• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Industri

2.1.1. Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007). 2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri

Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002).

2.2.1. Pengertian Limbah Cair

Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

2.2.2. Sumber Air Limbah

Beberapa sumber air limbah antara lain adalah (Kusputranto, 1985) :

1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water) 2. Air limbah kota praja (municipal wastes water) 3. Air limbah industri (industrial wastes water) 2.2.3. Parameter Air Limbah

Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah antara lain : (Kusnoputranto, 1985).

1. Kandungan Zat Padat

Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. TDS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut dalam air.

Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada 200C).

3. Kandungan Zat Anorganik

Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.

4. Gas

Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.

5. Kandungan Bakteriologis

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform

(MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.

6. pH (Derajat Keasaman)

Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka.

7. Suhu

Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air. Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.

2.2.4. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan (Pandia, 1995) : 1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung

2. Penghilangan organisme patogen

3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi

4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbah yang tidak diolah atau sebagian diolah terhadap lingkungan.

5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang yang mungkin akan ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke badan air. 6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan.

7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah. 2.2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut. Berdasarkan sistem unit operasinya teknologi pengolahan limbah diklasifikasikan menjadi unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem pengolahan limbah diklasifikasi menjadi : Pre treatment, Primary treatment system, Secondary treatment system, Tertiary treatment system. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang satu dengan yang laain berbeda.

1. Pre Treatment

Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah :

a. Saringan (bar screen) b. Pencacah (communitor)

c. Bak penangkap pasir (grit chamber)

d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap) e. Bak penyetaraan (equlization basin)

2. Primary Treatment

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan

partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya ditambahkan untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi. Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35% sedangkan suspended solid berkurang sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.

3. Secondary Treatment

Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya reaktor pengolahan lumpur aktif (activated sludge) dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan lumpur aktif, maka air limbah yang telah lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mizeed Liquiour Suspended Solid), dalam proses biologis ada dua hal yang penting yaitu:

a.Proses Penambahan Oksigen

Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah merupakan tujuan pengolahan air limbah. Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut sehingga konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas, cairan ion, koloid, atau bahan tercampur.

b.Pertumbuhan bakteri dalam bak reaktor

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan organik tersebut. Bakteri yang digunakan ini memerlukan bahan-bahan makanan, yaitu lumpur. Untuk penambahan bahan makanan agar persediaan makan lebih banyak maka digunakan lumpur. Lumpur yang digunakan untuk penambahan makanan ini disebut lumpur aktif (activated sludge). Pemberian lumpur aktif ini dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan mengambil lumpur dari bak pengendapan kedua atau dari bak pengendapan akhir (final sedimentation tank). 4. Tertiary Treatment

Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan terdahulu, pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus pula. Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :

a. Saringan pasir

Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan pasir ini ada 2 jenis yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.

Penyaring dengan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda granulanya, misalnya : 0,5 meter antrasit dengan diameter 1 milimeter pada bagian atas 0,3 meter pasir silika dengan diameter 0,5 m. Satu set penyaring menghasilkan 2,7 - 5,4 liter/meter kubik perdetik.

c. Micro Staining

Saringan micro staining terdiri dari bahan drum yang diputar, sedangkan drum itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah sehingga air yang cukup jernih dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada ayakan pembungkusnya dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu berputar.

c. Vaccum Filter

Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium atau spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian dari drum terendam larutan.

d. Penyerapan

Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut yang terdapat dalam antara dua permukaan.

e. Pengurangan besi dan mangan

Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat berbentuk dengan adanya pabrik tenun, kertas dan proindustri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air dengan melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 dan MnO2 yang tidak larut dalam

air, kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah molekul-molekul oksigen dari udara, klosin atau KmnO4 .

f. Osmosis bolak-balik

Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan bahan mineral yang diterapkan untuk memproduksi air yang siap dipergunakan lagi.

g. Pembunuhan bakteri (desinfektan)

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah.

h. Pengolahan lanjut (ultimate disposal)

Dari setiap tahap pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan kehidupan misalnya untuk menimbun lubang.

2.3. Limbah Lumpur

2.3.1. Pengertian Lumpur Bor

Lumpur bor adalah fluida yang dipakai dalam pengeboran yang terdiri dari bahan dasar atau bahan aditif atau hasil campuran keduanya yaitu bahan dasar dan bahan aditif (PerMen ESDM RI, 2006).

Bahan dasar adalah fluida dasar lumpur bor dalam bentuk bahan dasar air, bahan dasar minyak dan bahan dasar sintetis. Bahan aditif adalah bahan tambahan

untuk pembuatan lumpur, dapat berupa padatan atau cairan yang dicampurkan pada bahan dasar dengan fungsi khusus.

Lumpur pemboran menurut definisi API (American Petroleum Institute, 2003) adalah fluida sirkulasi yang digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan proses pemboran itu sendiri.

Lumpur pengeboran adalah fluida yang digunakan dalam proses pengeboran yang diedarkan atau dipompakan dari permukaan melalui pipa bor menuju mata bor dan akan kembali ke permukaan melalui Annulus (celah antara pipa bor dengan lubamg sumur) sambil membawa cutting pemboran (Growcock, 2005).

2.3.2. Pengertian Limbah Lumpur

Limbah lumpur adalah sisa-sisa pemakaian lumpur bor yang telah dipergunakan pada proses pengeboran minyak dan tidak dipergunakan lagi (PerMen ESDM RI, 2006).

2.3.3. Jenis Lumpur Bor

1. Fresh Water Muds

Lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam) berfungsi sebagai fase kontinyu 65% berat bobot dan clay sebagai pembentuk mud itu sendiri.

Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (saltdome) atau salt

stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang terbor.

3. Oil Base Mud

Lumpur yang dibuat dengan minyak sebagai fase kontinyu dan attapulgite sebagai pengganti bentonite memiliki kadar air dibawah 3 - 5% volume untuk mengontrol viscositas, menaikan gel strength, efek kontaminasi, untuk menaikan gel strength perlu ditambahkan zat kimia. Manfaat dari Oil Base Mud adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit dan mempermudah pemasangan casing dan liner.

4. Gaseous Drilling Fluids

Lumpur yang dibuat dengan udara atau gas sebagai fase continue dan air sebagai fase dispersant dibawah 5% volume total, lumpur ini digunakan pada pemboran daerah yang memiliki kondisi air sangat minim serta pada pemboran daerah dengan jenis batuan yang sangat keras dan bertemperatur tinggi.

2.3.4. Komposisi Lumpur Bor

Lumpur bor secara umum terbuat dari bongkahan bentonit yang dicampur dengan air untuk viskositas yang diinginkan. Bahan aditif lain yang juga ditambahkan adalah barium sulfat (barit), kalsium karbonat (kapur) atau hematite yang berfungsi sebagai pemberat, caustic soda (NaOH) dan potassium hydroxide sebagai pengatur pH serta bahan tambahan lainnya, seperti pengatur air tapisan (fluid loss control), penstabil lapisan lempung (shale stabilizer). Sedangkan bongkahan bentonit sendiri

berfungsi sebagai pengental lumpur (viscofisier) dengan komposisi terbesar dari adonan lumpur ini adalah air.

2.3.5. Sifat-Sifat Fisik Lumpur Pengeboran

1. Berat Jenis

Berat jenis lumpur pengeboran sangat besar pengaruhnya dalam mengontrol tekanan formasi, sebab dengan naiknya berat jenis lumpur maka tekanan lumpur akan naik pula.

Dengan perhitungan sebagai berikut :

Dimana : D = Berat jenis lumpur W = Berat lumpur V = Volume lumpur 2. Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik lumpur didefinisikan sebagai fungsi tekanan per satuan luas yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

Dimana : P = Tekanan hidrostatik lumpur A = Luas penampang

h = Tinggi kolom lumpur D = W

V

D = Berat jenis 3. Viskositas

Salah satu sifat lumpur yang menentukan daya tahan terhadap pergerakan, dimana tahanan ini terjadi disebabkan oleh pergesekan antar partikel-partikel dari lubang bor. Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Makin kental lumpur, maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan akan mengakibatkan cutting tertinggal didalam lubang bor serta mengakibatkan tejepitnya rangkaian pipa pemboran. Akan tetapi bila lumpur pemboran mempunyai harga viskositas yang terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan permasalahan pemboran seperti loss circulation.

4. Gel Strength

Waktu lumpur bersirkulasi besaran yang berperan adalah viskositas, sedangkan ketika sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi gel saat tidak ada sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh gaya tarik menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Saat lumpur berhenti bersirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan turun, sehingga padatan tidak menumpuk dan mengendap di annulus, dan mencegah pipa terjepit. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan beratnya kerja pompa lumpur untuk memulai sirkulasi kembali. Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh mempompakan lumpur dengan daya yang besar karena formasi akan pecah.

Bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Jadi Yield Point merupakan angka yang menunjukkan shearing stress yang diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur kembali. Dengan kata lain lumpur tidak akan dapat sirkulasi sebelum diberikan shearing stress sebesar yield point. Yield Point sangat penting diketahui untuk perhitungan hidrolika lumpur, dimana yield point mempengaruhi hilangnya tekanan waktu lumpur disirkulasikan.

6. Filtrasi dan Mud cake

Ketika terjadi kontak antara lumpur dan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan disebut filtrate, sedangkan partikel-partikel besar tertahan di permukaan dan membentuk lapisan batuan disebut mud cake.

7. pH Lumpur

pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar 8.5 – 12. Jadi lumpur bor yang digunakan adalah dalam suasana basa. Lumpur sebaiknya tidak terlalu basa karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.

Aditif merupakan bahan yang ditambahkan sehingga mud memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada saat pemboran berlangsung, adapun aditif yang dipakai dalam pemboran meliputi :

a. Thinner: Material yang ditambahkan untuk mengurangi densitas lumpur

Contoh: Lignosulfonate, Lignin, Alkylene oxide polimer, Quebranco (Dispersant), Phosphate, Sodium tanate, Surfactant.

c. Viscosifier: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk mengontrol viscositas. Contoh: Clay, Acrylic polimer, Hidroksi metil selulosa, Polimer, viscosifier, Polysaccharide.

d. Weighting agent: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk menambah berat lumpur. Contoh : Galena, Barite, Kalcium karbonate.

e. Special aditif: Material khusus untuk lumpur. Contoh: Viscositas reducer, Chemical breaker, Fluid loss reducer, pH adjustment.

f. Loss circulation material: bahan yang ditambahkan pada lumpur untuk menanggulangi loss pada pemboran. Contoh seperti tertera pada Tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Material yang Ditambahkan untuk Menangani Terjadinya Loss Circulation

Bahan Tipe

Kulit Kacang Butiran

Plastik Butiran

Batu Kapur Butiran

Belerang Butiran

Percite Butiran

Cellophane Lembaran

Serbuk Gergaji Serat

Rumput Ilalang Serat

Jerami Serat

Kulit Biji Kapas Butiran

Ilalang Rawa Serat

Kertas Kaca Lembaran

Hancuran Kayu Serat

Sumber : Mufhashal, 2010 2.3.7. Fungsi Lumpur Bor

Secara umum, ada beberapa fungsi dari penggunaan lumpur dalam proses pemboran. Diantaranya sebagai berikut :

1. Melumasi dan mendinginkan mata bor. Gesekan antara mata bor dengan formasi (batuan) akan menimbulkan panas, dengan aliran lumpur dapat menurunkan suhunya.

2. Memberikan tekanan hidrolik ke motor yang mendorong mata bor di dasar lubang.

3. Mengangkat serpihan batuan (cutting) ke permukaan.

4. Membawa semen dan bahan lainnya ke tempat yang dibutuhkan dalam sumur.

5. Menjaga cutting tidak jatuh kedasar lubang bor saat pemboran dihentikan sementara,

6. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing: selama proses pemboran berlangsung berat drill pipe serta casing dapat menimbulkan efek penekanan terhadap formasi, lumpur akan mengurangi effek tersebut dengan memberiikan gaya angkat keatas

7. Mengurangi efek negatif pada formasi: saat pemboran berlangsung lumpur akan menjaga lubang bor terhadap tekanan yang diberikan oleh formasi. 8. Mendapatkan informasi (mud log, sample log): dalam pemboran

kadang-kadang lumpur dianalisa apakah mengandung hidrokarbon atau tidak, pemeriksaan cutting sampel pun dapat menentukan formasi apa yang sedang ditembus.

Adapun langkah-langkah pembuatan lumpur dalam proses pemboran minyak bumi adalah :

1.Tambahkan natrium hidroksida sebanyak 0.25 lb/bbl dan 0.12 lb/bbl kalium hidroksida untuk membuang ion kalsium dan magnesium dalam air. Akan tetapi bila air tidak mengandung magnesium, kalium hidroksida tidak perlu digunakan.

2. Larutkan bentonite dalam air, maksudnya adalah membuat larutan yang terdiri hanya dari bentonite tanpa ada campuran bahan lainnya.

3.Untuk mencampur polimer, mulai dengan mengencerkan polimer terlebih dahulu. Jika lumpur menjadi terlalu kental tambahkan kalium klorida guna effisiensi pemompaan, garam ini akan mengurangi viskositas, jaga batas pH antara 9.0 - 9.5. setelah viskositas telah dikurangi, tambahkan polimer yang tersisa.

4.Tambahkan barite dan mulailah mengaduk lumpur sampai setara kekentalannya, periksa viskositas dan densitas secara berkala karena viskositas mungkin akan menurun akibat pengadukan awal. Bila terus terjadi tambahkan polimer penambah viskositas atau prehidrat bentonite. 2.3.9. Pengolahan Limbah Lumpur Bor

Tujuan utama pengolahan limbah lumpur bor adalah menurunkan kadar zat-zat kimia yang terkandung dalam lumpur bor sampai pada tingkat yang diizinkan dilepas ke lingkungan setelah dibandingkan dengan angka baku mutu menurut PerMen LH No. 04 Tahun 2007. Lumpur sisa pemboran merupakan limbah yang

memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan setelah semua parameter pemeriksaan di bawah baku mutu baik yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan teori pengolahan limbah cair, ada lima langkah pengolahan untuk mengolah limbah lumpur bor ini, yaitu :

1. Pre Treatment

Pada tahap ini lumpur dari lokasi pemboran akan ditampung pada sebuah kolam yang disebut Pit. Pelakuan pertama di Pit ini adalah penyaringan menggunakan screen bar terhadap padatan-padatan kasar, seperti plastik, kayu, dedaunan yang ikut terbawa bersama lumpur ketika disedot dengan vaccum truck. Selain itu pada tahap Pre treatment dilakukan juga pemisahan minyak dari cairan menggunakan pelampung minyak yang dinamakan floating boom. Minyak yang memiliki berat jenis lebih ringan daripada air akan mengapung ke atas dan akan melekat pada pelampung minyak.

2. Primary Treatment

Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan pertama. Perlakuan pada tahap ini adalah pemisahan antara padatan dan cairan dengan menginjeksikan bahan kimia. Tahap ini disebut juga Chemical Treatment. Zat kimia yang diinjeksi memiliki fungsi untuk mempercepat proses pengendapan di tangki sedimentasi. Zat kimia yang diinjeksi pertama kali adalah Aluminium sulfat (Al2SO4) berfungsi sebagai flokulan yang membentuk flok-flok sehingga terpisah padatan dengan cairan. Selanjutnya injeksi coastic soda (NaOH) yang berfungsi menetralkan pH setelah pemberian Al2SO4. Berikutnya injeksi koagulan berupa polimer untuk membentuk flok-flok

yang lebih besar sehingga mempercepat proses pengandapan secara gravitasi. Setelah penginjeksian ketiga zat kimia ini limbah akan diendapkan untuk memisahkan padatan dan cairannya.

3. Secondary Treatment

Pada tahap ini dilakukan filtrasi menggunakan saringan pasir dan saringan karbon. Fungsi dari keduanya berbeda, saringan pasir berfungsi menyaring padatan yang masih terdapat dalam cairan sedangkan saringan karbon berfungsi sebagai penangkap atau penyerap zat-zat organik yang terlarut dalam cairan.

4. Tertiery Treatment

Pada tahap ini cairan akan ditampung pada sebuah Pit untuk di aerasi dengan aerator. Fungsi aerasi ini adalah menyuplai O2 untuk pengolahan secara biologi oleh bakteri aerobik untuk penurunan kadar COD dalam limbah. Kemudian limbah akan dialirkan ke dalam multimedia filter yang terdiri dari pasir silika, zeolit dan kerikil. Berikutnya limbah akan disaring dengan ultra filtrasi dan reverse osmosis.

Dokumen terkait