• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Diantaranya ialah:

1. Munawarroh, Wahyudi & Zuhdi (2018) dengan penelitiannya yang bertujuan untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan konflik tambang emas yang terjadi di Desa Dukuh Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur tahun 2016-2017. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa peran yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Trenggalek dalam penanganan konflik terletak pada proses pencegahan konflik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi terkait permasalahan yang ada di lapangan serta memfasilitasi dan mengkoordinasi proses-proses penanganan permasalahan. Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat beberapa tindakan yang belum dilaksanakan secara maksimal oleh Pemerintah Daerah dalam hal meredam potensi konflik dan pembangunan sistem peringatan dini. Pemerintah Daerah juga belum melakukan manajemen konflik dengan baik yang ditunjukkan dengan kurangnya pendekatan terhadap pihak-pihak yang berkonflik.

2. Satriani (2015) dalam pengkajiannya akan hubungan negara-warga dalam konteks berdemokrasi dengan menggunakan perspektif demokrasi Charles

Tilly dalam konflik tambang di Bima. Jika mendasarkan pada parameter-parameter milik Charles Tilly ini derajat demokrasi di Bima dalam kasus konflik Lambu dapat dikategorikan dalam perpotongan antara kapasitas rendah demokrasi dengan kapasitas rendah tidak demokrasi. Dalam kategori kapasitas rendah demokratis ditandai oleh seringnya intensitas perjuangan kekerasan. Sedangkan, dalam kategori kapasitas rendah tidak demokratis tergambar dalam gerakan sosial yang memang terjadi dengan intensitas sering, kegiatan kelompok, kepentingan dan mobilisasi partai politik ditambah konsultasi formal (termasuk pemilihan kompetitif) juga sangat tinggi meskipun pemantauan keadaan kurang efektif, keterlibatan yang lebih tinggi dari pelaku legal dan setengah ilegal dalam politik lebih tinggi.

3. Syafa’at & Qurbani (2017) yang telah melakukan studi tentang mekanisme alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution berkenaan dengan konflik pertambangan di Lumajang, dimana mekanisme tersebut tidak membuat masyarakat tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masalah. Mekanisme tersebut sebenarnya telah memiliki dasar hukum dan telah memiliki preseden serta pernah dipraktikkan di Indonesia walau jarang disadari. Mekanisme tersebut juga memiliki potensi untuk semakin dikembangkan di Indonesia.

Pada dasarnya terdapat persamaan yang perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Perbedaan dan persamaan

inilah yang kemudian dijadikan sebagai landasan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini. Adapun persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini ialah sama-sama mengangkat permasalahan tambang. Sedangkan, perbedaannya ialah terletak pada signifikasi penelitian dengan spesifikasi pada tujuan penelitian serta tempat dan waktu penelitian. Diantaranya ialah, yang pertama, Munawarroh, Wahyudi & Zuhdi telah melakukan penelitian untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan konflik tambang emas yang terjadi di Desa Dukuh Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur tahun 2016-2017. Berikutnya, Satriani sebelumnya telah melakukan pengkajian akan hubungan negara-warga dalam konteks berdemokrasi dengan menggunakan perspektif demokrasi Charles Tilly dalam konflik tambang di Bima. Kemudian Syafa’at & Qurbani telah melakukan studi tentang mekanisme alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution berkenaan dengan konflik pertambangan di Lumajang. Sedangkan, penelitian ini berfokus pada kronologi kejadian dan usaha penyelesaian yang dilakukan dalam penanganan konflik tambang emas dikecamatan Lambu Kabupaten Bima.

B. Kebijakan dan Konflik 1. Kebijakan

Dye (1992) menyebutkan bahwasannya kebijakan adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Sedangkan, Wahab (2006) mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada

tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain. Disisi lain, Anderson dalam Islamy (2000) mengatakan bahwasannya kebijakan adalah putusan-putusan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah:

a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

d. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

e. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (otoritatif)

2. Konflik

a. Pengertian konflik

Konflik berasal dari kata kerja, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Susan (2009) mengatakan bahwa dalam kamus besar bahasa indinesia yang disusun poerwadarminta, konflik berati pertentangan atau pececokan. Pertentangan sendiri muncul kedalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan. Disisi lain, Soekanto (1982) “Konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan”. Sedangkan, menurut Pritt dan Rubbin dalam Ramadhan (2008) konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan ( repceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat tercapai secara simultan. Selanjutnya, Soekanto (2006) mengemukakan bahwa konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar individu atau klompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan.

b. Proses Terjadinya Konflik

Salah satu proses terjadinya konflik adalah karena ketidak seimbangan antara hubungan-hubungan manusia seperti aspek sosial, ekonomi dan kekuasaan. Contohnya kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya yang kemudian akan menimbulkan masalah-masalah dalam masyarakat.

Adapun yang menjadi faktor penyebab proses terjadinya konflik antara lain yaitu:

a) Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, karena setiap manusia unik, dan mempunyai perbedaan pendirian, perasaan satu sama lain. Perbedaan perasaan dan pendirian ini akan menjadi satu faktor proses terjadinya konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seorang individu tidak selalu sejalan dengan individu atau kelompoknya.

b) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda, individu sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola pemikiran dan pendirian kelompoknya, dan itu akan menghasilkan suatu perbedaan individu yang dapat memicu proses terjadinya konflik.

c) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, individu memiliki latar perasaan, pendirian dan latar belakang budaya berbeda. Ketika dalam waktu yang bersamaan masing-masing individu atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda.

Kadang, orang dapat melakukan kegiatan yang sama, tetapi tujuanya berbeda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan lahan pertanian untuk dijadikan ekplorasi tambang oleh investor. Para tokoh masyarakat menganggap lahan tersebut sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus di jaga dan tidak boleh melakukan penggalian. Disini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainya sehingga mudah terjadinya proses konflik antara masyarakat lambu dan Pemerintah setempat dan konflik ini tidak lepas dan ada kaitanya dengan politik, ekonom,i sosial dan budaya.

Selain itu, ada pula sebab-sebab proses terjadinya konflik antara lain:

a) Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit di mengerti dan informasi yang tidak lengkap. b) Struktur

Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang di perankan mereka, dan perbedaan nilai persepsi masing masing.

c. Tahapan dalam Konflik

Situasi konflik akan selalu berubah dari waktu ke waktu apabila konflik tersebut terus di biarkan terjadi tanpa adanya suatu penanganan atau penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Fisher (2001) menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk menganalisis konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pra-Konflik: merupakan periode dimana terdapatsuatu ketidak sesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain.

b) Konfrontasi: pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainya.

c) Krisis: ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara dua pihak kemungkinan putus, peryataan-peryataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainya.

d) Akibat: kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tampa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan pertikaian.

e) Pasca-Konflik: akhirnya situasi di selesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal di antara dua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-maslalah yang timbul karena sasaran mereka saling bertentangan tidak di atasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih individu atau kelompok. Konflik individu atau kelompok lain dapat memperkuat kembali identitasnya dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia sosial sekelilingnya.

Konflik atau pertentangan tentu saja mempunyai dampak positif maupun dampak negatif. Apakah satu pertentangan membawa dampak-dampak yang positif atau tidak, tergantung dari persoalan yang di pertentangkan dan juga struktur sosial dimana pertentangan tersebut bersifat positif oleh karena itu ia mempunyai kecenderungan untuk memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma atau hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu maupun bagian-bagian kelompok.

C. Resolusi Konflik

Penyelesaian atau Resolusi konflik merupakan suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berkonflik melakukan suatu perjanjian yang dapat memecahkan ketidak cocokkan utama di antara mereka, menerima keberadaan satu sama lain dan menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain. Ini merupakan suatu kondisi yang selalu muncul setelah konfliknya terjadi. Resolusi konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu solusi atas konflik yang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Resolusi konflik memiliki tujuan agar kita mengetahui bahwa konflik itu ada dan diarahkan pada keterlibatan berbagai pihak dalam isu-isu mendasar sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Selain itu, agar kita memahami gaya dari resolusi konflik dan mendefinisikan kembali jalan pintas ke arah pembaharuan penyelesaian konflik. Resolusi konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar mereka bersama-sama

mengidentifikasikan isu- isu yang lebih nyata. Selain itu, resolusi konflik dipahami pula sebagai upaya dalam menyelesaikan dan mengakhiri konflik. Fisher (2001) menjelaskan bahwa resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang berseteru.

Menunjuk pada pemaparan diatas maka yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu cara antara pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiriatau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik memecahkan masalahnya.

Menurut Nasikun (2003), pola penyelesaian konflik dapat dilakukan dalam beberapa pendekatan, di antaranya:

a. Konsiliasi (conciliation)

Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak pihak yang berlawanan mengenai persoalan persoalan yang mereka pertentangkan.

Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka c. Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi.

d. Perwasitan

Di dalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk memberikan keputusan keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.

D. Mediasi

Mediasi (Mediation) pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Sementara itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketadinamakan sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur, antara

lain:Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencaripenyelesaian.

Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhirisengketa. Dengan demikian, putusan yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi merupakan putusan yang disepakati bersama oleh para pihak yang dapat berbentuk nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat.

E. Kerangka Pikir

Dalam pelaksanaan pembangunan suatu wilayah, sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan tersebut adalah pengambil kebijakan atau pada elit politik yang berkewenangan dalam hal ini, tentunya kita sepakat bahwa salah satu elemen yang penting dalam pengambilan kebijakan ini adalah perintah atau para birokrat, kewenagan besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewengan yang terlalu besar itu, bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai dari pada melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat. Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala

sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja dari pada pamong praja. Reformasi birokrasi pemerintahan saat ini memang belum sepenuhnya terlihat. Birokrasi pemerintahan masih kental dengan nuansa klasik, yaitu kekuasaan tunggal ada di tangan pemerintah. Selain itu, rancangan besar yang lengkap dan tuntas mengenai penyelenggaraan birokrasi pemerintah belum terlihat. Struktur organisasi pemerintahan bahkan tergolong gemuk, sehingga kegiatan yang di lakukan cenderung boros.

Pemberian otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kewenangan dengan segala kelebihan dan kekurangannya bagi daerah untuk menatanya. Dampak positif dari kewengan yang lebih luas kepada daerah telah melahirkan aktor-aktor politik, memperluas ruang publik, meningkatkan aktifitas politik lokal dan dinamika politik lokal. Sehingga pergeseran kosentrasi kekuasaan makin membukakan peluang bagi aktor politik lokal dalam mempengaruhi proses politik. Banyak kasus yang menunjukan bahwa perubahan-perubahan tersebut telah berkembang menjadi ketegangan yang mengarah pada konflik Vertikal dan konflik horisontal, konflik negara dengan masyarakat, konflik masyarakat dengan masyarakat yang terbuka sebagai akibat dari berbagai kompetisi kepentingan.

Kerangka Pikir Surat keputusan (SK) Bupati Bima No: 188.45/357/004/2010 tentang eksplorasi pertambangan

F. Fokus Penelitian

Sebagaimana yang telah menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus penelitian adalah pasca terjadinya konflik pada masyarakat Lambu Kabupaten Bima. Mediasi adalah pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

Dari uraian singkat diatas, maka Deskripsi Fokus yang penulis dapat simpulkan adalah:

Supaya pemerintah Kecamatan Lambu dan Masyarakat Lambu

harmonis kembali Seperti Biasanya

G. Deskripsi Fokus Penelitian

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dan untuk membatasi kajian penelitian ini, maka beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini perlu kiranya di jelaskan yaitu sebagai berikut:

a. Pengelolaan konflik yang efektif adalah dikatakan berhasil bila mana individu atau kelompok mampu mengembangkan dan mengimplementasikan strategi konflik dengan hati-hati. Dan di pertemukan kedua bela pihak yang bersangkutan untuk mengadakan musyawarah dan mufakat sehingga menuju satu solusi.

b. Negosiasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain.

c. Mediasi adalah pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

d. Administrasi adalah menyepakati solusi atau pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat secara persyuratan, semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya.

e. Faktor mempengaruhi adalah pemerintah dan organisasi masyarakat harus berperan aktif dalam pelaksanaan sosialisasi ataupun kegiatan yang bernilai positif untuk membangun kembali keharmonisan masyarakat setempat.

Dokumen terkait