• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENYELESAIN KONFLIK KEBIJAKAN PERTAMBANGAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN LAMBU KABUPATEN BIMA) Disusun dan diajukan oleh RAMDHIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENYELESAIN KONFLIK KEBIJAKAN PERTAMBANGAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN LAMBU KABUPATEN BIMA) Disusun dan diajukan oleh RAMDHIN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

1

( STUDI KASUS DI KECAMATAN LAMBU KABUPATEN BIMA)

Disusun dan diajukan oleh RAMDHIN

Nomor Stambuk :105640227415

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)

PENYELESAIAN KONFLIK KEBIJAKAN PERTAMBANGAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN LAMBU KABUPATEN BIMA)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

Ramdhin

Nomor Stambuk : 105640227415

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Ramdhin Nomor Induk Mahasiswa : 105640227415 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Judul : Penyelesaian Konflik Kebijakan Pertambangan (Studi Kasus di kecamatan Lambu Kabupaten Bima)

Menyatakan dengan sesungguhnya dengan penuh kesadaran bahwa Skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa Skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau di buat oleh orang lain, maka gelar yang di peroleh Skripsi ini karenanya batal demi hukum.

Makassar, 27 Agustus 2020 Penulis,

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Segala syukur dan nikmat atas karunia Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Penyelesaian Konflik Kebijakan Pertambangan (Studi Kasus Di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima. yang merupakan suatu syarat penyelesaian studi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis tentunya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan yang disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja, termasuk dalam penulisan skripsi ini yang tentunya menemui hambatan, dan kesulitan sehingga untuk menjadi lebih baik membutuhkan doa dan dukungan yang merupakan perantara penulis dengan sang pencipta baik yang secara langsung maupun secara tidak langsung.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama dan yang teristimewa kepada : Kedua Orang tua tercinta, Ayahanda Syamsudin dan Ibunda Narima yang sangat berjasa bagi penulis. yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, yang selalu hadir dan menyertai penulis dengan

(7)

doa-doa dan juga memberi motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Selanjutya ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak Prof. H. Ambo Asse, M.Ag,

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si.

3. Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP, M.Si.

4. Bapak Abdul Kadir Adis, S.H,. M.H selaku pembimbing I (satu) dan Bapak Rudi Hardi, S.Sos.,MSi selaku pembimbing II (dua) yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Kepala Kecamatan Lambu dan Jajarannya, serta masyarakat yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi informan penulis selama proses penelitian berlangsung.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah menyumbangkan ilmunya kepada penulis selama mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan dan seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(8)

Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak membantu penulis.

7. Teman-teman penulis khususnya; Nurmiftahul Janah dan Nurfaujiah, S.E yang tak hentinya memberi dukungan moril dan mendampingi penulis disegala kondisi.

8. Teman-teman penulis di GENG khususnya, Julkiflin, Muhammad Haris, Muhammad Akbar, Risman Hadikusuma, Haerudin Iwan, Amar Maaruf, Adiansyah, M. Syafril Aydi, Lisnawati S.Ip, dan Hamdan, S.Pd yang telah memberikan dukungan moril dan dorongan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman kelas IP F yang sama-sama berproses dan berjuang untuk sebuah cita-cita mulia. Terkhusus untuk Nursalam, Hamzah S, Muhammad rizal, Rasyida Fikri, Anashafar dan Arham Jabal dan dkk yang tiada hentinya memberi dukungan kepada penulis agar menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga Besar Forum Komunikasi Mahasiswa Sape Makassar yang senantiasa menyambut penulis layaknya keluarga sendiri selama masa penelitian dan memberi dukungan kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. My Support System yaitu Awwal Nur, Apriyanto Gunawan, Adhar, Lismaidin, S.Pd, Hermansyah S.Pd, Arif, S.Sos.

12. Keluarga besar HIMJIP, IMM Kom. Fisipol, dan BEM Fisipol Unismuh Makassar yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini sangatlah jauh dari kesempurnaan karena segala sesuatu yang sempurna itu hanya milik Allah SWT dan oleh karena itu demi kesempurnaan skripsi ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 27 Juli 2020

Ramdhin

(10)

ABSTRAK

Ramdin. Penyelesaian konflik kebijakan pertambangan study kasus di kecamatan lambu kabupaten bima (di bimbingoleh Rudi Hardidan Abdul KadirAdis)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik kebijakan yang terjadi di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima yang dilater belakangi oleh berbagai factor yaitu kurangnya sosialisasi dan kurangnya keterbukaan pemerintah terhadap masyarakat mengenai kebijakan yang di keluarkanya Informan dalam penelitian ini adalah 10 orang dua orang dari DinasPertambangan, dua orang dari tokoh Masyarakat, dua orang dari Kantor KecamatanLambu, dua orang dari Kantor Desa Sumi dan dua orang dari Polsek Lambu.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode wawancara dan pengambilan dokumentasi.

Proses terjadinya konflik kebijakan adalah: Konflik kebijakan dilatar belakangi oleh berbagai faktor yaitu: kurangnya sosialisasi dari pemerintah; pemerintah kurang terbuka terhadap masyarakat mengenai kebijakan kebijakan yang di keluarkanya.

Penyelesaian konflik kebijakan pertambangan yaitu melalui mediasi, administrasi dan negosiasi yang di lakukan oleh DPRD Kabupaten Bima. Dengan mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik, Masyarakat Lambu dan Pemerintah Kecamatan Lambu untuk berdiskusi serta mencapai suatu kesepakatan bersama yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Kata Kunci: Penyelesaian Konflik Kebijakan Pertambangan Yaitu : - Mediasi

- Administrasi - Negosiasi

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ... i ...

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENERIMAAN TIM... iii

KEASLIAN ILMIAH... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Penelitian Terdahulu ... 7 B. Proses TerjadinyaKonflik ... 12 C. TahapDalamKonflik ... 14 D. Mediasi ... 18 E. KerangkaPikir ... 19 F. FokusPenelitian ... 21 G. DeskripsiFokusPenelitian ... ... ... ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

A. Lokasi Penelitian ... 24

B. Jenis Penelitian ... 24

C. Informan Penelitian ... 24

(12)

E. Teknik pengumpulan Data ... 26 F. Analisis data ... 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

A. Karakteristik objek penelitian... 28

B. Bentuk konflik kebijakan pemerintahan daerah terhadap pengelolaan pertambangan di kecamatan lambu kabupaten bima... 31 C. Proses Penyelelesaian Konflik di Kecamatan Lambu Kabupaten

Bima ... 45 BAB V PENUTUP... ... .. 64 A. Kesimpulan... 64 B. Saran- Saran……….…..65 DAFTAR PUSTAKA ... 66

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah Negara yang terdiri dari pulau-pulau kecil, pulau-pulau ini didiami oleh suku-suku tertentu. Salah satu suku yang ada di Negara Indonesia adalah suku lambu, suku ini berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat tepatnya salah satu Kecamatan yang berada di kabupaten Bima, lebih tepatnya terletak di Kecamatan Lambu. Suku lambu sering di sebut Dou lambu.

Jika mendengar kata Lambu, maka akan teringat tragedi Bima Berdarah. Tragedi Bima Berdarah bukan hanya tragedi yang menjadi rahasia publik masyarakat Bima, namun merupakan tragedi yang telah disaksikan oleh Indonesia secara umum. Tragedi ini merupakan tragedi yang diselimuti oleh aksi demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Lambu dalam menolak proyek tambang emas yang telah disahkan oleh Bupati Bima dalam SK Nomor : 188.45/357/004/2010 tertanggal 28 april 2010.

Pada dasarnya tragedi Bima Berdarah merupakan interpretasi terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam hal pemberian izin pemanfaatan lahan untuk tujuan pertambangan. Sesuai dengan adanya desentralisasi pemerintahan dari pusat ke daerah dalam Undang-Undang No. 32/2004, Pemerintah Daerah memiliki hak yang

(14)

berkenaan dengan berbagai macam kebijakan salah satunya ialah melakukan pemanfaatan terhadap SDA. Namun, berdasarkan UUD 1945 pasal 33 yang terjabar pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 12 Ayat 2, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 95 (d), (e), Pasal 98, pengelolaan SDA yang semula economic development menjadi sustainable development dengan mempertimbangkan kelestarian, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Regulasi tersebut juga jelas menyatakan bahwa pengelolaan SDA harus menciptakan keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Namun disisi lain, Syafa’at (2016) mengatakan bahwasannya dalam paradigma pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan yang dilakukan pemerintah selama ini menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain: semakin meningkatnya konflik, kerusakan lingkungan dan tingkat kemiskinan masyarakat yang belum berubah serta mengabaikan sistem nilai, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal. Sedangkan, Cahyono (2013) mengatakan bahwasannya implementasi regulasi yang berkaitan dengan SDA dalam prakteknya tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi tetapi menimbulkan konflik karena para pelaku ekonomi dan para politisi bertindak tidak rasional berkaitan dengan kebijakan publik, sering memutuskan kebijakan publik tidak sesuai amanah yang diembannya. Dengan kata lain, dalam prakteknnya kebijakan

(15)

pemerintah yang dalam hal ini berkenaan dengan pertambangan melahirkan konflik kebijakan pertambangan itu sendiri.

Dalam hal ini, konflik kebijakan terjadi dikarenakan kebijakan tidak partisipatif, kebijakan diatur tidak memenuhi hak-hak masyarakat terlebih kebijakan dilakukan tanpa partisipasi gagasan daripada masyarakat. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 32/2004 yang pada butir b dinyatakan bahwa: “Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah,”.

Penyataan diatas memberikan pemahaman bahwa masyarakat baik secara individu maupun melalui representasi institusional yang ada didalamnya, sejak diberlakukannya undang-undang tersebut akan memiliki ruang untuk berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam artian, masyarakat harus dilibatkankan dalam pengambilan kebijakan untuk menghindari sesuatu yang tak seharusnya terjadi, yang dalam hal ini konflik kebijakan pertambangan.

Konflik kebijakan pertambangan membawa dampak sosial yang sangat besar pada manusia, namun selain dari itu konflik pada saat itu memberikan dampak yang sangat luas yaitu perubahan dalam masyarakat Lambu itu sendiri. Perubahan itu terlihat pada pola struktur masyarakat, norma, tindakan, hubungan sosial, lembaga sosial dan interaksi sosialnya. Karena memang pada dasarnya, konflik dapat mempengaruhi pola struktur

(16)

masyarakat, norma, tindakan, hubungan sosial, lembaga sosial dan interaksi sosial seseorang atau kelompok. Hal ini terjadi dikarenakan adanya kompromi-kompromi yang berbeda dengan keadaan semula yang mengakibatkan lahirnya nilai dan norma baru dalam masyarakat. Sebagaimana soekanto (2005) menyatakan “faktor penyebab terjadinya perubahan sosial adalah bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict) masyarakat dan terjadinya pemberontakan artau revolusi”.

Mengingat dampak negatif daripada konflik kebijakan yang terjadi, maka perlu adanya resolusi ataupun penyelesaian terhadap konflik kebijkan yang dialami. Hal ini juga dilakukan dalam konflik kebijakan pertambangan yang terjadi dikecamatan Lambu kabupaten Bima. Namun, dalam prakteknya, penyelesaian konflik kebijakan dilakukan berdasarkan pertimbangan akan jenis konflik, waktu dan kondisi lapangan. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui bagaimana proses dan bentuk penyelesaian konflik kebijakan yang terjadi yang dalam hal ini alah konflik kebijakan pertambangan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam kesempatan ini peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Penyelesaian Konflik Kebijakan Pertambangan (Studi Kasus dikecamatan Lambu Kabupaten Bima)”

(17)

Uraian dalam tulisan ini akan di pusatkan pada masyarakat dikecamatan Lambu Kabupaten Bima dan mendeskripsikan kronologis konflik kebijakan yang terjadi serta bagaimana bentuk dan proses penyelesaian konflik kebijakan tersebut dilakukan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kronologis terjadinya konflik kebijakan pertambangan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima?

2. Bagaimana penyelesaian konflik kebijakan pertambangan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian berdasarkan uraian di atas adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui kronologi konflik pertambangan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

2. Untuk mengetahui penyelesaian konflik pertambangan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima ?

(18)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat secara Akademis

Penelitian ini di harapakan dapat menjadi bahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial lebih khususnya pada penyelesaian konflik pertambangan.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau sumbangsi pemikiran bagi pemeritntah secara khusunya maupun pihak-pihak secara umum dalam hal permasalahan yang tengah di hadapi oleh masyarakat dan upaya-upaya dalam menanganinya.

3. Secara teoritis,

Penelitian ini di harapkan dapat memeberikan arah pemikiran baru sebagai salah satu rujukan ataupun teori yang berkaitan dengan penyelesaian konflik pertambangan khususnya pada masyarakat Lambu Kabupaten Bima.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Diantaranya ialah:

1. Munawarroh, Wahyudi & Zuhdi (2018) dengan penelitiannya yang bertujuan untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan konflik tambang emas yang terjadi di Desa Dukuh Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur tahun 2016-2017. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa peran yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Trenggalek dalam penanganan konflik terletak pada proses pencegahan konflik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi terkait permasalahan yang ada di lapangan serta memfasilitasi dan mengkoordinasi proses-proses penanganan permasalahan. Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat beberapa tindakan yang belum dilaksanakan secara maksimal oleh Pemerintah Daerah dalam hal meredam potensi konflik dan pembangunan sistem peringatan dini. Pemerintah Daerah juga belum melakukan manajemen konflik dengan baik yang ditunjukkan dengan kurangnya pendekatan terhadap pihak-pihak yang berkonflik.

2. Satriani (2015) dalam pengkajiannya akan hubungan negara-warga dalam konteks berdemokrasi dengan menggunakan perspektif demokrasi Charles

(20)

Tilly dalam konflik tambang di Bima. Jika mendasarkan pada parameter-parameter milik Charles Tilly ini derajat demokrasi di Bima dalam kasus konflik Lambu dapat dikategorikan dalam perpotongan antara kapasitas rendah demokrasi dengan kapasitas rendah tidak demokrasi. Dalam kategori kapasitas rendah demokratis ditandai oleh seringnya intensitas perjuangan kekerasan. Sedangkan, dalam kategori kapasitas rendah tidak demokratis tergambar dalam gerakan sosial yang memang terjadi dengan intensitas sering, kegiatan kelompok, kepentingan dan mobilisasi partai politik ditambah konsultasi formal (termasuk pemilihan kompetitif) juga sangat tinggi meskipun pemantauan keadaan kurang efektif, keterlibatan yang lebih tinggi dari pelaku legal dan setengah ilegal dalam politik lebih tinggi.

3. Syafa’at & Qurbani (2017) yang telah melakukan studi tentang mekanisme alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution berkenaan dengan konflik pertambangan di Lumajang, dimana mekanisme tersebut tidak membuat masyarakat tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masalah. Mekanisme tersebut sebenarnya telah memiliki dasar hukum dan telah memiliki preseden serta pernah dipraktikkan di Indonesia walau jarang disadari. Mekanisme tersebut juga memiliki potensi untuk semakin dikembangkan di Indonesia.

Pada dasarnya terdapat persamaan yang perbedaan yang cukup signifikan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Perbedaan dan persamaan

(21)

inilah yang kemudian dijadikan sebagai landasan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini. Adapun persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini ialah sama-sama mengangkat permasalahan tambang. Sedangkan, perbedaannya ialah terletak pada signifikasi penelitian dengan spesifikasi pada tujuan penelitian serta tempat dan waktu penelitian. Diantaranya ialah, yang pertama, Munawarroh, Wahyudi & Zuhdi telah melakukan penelitian untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan konflik tambang emas yang terjadi di Desa Dukuh Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur tahun 2016-2017. Berikutnya, Satriani sebelumnya telah melakukan pengkajian akan hubungan negara-warga dalam konteks berdemokrasi dengan menggunakan perspektif demokrasi Charles Tilly dalam konflik tambang di Bima. Kemudian Syafa’at & Qurbani telah melakukan studi tentang mekanisme alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution berkenaan dengan konflik pertambangan di Lumajang. Sedangkan, penelitian ini berfokus pada kronologi kejadian dan usaha penyelesaian yang dilakukan dalam penanganan konflik tambang emas dikecamatan Lambu Kabupaten Bima.

B. Kebijakan dan Konflik 1. Kebijakan

Dye (1992) menyebutkan bahwasannya kebijakan adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Sedangkan, Wahab (2006) mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada

(22)

tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Definisi ini dibuatnya dengan menghubungkan pada beberapa definisi lain. Disisi lain, Anderson dalam Islamy (2000) mengatakan bahwasannya kebijakan adalah putusan-putusan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah:

a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

d. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

e. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (otoritatif)

(23)

2. Konflik

a. Pengertian konflik

Konflik berasal dari kata kerja, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Susan (2009) mengatakan bahwa dalam kamus besar bahasa indinesia yang disusun poerwadarminta, konflik berati pertentangan atau pececokan. Pertentangan sendiri muncul kedalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan. Disisi lain, Soekanto (1982) “Konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan”. Sedangkan, menurut Pritt dan Rubbin dalam Ramadhan (2008) konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan ( repceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat tercapai secara simultan. Selanjutnya, Soekanto (2006) mengemukakan bahwa konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar individu atau klompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan.

(24)

b. Proses Terjadinya Konflik

Salah satu proses terjadinya konflik adalah karena ketidak seimbangan antara hubungan-hubungan manusia seperti aspek sosial, ekonomi dan kekuasaan. Contohnya kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya yang kemudian akan menimbulkan masalah-masalah dalam masyarakat.

Adapun yang menjadi faktor penyebab proses terjadinya konflik antara lain yaitu:

a) Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, karena setiap manusia unik, dan mempunyai perbedaan pendirian, perasaan satu sama lain. Perbedaan perasaan dan pendirian ini akan menjadi satu faktor proses terjadinya konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seorang individu tidak selalu sejalan dengan individu atau kelompoknya.

b) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda, individu sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola pemikiran dan pendirian kelompoknya, dan itu akan menghasilkan suatu perbedaan individu yang dapat memicu proses terjadinya konflik.

c) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, individu memiliki latar perasaan, pendirian dan latar belakang budaya berbeda. Ketika dalam waktu yang bersamaan masing-masing individu atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda.

(25)

Kadang, orang dapat melakukan kegiatan yang sama, tetapi tujuanya berbeda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan lahan pertanian untuk dijadikan ekplorasi tambang oleh investor. Para tokoh masyarakat menganggap lahan tersebut sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus di jaga dan tidak boleh melakukan penggalian. Disini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainya sehingga mudah terjadinya proses konflik antara masyarakat lambu dan Pemerintah setempat dan konflik ini tidak lepas dan ada kaitanya dengan politik, ekonom,i sosial dan budaya.

Selain itu, ada pula sebab-sebab proses terjadinya konflik antara lain:

a) Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit di mengerti dan informasi yang tidak lengkap. b) Struktur

Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

(26)

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang di perankan mereka, dan perbedaan nilai persepsi masing masing.

c. Tahapan dalam Konflik

Situasi konflik akan selalu berubah dari waktu ke waktu apabila konflik tersebut terus di biarkan terjadi tanpa adanya suatu penanganan atau penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Fisher (2001) menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk menganalisis konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pra-Konflik: merupakan periode dimana terdapatsuatu ketidak sesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain.

b) Konfrontasi: pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainya.

(27)

c) Krisis: ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara dua pihak kemungkinan putus, peryataan-peryataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainya.

d) Akibat: kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tampa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan pertikaian.

e) Pasca-Konflik: akhirnya situasi di selesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal di antara dua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-maslalah yang timbul karena sasaran mereka saling bertentangan tidak di atasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih individu atau kelompok. Konflik individu atau kelompok lain dapat memperkuat kembali identitasnya dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia sosial sekelilingnya.

(28)

Konflik atau pertentangan tentu saja mempunyai dampak positif maupun dampak negatif. Apakah satu pertentangan membawa dampak-dampak yang positif atau tidak, tergantung dari persoalan yang di pertentangkan dan juga struktur sosial dimana pertentangan tersebut bersifat positif oleh karena itu ia mempunyai kecenderungan untuk memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma atau hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu maupun bagian-bagian kelompok.

C. Resolusi Konflik

Penyelesaian atau Resolusi konflik merupakan suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berkonflik melakukan suatu perjanjian yang dapat memecahkan ketidak cocokkan utama di antara mereka, menerima keberadaan satu sama lain dan menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain. Ini merupakan suatu kondisi yang selalu muncul setelah konfliknya terjadi. Resolusi konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu solusi atas konflik yang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.

Resolusi konflik memiliki tujuan agar kita mengetahui bahwa konflik itu ada dan diarahkan pada keterlibatan berbagai pihak dalam isu-isu mendasar sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Selain itu, agar kita memahami gaya dari resolusi konflik dan mendefinisikan kembali jalan pintas ke arah pembaharuan penyelesaian konflik. Resolusi konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar mereka bersama-sama

(29)

mengidentifikasikan isu- isu yang lebih nyata. Selain itu, resolusi konflik dipahami pula sebagai upaya dalam menyelesaikan dan mengakhiri konflik. Fisher (2001) menjelaskan bahwa resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang berseteru.

Menunjuk pada pemaparan diatas maka yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu cara antara pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiriatau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik memecahkan masalahnya.

Menurut Nasikun (2003), pola penyelesaian konflik dapat dilakukan dalam beberapa pendekatan, di antaranya:

a. Konsiliasi (conciliation)

Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak pihak yang berlawanan mengenai persoalan persoalan yang mereka pertentangkan.

(30)

Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka c. Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi.

d. Perwasitan

Di dalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk memberikan keputusan keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.

D. Mediasi

Mediasi (Mediation) pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Sementara itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketadinamakan sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur, antara

(31)

lain:Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencaripenyelesaian.

Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhirisengketa. Dengan demikian, putusan yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi merupakan putusan yang disepakati bersama oleh para pihak yang dapat berbentuk nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat.

E. Kerangka Pikir

Dalam pelaksanaan pembangunan suatu wilayah, sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan tersebut adalah pengambil kebijakan atau pada elit politik yang berkewenangan dalam hal ini, tentunya kita sepakat bahwa salah satu elemen yang penting dalam pengambilan kebijakan ini adalah perintah atau para birokrat, kewenagan besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewengan yang terlalu besar itu, bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai dari pada melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat. Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala

(32)

sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja dari pada pamong praja. Reformasi birokrasi pemerintahan saat ini memang belum sepenuhnya terlihat. Birokrasi pemerintahan masih kental dengan nuansa klasik, yaitu kekuasaan tunggal ada di tangan pemerintah. Selain itu, rancangan besar yang lengkap dan tuntas mengenai penyelenggaraan birokrasi pemerintah belum terlihat. Struktur organisasi pemerintahan bahkan tergolong gemuk, sehingga kegiatan yang di lakukan cenderung boros.

Pemberian otonomi daerah telah memberikan keleluasaan kewenangan dengan segala kelebihan dan kekurangannya bagi daerah untuk menatanya. Dampak positif dari kewengan yang lebih luas kepada daerah telah melahirkan aktor-aktor politik, memperluas ruang publik, meningkatkan aktifitas politik lokal dan dinamika politik lokal. Sehingga pergeseran kosentrasi kekuasaan makin membukakan peluang bagi aktor politik lokal dalam mempengaruhi proses politik. Banyak kasus yang menunjukan bahwa perubahan-perubahan tersebut telah berkembang menjadi ketegangan yang mengarah pada konflik Vertikal dan konflik horisontal, konflik negara dengan masyarakat, konflik masyarakat dengan masyarakat yang terbuka sebagai akibat dari berbagai kompetisi kepentingan.

Kerangka Pikir Surat keputusan (SK) Bupati Bima No: 188.45/357/004/2010 tentang eksplorasi pertambangan

(33)

F. Fokus Penelitian

Sebagaimana yang telah menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, maka yang menjadi fokus penelitian adalah pasca terjadinya konflik pada masyarakat Lambu Kabupaten Bima. Mediasi adalah pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

Dari uraian singkat diatas, maka Deskripsi Fokus yang penulis dapat simpulkan adalah:

Supaya pemerintah Kecamatan Lambu dan Masyarakat Lambu

harmonis kembali Seperti Biasanya

(34)

G. Deskripsi Fokus Penelitian

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dan untuk membatasi kajian penelitian ini, maka beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini perlu kiranya di jelaskan yaitu sebagai berikut:

a. Pengelolaan konflik yang efektif adalah dikatakan berhasil bila mana individu atau kelompok mampu mengembangkan dan mengimplementasikan strategi konflik dengan hati-hati. Dan di pertemukan kedua bela pihak yang bersangkutan untuk mengadakan musyawarah dan mufakat sehingga menuju satu solusi.

b. Negosiasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain.

c. Mediasi adalah pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

d. Administrasi adalah menyepakati solusi atau pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat secara persyuratan, semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya.

e. Faktor mempengaruhi adalah pemerintah dan organisasi masyarakat harus berperan aktif dalam pelaksanaan sosialisasi ataupun kegiatan yang bernilai positif untuk membangun kembali keharmonisan masyarakat setempat.

(35)
(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima dan penelitian ini di laksanakan dalam waktu 2 (dua) bulan mulai dari bulan 11 sampai bulan 1.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik analisis deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran secara sistimatis fakta tentang objek yang diteliti. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan kualitatif berupa lingkungan atau tingkah laku mereka yang terobsesi. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam pengawasannya itu sendiri dan berhubungan dengan orang-orang yang bergelut dilingkungan tersebut.

Dengan demikian penelitian kualitatif adalah upaya untuk mengetahui suatu hal dengan cara mengungkapkan atau menganalisis hal-hal yang ada di lapangan secara fundamental dan tergantung pada pengamatan yang rasional.

C. Informan Penelitian

Sebagaimana dalam penelitian kualitatif maka penulis menggunakan metode wawancara mendalam (in depth interview) dengan informan yang memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka dimana informan mengetahui kehadiran penulis

(37)

sebagai peneliti yang melakukan wawancara di lokasi penelitian, dan dalam melakukan wawancara dengan pada informan penulis menggunakan alat rekam sebagai alat bantu. Sementara itu yang menjadi informan atau objek penelitian dalam penelitian ini antara lain, yaitu:

1. Dinas Pertambangan Kabupaten Bima ( 2 orang ) • Pak Nasir S.T

• Pak Rusli S.T

2. Pemerintahan Kecamatan Lambu ( 2 orang ) • Pak Syaikhu S.sos

• Pak Lismaidin S.sos 3. Polsek Lambu ( 2 orang)

• AKBP Pak Rosi • AKP Pak Rijal

4. Pemerintahan Desa ( 2 orang ) • Pak Syamsudin S.sos • Pak Hasanudin S.sos 5. Tokoh Masyarakat ( 2 orang )

• Bang Muliadin S.pd • Bang Irfan S.sos

(38)

D. Jenis Dan Sumber Data a. Jenis datas

Adapun jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah seluruh data-data berupa uraian dan keterangan menunjukan kualitas suatu objek atau benda yang diteliti.

b. Sumber data

1. Data primer yaitu data yang di peroleh menulis melalui hasil observasi dan wawancara

2. Data sekunder adalah data tertulis berupa laporan, peraturan dan dokumen, serta literature lain yang dapat menunjang penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini di perlukan beberapa data, karena itu, dalam melaksanakan pengumpulan data digunakan metode sebagai berikut:

1. Teknik Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan yang merupakan lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang lokasi penelitian dan kondisi demografisnya serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Teknik wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan sejumblah responden dan informan terpilih. Tujuan dan wawancara ini adalah untuk mendapatkan tambahan informasi dan gagasan yang berkaitan dengan penelitian ini. Tentang kebijakan pemerintah daerah

(39)

dalam pengelolaan pertambangan. Kemudian wawancara bebas juga di lakukan dalam penelitian ini dan pertanyaan yang di ajukan tidak di susun secara sistematis karena menyesuaikan dengan kondisi dan situasional. 3. Teknik dokumentasi

Teknik ini sangat penting untuk melengkapi data dalam rangka menganalisis masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengumpulkan data dari beberapa desa yang ada di kecamatan lambu kabupaten bima dan data lain yang diperlukan dalam penulisan ini. F. Analisa Data

Di dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan di analisa secara kualitatif yakni data yang di peroleh akan di analisis dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan. Teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari objek penelitian. Serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian.

(40)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik objek penelitian a. Keadaan Geografis

Kecamatan lambu adalah pemekaran dari kecamatan sape yang kini telah menjadi salah satu dari delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Wilayah kecamatan lambu memiliki luas 404.25 Km yang terbagi dalam 14 desa, dimana desa terluas adalah desa nggelu dengan luas wilayah 95,77 Km dan desa terkecil adalah desa Kale,o dengan luas wilayah 5,62 Km. Pusat pemerintahan kecamatan lambu berada didesa sumi yang berjarak 51 Km dari ibu Kota Kabupaten Bima. Sebagai ibu kota kecamatan, desa sumi berada pada ketinggian 2,5 meter diatas permukaan laut dengan luas wilayah 76,00 Km diantara 14 desa yang ada di Kecamatan lambu, Desa nggelu merupakan desa dengan jarak terjauh daru ibu kota

kecamatan yaitu 10 Km, komposisi pengunaan lahan di wilayah Kecamatan di dominasi oleh hutan negara dengan luas 39.117,86 Ha, sementara untuk lahan pertanian dengan luas 20.842,53 Ha. Lahan perkebunan / tegalan seluas 129.464,17 Ha, untuk lahan bangunan dan pekarangan seluas 13.704,18 Ha, sedangkan lainya dengan luas 4.421,26 Ha, salah satu desanya adalah desa sumi yang merupakan tempat explorasi tambang yang dilakukan oleh PT. Sumber mineral Nusantara dengan dikantonginya IUP bernomor

(41)

188/45/357/004/2010dan pengoperasianya di lakukan di lokasi seluas 24. 980 Ha.

Kecamatan lambu terletak di ujung timur kabupaten Bima, berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan berada dalam wilayah pulau sumbawa propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sape - Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Indonesia - Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wawo - Sebelah timur berbatasan dengan selat Sape

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hidup dari kehidupan manusia yang mendiami daerah tertentu adalah faktor geografis, betapa pentingnya faktor geografis ini dapat kita lihat pada kenyataan bahwa proses kehidupan manusia tergantung dari letak geografisnya seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan serta pembawaanya. Itu semua tergantung dari keadaan geografisnya. Oleh karena itu untuk menganalisa suatu masalah yang ada hubnganya dengan pengaruh suatu daerah, maka obyek penelitian dengan penganalisaan tentu

membutuhkan pengetahuan secara lengkap tentang lokasi daerah penelitian.

Kecamatan lambu terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah dan dataran pegunungan yang hijau oleh dedaunan hutan tropis yang tumbuh dengan rimbunan dan lebat. Dengan keadaan yang demikian ini

(42)

maka kecamatan lambu teryata merupakan titik sentral di wilayah Kabupaten Bima yang merupakan daerah agraria dan berada dalam daerah atau lembah pertanian yang menjadi andalan di wilayah kKabupaten Bima pada umumnya. Maka dengan keadaan geografis inilah yang menguntungkan sehingga kecamatan lambu merupakan titik tambang yang menggiurkan pemodal asing untuk membuka

pertambangan, kecamatan lambu memiliki potensi sumber daya alam terbesar diselutruh Kabupaten Bima (profil Daerah Kab. Bima, 2012) b. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin perDesa/Kelurahan No Nama

Desa/kelurahan

Laki-Laki

Perempuan Jumlah Asal Desa Induk 1. Desa kale.o 2,224 2,263 4,487

2. Desa Lambu 418 410 828

3. Desa Lanta 1,535 1,484 3,020

4. Desa lanta Barat 1,251 1,605 2,856 Lanta 5. Desa Mangge 1,363 1,019 2,381

6. Desa Melayu 1,029 999 2,028 Soro 7. Desa Nggelu 1,359 1,255 2,614

8. Desa Rato 1,745 1,681 3,425 9. Desa Simpasai 1,789 1,748 3,538 10. Desa Soro 2,132 2,174 4,305 11. Desa Sumi 1,674 1,682 3,356

(43)

12. Desa Cangga 1,301 1,231 2,532 Simpasai 13. Desa Monta

Baru

1,110 1,157 2,267 Kale,o

14. Desa Hidi Rasa 719 721 1,441 Mangge

Total 19,605 19,989 39,591 Sumber BPS Kab. Bima,2012

B. Bentuk konflik kebijakan pemerintahan daerah terhadap pengelolaan pertambangan di kecamatan lambu kabupaten bima

Jika kita coba menganalisis lebih jauh terhadap

penyelesaian konflik lambu ini, terlihat dalam kelambatan Bupati Bima dalam mencabut izin PT SMN sebagai penyebab meluasnya eskalasi konflik. Bupati terlalu lanmban mengantisipasi aspirasi masyarakat. Aksi protes itu dianggap sepele. Pasca peristiwa di pelabuhan sape bupati tidak langsung mencabut izin PT SMN. Baru setelah terjadi eskalasi, pembakaran beberapa kantor instasi, baru bupati mencabut izin tersebut. Bupati bima sangat terkesan tidak peka melihat perkembangan eskalasi konflik yang kian membesar dari pergerakan warga sejak akhir 2010 lalu. Jika kita coba menganalisis konflik lambu ini dari kacamata teori koflik sosial, maka hakikat konflik itu sendiri adalah merupakan perselisihan yang terjadi antara paling tidak oleh dua pihak, dimana kebutuhan keduanya tidak dapat di penuhi dengan sumber daya yang sama pada saat yang bersamaan. Kondisi ini merupakan suatu kondisi ketidakcocokan (incompatibility). Posisi kedua pihak juga tidak cocok satu sama lain. Dimana ada bentuk-bentuk kelangkaan yang

(44)

terjadi di antara kedua pihak tersebut. Selain itu, menurut Kartono dan Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keaadaan mental merapakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan, dan sebagainya yang saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan. Konflik biasanya di beri pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan diantara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang ada pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi berbentuk fisik.

Kabupaten Bima memiliki sejumlah potensi kekayaan sumber daya alam, bahan galian berupa emas, mangan, tembaga hingga pasir besi. Potensi ini menyebar hingga di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Bima. Potensi ini tentunya tidak di sia-sialkan oleh pemerintah daerah bima untuk menarik investor guna mengeploirasi potensi tambang tersebut. Ekplorasi tambang di bima di gadang-gadang mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat, membuka lapangan kerja bagi tenaga pengangguran, dan tentunya akan mennghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah. Berdasarkan tujuan tersebut, Bupati Bima Ferry Julkarnain ST. mengeluarkan 14 izin usaha penambangan untuk mengekplorasi potensi tambang di bima, 14 IUP tersebut di antaranya:

1. PT Mineral Nusantara Citra Persada dengan IUP ekplorasi nomor 188.45/346/004/2010, masa berlaku tgl 28 april 2010 hingga 1 mei 2015, dengan luas wilayah 14,403 Hektare. Meliputi wilayah kecamatan

(45)

madapangga yaitu desa campa, Tonda, Mpuri, Rade, Woro, kemudian kecamatan bolo didesa tumpu dan kecamatan Woha di Desa Keli dan Risa. Bahan galian jenis tembaga.

2. PT Indomineral Citra Persadadengan IUP ekplorasi nomor 188.45/348/004/2010, dengan luas wilayah 30.521 hektare. Berada di kecamatan monta, meliputi desa baralau, Pela,Tolo Uwi, wilamaci dan Kecamatan parado, meliputi desa parado wane, dan Lere. Dengan jenis bahan galian tembaga.

3. PT Indomineral Citra Persada, IUP ekplorasi tembaga nomor 188.45/347/004/2010, luas wilayah 14.318 hektare, berada di kecamatan lambu, meliputi Desa Mangge, Lanta dan Simpasai, serta Kwcamatan Langgudu pada desa Waworada.

4. PT Indomining Karya Buana mengantongi tujuh IUP operasi produksi, dengan jenis bahan galian berupa mangan dan pasir besi. Untuk mangan berada didesa woworada, Karumbu, Rupe kecamatan Langgudu, desa Mpuri, Tonda dan campa, kecamatan madapangga, Desa Pela, Kecamatan Monta, Desa kawuwu, Kecamatan Langgudu, Desa Sambori, Kecamatan Lambitu, Desa Kombo, kambilo, maria, dan ntori, Kecamatan Wawo.

5. Sedangkan untuk bahan galian pasir besi diberikan PT Indoning Karya Buana menngantongi IUP di Desa Oi Tui, tawali dan tengge, kecamatan wera, dan desa mawu, Nipa, Nangaraba dan Tololai, kecamatan ambalawi.

(46)

6. PTJjagad Mahesa Karya mengantongi IUP operasi produksi bahan galian pasir besi dengan SK nomor 188.45/345/004/2010 untuk wilayah desa sangiang, Oi Tui, Tadewa, Kecamatan Wera, dan Desa Mawu, Kecamatan ambalawi.

7. Untuk bahan galian emas, pemerintah Kabupaten keluarkan IUP ekplorasi pada PT Bima Putra Minrals dengan SK nomor 188.45/004/2010, pada wilayah desa maria, Pesa dan Kambilo, Kecamatan Wawo.

8. Kemudian untuk biji besi dikeluarkan IUP ekplorasi 188.45/356/004/2010, pada PT Bima Feroindo, pada wilayah desa karampi, Waduruka, Kecamatan Langgudu.

Kenyataanya, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bima

memberikkan izin pada perubahan tambang, bertentangan dengan keinginan masyarakat yang selama ini hidup dengan pertanian, peternakan dan kelautan. Walaupun Bima memiliki potensi sumber daya tambang yang melimpa, tapi secara geografis Bima telah dikenal sebagai penghasil bawang dengan kualitas terbaik. Bawang keta monca saat ini menjadi komoditi unggul Nasional, dan bersama bidang usaha pertanian lainya telah memberikan subangan cukup signifikan dalam perekonomian Kabupaten Bima. Selain produksi yang besar, bawang keta moncol di kenal memiliki mutu dan ciri khas tersendiri serta banyak diminati konsumen baik dari bali, Jawa, Makassar, dan Banjarmasin maupun luar Negri, seperti Malaysia, dan singapura,

(47)

bahkan sejak 2019 lalu. Kabupaten Bima dijadikan sentral benih bawang merah Nasional. Produksi bawang merah kabupaten Bima pada 2009 mencapai 113.542 ton, meningkat 49,41 persen

dibandingkan tahun sbelumnya. Sebagian produksi bawang merah kabupaten bima merupakan komoditi ekspor guna memenuhi

kebutuhan daerah lainya utamanya pulau Lombok (BPS,2009). Luas lahan untuk pengembangan bawang merah di kabupaten Bima tercatat 13.663 hektare, yang telah dimanfaatkan seluas6.710 hektare tersebar di Sape, Lambu, Wera, Ambalawi, Belo dan Monta. Karena aktivitas mata pencaharian utama inilah yang menjadi alasan warga menolak kegiatan pertambangan. Pertambangan akan membuat susutnya debit air, irigasi lahan pertanian, khususnya tanaman bawang merah, mata pencaharian mereka. Selain melindungi sumber air, mereka belajar dari potret buruk tambang emas raksasa di batu hijau milik Newmont, tetangga di pulau yang sama.

Pasca bupati bima mengeluarkan SK Nomor: 188.45/357/004/2010 tertanggal 28 april 2010 tentang izin usaha pertambangan yang di berikan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah 24,980 hektare dengan lokasi tambang di Kecamatan Sape, Kecamatan Lambu dan Kecamatan Langgudu untuk kegiatan ekplorasi dalam bahan galian emas. Masa berlaku izin tersebut, yakni 28 april 2010 s/d 1 mei 2015. SK Nomor : 188.45/357/004/2010 hanya salah satu dari 13 SK yang di kenal dengan 188 yang semua di keluarkan tertanggal

(48)

28 april 2010 dan diberikan kepada enam perusahaan dengan wilayah operasi yang berbeda-beda, termasuk jenis tambangnya, seperti mangan, pasir besi, dan tembaga. Dari enam perusahaan tertsebut, sebagian sudah melakukan ekploitasi dan sebagian lagi masih dalam tahap ekplorasi, diantaranya PT Sumber Mineral Nusantara. Sejak 2010 s/d 2011, keputusan Bupati Bima tersebut telah menimbulkan reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat, sebagian menolak dan ada pula yang mendukung keberadaan tambang di Kecamatan Lambu, namun pertanyaanya kenapa hanya gerakan masyarakat yang menolak tambang yang lebih menonjol di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima, padahal izin usaha tambang juga terdapat di beberapa kecamatan lainya. Mungkin jawabanya, karena gerakan penolakan tambang tersebut yang lebih intens melakukan aksi unjuk rasa dan sering sekali terjadi insiden bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian, sehingga peristiwa tersebut menarik perhatian media msasa maupun media televisi (terutama inside 10 februari2011 dan 24 desember 2011)

Selama tahun 2011, konflik agraria dan penolakan tambang hampir terjadi di beberapa kabupaten /Kota. Dalam bidang agraria, sengketa lahan antara masyarakat dan pemerintah, dan antara masyarakat dengan perusahaan marak terjadi di beberapa Daerah di wilayah NTB, seperti di kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat,

(49)

Sumbawa, Dompu dan Bima. Konflik lahan pertambangan juga tersebar di beberapa Kabupaten di NTB.

Konflik pertambangan yang terjadi di kecamatan lambu kabupaten Bima bukanlah fenomena baru, karena konflik tersebut sudah mulai muncul sejak tahun 2010 pasca bupati bima mengeluarkan SK Nomor : 188.45/357/004/2010 tertanggal 28 april 2010 tentang izin usaha pertambangan yang diberikan kepada PT sumber mineral Nusantara dengan luas wilayah 24,980 hektare dengan lokasi tambang di kecamatan sape, kecamatan lambu dan kecamatan langgudu untuk kegiatan ekplorasi dalam bahan galian Emas. Masa berlaku izin tersebut, yakni 28 april 2010 sampai dengan1 mei 2015. SK Nomor : 188.45/357/004/2010 hanya salah Satu dari 14 SK yang dikenal dengan 188 yang semua dikeluarkan tertanggal 28 april 2010 dan diberikan kepada 6 perusahaan dengan wilayah operasi yang berbeda-beda, termasuk jenis tambangnya,seperti mangan, pasir besi, dan tembaga. Dari enam perusahaan tersebut, sebagian sudah melakukan eksploitasi dan sebagian lagi masih dalam tahap eksplorasi,

diantaranya PT Sumber Mineral Nusantara.

Sejak 2010 sampai 2011, keputusan bupati bima tersebut telah menimbulkan reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat, sebagian menolak dan ada pula yang mendukung keberadaan tambang di kecamatan lambu, namun pertanyaanya kenapa hanya gerakan masyarakat yang menolak tambang yang lebih menonjol di

(50)

kecamatan lambu kanupaten Bima. Bima, padahal izin usaha tambang juga terdapat di beberapa kecamatan lainya. Mungkin jawabanya, karena gerakan penolakan tambang tersebut yang lebih intens melakukan aksi unjuk rasa dan sering sekali terjadi insiden bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian, sehingga peristiwa tersebut menari perhatian media massa maupun media televisi ( terutama insiden 10 februari 2011 dan 24 desember 2011). Sementara gerakan masyarakat yang mendukung tambang tidak mendapatkan perhatian dari publik dan media massa.

Tabel . Kronologis Koflik Lambu Kabupaten Bima tanggal Peristiwa Keterangan

Oktober 2010

Aksi warga terjadi bentrok berdarah yang menyebabkan jatuhnya 35 0rang korban luka berat dan ringan (amputasi geger otak dll) dari warga. 31 januari

2011

Demo massa 1500 orang

(FRAT) kembali mendatangi kantor camat dan meminta camat lambu untuk menandatangani surat peryataan penolakan adanya pertambangan emas yang telah di operasikan oleh PT. SMN.

(51)

10 februari 2011 Demo ke 3, 7000 orang dari 12 Desa

Setelah itu aksi masa ricuh, M. Nasir (23) terkena peluru polisi (Aksi tambah parah) ditambah ulah preman kecamatan yang membuat situasi memanas. 23 desember 2011 Ocupacy for sape

pemblokiran pelabuhan sape oleh warga lambu hingga dilakukan pembubaran paksa oleh aparat polisi yang menyebabkan tiga nyawa melayang. 23 desember 2011 Pencabutan izin sementara

Keputusan Bupati Bima Nomor : 188.45/743/004/2010 tanggal 23 desember 2011 tentang penghentian sementara izin eksplorasi Emas oleh PT. Sumber Mineral Nusantara di kecamatan lambu, Sape dan kecamatan langgudu Kabupaten Bima. Desenber 2011 Rapat konsultasi kabupaten Bima

Bupati tetap akan bersikukuh tidak akan mencabut SK 188/2010 dikarenakan tidak ada alasan yang mendasar untuk melakukan itu. Bupati berdalih, ada tiga hal yang bisa

(52)

mencabut SK itu, yakni jika perusahaan pemegang izin tidak melksanakan kewajibanya, terlibat masalah pidana dan di nyatakan pailit. 26 januari 2011 Pembakaran kantor bupati Bima dengan 20.000 massa

Puncak amarah warga pasca 5 hari sebelumnya Bupati bersedia menemui warga, namun hingga hari itu bupati tak kunjung mau menemui warga. 28 januari 2012 Bupati cabut tetap IUP Nomor 188 2010

Pencabutan secara tetap IUP No

188/2010 melalui SK

188.45/64/004/2012

Sebelum konflik ini terjadi, sebenarnya komnas HAM telah mengeluarkan surat rekomendasi Nomor 2784-K-PMT-XI-2011 yang ditujukan untuk bupati Bima, Kapolda NTB, dan direktur PT. SMN. Surat rekomendasi tertanggal 19 November 2011 ini lahir atas laporan warga pada April 2001. Surat rekomendasi itu beirisi imbauan bagi Bupati Bima agar memperbaiki sistim infornmasi dan sosialisasi kegiatan pertambangan mulai dari ekplorasi sampai dengan eksploitasi serta menghentikan sementara kegiatan eksplorasi PT. SMN, sambil menunggu situasi kondusif. Surat tersebut juga meminta kapolda NTB untuk menempuh langkah

(53)

kordinatif dan komunikatif kepada seluruh unsur untuk mencegah konflik horizontal di Kabupaten Bima. Teryata jajaran pemerintah Nusa Tenggara Barat tidak memperhatikan rekomendasi yang di keluarkan oleh komnas HAM terkait dengan aktivitas eksplorasi tambang.

Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (Dalam filsufgaul, 2012) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya yaitu salah satunya konflik kebijakan, konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang di kemukakan oleh satu pihak dan kebijakan lainya. Dari pembahasan tersebut jelaslah bahwa konflik lambu merupakan konflik kebijakan yang bersumber dari keputusan sepihak Bupati Bima yang menerbitkan surat izin penambangan No. 188/2010 kepada PT. Mineral Nusantara Citra Persada, tampa terlebih dahulu mengkomunikasikan dan

mensosialisasikanya kepada masyarakat. Konflik kebijakan ini kerap kali terjadi jika pemegang kebijakan tidak melibatkan stakeholdernya dalam proses pengambilan keputusan. Ini tentunya akan menimbulkan ketidakpuasaan dari masyarakat terhadap pemegang kebijakann yang bisa berimmpllikasi terhadap terjadinya konnflik-konflik sosial. Dan inilah beberapa hasil wawancara kami dengan tokkoh masyarakat lambu mengenai sebab awal terjadinya

(54)

konflik kebijakan pertambangan di kec. Sape dan lambu di Kabupaten Bima.

“Pertama sebab terjadinya konflik, karena adanya penembakan dari pihak yakni M. Nasir (23 thn) diduga korban penembakan peluru tajam pada saat demo didepan kantor camat lambu, setelah itu masyarakat meminta pertanggung jawaban dari pihak pemerintah kecamatan, tapi pemerintah kecamatan tidak menghiraukanya, akhirnya masyarakat marah dan melakukan demo selanjutnya dan berujung pada pembakaran kantor camat lambu” (D H, 24 januari 2020)

Karena belum bertemu kembali dengan camat lambu, FRAT kembali memasukan surat pemberitahuan unjuk rasa yang kedua kalinya. Tepat pada hari senin tanggal tiga puluh satu januari tahun dua ribu sebelas (31-01-2011) dengan kekuatan masa yang lebih besar . sekitar 1.500 orang yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) kembali mendantangi kantor camat dan meminta camat lambu untuk menandatangani surat pernyataan penolakan adanya pertambangan emas yang telah di operasikan oleh PT. SMN. Walaupun PT tersebut baru melakukan ekplorasi, ini sama halnya membuka pintu gerbang eksploitasi hasil alam di kecamatan Lambu yang akan berimbas pada dampak lingkungan yang buruk dan embrio bencana bagi masyarakat Lambu, serta terkuras dan hilangnya mata air di wilayah IUP PT . SMN dan terganggunya kegiatan pertanian masyarakat yang tentunya pula akan menyengsarakan generasi dan masyarakat lambu, Sape dan Langgudu dan bahkan masyarakat Kabupaten Bima pada

(55)

Coordinator Front Rakyat Anti Tambang Bima yang mengatakan bahwa:

“Pertambangan merupakan penjajahan model baru yang dilakukan dalam bidang ekonnomi. Karena tidak ada sejarah, pertambangan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tapi justru sebaliknya yang terjadi. “ tidak ada sejarah pertambangan mensejahterahkan rakyat, makanya kita tolak segala bentuk pertambangan di wilayah Kabupaten Bima” (AK, 24 Januari 2020)

“Pada Tanggal 20 Desember 2011 sejumlah massa yang menamakan dirinya Forum Rakyat Anti Tambang menduduki dermaga feri sape Bima dan mellayangkan surat kepada Pemda setempat agar SK bupati Bima Nomor 188 tahun 2010 yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dan meminta agar tersangka saudara JApong yang ditahan polisi yang diduga terkait provokasi pembakaran kantor camat lambu pada 10 maret 2011 supaya dilepaskan” (J K, 24 Januari 2020)

Peryataan ini senada dengna peryataan sekdes desa rato Kecamatan lambu Kabupaten Bima yang mengatakan bahwa:

“Bentrokan antara warga kecamatan Sape Dan Kecamatan Lambu di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat dengan aparat kecamatan karena protes yang dilakukan terhadap keluarnya izin usaha

pertambangan di Kecamatan Lambu. Warga marah atas kebijkan yang di ambil oleh Bupati mengeluarkan izin usaha pertambangan dalam bentuk surat keputusan Nomor 188.45/357/004/2010

Tanggal 28 April 2010 yang diberikan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara dengan luas 24.980 hektar untuk melaksanakan ekplorasi mineral emas dan mineral pengikutnya selama 5 tahun “(DR

wawancara 24 januari 2020)

Tragedi berdarah yang terjadi pada sabtu 24 desember 2011 lalu di pelabuhan sape merupakan titik kulminasi dari reistensi warga lambu terhadap kegiatan pertambangan yang ada di wilayah mereka. Sampai saat ini di peroleh informasi dari komnas HAM bahwa jumlah korban meninggal tiga orang dan puluhan orang lainya luka-luka. Suasana mencekam pun masih melanda dan jalan menuju kedua menuju kedua wilayah tersebut di blokir warga. Sebelum tragedi sabtu berdarah itupun koflik terkait pertambangan

(56)

bukan hal yang pertama kali terjadi di kabupaten Bima. Konflik serupa pernah terjadi di kecamatan Parado dan di Kecamatan Lambu sendiri. Warga parado menolak kegiatan pertambangan dengan membakar base camp para pekerja tambang. Polisi kemudian menangkap warga desa yang melakukan pembakaran. Aksi ini berujung dengan pembakaran mapolsek parado 0leh warga yang geram dengan penangkapan teman mereka. Warga marah karena mereka sama sekali tidak di beri informasi terkait adanya kegiatan pertambangan diatas gunung yang menjadi lingkungan penopang kehidupan mereka.

Konflik akibat pertambangan yang melibatkan warga lambu juga bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada 10 maret 2011, telah terjadi konflik antara warga lambu yang menolak ekplorasi tambang dengan pemerintah daerah. Warga lambu beramai-ramai mendantangi kantor kecamatan untuk berdemonstrasi

menyampaikan permintaan agar camat mendatangkan Bupati Fery Zulksrnain. Warga lambu ingin berdialog secara langsung dengan bupati perihal kegiatan pertambangan di daerah mereka. Akan tetapi Bupati urung hadir sehingga memicu kemarahan para warga yang berujuk rasa. Warga kemudian membakar kantor kecamatan yang dibalas dengan pembubaran paksa oleh polisi yang disertai penembakan dengan peluru tajam. Beberapa pemuda pun terluka. Rombongan komnas HAM yang di pimpin oleh salah satu

(57)

komisionernya yakni kabul Supriadin datang ke lambu untuk melakukan investigasi. Hasil investigasi ini di bawah kepemerintah daerah dan kapolres untuk ditindaklanjuti akan tetapi tidak ada kebijakan yang kongkrit keudian dalam menyelesaikan masalah tersebut. Inilah hasil wawancara kami dengan tokoh masyarakat Desa Sumi Kecamatan Lambu Kabupaten Bima.

“Kedatangan komnas HAM di lambu kemarin hanya semata mata jalan-jalan, karena mereka hanya datang untuk menjenguk

masyarakat yang luka akibat terkena tembakan peluru tajam oleh polisi saja kemarin. Buktinya tidak ada kok hasilnya sampai sekarang “(WR, wawancara 24 januari 2020)

C. Proses Penyelesaian Konflik Di Kecamatan Kabupaten Bima

Resolunsi konflik merupakan suatu kondisi dimana pihak pihak yang berkonflik melakukan suatu perjanjian (agreement) yang dapat memencahkan ketidak cocokan (incopatibility) utama diantara mereka, menerima keberadaan satu sama lain sebagai dan menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain. Ini merupakan suatu kondisi yang selalu muncul setelah konfliknya terjadi. Resolusi konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu solusi atas konflik yang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih diterima oleh pihak pihak yang berkonfliik. Memberikan beberapa langkah langkah yang biasanya dilalui dalam resolusi konflik:

(58)

f. Negosiasi adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain.

g. Mediasi adalah pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

h. Administrasi adalah menyepakati solusi atau pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat secara persyuratan, semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya.

perjanjian yang dilakukan dalam resolusi konflik biasanya merupakan suatu pemahaman resmi, dimana suatu dokumen yang dihasilkan di tanda tangani oleh pihak-pihakyang berkonflik dalam kondisi yang serius. Namun, perjanjian ini dapat bersifat informal, yakni terjadi pemahaman yang implisit di antara mereka. Perjanjian seperti itu mungkin terjadi dan disimpan dalam sebuah dokumen rahasia, misalnya saja, sebuah perjanjian yang dibuat sebagai prakondisi pengaturan resmi, atau sebagai kesepakatan antar pihak yang berkonflik secara ekplisit.

Pada kasus konflik lambu jelas tidak pernah terjadi

agreement antara pembkab Bima dengan masyarakat. Yang terjadi adalah keputusan untuk menghentikan kegiatan penambangan sementara lewat 188.45/743/004/2010 tgl 23 desember 2011

(59)

tentang penghentian sementara izin eksplorasi Emas oleh PT. Sumber Mineral Nusantara di kecamatan Lambu, sape dan

kecamatan langgudu Kabupaten Bima. Hal ini tetap tidak disetujui oleh masyarakat karena sifatnya yang sementara maka pada dasarnya tidak ada upaya perumusan kembali atas konflik yang berlangsung. Kondisi ini tak layaknya sebuah penguluran waktu agar bisa menenangkan masyarakat yang kian memanas emosinya. Karena tidak ada kesepakatan, maka dapat dikatakan bahwa resolusi konflik atas dasar pencabutan sementara atau bisa juga dikatakan tidak terjadi. Yang ada hanyalah sebuah upaya peredaman konflik namun tidak menyelesaikan akar

permasalahanya. Warga hanya seakan diberikan kelegaan atas kekhawatiran lahanya di ekploitasi dalam beberapa waktu saja hingga dirasa pemkab menemukan formulasi dan legitimasi yang tepat untuk memutuskan nasib PT Mineral Nusantara Citra Persada. Berdasarkan keterangan dari salah satu informan yang mengatakan:

“Setelah pembantaian kemanusiaan yang terjadi di pelabuhan sape Bupati Bima saya hanya memberhentikansementara ijin eksplorasi emas oleh PT. Sumber Mineral Nusantara di kecamatan Lambu, Sape dan Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima, yang kami inginkan bahwa izin tambang itu harus di cabut untuk selamanya dan Bupati Bima harus bertanggung jawab aras meninggalnya dua saudara kami yang tertembak di pelabuhan sape”(AS, wawancara 24 Januari 2020)

Gambar

Tabel . Kronologis Koflik Lambu Kabupaten Bima  tanggal  Peristiwa  Keterangan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Salah satu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yaitu hak asasi manusia yang meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat,

Sebagaimana dikatakan ahli, “Suatu masyarakat mengacu pada suatu kelompok manusia yang lebih berinteraksi satu sama lain daripada individu-individu lain, yang

1. Berdasarkan tingkat pengaruh tinggi dan kepentingan tinggi, maka yang terjadi antara pihak PT. M, P2L, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah

1. Berdasarkan tingkat pengaruh tinggi dan kepentingan tinggi, maka yang terjadi antara pihak PT. M, P2L, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah

Individu-individu bertindak berdasarkan sejumlah asumsi yang memungkinkan mereka menciptakan perasaan “saling” atau timbal balik : (a) yang lain dengan si aktor yang

Penelitian yang di lakukan oleh Naska widayanti dkk dengan judul fokflik sosial pada pemilihan kepala desa (studi di desa lamboo kecamatan maromo kabupaten kanawe

interaksi sosial adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia ketika.. kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah,

manusia yang saling melengkapi antara individu yang satu dengan yang lainya maka, penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menambah wawasan yang