• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan penuaan atau umur. Faktor yang mengatur hal tersebut di atas adalah lingkungan, genetik, fisiologi, hormonal, tingkah laku dan faktor-faktor psikososial. Fertilitas akan meningkat setelah tercapainya pubertas untuk kemudian menurun seiring dengan penuaan. Ketika tercapai pubertas, sekresi gonadotropin juga akan mengalami peningkatan (Hafez 2000). Sementara itu, Johnson dan Everitt (1995) menyatakan bahwa lamanya siklus ovarium yang di dalamnya terdapat fase folikuler dan luteal akan berbeda pada masing-masing spesies. Berdasarkan pengamatan tingkah laku estrus, panjang siklus estrus pada kuda betina adalah 20-24 hari (Hafez 2000). Pengamatan dengan menggunakan ultrasonografi menunjukkan bahwa siklus estrus kuda berlangsung 20-22 hari dengan panjang fase folikuler 5-6 hari, dan fase luteal 15-16 hari (Johnson & Everitt 1995). Shirazi et al. (2004) melaporkan bahwa kuda bangsa Caspian memiliki interval interovulatory 22.1 ± 0.40 hari, lama estrus 8.3 ± 0.86 hari, dan diestrus sepanjang 13.8 ± 0.59 hari.

Lama estrus bervariasi dan terkait dengan waktu berlangsungnya ovulasi. Kisaran terjadinya ovulasi adalah 4-6 hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal maupun internal. Pada tingkat ovarium, periode estrus ditandai dengan sekresi estrogen yang tinggi dari folikel preovulatorik. Estrogen merangsang pertumbuhan uterus melalui mekanisme yang meyebabkan interaksi antara hormon dengan reseptornya dan meningkatnya berbagai proses sintesis yang terjadi di dalam sel. Estrogen juga merangsang produksi prostaglandin oleh uterus. Pada akhir estrus, terjadi ovulasi yang diikuti dengan pembentukan korpus luteum (CL) yang akan menghasilkan hormon progesteron (Hafez 2000).

Sinkronisasi Estrus dan Induksi Ovulasi

Prostaglandin termasuk dalam hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat di dalam berbagai aspek reproduksi (Toelihere 1981). Prostaglandin F2α dihasilkan oleh endometrium uterus dan kelenjar vesikular (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan regresi CL dan pengurangan konsentrasi progesteron plasma (Turner dan Bagnara 1971; Hafez 2000). Pada kuda yang bersiklus normal, estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan injeksi prostaglandin. Estrada et al. (2003) melaporkan bahwa dengan penggunaan 7.5 mg PGF yang dilakukan paling awal pada hari ke-5 setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari dan ovulasi dalam jangka waktu 8-10 hari. Menurut Samper (2008) kisaran antara pemberian PGF2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar berturut-turut pada 48 jam dan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan mengalami ovulasi. Jika pada ovarium terdapat folikel besar pada saat penyuntikan, ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 72 jam tanpa menunjukkan gejala estrus yang jelas. Namun demikian menurut Samper et al. (1993) jika folikel telah mencapai diameter maksimal selama fase luteal yang didominasi oleh progesteron, maka folikel ini akan mengalami regresi, dan akan terjadi perekrutan folikel-folikel baru, sehingga estrus dan ovulasi akan mengalami penundaan.

hCG merupkan hormon peptide yang dihasilkan pada plasenta, yang merangsang fungsi luteal (Mc.Donald 1988 dalam Davies-Morel & Newcombe 2008. hCG telah digunakan secara luas untuk menginduksi ovulasi pada kuda dengan tujuan untuk mengoptimalkan waktu perkawinan (Harrison et al. 1991). Penelitian tentang penggunaan hCG terus dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunan hCG dari tingkat dosis yang berbeda maupun kontraindikasinya pada praktek komersial di peternakan kuda. Kontraindikasi tersebut meliputi kejadian ovulasi ganda dan kebuntingan kembar (Davies-Morel & Newcombe 2008). Gastal et al. (2006) melaporkan bahwa dosis 1500 IU hCG yang disuntikkan pada saat diameter folikel terbesar mencapai ≥35 mm akan menyebabkan ovulasi pada 44.0 ± 1.0 jam setelah penyuntikan.

Dinamika Ovarium

Diameter folikel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk memperkirakan waktu ovulasi pada kuda. Walaupun demikian, variasi diameter folikel preovulatorik pada 24 jam sebelum ovulasi, dapat berkisar 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm (Cuervo-Arango 2008). Selanjutnya menurut Cuervo- Arango (2008) diameter folikel preovulatorik pada 1 ekor induk akan relatif sama. Selain itu, pola oedema uterus juga dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan waktu optimal perkawinan. Ovarium mempunyai fungsi pada siklus produksi ovum yang dapat dibuahi, sedangkan folikel adalah kompartemen dari ovarium yang memungkinkan ovarium untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis (Hafez 2000).

Pada kuda, gelombang pertumbuhan folikel yang menghasilkan ovulasi berkembang pada pertengahan kedua siklus estrus. Pada umumnya hanya 1 folikel yang akan mengalami ovulasi. Ketika folikel yang paling besar mencapai diameter 21-23 mm, 2 folikel terbesar akan bertindak sebagi folikel dominan dan subordinat, proses ini dinamakan deviasi folikel. Folikel dominan akan terus berkembang, sedangkan folikel subordinat akan berkembang lebih lambat hingga akhirnya akan mengalami regresi (Donadeu & Ginther 2002).

Tingkah Laku Estrus

Estrus pertama pada kuda ditandai dengan permintaan dan penerimaan terhadap pejantan yang terjadi kisaran umur 8-24 bulan sebagai pertanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Ginther (1979) melaporkan bahwa pada umumnya kuda mencapai pubertas pada umur 12 bulan. Kuda yang diberi makan lebih baik akan dapat lebih cepat dikawinkan.

Tingkah laku selama estrus bervariasi di antara individu kuda, tetapi cenderung tetap pada individu yang sama. Tanda-tanda estrus yang dapat diamati diantaranya penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengalami kontraksi ritmik (winking) dan cara berdiri semi jongkok (squatting) (Coleman & Powell 2004). Menurut Waring (2003) pada saat estrus, kuda akan menjadi relatif lebih jinak dengan kehadiran pejantan dan akan membiarkan pejantan untuk mengendus, menyundul dan menggigit, serta kadang-kadang

meringkik. Hafez (2000) menambahkan bahwa selama periode estrus, vulva akan sedikit membengkak, bagian bibirnya akan mengendur dan akan mudah dibuka ketika diperiksa. Vulva berwarna kemerah-merahan, basah, mengkilap dan kadang-kadang diselapisi lendir yang bening.

Tingkah laku kuda betina pada kondisi diestrus dicirikan dengan penolakan terhadap pejantan. Ketika pejantan mendekat, telinga akan diarahkan ke belakang sebagai tanda marah, menunjukkan sikap gelisah. Kuda betina kadang-kadang menunjukkan respons dengan mengibaskan ekor. Kuda betina akan menghindari pejantan dengan bergerak menjauh, meringkik, menggigit, bahkan menendang pejantan (Waring 2003).

Kontrol Endokrin

Meskipun pada kuda konsentrasi progesteron intrafolikular pada folikel dominan akan meningkat 2 hari menjelang ovulasi (Belin et al. 2000 dalam Nagy et al. 2004), namun konsentrasi progesteron plasma mencapai titik rendah selama fase folikuler. Peningkatan konsentrasi progesteron plasma secara signifikan terjadi pada 10-12 jam setelah ovulasi, meskipun variasinya dapat lebih luas yakni dalam kisaran 6-60 jam (Nagy et al. 2004). Dengan pengambilan darah sekali dalam sehari, peningkatan progesteron plasma terdeteksi 24-48 jam setelah ovulasi (Nagy et al. 2004). Dengan adanya variasi individu dalam peningkatan konsentrasi progesteron tersebut, penentuan waktu ovulasi secara akurat menjadi sulit dilakukan. Selama fase luteal, konsentrasi progesteron plasma mencapai maksimal meskipun bervariasi diantara individu kuda (Nagy et al. 2004).

Pada kuda yang tidak bunting, PGF disekresikan oleh endometrium antara hari ke-13 dan 16 setelah ovulasi untuk menginduksi regresi CL (Cuervo-Arango & Newcombe 2008). Pelepasan PGFakan mengawali terjadinya penurunan konsentrasi progesteron plasma dalam waktu 3 hingga 4 jam (Stabendfelt et al. 1981). Sharp dan Black (1973) melaporkan bahwa kadar progesteron plasma pada fase folikuler adalah 0.58 ± 0.2 ng/ml, sedangkan pada puncak fase luteal mencapai 10.9±1.4 ng/ml. Perubahan konsentrasi progesteron plasma selama siklus estrus terkait dengan aktivitas estrus. Tingkah laku estrus tidak terlihat

hingga kadar progesteron plasma menurun mencapai titik terendah yakni ≤1 ng/ml.

Ultrasonografi

Berbagai jenis peralatan ultrasonografi telah tersedia dan memungkinkan untuk dapat dioperasikan dengan mudah. Namun demikian, memerlukan pemahaman yang baik terhadap cara kerja alat dan interaksinya dengan jaringan agar diperoleh citra (gambar) yang optimal. Kualitas gambar yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan operatornya. Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang (Goddard 1995). Beberapa inovasi mutakhir dalam teknik ultrasonografi telah meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari dinamika folikuler pada kuda (Ginther 2004).

Menurut Barr (1988), terdapat 3 jenis echo yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu;

1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak. 2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram

atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.

3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menampilkan warna hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang, contohnya cairan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010 di Unit Rehabilitasi Reproduksi Bagian Kebidanan dan Kemajiran Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian Kuda

Penelitian dilakukan terhadap 3 ekor kuda G3 dan G4 dengan kisaran umur 12-20 tahun yang dipelihara secara intensif di Unit Rehabilitasi Reproduksi Bagian Kebidanan dan Kemajiran Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Untuk kepentingan pengamatan tingkah laku estrus digunakan 1 ekor kuda jantan pengusik (teaser). Kuda-kuda tersebut diberi pakan berupa hijauan rumput segar dan konsentrat dengan kadar protein 12 %.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1 set peralatan ultrasonografi (ALOKA SSD-500, Aloka Co.Ltd, Japan), berupa console berikut linear probe 5 MHz (ALOKA UST-588U-5, Aloka Co. Ltd. Japan), printer (SONY, UP-895 MD, Video Graphic Printer, Japan), syringe (One Med, PT. Jaya Mas Medica Industri), dan plastic gloves (Europlex®, Divasa Farmativa, S.A.). Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas; PGF (Noroprost, yang mengandung bahan aktif Dinoprost 5 mg dengan 0.25%w/v phenol per ml, Norbrook Laboratories Limited, Newry), hCG (Chorulon, Intervet, Cambridge), alkohol 70%, gel lubrikasi dan kapas.

Metode Penelitian Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan sinkronisasi estrus yang dilakukan dengan penyuntikan hormon PGF2α dosis tunggal pada fase luteal, diikuti dengan

penyuntikan hCG dosis tunggal 1500 IU (gambar 1) pada saat folikel dominan mencapai diameter ≥30 mm. Pengamatan dinamika ovarium dengan ultrasonografi dilakukan sampai dengan tercapainya ovulasi yang kedua pada siklus estrus yang berikutnya. Sementara itu pengamatan tanda-tanda estrus dilakukan dengan teknik teasing atau mendekatkan kuda betina pada kuda jantan pengusik (teaser) untuk mengetahui tingkat estrusnya.

Gambar 1 Prosedur pelaksanaan penelitian

Sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi

Sinkronisasi estrus dilakukan dengan cara melisiskan CL, sehingga akan tercapai estrus yang disertai dengan ovulasi dalam waktu yang relatif seragam. Metode sinkronisasi estrus dilakukan dengan memberikan suntikan PGF2α sebanyak 10 mg i.m pada saat fase luteal. Induksi ovulasi dilakukan dengan penyuntikan hCG 1500 IU i.m ketika folikel dominan telah mencapai diameter

≥30 mm.

Tingkah Laku Estrus

Pengamatan tingkah laku estrus dilakukan 2 kali, yang pertama dilakukan mulai dari 1 hari setelah pemberian PGFsampai dengan ovulasi I. Pengamatan yang kedua dilakukan mulai hari ke-17 sampai dengan ovulasi II dengan teknik teasing, yaitu dengan mendekatkan kuda betina pada kuda jantan pengusik. Pengamatan dilakukan dengan sistem scoring menurut Coleman dan Powell (2004) seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Sistem scoring pengamatan tingkah laku estrus pada kuda

Skor Tanda-tanda yang dapat diamati pada kuda betina

0 Tidak menunjukkan tanda-tanda menerima jantan, bahkan agresif – menyerang, menendang, meringkik

1 Tidak menolak terhadap pejantan

2 Sedikit ada ketertarikan terhadap pejantan, kadang mendekati pejantan, menunjukkan winked vulva dan mengangkat ekor

3 Lebih menunjukkan ketertarikan terhadap pejantan, mengangkat ekor,

winked vulva, squatting dan urinasi

4 Ketertarikan yang kuat terhadap pejantan, menyodorkan pantat pada jantan, mengangkat ekor dan winked vulva serta urinasi yang berkelanjutan

Sumber: Coleman dan Powell (2004)

Ultrasonografi

Pemeriksaan dengan ultrasonografi dilakukan setiap hari pada waktu yang sama, dimulai sesaat setelah sinkronisasi estrus dan setiap 4 jam sekali sesaat setelah dilakukan penyuntikan hCG sampai dengan terjadinya ovulasi untuk mengamati dinamika ovarium yang terjadi. Parameter yang diamati meliputi diameter CL dan jumlah serta ukuran folikel yang kemudian akan diklasifikasikan menjadi folikel kelas I berdiameter < 2cm, kelas II berdiameter 2-4 cm serta kelas III berdiameter > 4cm. Diameter masing-masing folikel besar diukur dengan menggunakan caliper pada sumbu terpanjang dari diameter folikel (Shirazi 2004), kondisi organ reproduksi yang meliputi serviks, korpus dan kornua uteri juga diamati dengan teknik ultrasonografi untuk mengetahui diameter serta keberadaan lendir estrusnya.

Teknik ultrasonografi yang dilakukan adalah secara per rektal. Linear probe dimasukkan ke dalam rektum untuk mengeksplorasi organ reproduksi, dimulai

dari serviks, korpus dan kornua uteri sampai dengan ovarium kanan dan kiri dilakukan dengan seksama dan teliti. Electric built in caliper pada monitor ultrasonografi digunakan untuk mengukur diameter folikel dan CL (Tabel 2). Hasil pengamatan berupa citra dicetak dengan printer untuk menghasilkan sonogram, serta dilakukan pemetaan posisi folikel dan CL pada ovarium.

Tabel 2 Rincian Parameter Pengamatan Ultrasonografi

Analisa data

Data yang terkumpul disajikan secara kuantitatif dengan perhitungan rata- rata dan standar deviasi, sedangkan data kualitatif disajikan secara deskriptif. Analisa akan menggunakan software MS Office Excel 2007 (Steel & Torrie 1999).

ORGAN REPRODUKSI BAGIAN YANG DIAMATI PARAMETER YANG DIAMATI KETERANGAN Ovarium folikel diameter Kelas I : < 2cm

Kelas II : 2-4 cm Kelas III : > 4 cm

korpus luteum diameter -

Uterus kornua uteri diameter -

Keberadaan lendir estrus

-

corpus uteri diameter -

Keberadaan lendir estrus

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel

Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF2α sebanyak 2 ml i.m dan hCG 1500 IU. Hasil seperti tertera pada tabel 3. Beberapa parameter yang diukur meliputi diameter CL, diameter folikel, onset dan lamanya estrus serta interval ovulasi.

Tabel 3 Data hasil pengamatan sinkronisasi estrus dan waktu ovulasi folikel

Parameter Rata-rata ± SD

Diameter CL (cm)

Awal perlakuan PGF2α 2.17 ± 0.15

Awal perlakuan hCG 1.77 ± 0.45

Hari sebelum ovulasi 0.83 ± 0.32

Diamater folikel ovulasi (cm)

Awal perlakuan PGF2α 2.63 ± 0.06

Awal perlakuan hCG 3.27 ± 0.12

Maksimal 4.50 ± 0.52

Hari sebelum ovulasi 4.50 ± 0.52

Estrus (hari)

Interval awal perlakuan PGF2α hingga onset estrus 1.33 ± 0.58

Lama estrus 4.00 ± 1.00

Interval mencapai ovulasi

Awal perlakuanPGF2α (hari) 5.33 ± 1.15

Awal perlakuan hCG (jam) 66.67 ± 10.07

Diameter CL pada saat awal perlakuan PGF2α adalah 2.17 ± 0.15 cm, sedangkan pada saat awal perlakuan hCG adalah 1.77 ± 0.45 cm. 1 hari sebelum ovulasi diameter CL mencapai 0.83 ± 0.32 cm. Diameter folikel terbesar (DF) pada saat awal perlakuan PGF2α adalah 2.63 ± 0.06 cm, sedangkan pada awal perlakuan hCG adalah 3.27 ± 0.12 cm. Diameter folikel terbesar dicapai 1 hari sebelum ovulasi mencapai rata-rata 4.50 ± 0.52 cm. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Bergfelt et al. (2007) yang melaporkan bahwa rata-rata diameter folikel terbesar pada saat awal perlakuan PGF2α adalah 2.27 ± 0.19 cm, sedangkan pada awal perlakuan hCG adalah 3.15 ± 0.15 cm dan diameter folikel sebelum ovulasi adalah 3.65 ± 0.1 cm.

Rata-rata interval awal perlakuan PGF2α hingga onset estrus adalah 1.33 ± 0.58 hari, dengan rata-rata lama estrus 4.00 ± 1.00 hari. Interval mencapai ovulasi dari awal perlakuan PGF2α adalah 5.33 ± 1.15 hari, sedangkan dari awal perlakuan hCG adalah 66.67 ± 10.07 jam. Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samper (2008), yang telah melaporkan bahwa onset estrus dan ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 3-4 hari dan 8-10 hari setelah perlakuan PGF2α. Namun demikian, Samper (2008) melaporkan bahwa kisaran antara awal penyuntikan PGF2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar antara 48 jam sampai dengan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan ovulasi pada saat penyuntikan dilakukan. Samper et al. (1993) juga menjelaskan bahwa perbedaan onset estrus akan terjadi jika pada saat PGF2α terdapat folikel yang tumbuh dan berukuran besar, kemungkinan akan terjadi ovulasi dalam 72 jam setelah perlakuan, tanpa adanya tanda estrus yang nampak jelas. Sebaliknya, jika folikel telah mencapai diameter maksimalnya selama fase luteal, maka folikel ini akan mengalami regresi. Selanjutnya akan terjadi perekrutan folikel-folikel yang baru sehingga estrus dan ovulasi akan tertunda.

Gastal et al. (2006) melaporkan bahwa penyuntikan 1500 IU hCG pada saat diameter folikel terbesar mencapai ≥35 mm akan menyebabkan ovulasi folikel 44.0 ± 1.0 jam setelah perlakuan. Pengamatannya menunjukkan bahwa ovulasi berlangsung lebih cepat dibandingkan penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh diameter folikel pada saat awal perlakuan hCG yang berbeda.

Dinamika Ovarium dan Tingkah Laku Estrus

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi setiap hari pada waktu yang sama pada 3 ekor kuda, maka didapatkan dinamika ovarium yang meliputi perkembangan dan regresi folikel dan CL yang terdiri atas gelombang-gelombang folikel, serta kaitannya dengan scoring tingkah laku estrus yang terjadi selama 1 siklus estrus. Untuk lebih jelas dan rinci dapat dilihat pada grafik-grafik berikut:

Gambar 2 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus I. Siklus estrus berlangsung 28 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 3 saat menjelang ovulasi.

Gambar 3 Kelas folikel pada kuda A-Siklus I. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H1 sampai dengan H9. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H15 sampai dengan H25. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III.

Kuda A pada siklus I, panjang siklus estrus adalah 28 hari dengan dengan lama estrus 4 hari dan 3 gelombang folikel. Siklus ini berlangsung lebih lama dibandingkan pengamatan Ginther (2002) bahwa panjang siklus maksimal berlangsung 24 hari. Pertumbuhan gelombang folikel pertama teramati mulai hari

ke-2 setelah ovulasi. Gelombang folikel ditandai dengan adanya folikel berdiameter 1.5 cm berjumlah 7 folikel, Jumlah folikel kelas I terus meningkat sampai 13 folikel pada hari ke-9. Folikel dominan (DF) pada gelombang pertama mencapai diameter maksimal pada hari ke-3 dengan diameter 2.3 cm. Diameter folikel tersebut lebih kecil dibandingkan temuan Ginther (1993) yang melaporkan bahwa diameter folikel terbesar pada saat gelombang pertama mencapai 2.8 cm. Pertumbuhan CL tidak memiliki pola yang sama dimana diameter pasca ovulasi adalah 3.3 cm dan terus menurun hingga mencapai 1.4 cm pada saat menjelang ovulasi. Namun demikian gambaran ultrasonografi menunjukkan gradasi warna dari hypoechoic menjadi hyperechoic hal ini menunjukkan terbentuknya sel luteal tidak disertai peningkatan diameter CL. Gambaran tersebut bersesuaian dengan hasil pengamatan Bergfelt dan Adams (2007) bahwa gradasi warna gambaran ultrasonografi berkaitan dengan pembentukan jaringan luteal.

Gelombang folikel kedua teramati mulai hari ke-9 dengan DF mencapai diameter 2.0 cm pada hari ke-12. Pada gelombang folikel kedua ini peningkatan jumlah folikel kelas I tidak teramati. Namun demikian folikel kelas II mengalami peningkatan jumlah mencapai 3 folikel pada hari ke-18. DF gelombang kedua tidak berkembang dan cenderung statis. Hal ini terjadi karena CL tidak mengalami lisis sampai hari ke-18 siklus estrus sehingga tidak terjadi LH surge sehingga tidak terjadi ovulasi DF gelombang kedua (Noguiera 2004). Selanjutnya teramati kemunculan gelombang folikel ketiga ditandai dengan peningkatan folikel kelas II pada hari ke-19. DF tumbuh mencapai diameter maksimal menjelang ovulasi adalah 3.2 cm dengan Folikel Subordinat (SF) mencapai 2.2 cm. Diameter DF lebih kecil dibandingkan temuan Noguiera (2004) yang melaporkan bahwa diameter DF mencapai 3.8 cm sebelum ovulasi. Pada saat DF mencapi 3.1 cm estrus mulai terlihat dengan skor 1 dan mencapai skor 3 saat menjelang ovulasi.

Gambar 4 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus II. Siklus estrus berlangsung 19 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi.

Gambar 5 Kelas folikel pada kuda A-Siklus II. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada hari pertama sampai dengan hari ke-4 dan pada H16 sampai dengan H19. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H10 sampai dengan H16. Hanya ditemukan satu folikel kelas III pada H16 sampai dengan H19.

Sementara pada siklus II dari kuda A, panjang siklus estrus adalah 19 hari dengan lama estrus 7 hari dan 3 gelombang folikel, siklus estrus lebih pendek dengan lama estrus yang lebih panjang dari siklus I. Siklus ini berlangsung lebih pendek dengan temuan Ginther (1992) bahwa siklus estrus pada kuda adalah 21 hari, sedangkan lama estrus lebih pendek dari pengamatan Shirazi et al. (2004)

pada kuda Caspian, yaitu 8 hari. Gelombang folikel pertama mulai teramati pada hari pertama setelah ovulasi. Kemunculannya ditandai dengan ditemukannya 16 folikel berdiamater 1.5 cm dan terus meningkat hingga sejumlah 20 folikel pada hari ke-4. DF gelombang pertama diawali dengan diameter folikel terbesar 2.0 cm dan SF 1.8 cm.

Pertumbuhan gelombang kedua dimulai pada hari ke-5. DF mencapai diameter 1.5 cm. Folikel kelas I masih dalam kisaran jumlah 20 folikel, dan mulai hari ke-10 teramati peningkatan jumlah folikel kelas II hingga mencapai 5 folikel pada hari ke-12. DF mencapai diameter maksimal 2.4 cm pada hari ke-12. Selanjutnya gelombang folikel ketiga dimulai pada hari ke-13, bersamaan dengan pertumbuhan DF berdiamater 3.0 cm dan berlanjut sampai dengan terjadi ovulasi pada hari ke-19 dengan diameter maksimal DF 5.2 cm. Diameter DF lebih besar dari temuan Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) yang melaporkan bahwa pada kuda-kuda sport, seperti Warmblood dan Thoroughbred di UK, diameter DF sebelum ovulasi hanya mencapai 4.6 cm. Pertumbuhan folikel kelas II sejumlah 6 folikel teramati pada gelombang ini, sementara folikel kelas III teramati mulai hari ke-16 sejumlah satu folikel, dan folikel kelas I juga teramati pada hari yang sama sejumlah 10 folikel hingga mencapai 16 folikel pada hari ke-19. Estrus dengan skor 1 mulai teramati pada hari ke-13 pada saat DF mencapai 3.0 cm dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi.

Pola pertumbuhan CL hampir sama dengan siklus I, dimana diameter CL pada saat hari pertama setelah ovulasi maencapai 3.2 cm dan terus menurun hingga 0.8 cm pada saat menjelang ovulasi.

Dokumen terkait