• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Konsep dan Teori

1. Pengertian Efektivitas

Muasaroh (2010) Efektivitas dapat dijelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat dilihat dari aspek-aspek antara lain:

a) Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika melaksanakan tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran akan efektiv jika tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan peserta didik belajar dengan baik;

b) Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif;

c) Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturanaturan baik yang berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta didik, jika aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan telah berlaku secara efektif; dan

d) Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari sudut hasil jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas disebut juga hasil guna dan Efektivitas juga mengacu pada dua ke entingan yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, artinya adanya ketelitian yang bersifat komprehensif dan mendalam dari efisiensi serta kebaikan-kebaikan untuk memperoleh masukan tentang produktifitas. Efektivitas merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu hal yang berkesan, kemanjuran, keberhasilan usaha, tindakan ataupun hal yang berlakunya.

Pengertian efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau pencapaian suatu tujuan yang diukur dengan kualitas, kuantitas, dan waktu, sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Ada juga yang menjelaskan arti efektivitas adalah suatu tingkat keberhasilan yang dihasilkan oleh seseorang atau organisasi dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain, semakin banyak rencana yang berhasil dicapai maka suatu kegiatan dianggap semakin efektif. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat” (Sedarmayanti, 2017).

Menurut Ravianto dalam Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan baik dalam waktu, biaya mau pun mutunya, maka dapat dikatakan efektif.

Menurut Bungkaes (2013): “Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Dunn (2011) menyatakan bahwa: Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternative mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.

Menurut Mahmudi (2016) mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam melihat efektivitas diharuskan adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran. Untuk melihat efektivitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi. Artinya dalam melihat efektivitas adalah adanya keadaan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi serta pencapaian sebuah tujuan yang dilakukan dengan cara yang baik dan hasil yang baik oleh individu, kelompok ataupun sebuah organisasi.

2. Indikator Efektivitas

Beberapa faktor kritis dalam mengukur keberhasilan suatu organisasi tergantung pada beberapa indikator. Beberapa kriteria tersebut diantaranya tidak mudah untuk diukur secara kuantitatif, misalnya kepuasan, motivasi, dan moral.

Sementara itu, Sharma dalam Tangkilisan (2010) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan

faktor eksternal organisasi antara lain: 1. Produktivitas organisasi atau output

2. Efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi.

3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik di antara bagian-bagian organisasi.

Steers dalam bukunya mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi yaitu:

1. Produktivitas

2. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas 3. Kepuasan kerja

4. Kemampuan berlaba 5. Pencarian sumber daya

Sementara itu Sondang P. Siagian (2010) mengemukakan ukuran untuk mencapai tujuan yang efektif ada beberapa kriteria, yaitu:

1. Kejelasan tujuan yang ingin dicapai 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat

6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja 7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien

3. Efektivitas Program

Penilaian terhadap tingkat kesesuaian program merupakan salah satu cara untuk mengukur efektivitas program. Efektivitas program dapat diketahui dengan membandingkan tujuan program dengan output program (Ditjen Binlantas. (2010) dalam Satries, 2014). Sementara itu pendapatan peserta program dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan efektivitas program. Hal tersebut dinyatakan oleh Kerkprick yang dikutip oleh Cascio (2013) dalam Satries (2014) bahwa evaluasi terhadap efektifitas program dapat dilakukan, diantaranya melalui reaksi peserta terhadap program yang diikuti.

Budiani (2017) menyatakan bahwa untuk mengukur efektivitas suatu program dapat dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel sebagai berikut: a) Ketepatan sasaran program Yaitu sejauhmana peserta program tepat dengan

sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.

b) Sosialisasi program Yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran peserta program pada khususnya.

c) Pencapaian tujuan program yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

d) Pemantauan program yaitu kegiatan yang dilakukan setelah dilaksanakannya program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program.

Menurut Cambel J.P, (2011) Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah:

1) Keberhasilan program 2) Keberhasilan sasaran 3) Kepuasan terhadap program 4) Tingkat input dan output 5) Pencapaian tujuan menyeluruh

4. Pengertian Program

Kata program berasal dari bahasa Inggris “programe” yang artinya acara atau rencana. Secara konseptual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, program diartikan sebagai rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan oleh seseorang atau suatu kelompok tertentu.

Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu rencana. Dalam hal ini program merupakan bagian dari perencanaan. Sering pula diartikan bahwa program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan suatu kegiatan. Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini akan dikemukakan definisi oleh beberapa ahli:

5. Model Efektivitas Kebijakan Publik

Menurut William N. Dunn (1011) Secara rinci beberapa variabel-variabel yang dapat dijadikan alat untuk melihat efektivitas kebijakan dengan menggabungkan macam-macam model tersebut yaitu:

a) Efisiensi

Efektivitas dan efisiensi sangatlah berhubungan. Apabila kita berbicara tentang efisiensi bila mana kita membayangkan hal penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. Adapun menurut Du William N. Dunn (2011) berpendapat bahwa:

Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien. Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan kebijakan telah melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.

b) Kecukupan

Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan

adanya masalah. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih berhubungan dengan efektivitas dengan melihat atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Kriteria tersebut berkenaan dengan empat tipe masalah, yaitu:

1) Masalah Tipe 1, Masalah dalam tipe ini meliputi biaya tetap dan efektivitas yang berubah dari kebijakan. Jadi, tujuannya adalah memaksimalkan efektivitas pada batas risorsis yang tersedia.

2) Masalah Tipe II. Masalah pada tipe ini menyangkut efektivitas yang sama dan biaya yang berubah dari kebijakan. Jadi, tujuannya adalah untuk meminimalkan biaya.

3) Masalah Tipe III. Masalah pada tipe ini menyangkut biaya dan efektivitas yang berubah dari kebijakan.

4) Masalah Tipe IV. Masalah pada tipe ini mengandung biaya sama dan juga efektivitas tetap dari kebijakan. Masalah ini dapat dikatakan sulit dipecahkan karena satu-satunya alternatif kebijakan yang tersedia barangkali adalah tidak melakukan sesuatu pun.

Tipe-tipe masalah di atas merupakan suatu masalah yang terjadi dari suatu kebijakan sehingga dapat disimpulkan masalah tersebut termasuk pada salah satu tipe masalah tersebut. Hal ini berarti bahwa sebelum suatu produk kebijakan disahkan dan dilaksanakan harus ada analisis kesesuaian metode yang akan dilaksanakan dengan sasaran yang akan dicapai, apakah caranya sudah benar

atau menyalahi aturan atau teknis pelaksanaannya yang benar. c) Perataan

Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha dapat secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran.

d) Responsivitas

Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut Dunn menyatakan bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok- kelompok masyarakat tertentu. Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat diraskan dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negative yang berupa penolakan. Dunn (2011) mengemukakan bahwa kriteria responsivitas

adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.

Variabel-variabel demikian ini telah diidentifikasi dengan berbagai alternatif yaitu sebagai alat untuk melihat efektivitas itu sendiri dan sebagai variabel yang memperlancar atau membantu memperbesar kemungkinan tercapainya efektivitas.

6. Aspek-Aspek Efektivitas

Beberapa aspek-aspek efektivitas yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan. Mengacu pada pengertian efektivitas di atas, berikut adalah beberapa aspek tersebut:

a) Aspek Peraturan/ Ketentuan, Peraturan dibuat untuk menjaga kelangsungan suatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana. Peraturan atau ketentuan merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar suatu kegiatan dianggap sudah berjalan secara efektif.

b) Aspek Fungsi/ Tugas, Individu atau organisasi dapat dianggap efektif jika dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu setiap individu dalam organisasi harus mengetahui tugas dan fungsinya sehingga dapat melaksanaannya

c) Aspek Rencana/ Program, Suatu kegiatan dapat dinilai efektif jika memiliki suatu rencana yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Tanpa adanya rencana atau program, maka tujuan tidak mungkin dapat tercapai.

d) Aspek Tujuan/ Kondisi Ideal Yang dimaksud dengan kondisi ideal atau tujuan adalah target yang ingin dicapai dari suatu kegiatan dengan berorientasi pada hasil dan proses yang direncanakan.

B. Konsep Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Pada dasarnya kebijakan (policy) yang diambil pemerintah mencerminkan keputusan mengenai apa yang akan dilakukan dan atau tidak dilakukan berkenaan dengan kepentingan umum (public interest).

Wujud konkrit dari kebijakan adalah keluaran berupa program yang bersifat lebih operasional. Kebijakan merupakan suatu usaha pengambilan keputusan yang pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mendapat informasi, mengolahnya dan akhirnya membuat keputusan yang dianggap terbaik melalui program-program yang ditawarkan.

Richard Rose dalam Winarno (2012) menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dan sebagai suatu keputusan sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka penulis menarik kesimpulan bahwa kebijakan adalah suatu pedoman dalam berperilaku atau bertindak yang dilakukan oleh sejumlah aktor atau pejabat dalam lingkungan tertentu, perkara tertentu yang mempunyai hambatan dan kesempatan terhadap pelaksanaan usulan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

2. Tujuan Evaluasi Kebijakan

Menurut Subarsono (2012) evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut:

1) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajad pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3) Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

4) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditunjukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

5) Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan- penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

Dari pemaparan di atas, dengan kata lain tujuan evaluasi kebijakan dapat di simpulkan menjadi sesuatu untuk memberikan sasaran kebijakan dengan dapat mengukur besar kecilnya kebijakan yang terjadi di lapangan.

C. Konsep Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialny (Undang- undang No 11 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1).

Dengan demikian maka, kesejahteraan sosial dapat dikatakan sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasikan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial, melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesejahteraan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar- standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial.

Menurut Suharto (2014) kesejahteraan sosial mencakup tiga konsepsi dasar yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan- kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial.

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu keguatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera.

Berdasarkan poin diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, sosial dan ekonomi

warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat Melaksanakan fungsi sosialnya serta merasa aman, sentosa dan makmur, dicintai dan disayang, rasa dihargai, dan aktualisasi diri dan selamat (terlepas dari segala gangguan kesukaran dan sebagainya).

2. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara yang meliputi Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, Asuransi Sosial, Pemberdayaan Sosial, dan Perlindungan Sosial adalah sebagai berikut: a. Rehabilitasi Pasal 7 menyatakan: Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk

memulikan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti asuhan.

b. Jaminan sosial (Pasal 9) Menyatakan: Jaminan sosial dimaksudkan untuk Menjamin anak fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidak mampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.

c. Asuransi (Pasal 10) menyatakan: Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu

membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya dan Asuransi keesejatraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh pemerintah.

d. Pemberdayaan sosial (Pasal 12) Menyatakan: Pemberdayaan sosial dimaksudkan untuk Memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan Meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejatraan sosial.

e. Perlindungan sosial (Pasal 14) Menyatakan: Perlindungan sosial dimaksud untuk mencegah dan menangani resiko dari goncangan dan kerentanan sosial seseorang, sosial, kelompok, dan atau masyarakat atau kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal dan Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan melalui: Bantuan sosial; Advokasi sosial; Bantua hukum.

f. Bantuan sosial (Pasal 15) Menyatakan: Bantuan sosial dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar dan Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) bersifat sementara dan bersifat berkelanjutan dalam bentuk: Bantuan langsung, Penyediaan aksessibilitas dan penguatan kelembagaan.

D. Kerangka Pikir

Perlu disadari sungguh bahwa masalah kesejahteraan sosial selalu melanda masyarakat miskin atau tidak mampu. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, baik secara internal maupun eksternal. Banyak program-program sosial yang telah direncanakan dan dilakukan oleh pemerintah demi memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin, usaha tersebut belum terealisasi secara merata, hal ini disebabkan karena sistem yang kurang baik dalam pelaksanaan program tersebut.

Program Jaminan Kesejahteraan Sosial merupakan suatu sistem yang dilakukan negara dan pemerintah dalam meningkatkan kemakmuran rakyat, seperti yang telah diamanahkan dalam Undang–undang Nomor 11 Tahun 2009 dan Perundang-undangan negara lainnya. Pemerintah dan pemerintah daerah merupakan peran utama atau aktor dari sistem perencanaan kesejahteraan rakyat tersebut. Untuk itu, sistem yang di bangun haruslah terprogram dan terlaksana dengan sebaik- baiknya, serta diperlukan adanya kerja sama yang baik antara semua instansi yang terkait.

Selain itu, program yang dilakukan oleh Sistem Jaminan Sosial adalah pemberdayaan masyarakat, yang menjadi prioritas adalah masyarakat yang tidak mampu atau masyarakat miskin. Dimana hak-hak mereka sebagai warga negara harus dipenuhi seperti yang dijanjikan. Namun, kenyataannya masih terdapat masyarakat yang kebutuhan dasarnya belum terpenuhi secara baik dan merata baik secara fisik maupun non fisik. Untuk itu, perlu di bangun suatu srategi yang terarah demi mensejahtrakan rakyat. Dengan alasan yang kuat bahwa setiap warga

negara berhak atas kesejahteraan itu. Untuk lebih jelas secara skematis kerangka pikir di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka pikir Peningkatan Kepedulian Masyarakat Kabupaten Gowa Ketepatan Sasaran Program Sosialisasi Program Pencapaian Tujuan Program Pemantauan Program Efektivitas Aplikasi Program Pendataan Kesejahteraan Sosial Next

Generation di Kabupaten Gowa

E. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini pada Efektivitas yang merujuk pada Aplikasi Program Pendataan Kesejahteraan Sosial Next Generation dengan menggunakan teori efektivitas yang diukur menggunakan teori Budiani (2014) indikator dalam mengukur efektivitas ada empat variabel yaitu: Sasaran program, sosialisasi program, pencapaian tujuan program dan pemantauan program.

F. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka perlu diberikan deskripsi untuk memberikan batasan terhadap fokus penelitian itu sendiri. Adapun deskripsi fokus penelitian ini adalah:

1. Sasaran program, dengan melihat sejauh mana efektivitas aplikasi program pendataan kesejahteraan sosial next generation di Kabupaten Gowa dengan sasaran yang tepat dan sudah ditentukan sebelumnya.

2. Sosialisasi program, kemampuan penyelenggara efektivitas aplikasi program pendataan kesejahteraan sosial next generation di Kabupaten Gowa dalam melakukan sosialisasi program tersebut, sehingga informasi aplikasi program pendataan kesejahteraan sosial next generation dapat tersampaikan kepada masyarakat.

3. Tujuan program, untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara hasil dari efektivitas aplikasi program pendataan kesejahteraan sosial next generation di Kabupaten Gowa dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Pemantau program yaitu pengawasan yang dilaksanakan pada efektivitas aplikasi program pendataan kesejahteraan sosial next generation di Kabupaten Gowa dilakukan, sebagai bentuk perhatian kepada efektivitas program.

Masih banyak tingkat kemiskinan dan masih banyak pulah anak jalanan yang kuran perhatian oleh pemerintah yang berperan penting dalam magatasi dan memberikan bantuan kepada mereka seharus nya yang berperan penting adalah Dinas Sosial dalam menuntas kan anak jalanan dan tingkat kemiskinan kabupaten

Dokumen terkait