• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika ovarium pada kuda hasil persilangan pejantan thoroughbred dengan induk lokal Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika ovarium pada kuda hasil persilangan pejantan thoroughbred dengan induk lokal Indonesia"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA

MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Dinamika Ovarium pada Kuda Hasil Persilangan Pejantan Thoroughbred dengan Induk Lokal Indonesia adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

(3)

Thoroughbred-Indonesian Local Crossbred Mares. Under supervision of BAMBANG PURWANTARAand AMROZI

The development of horse breeding industry in Indonesia was commenced through horse racing events held all over the country. It were accelerated by the development of Thoroughbred-Indonesian local Crossbred horses. There are many broodmares injured during their racing time and retired from the racetracks. They may still has a reproductive vigor to continue on producing offsprings. Very little information has been reported on the monitoring the reproductive capacity of the mares. The objective of this study was to explore ultrasonography imaging of the ovarian dynamics, correlated with the estrus behavior of the Thoroughbred-Indonesian local crossbred mares. Three Thoroughbred-Thoroughbred-Indonesian local crossbred mares with 6.25-12.5% of local genetics aged 12-20 years old were used in this study. Estrus and ovulation synchronized by 10 mg PGFi.m. at luteal phase and 1500 IU hCG i.m. injection when the dominant follicle reach ≥30 mm in diameter. Ultrasonography examination was done every morning at approximately at the same time. Estrus behavior was observed by using teaser stallions following a standard method. Results of the experiment indicated that onset of the estrus was reached 1.33 ± 0.58 days after the hCG injection, with the average duration of 4.00 ± 1.00 days. The ovulations were done at 5.33 ± 1.15 days after PGF treatment and 66.67 ± 10.07 hours after hCG treatment. Maximum follicle diameter was identified to reach 4.50 ± 0.52 cm at one day before ovulation. The mares performed 25.4 ± 3.38 days length of estrous cycle with 2-3 follicular waves. It had been identified that the estrus duration was 6.8 ± 1.92 days in mares with the age of 12-20 years. The average of maximum diameter of the largest follicle before ovulation was 4.2 ± 1.24 cm. In conclusion, to improve the efficiency of breeding, several information are needed i.e. the optimal time of ovulation, relevan parameters related to follicular development.

(4)

Hasil Persilangan Pejantan Thoroughbred dengan Induk Lokal Indonesia. Dibimbing oleh BAMBANG PURWANTARAdan AMROZI

Perkembangan ternak kuda di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini cukup pesat seiring dengan berkembangnya olahraga pacuan kuda. Persilangan kuda betina lokal Indonesia dengan pejantan Thoroughbred telah menghasilkan kuda generasi ke-3 (G3), generasi ke-4 (G4), dan Kuda Pacu Indonesia (KPI) yang memiliki 6.25-25 persen materi genetik kuda lokal. KPI berasal dari perkawinan kuda G3 dengan G3, G3 dengan G4, maupun G4 dengan G4.

Sistem peternakan kuda di Indonesia masih mengacu pada sistem manajemen tradisional. Salah satu subsistem dalam hal penentuan waktu perkawinan kuda dengan mengacu pada tingkah laku estrus. Hal ini menyebabkan hasil yang didapatkan belum optimal. Pemanfaatan teknik ultrasonografi pada kuda sudah mulai dilakukan oleh beberapa praktisi peternakan kuda. Diharapkan dengan teknik ini yang dikombinasikan dengan pengamatan tingkah laku estrus dapat memberikan acuan yang lebih baik dalam penentuan waktu perkawinan pada kuda, sehingga diharapkan dapat membantu peningkatan angka kebuntingan pada kuda.

Penelitian dilakukan terhadap tiga ekor kuda hasil persilangan antara pejantan Thoroughbred dengan induk lokal, dengan kandungan genetik lokal antara 6.25% sampai dengan 25% dengan kisaran umur 12-20 tahun yang dipelihara secara intensif di Unit Rehabilitasi Reproduksi Bagian Kebidanan dan Kemajiran Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Kuda-kuda tersebut diberi pakan berupa rumput segar dan konsentrat dengan kadar protein 12 %.

Penelitian dimulai dengan sinkronisasi estrus yang dilakukan dengan penyuntikan hormon PGF2α (Noroprost 0.5% W/V, Norbrook Laboratories Limited, Newry) dosis tunggal 10 mg i.m pada fase luteal, diikuti dengan penyuntikan 1500 IU hCG (Chorulon, Intervet, Cambridge) pada saat folikel dominan telah mencapai diameter ≥30 mm. Pemeriksaan dengan ultrasonografi dilakukan setiap pagi hari pada waktu yang sama dimulai sesaat setelah sinkronisasi estrus. Setelah penyuntikan dengan hCG, pemeriksaan dengan ultrasonografi dilakukan setiap empat jam sekali sampai dengan ovulasi. Setelah itu pemeriksaan dengan ultrasonografi dilakukan setiap hari sekali pada waktu yang sama di pagi hari sampai dengan terjadinya ovulasi yang kedua untuk mengamati dinamika ovarium yang terjadi. Pemeriksaan meliputi pengukuran diameter korpus luteum (CL) dan jumlah serta ukuran folikel yang kemudian akan diklasifikasikan menjadi folikel kelas I berdiameter <2 cm, kelas II berdiameter 2-4 cm, serta kelas III berdiameter >2-4 cm. Kondisi organ reproduksi yang meliputi serviks, korpus dan kornua uteri juga diamati dengan ultrasonografi untuk mengetahui keberadaan lendir estrusnya.

(5)

adalah 25.4 ±3.38 hari dengan 2 sampai 3 gelombang folikel dan lama estrus 6.8 ± 1.92 hari. Rata-rata diameter folikel terbesar maksimum sebelum ovulasi adalah 4.2 ± 1.24 cm dengan kisaran 3.0 sampai dengan 5.8 cm. Hasil pengamatan terhadap tingkah laku estrus menunjukkan bahwa saat-saat menjelang ovulasi akan ditandai dengan pencapaian skor maksimal, pada nilai 3, yang dicirikan dengan lebih menunjukkan ketertarikan terhadap pejantan, mengangkat ekor, winked vulva, squatting dan urinasi dan pada nilai 4 yang dicirikan dengan ketertarikan yang kuat terhadap pejantan, menyodorkan pantat pada jantan, mengangkat ekor dan winked vulva serta urinasi yang berkelanjutan. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dalam upaya untuk peningkatan angka kebuntingan kuda, sebaiknya perkawinan dilakukan pada saat skor estrus mencapai 3 atau 4.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEJANTAN THOROUGHBRED DENGAN INDUK LOKAL

INDONESIA

MUHAMMAD DANANG EKO YULIANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

NRP : B352080051

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc.

Ketua

Dr. drh. Amrozi

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Biologi Reproduksi

Prof. Dr. drh. Iman Supriatna

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(11)

Puji Syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Karya Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tema yang diangkat dalam penulisan tesis ini adalah “Dinamika Ovarium pada Kuda Hasil Persilangan Pejantan Thoroughbred dengan Induk Lokal Indonesia”.

Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada komisi pembimbing; Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc. dan Dr. drh. Amrozi yang telah meluangkan segenap waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta arahan dalam proses penyusunan tesis ini menjadi sebuah karya ilmiah yang baik. Selanjutnya kepada penguji luar komisi, Dr. drh. Muhammad Agil, M.Sc. Agr. dan ketua Mayor Biologi Reproduksi, Prof. Dr. drh. Iman Supriatna yang telah memberikan saran dan kritik dalam upaya penyempurnaan karya ilmiah ini pada saat ujian tesis yang telah dilangsungkan.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibunda Hj. Noorlaela dan Ayahanda H. Darojatun Subandriyo yang telah memberikan motivasi moril, materiil, dan spirituil kepada penulis. Selanjutnya ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan pada mayor BRP 2008 (Juli Melia, Muhammad Riyadhi, Hasbi, Sri Gustina, Reni Novia, Gholib Assahad, serta Lourina Wowor). Selanjutnya ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ir.H.M. Munawir (Tombo Ati Stable) yang telah banyak memberikan bantuan materi dan sarana penelitian, serta kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran selama menempuh pendidikan pada program Pascasarjana instituut Pertanian Bogor. Tidak lupa, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada drh. Eva Fatimah yang telah memberikan motivasi dan kasih sayang kepada penulis.

Penulis beharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat, khususnya bidang perkudaan di Indonesia.

Bogor, Februari 2011

(12)

Penulis dilahirkan di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 7 Juli 1984 dari ayahanda H. Darojatun Subandriyo dan Ibunda H. Noorlaela. Penulis merupakan putra tunggal dari keluarga ini.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Djama’atul Ichwan Surakarta pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama Negeri I Surakarta pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Umum Negeri IV Surakarta pada tahun 2002.

(13)

DAFTAR TABEL ... xii

Sinkronisasi Estrus dan Induksi Ovulasi ... 4

Dinamika Ovarium ... 5

Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel ... 13

Dinamika Ovarium dan Tingkah laku Estrus ... 14

Hasil Pengamatan Kondisi Uterus ... 29

SIMPULAN DAN SARAN ... 31

Simpulan ... 31

Saran ... 31

(14)

Halaman

1 Sistem scoring pengamatan tingkah laku estrus pada kuda ... 11

2 Rincian Pengamatan ultrasonografi ... 12

3 Data hasil pengamatan sinkronisasi estrus dan waktu ovulasi folikel ... 13

(15)

Halaman

1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 10

2 Dinamika ovarium pada kuda A-Siklus I ... 15

3 Kelas folikel pada kuda A-Siklus I ... 15

4 Dinamika ovarium pada kuda A-Siklus II ... 17

5 Kelas folikel pada kuda A-Siklus II ... 17

6 Dinamika ovarium pada kuda A-Siklus III ... 19

7 Kelas folikel pada kuda A-Siklus III... 19

8 Dinamika ovarium pada kuda B ... 21

9 Kelas folikel pada kuda B ... 21

10 Dinamika ovarium pada kuda C ... 23

11 Kelas folikel pada kuda C ... 23

12 Visualisasi scoring tingkah laku estrus pada kuda ... 25

13Gambaran ultrasonografi CL secara serial sejak hari ke-3 setelah ovulasi (H3) sampai dengan hari ke-17 (H17) ... 26

14Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang pertama dan kedua selama 1 siklus estrus ... 27

15Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang ketiga dalam 1 siklus estrus... 28

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peranan kuda sebagai salah satu komoditas ternak sangat strategis karena fungsinya sebagai hewan untuk sarana olahraga dan hewan kesayangan. Di Indonesia, industri ternak kuda mulai berkembang dengan munculnya kuda persilangan antara kuda Thoroughbred dengan kuda lokal Indonesia. Umumnya kuda dimanfaatkan sebagai kuda pacu sampai umur 5 tahun. Dengan masa aktif

yang pendek tersebut kuda pacu ini harus terus diternakkan untuk memenuhi kebutuhan kuda-kuda pacu dalam kelas pacuan yang berbeda pada tahun-tahun selanjutnya.

Saat ini persilangan antara kuda lokal Indonesia dengan kuda pejantan Thoroughbred dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya, yaitu antara G3 dengan

G3, G3 dengan G4, dan G4 dengan G4 yang akan menghasilkan Kuda Pacu Indonesia (KPI) (Soehardjono 1990).

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa dalam prakteknya, ditemukan masalah-masalah yang terkait dengan reproduksi kuda betina, diantaranya adalah: siklus estrus yang tidak teratur, estrus tidak jelas, sulit bunting, tidak pernah

estrus, bahkan bersifat seperti kuda jantan. Selama ini, tata laksana peternakan kuda masih dilakukan secara sederhana, dengan pengamatan tingkah laku estrus, sehingga terkadang penentuan waktu perkawinan kurang optimal, sehingga pencapaian angka kebuntingan belum optimal.

Penelitian tentang dinamika ovarium kuda telah banyak dilakukan oleh para

ilmuwan di Eropa dan Amerika. Penelitian dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sehingga kuda-kuda yang ada bersifat poliestrus bermusim (seasonal polyestrus). Di Indonesia yang memiliki 2 musim, dimana kuda-kuda akan mengalami estrus sepanjang tahun, penelitian tentang dinamika ovarium tersebut

belum banyak dilakukan.

(17)

terakhir. Namun demikian, pengamatan dinamika ovarium yang dilakukan secara kontinyu dalam satu siklus estrus belum dilaporkan.

Penelitian ini akan difokuskan pada pengamatan dinamika ovarium, yang meliputi perkembangan folikel dan korpus luteum (CL). Penelitian kemudian

dikaitkan dengan tingkah laku estrus yang ditunjukkan oleh kuda baik terjadi secara alami maupun diawali dengan sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi.

Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan induk hasil persilangan pejantan Thoroughbred dengan induk lokal Indonesia yang afkir sebagai kuda pacu memerlukan kajian efisiensi dan

potensi reproduksinya. Salah satunya adalah pemanfaatan ultrasonografi untuk mengamati dinamika ovarium. Hasil pengamatan dinamika ovarium yang didukung dengan pengamatan tingkah laku estrus merupakan parameter yang dapat digunakan para praktisi dan peternak di lapangan dalam menentukan waktu optimal untuk dilakukan perkawinan. Dengan demikian diharapkan dapat

membantu meningkatkan efisiensi reproduksi kuda di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ultrasonografi dinamika ovarium, terkait dengan tingkah laku estrus dalam satu siklus estrus kuda induk hasil persilangan antara pejantan Thoroughbred dengan induk lokal

Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk untuk penentuan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Reproduksi Kuda

Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan penuaan atau umur. Faktor yang mengatur hal tersebut di atas adalah lingkungan, genetik, fisiologi, hormonal, tingkah laku dan faktor-faktor psikososial. Fertilitas akan meningkat setelah tercapainya pubertas untuk

kemudian menurun seiring dengan penuaan. Ketika tercapai pubertas, sekresi gonadotropin juga akan mengalami peningkatan (Hafez 2000). Sementara itu, Johnson dan Everitt (1995) menyatakan bahwa lamanya siklus ovarium yang di dalamnya terdapat fase folikuler dan luteal akan berbeda pada masing-masing spesies. Berdasarkan pengamatan tingkah laku estrus, panjang siklus estrus pada kuda betina adalah 20-24 hari (Hafez 2000). Pengamatan dengan menggunakan

ultrasonografi menunjukkan bahwa siklus estrus kuda berlangsung 20-22 hari dengan panjang fase folikuler 5-6 hari, dan fase luteal 15-16 hari (Johnson & Everitt 1995). Shirazi et al. (2004) melaporkan bahwa kuda bangsa Caspian memiliki interval interovulatory 22.1 ± 0.40 hari, lama estrus 8.3 ± 0.86 hari, dan diestrus sepanjang 13.8 ± 0.59 hari.

Lama estrus bervariasi dan terkait dengan waktu berlangsungnya ovulasi. Kisaran terjadinya ovulasi adalah 4-6 hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal maupun internal. Pada tingkat ovarium, periode estrus ditandai dengan sekresi estrogen yang tinggi dari folikel

preovulatorik. Estrogen merangsang pertumbuhan uterus melalui mekanisme yang meyebabkan interaksi antara hormon dengan reseptornya dan meningkatnya berbagai proses sintesis yang terjadi di dalam sel. Estrogen juga merangsang produksi prostaglandin oleh uterus. Pada akhir estrus, terjadi ovulasi yang diikuti

(19)

Sinkronisasi Estrus dan Induksi Ovulasi

Prostaglandin termasuk dalam hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat di dalam berbagai aspek reproduksi

(Toelihere 1981). Prostaglandin F2α dihasilkan oleh endometrium uterus dan kelenjar vesikular (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan regresi CL dan pengurangan konsentrasi progesteron plasma (Turner dan Bagnara 1971; Hafez 2000). Pada kuda yang bersiklus normal, estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan injeksi prostaglandin. Estrada et al. (2003) melaporkan bahwa dengan penggunaan 7.5 mg PGF yang dilakukan paling awal

pada hari ke-5 setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari dan ovulasi dalam jangka waktu 8-10 hari. Menurut Samper (2008) kisaran antara pemberian PGF2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar berturut-turut pada 48 jam dan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan mengalami ovulasi. Jika pada ovarium terdapat folikel

besar pada saat penyuntikan, ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 72 jam tanpa menunjukkan gejala estrus yang jelas. Namun demikian menurut Samper et al. (1993) jika folikel telah mencapai diameter maksimal selama fase luteal yang didominasi oleh progesteron, maka folikel ini akan mengalami regresi, dan akan terjadi perekrutan folikel-folikel baru, sehingga estrus dan ovulasi akan

mengalami penundaan.

hCG merupkan hormon peptide yang dihasilkan pada plasenta, yang merangsang fungsi luteal (Mc.Donald 1988 dalam Davies-Morel & Newcombe 2008. hCG telah digunakan secara luas untuk menginduksi ovulasi pada kuda dengan tujuan untuk mengoptimalkan waktu perkawinan (Harrison et al. 1991). Penelitian tentang penggunaan hCG terus dilakukan untuk mengetahui efektivitas

(20)

Dinamika Ovarium

Diameter folikel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk memperkirakan waktu ovulasi pada kuda. Walaupun demikian, variasi diameter

folikel preovulatorik pada 24 jam sebelum ovulasi, dapat berkisar 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm (Arango 2008). Selanjutnya menurut Cuervo-Arango (2008) diameter folikel preovulatorik pada 1 ekor induk akan relatif sama. Selain itu, pola oedema uterus juga dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan waktu optimal perkawinan. Ovarium mempunyai fungsi pada siklus produksi ovum yang dapat dibuahi, sedangkan folikel adalah kompartemen

dari ovarium yang memungkinkan ovarium untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis (Hafez 2000).

Pada kuda, gelombang pertumbuhan folikel yang menghasilkan ovulasi berkembang pada pertengahan kedua siklus estrus. Pada umumnya hanya 1 folikel yang akan mengalami ovulasi. Ketika folikel yang paling besar mencapai

diameter 21-23 mm, 2 folikel terbesar akan bertindak sebagi folikel dominan dan subordinat, proses ini dinamakan deviasi folikel. Folikel dominan akan terus berkembang, sedangkan folikel subordinat akan berkembang lebih lambat hingga akhirnya akan mengalami regresi (Donadeu & Ginther 2002).

Tingkah Laku Estrus

Estrus pertama pada kuda ditandai dengan permintaan dan penerimaan terhadap pejantan yang terjadi kisaran umur 8-24 bulan sebagai pertanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Ginther (1979) melaporkan bahwa pada umumnya kuda mencapai pubertas pada umur 12 bulan. Kuda yang diberi makan lebih baik akan dapat lebih cepat dikawinkan.

Tingkah laku selama estrus bervariasi di antara individu kuda, tetapi cenderung tetap pada individu yang sama. Tanda-tanda estrus yang dapat diamati diantaranya penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengalami kontraksi ritmik (winking) dan cara berdiri semi jongkok (squatting) (Coleman & Powell 2004). Menurut Waring (2003) pada saat estrus, kuda akan

(21)

meringkik. Hafez (2000) menambahkan bahwa selama periode estrus, vulva akan sedikit membengkak, bagian bibirnya akan mengendur dan akan mudah dibuka ketika diperiksa. Vulva berwarna kemerah-merahan, basah, mengkilap dan kadang-kadang diselapisi lendir yang bening.

Tingkah laku kuda betina pada kondisi diestrus dicirikan dengan penolakan terhadap pejantan. Ketika pejantan mendekat, telinga akan diarahkan ke belakang sebagai tanda marah, menunjukkan sikap gelisah. Kuda betina kadang-kadang menunjukkan respons dengan mengibaskan ekor. Kuda betina akan menghindari pejantan dengan bergerak menjauh, meringkik, menggigit, bahkan menendang pejantan (Waring 2003).

Kontrol Endokrin

Meskipun pada kuda konsentrasi progesteron intrafolikular pada folikel dominan akan meningkat 2 hari menjelang ovulasi (Belin et al. 2000 dalam Nagy et al. 2004), namun konsentrasi progesteron plasma mencapai titik rendah selama fase folikuler. Peningkatan konsentrasi progesteron plasma secara signifikan terjadi pada 10-12 jam setelah ovulasi, meskipun variasinya dapat lebih luas yakni dalam kisaran 6-60 jam (Nagy et al. 2004). Dengan pengambilan darah sekali dalam sehari, peningkatan progesteron plasma terdeteksi 24-48 jam setelah ovulasi (Nagy et al. 2004). Dengan adanya variasi individu dalam peningkatan konsentrasi progesteron tersebut, penentuan waktu ovulasi secara akurat menjadi

sulit dilakukan. Selama fase luteal, konsentrasi progesteron plasma mencapai maksimal meskipun bervariasi diantara individu kuda (Nagy et al. 2004).

(22)

hingga kadar progesteron plasma menurun mencapai titik terendah yakni ≤1 ng/ml.

Ultrasonografi

Berbagai jenis peralatan ultrasonografi telah tersedia dan memungkinkan untuk dapat dioperasikan dengan mudah. Namun demikian, memerlukan pemahaman yang baik terhadap cara kerja alat dan interaksinya dengan jaringan agar diperoleh citra (gambar) yang optimal. Kualitas gambar yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan operatornya. Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang (Goddard 1995). Beberapa inovasi mutakhir dalam teknik ultrasonografi telah meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari dinamika folikuler pada kuda (Ginther 2004).

Menurut Barr (1988), terdapat 3 jenis echo yang digunakan sebagai prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu;

1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak. 2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram

atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.

(23)
(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010 di Unit Rehabilitasi Reproduksi Bagian Kebidanan dan Kemajiran Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian Kuda

Penelitian dilakukan terhadap 3 ekor kuda G3 dan G4 dengan kisaran umur 12-20 tahun yang dipelihara secara intensif di Unit Rehabilitasi Reproduksi Bagian Kebidanan dan Kemajiran Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Untuk kepentingan pengamatan tingkah laku estrus digunakan 1 ekor kuda jantan pengusik (teaser).

Kuda-kuda tersebut diberi pakan berupa hijauan rumput segar dan konsentrat dengan kadar protein 12 %.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1 set peralatan ultrasonografi (ALOKA SSD-500, Aloka Co.Ltd, Japan), berupa console berikut linear probe 5 MHz (ALOKA UST-588U-5, Aloka Co. Ltd. Japan), printer (SONY, UP-895 MD, Video Graphic Printer, Japan), syringe (One Med, PT. Jaya Mas Medica Industri), dan plastic gloves (Europlex®, Divasa Farmativa, S.A.). Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas; PGF (Noroprost, yang mengandung bahan aktif Dinoprost 5 mg dengan 0.25%w/v phenol per ml,

(25)

Metode Penelitian Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan sinkronisasi estrus yang dilakukan dengan

penyuntikan hormon PGF2α dosis tunggal pada fase luteal, diikuti dengan

penyuntikan hCG dosis tunggal 1500 IU (gambar 1) pada saat folikel dominan mencapai diameter ≥30 mm. Pengamatan dinamika ovarium dengan ultrasonografi dilakukan sampai dengan tercapainya ovulasi yang kedua pada siklus estrus yang berikutnya. Sementara itu pengamatan tanda-tanda estrus dilakukan dengan teknik teasing atau mendekatkan kuda betina pada kuda jantan

pengusik (teaser) untuk mengetahui tingkat estrusnya.

Gambar 1 Prosedur pelaksanaan penelitian

Sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi

Sinkronisasi estrus dilakukan dengan cara melisiskan CL, sehingga akan tercapai estrus yang disertai dengan ovulasi dalam waktu yang relatif seragam. Metode sinkronisasi estrus dilakukan dengan memberikan suntikan PGF2α sebanyak 10 mg i.m pada saat fase luteal. Induksi ovulasi dilakukan dengan penyuntikan hCG 1500 IU i.m ketika folikel dominan telah mencapai diameter

≥30 mm.

(26)

Tingkah Laku Estrus

Pengamatan tingkah laku estrus dilakukan 2 kali, yang pertama dilakukan mulai dari 1 hari setelah pemberian PGFsampai dengan ovulasi I. Pengamatan

yang kedua dilakukan mulai hari ke-17 sampai dengan ovulasi II dengan teknik teasing, yaitu dengan mendekatkan kuda betina pada kuda jantan pengusik. Pengamatan dilakukan dengan sistem scoring menurut Coleman dan Powell (2004) seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Sistem scoring pengamatan tingkah laku estrus pada kuda

Skor Tanda-tanda yang dapat diamati pada kuda betina

0 Tidak menunjukkan tanda-tanda menerima jantan, bahkan agresif – menyerang, menendang, meringkik

1 Tidak menolak terhadap pejantan

2 Sedikit ada ketertarikan terhadap pejantan, kadang mendekati pejantan, menunjukkan winked vulva dan mengangkat ekor

3 Lebih menunjukkan ketertarikan terhadap pejantan, mengangkat ekor,

winked vulva, squatting dan urinasi

4 Ketertarikan yang kuat terhadap pejantan, menyodorkan pantat pada jantan, mengangkat ekor dan winked vulva serta urinasi yang berkelanjutan

Sumber: Coleman dan Powell (2004)

Ultrasonografi

Pemeriksaan dengan ultrasonografi dilakukan setiap hari pada waktu yang sama, dimulai sesaat setelah sinkronisasi estrus dan setiap 4 jam sekali sesaat

setelah dilakukan penyuntikan hCG sampai dengan terjadinya ovulasi untuk mengamati dinamika ovarium yang terjadi. Parameter yang diamati meliputi diameter CL dan jumlah serta ukuran folikel yang kemudian akan diklasifikasikan menjadi folikel kelas I berdiameter < 2cm, kelas II berdiameter 2-4 cm serta kelas III berdiameter > 4cm. Diameter masing-masing folikel besar diukur dengan menggunakan caliper pada sumbu terpanjang dari diameter folikel (Shirazi 2004),

kondisi organ reproduksi yang meliputi serviks, korpus dan kornua uteri juga diamati dengan teknik ultrasonografi untuk mengetahui diameter serta keberadaan

lendir estrusnya.

(27)

dari serviks, korpus dan kornua uteri sampai dengan ovarium kanan dan kiri dilakukan dengan seksama dan teliti. Electric built in caliper pada monitor ultrasonografi digunakan untuk mengukur diameter folikel dan CL (Tabel 2). Hasil pengamatan berupa citra dicetak dengan printer untuk menghasilkan sonogram, serta dilakukan pemetaan posisi folikel dan CL pada ovarium.

Tabel 2 Rincian Parameter Pengamatan Ultrasonografi

Analisa data

Data yang terkumpul disajikan secara kuantitatif dengan perhitungan rata-rata dan standar deviasi, sedangkan data kualitatif disajikan secara deskriptif. Analisa akan menggunakan software MS Office Excel 2007 (Steel & Torrie 1999).

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sinkronisasi Estrus dan Waktu Ovulasi Folikel

Untuk sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi dilakukan pemberian PGF2α sebanyak 2 ml i.m dan hCG 1500 IU. Hasil seperti tertera pada tabel 3. Beberapa parameter yang diukur meliputi diameter CL, diameter folikel, onset dan lamanya estrus serta interval ovulasi.

Tabel 3 Data hasil pengamatan sinkronisasi estrus dan waktu ovulasi folikel

Parameter Rata-rata ± SD sedangkan pada saat awal perlakuan hCG adalah 1.77 ± 0.45 cm. 1 hari sebelum ovulasi diameter CL mencapai 0.83 ± 0.32 cm. Diameter folikel terbesar (DF) pada saat awal perlakuan PGF2α adalah 2.63 ± 0.06 cm, sedangkan pada awal perlakuan hCG adalah 3.27 ± 0.12 cm. Diameter folikel terbesar dicapai 1 hari sebelum ovulasi mencapai rata-rata 4.50 ± 0.52 cm. Hal ini sedikit berbeda

(29)

Rata-rata interval awal perlakuan PGF2α hingga onset estrus adalah 1.33 ± 0.58 hari, dengan rata-rata lama estrus 4.00 ± 1.00 hari. Interval mencapai ovulasi dari awal perlakuan PGF2α adalah 5.33 ± 1.15 hari, sedangkan dari awal perlakuan hCG adalah 66.67 ± 10.07 jam. Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Samper (2008), yang telah melaporkan bahwa onset estrus dan ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 3-4 hari dan 8-10 hari setelah perlakuan PGF2α. Namun demikian, Samper (2008) melaporkan bahwa

kisaran antara awal penyuntikan PGF2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar antara 48 jam sampai dengan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan ovulasi pada saat penyuntikan

dilakukan. Samper et al. (1993) juga menjelaskan bahwa perbedaan onset estrus akan terjadi jika pada saat PGF2α terdapat folikel yang tumbuh dan berukuran besar, kemungkinan akan terjadi ovulasi dalam 72 jam setelah perlakuan, tanpa adanya tanda estrus yang nampak jelas. Sebaliknya, jika folikel telah mencapai diameter maksimalnya selama fase luteal, maka folikel ini akan mengalami regresi. Selanjutnya akan terjadi perekrutan folikel-folikel yang baru sehingga

estrus dan ovulasi akan tertunda.

Gastal et al. (2006) melaporkan bahwa penyuntikan 1500 IU hCG pada saat diameter folikel terbesar mencapai ≥35 mm akan menyebabkan ovulasi folikel 44.0 ± 1.0 jam setelah perlakuan. Pengamatannya menunjukkan bahwa ovulasi

berlangsung lebih cepat dibandingkan penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh diameter folikel pada saat awal perlakuan hCG yang berbeda.

Dinamika Ovarium dan Tingkah Laku Estrus

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi setiap hari pada waktu yang sama pada 3 ekor kuda, maka didapatkan dinamika ovarium yang meliputi perkembangan dan regresi folikel dan

(30)

Gambar 2 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus I. Siklus estrus berlangsung 28 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 3 saat menjelang ovulasi.

Gambar 3 Kelas folikel pada kuda A-Siklus I. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H1 sampai dengan H9. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H15 sampai dengan H25. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III.

Kuda A pada siklus I, panjang siklus estrus adalah 28 hari dengan dengan

(31)

ke-2 setelah ovulasi. Gelombang folikel ditandai dengan adanya folikel berdiameter 1.5 cm berjumlah 7 folikel, Jumlah folikel kelas I terus meningkat sampai 13 folikel pada hari ke-9. Folikel dominan (DF) pada gelombang pertama mencapai diameter maksimal pada hari ke-3 dengan diameter 2.3 cm. Diameter

folikel tersebut lebih kecil dibandingkan temuan Ginther (1993) yang melaporkan bahwa diameter folikel terbesar pada saat gelombang pertama mencapai 2.8 cm. Pertumbuhan CL tidak memiliki pola yang sama dimana diameter pasca ovulasi adalah 3.3 cm dan terus menurun hingga mencapai 1.4 cm pada saat menjelang ovulasi. Namun demikian gambaran ultrasonografi menunjukkan gradasi warna dari hypoechoic menjadi hyperechoic hal ini menunjukkan terbentuknya sel luteal

tidak disertai peningkatan diameter CL. Gambaran tersebut bersesuaian dengan hasil pengamatan Bergfelt dan Adams (2007) bahwa gradasi warna gambaran ultrasonografi berkaitan dengan pembentukan jaringan luteal.

Gelombang folikel kedua teramati mulai hari ke-9 dengan DF mencapai diameter 2.0 cm pada hari ke-12. Pada gelombang folikel kedua ini peningkatan jumlah folikel kelas I tidak teramati. Namun demikian folikel kelas II mengalami

peningkatan jumlah mencapai 3 folikel pada hari ke-18. DF gelombang kedua tidak berkembang dan cenderung statis. Hal ini terjadi karena CL tidak mengalami lisis sampai hari ke-18 siklus estrus sehingga tidak terjadi LH surge sehingga tidak terjadi ovulasi DF gelombang kedua (Noguiera 2004). Selanjutnya teramati

(32)

Gambar 4 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus II. Siklus estrus berlangsung 19 hari dengan tiga gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi.

Gambar 5 Kelas folikel pada kuda A-Siklus II. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada hari pertama sampai dengan hari ke-4 dan pada H16 sampai dengan H19. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H10 sampai dengan H16. Hanya ditemukan satu folikel kelas III pada H16 sampai dengan H19.

Sementara pada siklus II dari kuda A, panjang siklus estrus adalah 19 hari

(33)

pada kuda Caspian, yaitu 8 hari. Gelombang folikel pertama mulai teramati pada hari pertama setelah ovulasi. Kemunculannya ditandai dengan ditemukannya 16 folikel berdiamater 1.5 cm dan terus meningkat hingga sejumlah 20 folikel pada hari ke-4. DF gelombang pertama diawali dengan diameter folikel terbesar 2.0 cm

dan SF 1.8 cm.

Pertumbuhan gelombang kedua dimulai pada hari ke-5. DF mencapai diameter 1.5 cm. Folikel kelas I masih dalam kisaran jumlah 20 folikel, dan mulai hari ke-10 teramati peningkatan jumlah folikel kelas II hingga mencapai 5 folikel pada hari ke-12. DF mencapai diameter maksimal 2.4 cm pada hari ke-12. Selanjutnya gelombang folikel ketiga dimulai pada hari ke-13, bersamaan dengan

pertumbuhan DF berdiamater 3.0 cm dan berlanjut sampai dengan terjadi ovulasi pada hari ke-19 dengan diameter maksimal DF 5.2 cm. Diameter DF lebih besar dari temuan Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) yang melaporkan bahwa pada kuda-kuda sport, seperti Warmblood dan Thoroughbred di UK, diameter DF sebelum ovulasi hanya mencapai 4.6 cm. Pertumbuhan folikel kelas II sejumlah 6 folikel teramati pada gelombang ini, sementara folikel kelas III teramati mulai

hari ke-16 sejumlah satu folikel, dan folikel kelas I juga teramati pada hari yang sama sejumlah 10 folikel hingga mencapai 16 folikel pada hari ke-19. Estrus dengan skor 1 mulai teramati pada hari ke-13 pada saat DF mencapai 3.0 cm dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi.

(34)

Gambar 6 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda A-Siklus III. Siklus estrus berlangsung 25 hari dengan 3 gelombang folikel. Skor estrus mencapai3 saat menjelang ovulasi.

Gambar 7 Kelas folikel pada kuda A-Siklus III. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H2 sampai dengan H9 dan pada H16. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H11 sampai dengan H25. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III.

Kuda A pada siklus III, panjang siklus estrus 25 hari dengan lama estrus 6 hari, dan 3 gelombang folikel. Siklus ini lebih pendek dari siklus I, namun lebih panjang dari siklus II. Hal ini lebih panjang dari temuan Shirazi et al. (2004) pada

(35)

pada hari ke-6. Pertumbuhan folikel kelas I teramati mulai hari pertama sejumlah 16 folikel dan terus meningkat mencapai 20 folikel pada hari ke-9. Pertumbuhan CL menunjukkan pola yang sama dengan siklus I dan II, dimana diameter setelah ovulasi 3.5 cm dan terus menurun hingga 0.8 cm pada saat menjelang ovulasi.

Gelombang folikel kedua teramati mulai hari ke-7 dengan diameter DF 1.4 cm dan mencapai 1.6 pada hari ke-15. Pada gelombang kedua ini peningkatan jumlah folikel kelas I tidak teramati. Namun demikian peningkatan jumlah folikel kelas II mulai teramati pada hari ke-11 sejumlah 1 folikel dan mencapai 2 folikel pada hari ke-15. DF gelombang kedua tidak berkembang dan cenderung statis. Hal ini dikarenakan CL baru mengalami regresi pada hari ke-16 bersamaan

dengan munculnya gelombang ketiga. Gelombang ketiga ini muncul pada hari ke-16. Ditandai dengan diameter DF mencapai 3 cm dan terlihat CL mulai mengalami regresi. Pada gelombang ketiga ini juga teramati dua kali peningkatan jumlah folikel kelas I hingga mencapai 12 folikel pada hari ke-17 dan 21. Jumlah folikel kelas II juga meningkat hingga mencapai 4 folikel pada hari ke-21. DF cenderung statis dengan diameter 3.0 cm hingga menjelang ovulasi. Diameter DF

lebih kecil dari temuan Gastal et al. (1997) bahwa diameter DF menjelang ovulasi adalah 3.7 cm. Pada saat DF berdiamater 3.4 estrus mulai terlihat dengan skor 1 pada hari ke-20 hingga mencapai skor 3 saat menjelang ovulasi pada hari ke-25.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kuda A didapatkan 3 siklus estrus

dengan masing-masing panjang siklus 28, 19, dan 25 hari, dengan lama estrus masing-masing 4, 7, dan 6 hari, sehingga didapatkan rata-rata panjang siklus untuk kuda A adalah 24 ± 4.58 hari dengan lama estrus 5.67 ± 1.53 hari. Jika dibandingkan dengan temuan Shirazi et al. (2002) pada kuda Caspian yang dilaporkan memiliki panjang siklus estrus 22 hari dengan lama estrus 8 hari, maka panjang siklus estrus kuda A lebih panjang, namun lama estrus lebih singkat.

Sementara itu gelombang folikel yang muncul pada masing-masing siklus

(36)

namun demikian kisarannya cukup luas (3 sampai 7 cm). Selanjutnya Bergfelt dan Ginther (1996) mengemukakan bahwa perbedaan bangsa dan tipe kuda mengindikasikan adanya perbedaan rata-rata diameter folikel pada saat menjelang ovulasi.

Gambar 8 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda B. Siklus estrus berlangsung 28 hari dengan dua gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi.

Gambar 9 Kelas folikel pada kuda B. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H4 sampai dengan H5 dan pada H19 sampai dengan H22. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H13. Tidak ada folikel yang mencapai kelas III.

(37)

Kuda B, panjang siklus estrus adalah 28 hari dengan lama estrus 8 hari dan 2 gelombang folikel. Siklus estrus ini berlangsung lebih lama dibandingkan pengamatan Ginther (2002) bahwa panjang siklus estrus maksimal berlangsung 24 hari. Pertumbuhan gelombang folikel tidak teramati pada gelombang yang

pertama, karena jumlah folikel kelas I cenderung statis pada kisaran 6 folikel. Diameter maksimal DF pada gelombang pertama adalah 2.0 cm yang dicapai pada hari 1 dan 2, selanjutnya terus menurun sampai dengan 1.0 cm pada hari ke-5. Diameter folikel tersebut lebih kecil dibandingkan temuan Ginther (1993) yang melaporkan bahwa diameter folikel terbesar pada saat gelombang pertama mencapai 2.8 cm. Pertumbuhan folikel kelas I baru teramati pada hari ke-5 seiring

dengan munculnya gelombang folikel yang ke-2, ditandai dengan adanya folikel kelas I berjumlah 11 folikel. Keadaan ini berangsur-angsur berkurang hingga hanya terdapat 6 folikel kelas I pada hari ke-19. Selanjutnya terjadi lagi peningkatan jumlah folikel kelas I mulai hari ke-20 hingga mencapai maksimal pada hari ke-24 sejumlah 11 folikel. Demikian halnya dengan folikel kelas II yang juga mulai teramati kemunculannya pada hari ke-6. Jumlah folikel kelas II

cenderung statis pada kisaran 1 sampai 2 folikel saja hingga menjelang ovulasi. Diameter maksimal DF gelombang ke-2 mencapai 4.0 cm pada hari ke-27 namun menurun hingga 3.8 cm pada saat menjelang ovulasi pada hari ke-28. Pada saat diameter DF mencapai 2.5 cm pada hari ke-21 estrus mulai terlihat dengan skor 1

(38)

Gambar 10 Dinamika ovarium dan skor estrus pada kuda C. Siklus estrus berlangsung 27 hari dengan dua gelombang folikel. Skor estrus mencapai 4 saat menjelang ovulasi.

Gambar 11 Kelas folikel pada kuda C. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada H5 sampai dengan H10. Pertumbuhan folikel kelas II teramati pada H11 sampai dengan H19. Hanya ditemukan satu folikel kelas III pada H20 sampai dengan H27.

Pada kuda C, panjang siklus estrus adalah 27 hari dengan lama estrus 9 hari dan 2 gelombang folikel. Siklus ini berlangsung lebih panjang dengan temuan

(39)

dan terus meningkat hingga sejumlah 15 folikel pada hari ke-6. Diameter maksimal DF gelombang pertama adalah 3.5 cm.

Pertumbuhan gelombang kedua dimulai pada hari ke-10. Kemunculannya ditandai dengan mulai meningkatnya jumlah folikel kelas II hingga mencapai 5

folikel pada hari 16. Kemunculan folikel kelas III mulai teramati pada hari ke-20 dan bertahan sampai menjelang ovulasi pada hari ke-27. Diameter maksimal DF pada gelombang kedua adalah 5.8 cm yang dicapai pada saat menjelang ovulasi. DF tersebut lebih besar dari temuan Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) yang melaporkan bahwa pada kuda-kuda sport, seperti Warmblood dan Thoroughbred di Negara subtropis, diameter DF sebelum ovulasi hanya mencapai

4.6 cm. Estrus dengan skor 1 mulai teramati pada hari ke-19 pada saat DF mencapai 3.8 cm dan mencapai skor 4 pada saat menjelang ovulasi.

Pola pertumbuhan CL hampir sama dengan kuda lain , dimana diameter CL pada saat hari pertama setelah ovulasi maencapai 2.5 cm dan terus menurun hingga 0.5 cm pada saat menjelang ovulasi.

Berdasarkan data-data dari semua kuda yang diteliti dapat diketahui bahwa

rata-rata panjang siklus estrus adalah 25.4 ± 3.78 hari dengan 2 sampai 3 gelombang folikel dan lama estrus 6.8 ± 1.92 hari. Rata-rata diameter folikel terbesar maksimum sebelum ovulasi adalah 4.2 ± 1.44 cm dengan kisaran 3.0 sampai dengan 5.8 cm. Donadeu dan Ginther (2002) melaporkan bahwa

gelombang folikel ovulasi berkembang pada waktu pertengahan siklus estrus dan pada umumnya 1 folikel akan diovulasikan pada akhir estrus. Interval antar ovulasi pada kuda terdiri atas berbagai kombinasi gelombang folikel minor, dimana folikel terbesar tidak menjadi dominan, serta gelombang mayor, dimana folikel yang terbesar menjadi dominan. Interval antar ovulasi dimulai pada saat ovulasi yang diawali estrus dan diakhiri pada saat ovulasi estrus berikutnya. Rata-rata panjang interval antar ovulasi adalah 21 atau 22 hari pada kuda, dan 24 hari

pada pony (Ginther 1992).

(40)

Gambar 12 Visualisasi scoring tingkah laku estrus pada kuda: a) Skor 0, b) Skor 1, c) Skor 2, d) Skor 3, dan e) Skor 4

Tingkah laku individu selama estrus bervariasi antar individu kuda, tetapi cenderung sama antar siklus. Tanda-tanda estrus yang dapat dilihat, diantaranya adalah: penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva menunjukkan kontraksi ritmik (winking), dan cara berdiri semi jongkok

(squatting). Tanda-tanda estrus tersebut juga sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Coleman dan Powell (2004), Waring (2003) dan Hafez (2000).

b

d

a

e

(41)

Gambar 13 Gambaran ultrasonografi CL secara serial sejak hari ke-3 setelah ovulasi (H3) sampai dengan hari ke-17 (H17).

Berdasarkan gambaran ultrasonografi CL (gambar 13), terdapat jaring-jaring bersifat hyperechoic dan berisi massa yang hypoechoic yang teramati pada H3 sampai dengan H5. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan pembentukan sel-sel

luteal yang mengisi ruang kosong setelah ovulasi folikel. Gambaran ini sesuai dengan pengamatan Bergfelt dan Adams (2007) yang menjelaskan bahwa fenomena ini berkaitan dengan pembentukan sel luteal yang ditandai dengan peningkatan secara bertahap kadar progesteron plasma.

Pada H7, H9, dan H11 gambaran ultrasonografi menunjukkan CL telah berbatas jelas dengan jaringan sekitarnya dan hypoechoic dengan diameter yang tidak berubah. Menurut Bergfelt dan Adams (2007) pada saat kondisi tersebut CL mencapai fase statis dengan kadar progesteron plasma mencapai kisaran 10 ng/ml.

Setelah H11 gambaran ultrasonografi menunjukkan warna yang hyperechoic dengan diameter yang mulai mengecil sampai mencapai 1.2 cm pada H17. Regresi

(42)

jaringan ikat yang bersifat hyperechoic sehingga terjadi penurunan konsentrasi plasma progesteron (Amrozi 2004).

Gambar 14 Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang pertama dan kedua selama 1 siklus estrus.

Gambaran ultrasonografi pada H1 (gambar 14) menunjukkan adanya sekelompok folikel yang memenuhi daerah perifer ovarium. Penelusuran mundur dari H5 tampak bahwa bakat DF telah terlihat sejak H1, yaitu berupa folikel dengan bentuk bulat tegas dan anechoic kuat. DF gelombang pertama statis dan

(43)

folikel kedua yang muncul pada H7. Namun demikian, DF yang teramati dengan jelas pada H11 tetap dapat ditelusuri kembali sampai dengan kemunculannya pada H7.

Gambar 15 Gambaran serial ultrasonografi dominan folikel gelombang ketiga dalam satu siklus estrus.

Hasil penelusuran ultrasonografi menunjukkan bahwa DF yang akan ovulasi mulai nampak pada H13 berupa folikel berbentuk bulat bersifat anechoic dengan dinding folikel tipis dan jelas. Pertumbuhan DF tersebut mangalami perubahan

(44)

dengan proses pecahnya dinding folikel sebagaimana yang diamati Bergfelt dan Adams (2007). Ovulasi terjadi pada H20 yang ditandai dengan hilangnya DF dan di tempat yang sama terbentuk corpus haemoraghicum. Corpus haemoraghicum tersebut memiliki gambaran ultrasonografi hypoechoic dengan batas yang tidak teratur dengan jaringan sekitarnya.

Hasil Pengamatan Kondisi Uterus

Berdasarakan hasil pengamatan terhadap kondisi uterus dengan ultrasonografi selama penelitian, maka didapatkan hasil seperti tertera pada tabel 4.

Tabel 4 Data hasil pengamatan diameter uterus

Kuda

Rata-rata diameter uterus (cm)

Diestrus Estrus

Korpus kornua korpus kornua

Kuda A-siklus I 4.84 ± 0.57 3.59±0.22 5.60 ±0.13 3.74±0.06 Kuda A-Siklus II 5.20±0.16 3.77±0.10 5.25±0.09 3.90±0.05 Kuda A-Siklus III 5.08±0.11 3.87±0.09 5.14±0.10 3.89±0.05 Kuda B 4.31±0.27 3.62±0.37 4.96 ±0.34 3.72±0.16 Kuda C 5.06±0.06 3.89±0.06 5.27±0.05 4.15±0.09 Rata-rata 4.90±0.35 3.75±0.14 5.24±0.23 3.88±0.17

Diameter korpus dan kornua uteri pada saat fase diestrus adalah 4.90 ± 0.35 cm dan 3.75 ± 0.14 cm, sedangkan pada saat fase estrus sebesar 5.24 ± 0.23 cm dan 3.88 ± 0.17 cm (Tabel 4). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan diameter uterus pada saat berlangsungnya estrus. Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) menyatakan bahwa pola kebengkakan uterus dapat digunakan sebagai acuan untuk penentuan waktu optimal perkawinan dilakukan, karena intensitas kebengkakan

(45)

Gambar 16 Hasil pengamatan ultrasonografi terhadap uterus

Gambaran ultrasonografi menunjukkan keberadaan lendir estrus di dalam uterus pada saat estrus (Gambar15.2). Area anechoic menunjukkan keberadaan lendir estrus pada korpus uteri (Gambar15.2.a) dan pada kornua uteri (Gambar15.2.b). Pada saat fase diestrus, lendir estrus tidak ditemukan di dalam

kornua dan korpus uteri, ditandai dengan area hypoechoic (Gambar15.1.a&b). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bergfelt dan Adams (2003) bahwa endometrial echotexture atau derajat homogenitas maupun heterogenitas hasil pengamatan ultrasonografi terhadap endometrium dapat dijadikan sebagai acuan tambahan untuk mengetahui kondisi estrus dan perkiraan waktu pencapaian ovulasi pada kuda. Perubahan ini dari yang bersifat homogen pada saat diestrus menjadi

heterogen pada saat estrus yang terkait dengan terjadinya kebengkakan uterus. Hal ini juga terkait dengan tingkah laku pada saat estrus, seperti urinasi, winked vulva, mengangkat ekor, dan squatting yang berguna untuk memperkirakan waktu pencapaian ovulasi. Selanjutnya Cuervo-Arango dan Newcombe (2008) menambahkan bahwa pada saat fase folikuler, pembesaran lipatan endometrium

menghasilkan gambaran ultrasonik yang khas, yang biasa disebut “roda pedati” sebagai efek yang mewakili adanya jalinan dan pergantian area echoic dan hypoechoic.

(46)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sinkronisasi estrus dengan PGF2α menghasilkan estrus setelah 1.33 ± 0.58 hari, dengan lama estrus 4.00 ± 1.00 hari, dan ovulasi terjadi 66.67 ± 10.07 jam setelah pemberian hCG pada saat diameter folikel mencapai 4.50 ± 0.52 cm. Sedangkan pssanjang siklus estrus adalah 25.4 ± 3.78 hari dengan 2 sampai 3 gelombang folikel, lama estrus 6.8 ± 1.92 hari, dan diameter folikel ovulasi secara

alami adalah 4.2 ± 1.24 cm. Ovulasi terjadi pada skor tingkah laku estrus 3 - 4.

Saran

(47)
(48)

DAFTAR PUSTAKA

Amrozi. 2004. Studies of Ovarian Dynamics, Apoptotic Cells and Distribution of Estrogen Receptor Alpha in Ovaries in Japanese Black Cows [thesis]. Yamaguchi: The United Graduate School of Veterinary Sciences Yamaguchi University.

Barr F. 1988. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford. Blackwell Scientific Publications.

Belin F, Goudet G, Duchamp G, Gerard N. 2000. Intrafollicular concentrations of steroids and steroidogenic enzymes in relation to follicular development in the mare. Biol. Reprod 62: 1335-1343.

Bergfelt DR, Adams GP. 2007. The normal female reproductive system: Ovulation and corpus luteum development. Di dalam: Samper JC et al., editor. 2007. Current therapy in equine reproduction. Missouri: Saunders Elsevier.

Bergfelt DR, Ginther OJ. 1996. Ovarian uterine and embryo dynamics in horses versus ponies. J. Eq. Vet. Sci. 16: 66-72.

Bergfelt et al. 2007. Ovulation synchronization following commercial application of ultrasound-guided follicle ablation during the estrous cycle in mares. Theriogenology 68: 1183-1191.

Coleman RJ, Powell D. 2004. Teasing Mares. Cooperative Extention Service. University of Kentucky-College of Agriculture. Available at: www.ca.uky.edu.

Cuervo-Arango J, Newcombe JR. 2008. Repeatibility of preovulatory follicular diameter and uterine edema pattern in two consecutive cycles in the mare and how they are influenced by ovulation inductors. Therigenology 69: 681-687.

Davies Morel MCG, Newcombe JR. 2008. The efficiacy of different hCG dose rates and the effect of hCG treatment on ovariuman activity: ovulation, multiple ovulation, pregnancy, multiple pregnancy, synchrony of multiple ovulation; in the mare. J. Anim. Reprod. Sci 109: 189-199.

Donadeu FX, Ginther OJ. 2002. Changes in Concentrations of Follicular Fluid Factors During Follicle Selection in Mares. J. Biol. Reprod 66: 1111-1118.

Estrada A, Samper JC. 2003. Using medications to induce ovulation in mares. Available at: www.VetLearn.com.

(49)

Gastal EL, Silva LA, Gastal MO, Evans MJ. 2006. Effect of different doses of hCG on diameter of the preovulatory follicle and interval to ovulation in mares. Anim Reprod Sci. 94: 186-190 (Abstract).

Ginther OJ. 1979. Reproductive biology of the mare: Basic and applied aspects. Wisconsin: Cross Plaines: 413p.

Ginther OJ. 1992. Reproductive Biology of The Mare: Basic and Applied Aspects. WI: Equiservices Publishing, Cross Plains.

Ginther OJ. 1993. Major and minor follicular waves during the equine estrus cycle. J. Equine Vet. Sci 13:18-25.

Ginther OJ. 1995. Ultrasonic Imaging and Animal Reproduction: Book 2, Horses. Cross Plains, WI: Equiservices Publishing.

Ginther OJ, Meira C, Beg MA, Bergfelt DR. 2002. Follicle and Endocrine Dynamics During Experimental Follicle Deviation in Mares. Biolreprod. ISSN: 0006-3363. Available at http://www.biolreprod.org.

Ginther OJ et al. 2004. Comparative study of the dynamics of follicular waves in mares and women. Biol. Reprod. 71: 1195-1201.

Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. Wallingford, UK. CAB International.

Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th edition. Philadelphia: Lea and Febiger.

Harrison LA, Squires EL, Mc.Kinnon AO. 1991. Comparison of hCG, buserelin and luprostiol for induction of ovulation in cycling mares. J.Equine Vet. Sci. 2, 127-135.

Johnson MH, Everitt BJ. 1995. Essential Reproduction. Fourth edition. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Nagy P, Huszenicza G, Reiczigel J, Juhasz J, Kulcsar M, Abavary K, Guillaume D, 2004. Factors affecting plasma progesterone concentration and the retrospective determination of time of ovulation in cyclic mares. Theriogenology 61: 203-214.

Nogueira. 2004. Follicle profile and plasma gonadotropin concentration in pubertal female ponies. Braz. J. Med. Biol. Res. 37: 913-922.

(50)

Samper J.C. 2008. Induction of Estrus and Ovulation: Why some mares respond and others do not. Theriogenology 70:445-447.

Senger PL. 2003. Pathways to Pregnancy and Parturition. Washington: Washington State University Research & Technology Park.

Sharp DC, Black DL. 1973. Changes in peripheral plasma progesterone throughout the oestrus cycle of the pony mare. J. Reprod. Fertil 33: 535-538.

Shirazi A, Gharagozloo F, Niasari-Naslaji A, Bolourchi M. 2002. Ovarian follicular dynamics in caspian mares. J. Eq. Vet. Sci. 22: 208-211.

Shirazi A, Gharagozloo F, Ghasemzadeh-Nava H. 2004. Ultrasonic characteristics of preovulatory follicle and ovulation in caspian mares. J. Anim Reprod Sci 80: 261-266.

Soehardjono, Oetari. 1990. Kuda. Jakarta: Gramedia. Hlm. 217-234

Stabenfeldt GH, Hughes JP, Evans JW. 1972. Ovarium activity during the oestrus cycle of the mare. Endocrinology 90: 1379-1384.

Steel RGD, Torrie JH. 1999. Prinsip dan Prosedur statistika. Ed ke-2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Toelihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa. hlm 168-195.

Turner CD, Bagnara JT. 1971. Endokrinologi Umum (diterjemahkan oleh Harsojo). Surabaya: Airlangga University Press.

(51)

Thoroughbred-Indonesian Local Crossbred Mares. Under supervision of BAMBANG PURWANTARAand AMROZI

The development of horse breeding industry in Indonesia was commenced through horse racing events held all over the country. It were accelerated by the development of Thoroughbred-Indonesian local Crossbred horses. There are many broodmares injured during their racing time and retired from the racetracks. They may still has a reproductive vigor to continue on producing offsprings. Very little information has been reported on the monitoring the reproductive capacity of the mares. The objective of this study was to explore ultrasonography imaging of the ovarian dynamics, correlated with the estrus behavior of the Thoroughbred-Indonesian local crossbred mares. Three Thoroughbred-Thoroughbred-Indonesian local crossbred mares with 6.25-12.5% of local genetics aged 12-20 years old were used in this study. Estrus and ovulation synchronized by 10 mg PGFi.m. at luteal phase and 1500 IU hCG i.m. injection when the dominant follicle reach ≥30 mm in diameter. Ultrasonography examination was done every morning at approximately at the same time. Estrus behavior was observed by using teaser stallions following a standard method. Results of the experiment indicated that onset of the estrus was reached 1.33 ± 0.58 days after the hCG injection, with the average duration of 4.00 ± 1.00 days. The ovulations were done at 5.33 ± 1.15 days after PGF treatment and 66.67 ± 10.07 hours after hCG treatment. Maximum follicle diameter was identified to reach 4.50 ± 0.52 cm at one day before ovulation. The mares performed 25.4 ± 3.38 days length of estrous cycle with 2-3 follicular waves. It had been identified that the estrus duration was 6.8 ± 1.92 days in mares with the age of 12-20 years. The average of maximum diameter of the largest follicle before ovulation was 4.2 ± 1.24 cm. In conclusion, to improve the efficiency of breeding, several information are needed i.e. the optimal time of ovulation, relevan parameters related to follicular development.

(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peranan kuda sebagai salah satu komoditas ternak sangat strategis karena fungsinya sebagai hewan untuk sarana olahraga dan hewan kesayangan. Di Indonesia, industri ternak kuda mulai berkembang dengan munculnya kuda persilangan antara kuda Thoroughbred dengan kuda lokal Indonesia. Umumnya kuda dimanfaatkan sebagai kuda pacu sampai umur 5 tahun. Dengan masa aktif

yang pendek tersebut kuda pacu ini harus terus diternakkan untuk memenuhi kebutuhan kuda-kuda pacu dalam kelas pacuan yang berbeda pada tahun-tahun selanjutnya.

Saat ini persilangan antara kuda lokal Indonesia dengan kuda pejantan Thoroughbred dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya, yaitu antara G3 dengan

G3, G3 dengan G4, dan G4 dengan G4 yang akan menghasilkan Kuda Pacu Indonesia (KPI) (Soehardjono 1990).

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa dalam prakteknya, ditemukan masalah-masalah yang terkait dengan reproduksi kuda betina, diantaranya adalah: siklus estrus yang tidak teratur, estrus tidak jelas, sulit bunting, tidak pernah

estrus, bahkan bersifat seperti kuda jantan. Selama ini, tata laksana peternakan kuda masih dilakukan secara sederhana, dengan pengamatan tingkah laku estrus, sehingga terkadang penentuan waktu perkawinan kurang optimal, sehingga pencapaian angka kebuntingan belum optimal.

Penelitian tentang dinamika ovarium kuda telah banyak dilakukan oleh para

ilmuwan di Eropa dan Amerika. Penelitian dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sehingga kuda-kuda yang ada bersifat poliestrus bermusim (seasonal polyestrus). Di Indonesia yang memiliki 2 musim, dimana kuda-kuda akan mengalami estrus sepanjang tahun, penelitian tentang dinamika ovarium tersebut

belum banyak dilakukan.

(53)

terakhir. Namun demikian, pengamatan dinamika ovarium yang dilakukan secara kontinyu dalam satu siklus estrus belum dilaporkan.

Penelitian ini akan difokuskan pada pengamatan dinamika ovarium, yang meliputi perkembangan folikel dan korpus luteum (CL). Penelitian kemudian

dikaitkan dengan tingkah laku estrus yang ditunjukkan oleh kuda baik terjadi secara alami maupun diawali dengan sinkronisasi estrus dan induksi ovulasi.

Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan induk hasil persilangan pejantan Thoroughbred dengan induk lokal Indonesia yang afkir sebagai kuda pacu memerlukan kajian efisiensi dan

potensi reproduksinya. Salah satunya adalah pemanfaatan ultrasonografi untuk mengamati dinamika ovarium. Hasil pengamatan dinamika ovarium yang didukung dengan pengamatan tingkah laku estrus merupakan parameter yang dapat digunakan para praktisi dan peternak di lapangan dalam menentukan waktu optimal untuk dilakukan perkawinan. Dengan demikian diharapkan dapat

membantu meningkatkan efisiensi reproduksi kuda di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ultrasonografi dinamika ovarium, terkait dengan tingkah laku estrus dalam satu siklus estrus kuda induk hasil persilangan antara pejantan Thoroughbred dengan induk lokal

Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk untuk penentuan

(54)

TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Reproduksi Kuda

Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan penuaan atau umur. Faktor yang mengatur hal tersebut di atas adalah lingkungan, genetik, fisiologi, hormonal, tingkah laku dan faktor-faktor psikososial. Fertilitas akan meningkat setelah tercapainya pubertas untuk

kemudian menurun seiring dengan penuaan. Ketika tercapai pubertas, sekresi gonadotropin juga akan mengalami peningkatan (Hafez 2000). Sementara itu, Johnson dan Everitt (1995) menyatakan bahwa lamanya siklus ovarium yang di dalamnya terdapat fase folikuler dan luteal akan berbeda pada masing-masing spesies. Berdasarkan pengamatan tingkah laku estrus, panjang siklus estrus pada kuda betina adalah 20-24 hari (Hafez 2000). Pengamatan dengan menggunakan

ultrasonografi menunjukkan bahwa siklus estrus kuda berlangsung 20-22 hari dengan panjang fase folikuler 5-6 hari, dan fase luteal 15-16 hari (Johnson & Everitt 1995). Shirazi et al. (2004) melaporkan bahwa kuda bangsa Caspian memiliki interval interovulatory 22.1 ± 0.40 hari, lama estrus 8.3 ± 0.86 hari, dan diestrus sepanjang 13.8 ± 0.59 hari.

Lama estrus bervariasi dan terkait dengan waktu berlangsungnya ovulasi. Kisaran terjadinya ovulasi adalah 4-6 hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor eksternal maupun internal. Pada tingkat ovarium, periode estrus ditandai dengan sekresi estrogen yang tinggi dari folikel

preovulatorik. Estrogen merangsang pertumbuhan uterus melalui mekanisme yang meyebabkan interaksi antara hormon dengan reseptornya dan meningkatnya berbagai proses sintesis yang terjadi di dalam sel. Estrogen juga merangsang produksi prostaglandin oleh uterus. Pada akhir estrus, terjadi ovulasi yang diikuti

(55)

Sinkronisasi Estrus dan Induksi Ovulasi

Prostaglandin termasuk dalam hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat di dalam berbagai aspek reproduksi

(Toelihere 1981). Prostaglandin F2α dihasilkan oleh endometrium uterus dan kelenjar vesikular (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan regresi CL dan pengurangan konsentrasi progesteron plasma (Turner dan Bagnara 1971; Hafez 2000). Pada kuda yang bersiklus normal, estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan injeksi prostaglandin. Estrada et al. (2003) melaporkan bahwa dengan penggunaan 7.5 mg PGF yang dilakukan paling awal

pada hari ke-5 setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari dan ovulasi dalam jangka waktu 8-10 hari. Menurut Samper (2008) kisaran antara pemberian PGF2α sampai dengan onset estrus dan tercapainya ovulasi dapat berkisar berturut-turut pada 48 jam dan 12 hari, tergantung dari diameter folikel yang akan mengalami ovulasi. Jika pada ovarium terdapat folikel

besar pada saat penyuntikan, ovulasi akan terjadi dalam kurun waktu 72 jam tanpa menunjukkan gejala estrus yang jelas. Namun demikian menurut Samper et al. (1993) jika folikel telah mencapai diameter maksimal selama fase luteal yang didominasi oleh progesteron, maka folikel ini akan mengalami regresi, dan akan terjadi perekrutan folikel-folikel baru, sehingga estrus dan ovulasi akan

mengalami penundaan.

hCG merupkan hormon peptide yang dihasilkan pada plasenta, yang merangsang fungsi luteal (Mc.Donald 1988 dalam Davies-Morel & Newcombe 2008. hCG telah digunakan secara luas untuk menginduksi ovulasi pada kuda dengan tujuan untuk mengoptimalkan waktu perkawinan (Harrison et al. 1991). Penelitian tentang penggunaan hCG terus dilakukan untuk mengetahui efektivitas

(56)

Dinamika Ovarium

Diameter folikel dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk memperkirakan waktu ovulasi pada kuda. Walaupun demikian, variasi diameter

folikel preovulatorik pada 24 jam sebelum ovulasi, dapat berkisar 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm (Arango 2008). Selanjutnya menurut Cuervo-Arango (2008) diameter folikel preovulatorik pada 1 ekor induk akan relatif sama. Selain itu, pola oedema uterus juga dapat digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan waktu optimal perkawinan. Ovarium mempunyai fungsi pada siklus produksi ovum yang dapat dibuahi, sedangkan folikel adalah kompartemen

dari ovarium yang memungkinkan ovarium untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis (Hafez 2000).

Pada kuda, gelombang pertumbuhan folikel yang menghasilkan ovulasi berkembang pada pertengahan kedua siklus estrus. Pada umumnya hanya 1 folikel yang akan mengalami ovulasi. Ketika folikel yang paling besar mencapai

diameter 21-23 mm, 2 folikel terbesar akan bertindak sebagi folikel dominan dan subordinat, proses ini dinamakan deviasi folikel. Folikel dominan akan terus berkembang, sedangkan folikel subordinat akan berkembang lebih lambat hingga akhirnya akan mengalami regresi (Donadeu & Ginther 2002).

Tingkah Laku Estrus

Estrus pertama pada kuda ditandai dengan permintaan dan penerimaan terhadap pejantan yang terjadi kisaran umur 8-24 bulan sebagai pertanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Ginther (1979) melaporkan bahwa pada umumnya kuda mencapai pubertas pada umur 12 bulan. Kuda yang diberi makan lebih baik akan dapat lebih cepat dikawinkan.

Tingkah laku selama estrus bervariasi di antara individu kuda, tetapi cenderung tetap pada individu yang sama. Tanda-tanda estrus yang dapat diamati diantaranya penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengalami kontraksi ritmik (winking) dan cara berdiri semi jongkok (squatting) (Coleman & Powell 2004). Menurut Waring (2003) pada saat estrus, kuda akan

Gambar

Gambar 1 Prosedur pelaksanaan penelitian
Tabel 2 Rincian Parameter Pengamatan Ultrasonografi
Tabel 3 Data hasil pengamatan sinkronisasi estrus dan waktu ovulasi folikel
Gambar 3 Kelas folikel pada kuda A-Siklus I. Pertumbuhan folikel kelas I teramati pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bank telah m enjalankan berbagai usaha perbaikan pada tahun 2008 yang tercerm in dari struktur keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum nya.. This productivit

Melakukan perencanaan terhadap output yang diinginkan, dalam perancangan sistem informasi ini output yang ingin dihasilkan adalah lokasi pos polisi penertiban lalu lintas

Data yang akan digunakan sebagai studi kasus pada penelitian ini adalah data indeks harga konsumen Indonesia bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2015 dimana

2. Pembubunan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan. tanah karena

Pantangan Makanan Penyakit Kutil Kelamin Perlu juga anda ketahui bahwa meskipun penyakit kutil kelamin ini, Umumnya tumbuh di daerah genital tapi juga bisa tumbuh di Anus,

Penggunaan produk secara teratur yang mengandung agen-agen ini telah secara hati-hati dinilai untuk memastikan bahwa tindakan mereka selektif, sehingga mereka menghambat

seringkali diilhami oleh Marx, yang menyatakan bahwa hubungan antara individu-individu dan kelompok-kelompok pada dasarnya sulit dan mengakibatkan konflik. Meskipun Marx

Peubah yang diamati terdiri dari sifat fungsional pati sagu Bangka meliputi total pati (Sudarmadji et al., 1997), kadar amilosa (Sudarmadji et al., 1997), kadar