• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bulu Domba

Serat bulu domba merupakan serat yang serupa dengan rambut manusia, hanya diameter wol lebih kecil dan keriting, tidak ikal atau lurus, mempunyai sisik dan mudah diregangkan. Bulu domba merupakan insulator yang baik dalam melindungi bada dari sinar matahari, oleh karena itu bulu domba sama populernya pada daerah panas maupun di daerah dingin (Blakely dan David, 1998). Karakteristiknya yang unik memungkinkan bulu domba dapat bersaing dengan serat dari hewan lain, serat tumbuhan dan bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk produk tekstil. Bulu domba sebagian besar digunakan dalam industri membuat pakaian, selimut, kain pelapis dan karpet (Kammlade dan Kammlade, 1955).

Sifat-sifat fisik bulu domba meliputi ; 1) panjang serat wol berkisar 2,5 – 22,5 cm, tergantung jenis domba, 2) mempunyai diameter 16 – 17 ì pada wol halus dan 40 ì pada wol kasar, 3) kekuatan elastis dalam ruang sampai 2%, mempunyai kemampuan kembali kepanjang semula (elastic recovery rate) sebesar 99%, 4) berat jenis wol 1,32 , 5) mempunyai kadar air sekitar 14,4% (Departemen Perindustrian, 1980). Selain itu keunggulan dari sifat-sifat pada bulu domba yaitu, sebagai insulator

yang sangat baik, ringan dan kuat, sangat elastis, tidak mudah dibakar, dapat dikempa, dapat menyerap hingga 18 % dari berat dan pembakaran akan segera berhenti apabila dijauhkan dari api (Ensminger, 1962).

Serat wol tersusun atas protein keratin yang juga sebagai bahan utama rambut, kuku, tanduk dan bulu. Keratin mengandung asam amino yang bersulfur. Komposisi unsur kimia keratin adalah karbon 50%, oksigen 22%-25%, nitrogen 16%-17%, hidrogen 7% dan sulfur 3%-4% (Ensminger, 1991).

Kualitas bulu ditentukan oleh garis tengah serat, panjang serat, kekuatan, warna, hasil dan kebersihan (Gatenby dan Humbert, 1991). Menurut Johnston (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bulu domba, yaitu nutrisi, genetik, iklim dan lain-lain. Kurangnya pakan yang mengandung protein, mineral sulfur dan energi dapat mengakibatkan berkurangnya rata-rata pertumbuhan wool dan berkurangnya jumlah folikel serat.

Struktur morfologi serat wol bukan merupakan struktur yang homogen, tetapi terdiri dari kutikula pada lapisan luar, dan cortex pada bagian dalam. Selain itu

terutama pada serat kasar, sering terdapat medula dibagian tengah yang berupa ruangan kosong (Soepriyono et al., 1973). Wol yang paling halus dan paling tebal terdapat pada bagian bahu antara puncak bahu dan dasar dada. Wol yang paling kasar terdapat di bagian belakang tubuh yaitu di sekitar ekor. Wol yang paling pendek umumnya di bagian perut. (Johnston,1983). Menurut Yamin et al. (1994), produksi bulu segar pada bagian badan maupun leher pada domba lokal lebih rendah dibandingkan domba persilangan. Persentase bulu carding dan persentase bulu hasil pemintalan, baik bagian badan maupun leher pada domba persilangan lebih tinggi daripada domba lokal.

Kayu Sengon

Sengon (Paraserianthes falcataria), tergolong dalam famili Leguminoceae

yang merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh, tidak membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh pada tanah-tanah kering, tanah lembab, dan bahkan tanah-tanah yang mengandung garam serta dapat bertahan terhadap kekurangan oksigen (Pamoengkas, 1992). Kayu Sengon mempunyai mempunyai ciri umum seperti berwarna putih kemerahan pada kayu teras dan kayu gubal, mempunyai tekstur yang agak kasar dengan arah serat yang lurus dan bergelombang lebar, serta permukaan kayu yang agak licin (Martawijaya et al., 1981).

Menurut Martawijaya et al (1981), kayu sengon termasuk ke dalam kelas kuat IV – V dan kelas awet IV – V dengan berat jenis 0,24 g/cm3 – 0,49 g/cm3 dan nilai kekerasan 12 – 122 kg/cm2. Kayu sengon dapat digunakan sebagai bahan bangunan perumahan, peti, papan partikel, papan serat, papan wol semen, pulp, dan kertas serta barang kerajinan (Mandang dan Pandit, 1997).

Limbah industri pengolahan kayu adalah hasil samping yang terbentuk dari kegiatan bahan biomassa kayu atau berserat lignoselulosa yang belum termanfaatkan. Terdapat tiga macam industri kayu di Indonesia yang secara dominan menggunakan kayu dalam jumlah relatif besar yaitu penggergajian, venir/kayu lapis dan pulp/kertas. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), Industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji (10,65%), sebetan (25,9%), potongan (14,3%) dengan total limbah sebesar 60,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Limbah-limbah kayu bulat (Log) dan sebetan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel (Febrianto et al, 1999).

Perekat Urea Formaldehida

Perekat adalah suatu zat yang dapat mempersatukan atau menggabungkan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan (Ruhendi, 1988). Menurut Tano (1997), terdapat dua jenis perekat berdasarkan sifat terhadap suhu, yaitu : 1. Termoset yang mempunyai sifat mengeras pada suhu tinggi, setelah mengeras

tidak akan menjadi lunak bila dipanaskan. Contoh urea formaldehida.

2. Termoplastik yang mempunyai sifat lunak pada suhu tinggi, mengeras pada suhu rendah tetapi dapat kembali menjadi lunak jika dipanaskan kembali. Contoh Polivinil asetat.

Menurut Sutigno (1988), perekat dibagi menjadi dua macam yaitu perekat interior dan eksterior. Perekat interior adalah perekat yang hanya tahan terhadap lingkungan dalam ruangan, contoh perekat urea formaldehida. Perekat eksterior adalah perekat yang tahan terhadap pengaruh cuaca luar, contoh perekat phenol formaldehida.

Perekat urea formaldehida (UF) mempunyai sifat-sifat, yaitu: (1) berwarna putih, (2) berbentuk cair, (3) tahan terhadap kelembaban udara untuk pemakaian dibawah atap, (5) mempunyai daya rekat yang tinggi bila dikempa panas (Ruhendi, 1988). Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) urea formaldehida mempunyai pengerasan yang singkat dalam kempa panas. Penggunaannya dalam pembuatan papan ditambahkan sebanyak 6 –10% dari berat kering oven partikel, semakin banyak perekat ditambahkan semakin baik kualitas papan tetapi untuk efisiensi biaya perekat harus seminimal mungkin dengan kualitas papan tinggi.

Teknik perekatan merupakan interaksi antara permukaan pada bahan yang direkat dengan perekat dan mencapai fase padat. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) unsur-unsur kayu dalam suatu produk tidak hanya diikat karena lebih banyak resin yang digunakan, tetapi sejumlah resin menyerap ke dalam dinding sel dan menyumbatnya sampai dengan derajat tertentu. Hal ini mungkin menyebabkan ikatannya menjadi lebih kuat. Menurut Sutigno (1988), ikatan permukaan pada proses perekatan terjadi karena dua hal, yaitu :

1. Perekatan mekanis, yaitu masuknya cairan perekat ke dalam pori benda yang direkat kemudian mengeras.

2. Perekatan spesifik, yaitu gaya tarik menarik antara molekul perekat dan molekul kayu (ikatan kimia antara perekat dengan kayu).

Papan Partikel

Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari parikel-partikel kayu atau bahan berlegnoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya, kemudian dikempa panas (Maloney, 1977). Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1977) membagi papan partikel kedalam tiga golongan yaitu :

1. papan partikel berkerapatan rendah (Low density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.

2. papan partikel berkerapatan sedang (Medium density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4 – 0,8 g/cm3.

3. papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatannya lebih dari 0,8 g/cm3.

Macam-macam partikel yang biasa digunakan dalam pembuatan papan partikel menurut Haygreen dan Bowyer (1989), yaitu :

a. shaving (pasahan) adalah partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam sisi ketebalan kayu;

b. flake (serpih) adalah partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya, seragam ketebalannya dengan orientasi serat sejajar permukaan; c. wafer (biskit) adalah serupa bentuk serpih tetapi lebih besar, biasanya lebih dari

0,064 cm tebal dan 2,5 cm panjang dan mungkin meruncing ujungnya;

d. chip (tatal) adalah sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul;

e. sawdust (serbuk gergaji) dihasilkan dari pemotongan dengan gergaji;

f. strand (untaian) adalah pasahan yang panjang tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar;

g. sliver (kerat) hampir persegi potongan melintangnya dengan panjang paling sedikit empat kali ketebalannya;

h. wood wool (wol kayu) adalah kerataan yang panjang, berombak dan ramping. Menurut FAO (1958), berdasarkan susunan partikel atau lapisan yang terjadi papan partikel digolongkan atas tiga macam, yaitu :

1. Papan partikel yang homogen (Single layer atau Homogenous board). Pada papan ini tidak ada perbedaan ukuran partikel kayu antara bagian tengah dengan permukaannya.

2. Papan partikel berlapis tiga (Three layer atau Sandwich type board). Ukuran partikel kayu untuk bagian tengah dan permukaan berbeda. Cara pembuatannya yaitu partikel untuk bagian permukaan dipersiapkan terpisah dari partikel untuk bagian tengah dan juga dibentuk secara terpisah.

3. Papan partikel berlapis bertingkat tiga (Graduated three layer board atau Graded density board). Papan ini mempunyai ukuran partikel berbeda antara bagian permukaan dan bagian tengahnya. Cara pembuatannya yaitu partikel dari berbagai ukuran dipersiapkan bersama-sama tetapi pada pembentukan lembaran partikel yang lebih halus dipisahkan sedemikian rupa sehingga yang kasar terletak dibagian tengah dan makin dekat permukaan ukuran partikel semakin halus.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), salah satu sebab papan berlapis banyak secara teknis lebih baik adalah bahwa pelapisan memungkinkan untuk menaikkan kekuatan lengkung dan ketegaran papan tersebut dengan mengubah sifat-sifat permukaan dan inti.

Maloney (1977) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kayu asalnya, papan pertikel mempunyai beberapa kelebihan seperti ; (1) papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak, (2) ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, (3) tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, (4) mempunyai sifat isotropis, dan (5) sifat dan kualitasnya dapat diatur.

Menurut Hadi et al.(1992), papan partikel mempunyai kelemahan yaitu ketahanan yang rendah terhadap air, papan partikel mudah menyerap air dan dalam keadaan basah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan menurun drastis. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat papan partikel yaitu jenis kayu, tipe bahan baku, tipe partikel, perekat, jumlah dan distribusi lapisan, aditif, kadar air lapik, pelapisan partikel, profil kerapatan dan particle aligment.

Japanese Standard Association (1994) dan Dewan Standarisasi Nasional (1996) menetapkan standar atau baku mutu papan partikel sifat fisis dan mekanis yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Papan Partikel

Sifat Fisik- Mekanis Papan Partikel JIS A 5908 SNI 03-2105 Kadar air (%) 5-13 <14% Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9 0,5-0,9 Pengembangan Tebal (%) Maks 12 Maks 12 Kuat Lentur (kgf/cm2) Min 82 Min 80 Modulus Elastisitas (kgf/cm2) Min 2,04 x 104 Min 1,5 x 104 Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan (kgf/cm2) Min 1,5 Min 1,5 Kuat pegang sekrup (kg) 31-51 30-50 Sumber : Japanese Standard Association(1994)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan, yaitu dari Mei sampai dengan Agustus 2005 di kandang B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Ternak Domba Tawakal, Cimande, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Materi

Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bulu domba, serbuk gergaji kayu Sengon, serutan kayu Sengon, dan perekat urea formaldehida.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin kempa, timbangan, alat pencetak, oven, jangka sorong, penggaris, desikator, saringan 2 mm, willey mill, pencampur perekat dan partikel (ember), universal testing machine, serta peralatan lain yang digunakan dalam analisis.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu faktor pertama komposisi serbuk bulu domba, serbuk gergaji, dan serutan kayu Sengon. Faktor kedua persentase perekat yang digunakan. Banyaknya ulangan pada masing-masing perlakuan adalah tiga kali. Menurut Steel dan Torrie (1993), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij +

å

ijk

Keterangan:

Yijk = hasil pengamatan pada pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ = nilai rata-rata umum

Ai = pengaruh faktor A taraf ke-i (i = 1,2,3,4) Bj = pengaruh faktor B taraf ke-j (j = 1,2,3)

(AB)ij = interaksi dari faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j

Komposisi masing-masing faktor perlakuan perlakuan adalah sebagai berikut : Faktor A : komposisi serbuk bulu domba yang dicampur serbuk gergaji dengan

serutan kayu sengon.

A1 = (serbuk bulu domba 0% + serbuk gergaji 60%) : serutan kayu 40% A2 = (serbuk bulu domba 10% + serbuk gergaji 50%) : serutan kayu 40% A3 = (serbuk bulu domba 20% + serbuk gergaji 40%) : serutan kayu 40% A4 = (serbuk bulu domba 30% + serbuk gergaji 30%) : serutan kayu 40% Faktor B : kadar perekat yang digunakan.

B1 = 16% B2 = 18% B3 = 20%

Jika diantara pengukuran didapat hasil yang berbeda nyata, maka dapat dilanjutkan dengan uji Polinomial Orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Penggunaan Luas Kurva Normal digunakan untuk melihat proporsi produk yang masuk standar (Supranto, J. 1992).

Prosedur Perlakuan

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui atau mencari tingkat perekat urea formaldehida yang dapat digunakan dalam pembuatan papan partikel dari campuran serbuk bulu domba, serbuk gergaji dan serutan kayu Sengon,

Persiapan Partikel

Bulu domba yang diperoleh terlebih dahulu melalui beberapa proses, diantaranya : pencukuran, perendaman dan pencucian dengan air bersih, pencucian dan perendaman dengan deterjen sebanyak 1% (10g/l air) selama 24 jam, pembilasan sisa deterjen dengan air bersih dan penjemuran selama 1-2 hari di bawah sinar matahari. Bulu domba tersebut kemudian diserbukkan dengan menggunakan Willey mill dengan lubang saringan berukuran 2 mm. Serbuk gergaji juga disaring dengan ukuran 2 mm, kemudian serbuk bulu domba, serbuk gergaji dan serutan kayu Sengon masing-masing dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 24 jam. Setelah itu kemudian dioven pada suhu 105oC untuk menghasilkan bahan partikel dengan berat kering mutlak.

Persiapan Perekat

Bahan perekat yang digunakan adalah urea formaldehida. Tingkat perekat yang diperlukan untuk pembuatan papan partikel dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm adalah 16%, 18%, dan 20% dari berat kering mutlak partikel.

Pembuatan Papan Partikel

Tahap berikutnya setelah persiapan partikel dan perekat ialah pencampuran partikel dengan perekat secara manual dengan menggunakan ember. Perekat dicampurkan ke permukaan partikel secara manual dengan menuangkan perekat ke dalam ember yang berisikan partikel-partikel, kemudian diaduk sampai rata dengan menggunakan kedua tangan sampai partikel dan perekat tercampur merata. Pembuatan papan partikel dilakukan dengan cara pembuatan tiga lapisan, yaitu kedua sisi lapisan terluar dibuat dengan menggunakan serutan kayu Sengon dengan cara membagi dua dari jumlah jumlah Serutan kayu yang digunakan dan lapisan tengah dibuat dengan campuran bubuk bulu domba dengan serbuk gergaji kayu Sengon. Setelah perlakuan perekatan, adonan dibentuk dengan cetakan datar yang berukuran 30 cm x 30 cm x 1cm dikempa panas dengan panas dengan suhu 130 oC dan tekanan spesifik kempa sebesar 30 kg/cm2 selama 10 menit (Purnawulan, 2004). Mesin kempa deapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Setelah pengempaan panas, papan partikel diberi perlakuan conditioning

dengan cara menyimpan contoh uji didalam ruangan yang mempunyai sirkulasi udara yang baik selama tujuh hari pada suhu ruang hingga beratnya konstan. Papan partikel kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran contoh uji. Proses lengkap pembuatan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 2.

Bahan (partikel)

(Serbuk bulu domba, serbuk gergaji dan serutan kayu)

Di oven suhu 100-105 oC sampai berat partikel konstan

Dicampurkan partikel + perekat

Pembuatan tiga lapisan,

yaitu lapisan pertama serutan kayu, lapisan kedua bubuk bulu domba+serbuk gergaji, dan lapisan ketiga serutan kayu

Dikempa panas suhu 130 oC selama 10 menit dengan tekanan 30 kg/cm2

Dikondisikan pada suhu ruangan (±25 oC) selama 7 hari dan dilakukan pengujian. Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Papan Partikel

Prosedur Analisis

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi sifat fisis (kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, daya serap air) dan sifat mekanis (kuat lentur, modulus elastisitas, kuat tarik tegak lurus permukaan, kuat pegang sekrup).

Pembuatan Contoh Uji

Pembuatan contoh uji mengacu pada SNI 03-2105-1996. Pola pemotongan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pola Pemotongan Contoh Uji Untuk Pengujian Fisis-Mekanis Keterangan :

A = Contoh uji untuk pengujian kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm) B = Contoh uji untuk pengujian pengembangan tebal dan daya serap air

(5 cm x 5 cm)

C = Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR (20 cm x 5 cm)

D = Contoh uji untuk pengujian kuat tarik tegak lurus permukaan (5 cm x 5 cm) E = Contoh uji untuk pengujian kuat pegang sekrup (4 cm x 7 cm)

Pengujian sifat Fisis Papan Partikel

Metode pengujian sifat fisik dan mekanis papan partikel mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh SNI 03-2105-1996. Uji sifat fisis yang dilakukan terdiri dari kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air.

Kerapatan. Contoh uji diukur panjang, lebar dan tebalnya, dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm, kemudian dihitung volumenya (V), lalu contoh uji ditimbang

E E C B D A

untuk menentukan beratnya (B), dengan ketelitian timbangan minimal satu desimal. Nilai kerapatan dihitung dengan rumus:

Kerapatan (g/cm3) = V B

Kadar Air. Contoh uji yang digunakan sama dengan contoh uji kerapatan yaitu contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm. Contoh ditimbang untuk menentukan berat awal (B1), kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103 ± 2 0C sampai beratnya tetap (B2) yang sebelumnya dimasukkan ke dalam desikator sampai suhu papan partikel berbubah menjadi suhu ruang. Kadar air mempengaruhi daya tahan papan partikel. Semakin rendah kadar air maka daya tahan papan partikel akan semakin kuat (Ariesanto, 2002). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = 100% B B B 2 2 1 × −

Pengembangan Tebal. Pengujian papan partikel dilakukan terhadap contoh uji berukuran kecil yaitu sebesar 5 cm x 5 cm. Contoh uji diukur tebalnya (T1), lalu direndam dalam air secara horizontal kurang lebih 3 cm dibawah permukaan air selama 24 jam. Setelah itu diukur kembali tebalnya (T2). Pengembangan tebal menentukan penggunaan papan partikel untuk keperluan interior atau eksterior. Apabila pengembangan tebalnya tinggi maka stabilitas dimensi papan rendah dan tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior atau untuk jangka lama (Ariesanto, 2002). Besarnya pengembangan dimensi dihitung dengan rumus:

Pengembangan Tebal (%) = 100% T T T 1 1 2 × −

Daya Serap Air. Contoh uji yang digunakan sama dengan contoh uji pengembangan tebal. Contoh uji ditimbang (B) terlebih dahulu, kemudian direndam selama 24 jam dalam air dan setelah itu ditimbang lagi (B1). Contoh uji yang dipakai berukuran 5 x 5 cm. Daya serap air dihitung dengan rumus:

Daya serap air (%) = 100% B

B B1

× −

Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel

Kuat Lentur. Pengujian dilakukan sampai contoh uji patah dengan alat penguji UTM dengan jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm.

Nilai modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya (Ariesanto, 2002). Nilai MOR dihitung dengan rumus:

MOR (kgf/cm2) = 2 LT 2 BP 3 Keterangan: B = Beban maksimum (kg) P = Panjang bentang (cm) L = Lebar contoh uji (cm) T = Tebal contoh uji (cm)

Modulus Elastisitas. Modulus elastisitas merupakan ukuran ketahanan papan menerima beban sebelum patah. Contoh uji ukurannya sama dengan contoh uji MOR. Nilai MOE diukur dengan rumus:

MOE (kgf/cm2) = 3 3 4LT S x D B ∆ ∆ Keterangan: S = Jarak sangga (cm) L = Lebar (cm) T = Tebal (cm)

ÄB = Selisih beban (B1-B2) yang diambil dari kurva (kgf) ÄD = Defleksi (cm) yang terjadi pada selisih beban (B1-B2)

Kuat Tarik Tegak Lurus Permukaan. Contoh uji yang berukuran 5 cm x 5 cm direkatkan pada dua buah lempengan besi kemudian ditarik sejajar permukaan papan dengan beban sebesar P dengan alat Universal Testing Machine. Nilai IB dihitung dengan rumus:

IB (kgf/cm2) = L x P B Keterangan:

B = Besar beban maksimum (kg) P = Panjang (cm)

Kuat Pegang Sekrup. Contoh uji dipasang sekrup yang berdiameter 3,1 mm dan panjangnya 13 mm sampai kedalaman 8 mm. Contoh uji diapit pada bagian kanan dan kiri, kemudian sekrup ditarik ke atas hingga beban maksimum, yaitu sampai sekrup tercabut. Kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.

Dokumen terkait