyai dua jenis miselium, yaitu miselium substrat dan miselium aerial (Holt et al. 1994). Aktinomiset pada awalnya

dianggap sebagai kelompok peralihan, antara bakteri dan cendawan, tetapi sekarang diakui sebagai organisme prokariotik. Sebagian besar aktinomiset hidup bebas, sebagai bakteri saprofit yang dapat ditemukan tersebar secara luas di tanah, air, dan mengkolonisasi tanaman. Beberapa jenis aktinomiset diketahui merupakan bakteri endofit pada tanaman (Hasegawa et al. 2006). Populasi aktinomiset telah banyak ditemukan pada berbagai jenis tanah, baik tanah rizosfer maupun non-rizosfer (Crawford et al. 1993; Gesheva 2002), tanah pertanian (Oskay et al. 2004; Jeffrey 2008), tanah hutan (Kanti 2005), serta tanah gua (Nakaew et al 2009), dan sebagian besar adalah genus Streptomyces.

Aktinomiset sangat umum dijumpai di rizosfer hingga lapisan tanah dalam. Isolasi aktinomiset dari jaringan tanaman dan lahan pertanian sering kali diperoleh aktinomiset yang bersifat saprofitik. Sangat sedikit aktinomiset yang diketahui menjadi patogen tanaman (Schaad et al. 2000). Contoh aktinomiset yang menjadi patogen tanaman adalah Streptomyces scabies penyebab penyakit kudis pada kentang, S. acidiscabies, dan S. ipomoeae penyebab penyakit Streptomyces soil rot pada ubi.

Aktinomiset berperan penting sebagai penghasil antibiotik. Antibiotik adalah molekul-molekul yang dapat menghentikan pertumbuhan mikroba, baik bakteri maupun cendawan, atau bahkan sama sekali membunuhnya (Walsh 2003). Antibiotik yang menghentikan atau menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik, contohnya kloramfenikol. Antibiotik yang menyebabkan kematian sel bakteri disebut bakterisida, contohnya penisilin. Menurut Walsh (2003), antibiotik dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain melalui beberapa cara, yaitu dengan penghambatan biosintesis dinding sel, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis DNA/RNA, dan penghambatan sintesis prekusor DNA/RNA.

Hingga saat ini sebagian besar antibiotik yang dikenal dihasilkan oleh aktinomiset, seperti Streptomyces, dan juga beberapa jenis cendawan seperti Penicillium (Agrios 2005). Antibiotik yang sangat penting dalam pengendalian penyakit tumbuhan adalah streptomisin, tetrasiklin, dan sikloheksimida (Agrios 2005). Streptomisin atau streptomisin sulfat, yang dijual sebagai Agrimycin dan Phytomycin dan digunakan untuk penyemprotan, menunjukkan daya kerja dengan

spektrum luas terhadap bakteri patogen tumbuhan penyebab penyakit bercak, hawar, dan busuk. Aktinomiset juga diketahui menghasilkan bakteriosin (Akhdiya & Susilawati 2008). Bakteriosin adalah zat antibakteri yang dihasilkan oleh strain bakteriosinogenik tertentu dari banyak spesies bakteri. Bakteriosin merupakan protein yang sangat spesifik yang menghambat dan menyebabkan terjadinya lisis hanya terhadap strain bakteri indikator tertentu.

Antibiotik, terutama streptomisin, pertama kali digunakan untuk mengendalikan bakteri patogen tanaman pada tahun 1950 (Agrios 2005). Segera setelah itu, antibiotik sikloheksimida terbukti efektif terhadap beberapa cendawan patogen tanaman. Pada tahun 1967, antibiotik tetrasiklin terbukti dapat mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh molikut (Agrios 2005). Beberapa tahun kemudian, antibiotik ini juga terbukti dapat mengendalikan penyakit tanaman akibat bakteri fastidiosa yang hidup dalam xilem tanaman inang.

Selain sebagai agens hayati, aktinomiset juga telah mulai diteliti sebagai bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa di samping mampu menekan pertumbuhan patogen, aktinomiset mampu memacu pertumbuhan tanaman selada (Crawford et al. 1993), perkecambahan mentimun (Meguro et al. 2006), dan tomat (Patil et al. 2011). Aktinomiset diketahui dapat menghasilkan beberapa hormon pertumbuhan seperti auksin indole-3-acetic acid (IAA), asam pteridic, dan siderofor yang menguntungkan tanaman (Doumbou et al. 2002; Khamna et al. 2010; Nimnoi et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa selain sebagai agens hayati, aktinomiset juga berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan September 2011.

Bahan dan Alat

Aktinomiset yang digunakan berasal dari tanah perakaran bambu, tanah persawahan di Bogor, dan koleksi isolat milik Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB yang diisolasi dari tanah perakaran sawit. Bakteri X. oryzae pv. oryzae diperoleh dari hasil isolasi bagian tanaman padi yang menunjukkan gejala penyakit kresek. Media yang digunakan yaitu yeast-dextrose-carbonate-agar (YDCA), casamino acids-yeast extract-glucose- agar (YCED), water-yeast extract-agar (WYE), WYE broth, nutrient agar (NA), dan Luria Bertani broth (LB) (Lampiran 1). Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu benih padi varietas Ciherang yang secara alami terinfeksi X. oryzae pv. oryzae, bahan-bahan kimia untuk ekstraksi DNA dan polymerase chain reaction (PCR), KAPA2G Fast ReadyMix(2x), dan gel agarose. Alat yang digunakan untuk amplifikasi DNA yaitu mesin PCR/thermal cycler (GeneAmp PCR System 9700).

Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

Aktinomiset diisolasi dari sampel tanah yang diperoleh dari area persawahan di Cikarawang dan hutan bambu di Darmaga, Bogor. Tanah sampel yang diambil berasal dari kedalaman 5-12 cm di bawah permukaan tanah. Sampel tanah tersebut dikeringanginkan selama 7-14 hari. Untuk mengisolasi aktinomiset, 10 g sampel tanah disuspensikan ke dalam 100 ml akuades steril kemudian diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan tingkat pengenceran 10-1 hingga 10-8 dan hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 100 µl. Pencawanan dilakukan pada media

YCED dan WYE yang merupakan media bernutrisi rendah yang baik untuk mengisolasi aktinomiset (Crawford et al. 1993). Koloni-koloni tunggal aktinomiset yang tumbuh kemudian dimurnikan sebagai isolat murni pada cawan terpisah dengan media YCED atau WYE.

Isolasi Bakteri X. oryzae pv. oryzae

Bakteri X. oryzae pv. oryzae diisolasi dari daun padi yang menunjukkan gejala penyakit kresek lalu ditumbuhkan pada media YDCA dan dimurnikan. Daun yang menunjukkan gejala hawar dipotong-potong kecil lalu dicelupkan pada kloroks 10% untuk sterilisasi permukaan. Potongan daun dibilas dengan akuades steril dan dikeringkan di atas tisu. Untuk memperoleh suspensi bakteri, potongan daun direndam dalam akuades steril lalu dikocok dengan vortex. Selanjutnya, dilakukan pengenceran berseri dengan memindahkan 1 ml suspensi bakteri ke dalam 9 ml akuades steril dari satu tabung ke tabung selanjutnya. Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-3. Hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 50

µl pada cawan dengan media YDCA. Koloni tunggal bakteri X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh kemudian dimurnikan pada media YDCA baru untuk dijadikan isolat stok.

Isolat X. oryzae pv. oryzae yang telah diisolasi selanjutnya diuji patogenisitasnya dengan uji reaksi hipersensitif pada daun tanaman tembakau sehat. Isolat bakteri juga diujikan pada tanaman padi dengan cara menginokulasikannya pada daun padi sehat yang telah dipotong. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri patogen X. oryzae pv. oryzae yang dapat menyebabkan penyakit kresek pada padi.

Uji Potensi Antibiosis Aktinomiset terhadap X. oryzae pv. oryzae

Pengujian ini bertujuan menyeleksi aktinomiset yang memiliki sifat antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae, yaitu aktinomiset yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae. Akan diseleksi empat isolat aktinomiset yang memiliki sifat antibiosis paling baik terhadap X. oryzae pv. oryzae. Pengujian dilakukan dengan dua metode, yaitu metode plate diffusion dan metode cross-streak.

Metode plate diffusion. Pengujian aktivitas antibiosis dilakukan dengan metode pengujian plate diffusion dengan beberapa modifikasi (Jeffrey 2008). Isolat aktinomiset berumur 7 hari, yang dibiakkan pada media WYE atau YCED, diambil menggunakan cork borer dengan diameter 8 mm dan diletakkan di atas media NA yang telah disebari dengan 50 µl bakteri X. oryzae pv. oryzae. Isolat diambil bersama dengan media agarnya. Zona bening (zona hambatan pertumbuhan) yang terbentuk mengindikasikan adanya reaksi antagonis antara aktinomiset dengan bakteri X. oryzae pv. oryzae. Pengamatan dan pengukuran terhadap zona bening dilakukan setelah 24 dan 48 jam inkubasi.

Metode cross-streak. Pengujian antibiosis juga dilakukan dengan modifikasi metode cross-streak (Madigan et al. 1997) antara isolat aktinomiset dengan X. oryzae pv. oryzae pada media NA. Isolat aktinomiset yang diujikan digores pada satu sisi cawan seluas sepertiga cawan. Aktinomiset diinkubasi hingga tumbuh selama 5 hari agar menghasilkan senyawa metabolit sekunder atau antibiotik yang akan berdifusi ke media agar. Setelah 5 hari, bakteri X. oryzae pv. oryzae digoreskan pada sisi cawan yang kosong sepanjang 4 cm dengan arah tegak lurus terhadap goresan isolat aktinomiset dan diinkubasi hingga tumbuh. Isolat aktinomiset yang berpotensi antagonis akan ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambatan di mana X. oryzae pv. oryzae yang digores tidak tumbuh.

Uji Reaksi Hipersensitivitas Isolat Aktinomiset Terpilih

Uji reaksi hipersensitivitas dilakukan pada daun tanaman tembakau yang sehat. Isolat aktinomiset yang akan diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada media WYE broth selama 1 minggu. Isolat kemudian disuntikkan sebanyak 1 ml pada daun tembakau sehat dan diamati pada 24 dan 48 jam setelah inokulasi. Isolat yang tidak menimbulkan nekrosis pada daun tembakau akan dilanjutkan untuk perlakuan perendaman benih padi.

Pengujian Aktinomiset terhadap Perkecambahan Benih Padi

Perlakuan perendaman benih padi menggunakan empat isolat aktinomiset yang terbaik dari dua pengujian sebelumnya. Tujuan perlakuan perendaman benih padi adalah untuk mengetahui pengaruh isolat aktinomiset terhadap perkecambahan dan pertumbuhan padi. Perlakuan dilakukan menggunakan kultur isolat aktinomiset yang berdasarkan hasil uji antibiosis mampu menghambat X. oryzae pv. oryzae. Dalam pengujian ini akan diamati pengaruh aktinomiset terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit padi.

Aktinomiset yang telah dikulturkan dalam media WYE broth selama 1 minggu digunakan untuk merendam 50 benih padi selama 24 jam. Untuk kontrol, benih padi hanya direndam dalam WYE broth tanpa aktinomiset. Sebanyak 25 benih padi yang telah diberi perlakuan perendaman dengan aktinomiset lalu diuji daya kecambahnya dan pertumbuhannya dengan metode uji kertas digulung dalam plastik. Benih padi ditumbuhkan pada media kertas buram yang telah dilembabkan kemudian digulung. Benih diinkubasi selama 7 hari kemudian dihitung persentase daya kecambah dan diukur panjang tunas serta panjang akarnya. Penimbangan juga dilakukan untuk mengetahui bobot basah per 10 kecambah. Pengujian dilakukan dengan tiga ulangan dan pada setiap ulangan diambil 20 unit sampel yang dipilih secara acak sebagai sumber parameter pengamatan.

Pengujian Aktinomiset terhadap Penekanan Populasi X. oryzae pv. oryzae pada Benih dan Kecambah Padi

Benih yang telah diberi perlakuan perendaman aktinomiset juga diuji dengan pencawanan untuk melihat pengaruh metabolit aktinomiset terhadap X. oryzae pv. oryzae terbawa benih padi. Benih padi yang digunakan merupakan benih yang telah terinfeksi X. oryzae pv. oryzae secara alami. Sebanyak 25 benih padi yang telah diberi perlakuan perendaman dengan isolat aktinomiset digerus lalu disuspensikan dalam 50 ml air steril. Suspensi diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm selama 1 jam. Suspensi diambil 1 ml, kemudian dilakukan pengenceran berseri dari 10-1 hingga 10-4. Sebanyak 50 µl dari tiap hasil pengenceran dicawankan pada media YDCA. Setelah diinkubasi

selama 48 jam, koloni X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh diamati dan dihitung. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversi ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus (Hadioetomo 1993):

Populasi bakteri/ml =

.

Keterangan:

x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke-n (cfu) p = faktor pengenceran ke-n

v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Dengan metode yang sama, penghitungan populasi X. oryzae pv. oryzae juga dilakukan terhadap 25 kecambah padi yang tumbuh dari benih yang diberi perlakuan aktinomiset. Populasi bakteri per mililiter (cfu/ml) yang terhitung selanjutnya dikonversikan menjadi populasi bakteri per gram (cfu/g) sesuai dengan bobot tertentu dari 25 butir benih padi dan kecambah yang digunakan.

Identifikasi Isolat Aktinomiset yang Berpotensi sebagai Agens Hayati X. oryzae pv. oryzae

Ekstraksi DNA aktinomiset. Ekstraksi DNA dari dua isolat aktinomiset terpilih menggunakan metode ekstraksi DNA dari Song et al. (2004) dengan beberapa modifikasi. Miselium aktinomiset yang telah ditumbuhkan dalam media WYE broth selama seminggu diambil sebanyak 2 ml lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Pellet, yaitu miselium aktinomiset yang mengendap di dasar tabung, dicuci dengan 2 ml TE (10 mM Tris dan 1 mM EDTA) kemudian disentrifugasi kembali. Selanjutnya, pellet diresuspensikan dalam 0,4 ml SET buffer (75 mM NaCl, 25 mM EDTA, 20 mM Tris pH 8,5). Lysozyme ditambahkan dengan konsentrasi 1 mg/ml kemudian diinkubasi pada 37 oC selama 0,5-1 jam dengan pembalikan setiap 15 menit. Lalu 0,1 volume 10% sodium dodecyl sulfate (SDS) ditambahkan dan diinkubasi pada 55 oC selama 2 jam dengan pembalikan sesekali. Campuran ditambahkan 5 M NaCl sebanyak 1/3 volume dan 1 volume kloroform lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Selanjutnya, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan sebanyak 500 µl dipindah ke tabung eppendorf

baru dengan pipet berujung tumpul. Sampel diekstrak dengan fenol/kloroform/isoamil alkohol (25:24:1) dalam volume yang sama dan dipresipitasi dengan 2,5 volume etanol absolut dingin dan 0,1 volume 3 M sodium asetat (NaOAc). Setelah dipresipitasi dalam kulkas bersuhu -20 oC selama semalam, campuran disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit dan diambil pellet-nya. Pellet ditambah 500 ml etanol 70% dingin kemudian kembali disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Setelah supernatan dibuang, pellet dikeringkan dan disuspensikan dalam 25 µl TE. Keberadaan DNA aktinomiset hasil ekstraksi dideteksi menggunakan gel elektroforesis pada agarose.

Amplifikasi dan sekuensing gen 16S rRNA aktinomiset. Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Amplifikasi dilakukan pada 25 µl campuran yang terdiri dari 7,5 µl ddH2O,

12,5 µl KAPA2G Fast ReadyMix(2x), 2 µl primer forward 27F_8-27 (5’-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’), 2 µl primer reverse 1492R_1510-1492

(5’-GGTTACCTTACGACTT-3’), dan 1 µl DNA aktinomiset. Tabung berisi campuran reaksi tersebut diletakkan dalam mesin PCR (GeneAmp PCR System 9700) yang telah diprogram untuk tahap pre-denaturasi pada 94 oC selama 2 menit, diikuti dengan 30 siklus yang terdiri dari tahap denaturasi pada 94 oC selama 30 detik, annealing pada 52 oC selama 30 detik, dan elongasi/extension pada 72 oC selama 2 menit. Tahap final extension dilakukan pada suhu 72 oC selama 2 menit. Produk PCR tidak dimurnikan. Produk hasil PCR dideteksi dengan gel elektroforesis pada agarose.

Sekuensing (perunutan nukleotida) dari produk PCR yang belum dimurnikan dilakukan oleh Laboratorium First Base Asia. Sekuen parsial nukleotida gen 16S rRNA yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan sekuen di NCBI genebank database dengan Basic Local Allignment Search Tool (BLAST) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST/) (Zhang et al. 2000).

Analisis Statistik

Rancangan percobaan yang dilakukan pada pengujian aktinomiset terhadap perkecambahan benih padi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat

lima perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Setiap pengulangan diambil 20 unit sampel. Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3 untuk Windows. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata α=0,05 (Mattjik & Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Aktinomiset

Sebanyak 15 isolat aktinomiset telah berhasil diisolasi dari tiga sampel tanah (Tabel 1). Delapan isolat berasal dari tanah perakaran bambu, empat isolat dari tanah sawah, dan tiga isolat merupakan isolat koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan yang berasal dari tanah perakaran kelapa sawit. Setiap isolat memiliki morfologi warna koloni yang bervariasi (Gambar 1), walaupun ada beberapa koloni isolat yang tampak serupa.

Tabel 1 Isolat aktinomiset hasil isolasi dari setiap sampel tanah Asal sampel

tanah

Kode Isolat

Media

Isolasi Warna koloni Tanah perakaran

bambu

AB1 WYE Abu-abu

AB2 WYE Krem-orange muda AB3 YCED Cokelat keabu-abuan

AB4 YCED Putih keunguan, (menghasilkan pigmen kuning pada media)

AB6 YCED Krem

AB9 WYE Putih

AB10 WYE Cokelat (menghasilkan pigmen kuning pada media)

AB11 WYE Hijau kecokelatan Tanah sawah ATS4 WYE Ungu keabu-abuan

ATS5 WYE Hijau kebiruan ATS6 WYE Merah muda ATS8 WYE Merah muda Tanah perakaran

sawit*

APS7 YCED Kuning kecokelatan APS9 WYE Putih

APS12 WYE Cokelat muda

Gambar 1 Koloni laborat d) AB4, k) ATS Aktinomiset m menyerupai cendawa miselium substrat ya aerial yang menghas penelitian ini, pengam aerial di media WYE a

a

d

g

m

j

oni isolat aktinomiset hasil isolasi dari tana boratorium pada media WYE/YCED. a) AB1, b

B4, e) AB6, f) AB9, g) AB10, h) AB11, i) A TS6, l) ATS8, m) APS7, n) APS9, dan o) APS12

merupakan bakteri yang berfilamen sehi wan. Bakteri ini memiliki dua macam m yang masuk dan menembus ke dalam media hasilkan spora dan berada di atas permukaan amatan warna koloni dilakukan berdasarkan E atau YCED setelah tujuh hari inkubasi pada s

b

c

e

f

h

k

i

n

l

o

anah dan koleksi

b) AB2, c) AB3, ) ATS4, j) ATS5,

S12

sehingga tampak miselium, yaitu dia, dan miselium n media. Dalam n warna miselium da suhu ruang.

Berbeda dengan mukoid dan licin, akt terlihat berdebu atau ini sama seperti de Determinative Bacter merupakan kumpulan Kumpulan miselium miselium aerial yang disebabkan karena ka

Hifa aktinomis warna setelah pembe pertumbuhannya lamba terbentuk pada permuka 3-4 hari, namun misel setelah 7-14 hari. K menghasilkan senyaw beberapa senyawa vol

Bakteri X. oryz hawar daun memiliki dengan tepian licin, da Hal ini sesuai den dikemukakan oleh Sc bakteri ini berwarna kuni

Gambar 2 Koloni bakt

gan bakteri yang biasanya memiliki permuka ktinomiset memiliki ciri khas berupa penampa

u bertekstur seperti beludru dan kering. Pena deskripsi koloni aktinomiset dalam Berge teriology (Holt et al 1994). Penampakan be pulan miselium aerial aktinomiset yang meng

um aerial ini sulit untuk dibasahi oleh air. ng berdebu dan sporanya yang bersifat anti kandungan lipid dalam dinding terluarnya (Eriks

iset pada awalnya berwarna putih kemudian bentukan spora dimulai. Aktinomiset termas mbat. Menurut Holt et al. (1994) miselium akt mukaan agar setelah 24 jam, dan koloni mulai selium aerial yang telah matang dan berspora ba

Koloni aktinomiset, terutama golongan Stre awa geosmin yang membuat koloni memiliki a volatil turunan terpene (Wilkins & Schöller 2009)

Isolasi Bakteri X. oryzae pv. oryzae

yzae pv. oryzae yang diisolasi dari daun padi liki ciri-ciri koloni yang berwarna kuning, be n, dan elevasi cembung ketika ditumbuhkan di engan ciri-ciri koloni bakteri genus Xant Schaad et al. (2000). Menurut Schaad et al. na kuning karena menghasilkan pigmen Xanthom

bakteri X. oryzae pv. oryzae pada media YDCA

ukaan koloni yang pakan koloni yang enampakan koloni gey’s Manual of n berdebu tersebut nghasilkan spora. ir. Karakteristik nti air (hidrofobik)

rikson 1946). an mulai berubah asuk bakteri yang aktinomiset mulai ulai tampak setelah baru berkembang treptomyces, juga ki aroma tanah dan 2009). di yang terserang berbentuk bundar n di media YDCA. anthomonas yang al. (2000), koloni homonadins. A

Hasil uji reaksi hipersensitivitas isolat bakteri hasil isolasi pada daun tanaman tembakau adalah positif, yaitu terbentuk nekrosis pada bagian daun yang disuntikkan isolat bakteri (Lampiran 2). Selain itu, bakteri juga mengakibatkan gejala hawar daun ketika diinokulasikan ke daun padi sehat. Hal ini membuktikan

Dokumen terkait