• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayam Broiler

Ayam peliharaan (Gallus gallus domesticus) adalah unggas yang biasa dipelihara orang untuk dimanfaatkan dalam keperluan hidup pemeliharanya. Ayam peliharaan merupakan keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (Wong 2004). Ayam broiler komersial sebelum masa perkembangannya hanya mempunyai tingkat produktivitas rendah karena selain menghasilkan daging juga menghasilkan telur. Para ahli genetik melakukan penelitian, persilangan, dan seleksi terus menerus hingga dihasilkan varietas ayam murni yang khusus menghasilkan daging (Fadillah 2004). Tipe pedaging yang dimaksud adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan dipanen dan diambil dagingnya sebagai sumber protein hewani bagi konsumen. Broiler umumnya dipanen pada umur 32 hari dengan berat sekitar 1.5 kg (Murwani 2010). Menurut SNI (2008), bobot DOC minimal 37 gram atau 65% dari berat awal telur tetas.

Vaksinasi

Sistem pemeliharaan ayam broiler secara intensif akan meningkatkan resiko terjadinya wabah penyakit sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam yang dipelihara terhadap berbagai penyakit infeksi (Belgis et al. 2010). Penyakit yang sering menginfeksi ayam di Indonesia antara lain salmonellosis, colibacillosis, dan Newcastle disease (ND) (Kabir 2010; CFSPH 2006; Alzeer 2008). Dibutuhkan vaksinasi untuk mencegah terjadinya penyakit pada ayam. Vaksin pada ayam broiler yang biasa diberikan di Indonesia antara lain vaksin ND, vaksin IBD, vaksin AI, dan vaksin Marek’s disease (Medion 2008).

Sistem Pencernaan Ayam

Alat pencernaan ayam terdiri dari mulut, kerongkongan (esofagus), tembolok (crop), lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot (ventrikulus), usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), caecum (usus buntu), colon (usus besar), dan kloaka (Sturkie dan Whittow 2000). Ayam memiliki lidah tetapi tidak memiliki gigi. Langit-langit mulutnya lunak tetapi memiliki rahang atas dan bawah yang menulang untuk menutup mulut. Paruh digunakan untuk mengambil makanan kemudian didorong ke esophagus. Kemudian dengan gerak peristaltik makanan disalurkan menuju tembolok. Tembolok merupakan bagian setelah esofagus yang melebar di salah satu sisinya berbentuk kantung berperan sebagai tempat penyimpanan makanan sementara. Sedikit bahkan tidak ada proses pencernaan di dalam tembolok kecuali pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan pada bagian ini (Polana dan Fadillah 2004).

Lambung ayam terdiri dari dua bagian, yaitu lambung kelenjar (glandular stomach) atau proventrikulus dan lambung otot (muscular stomach) atau

3 ventrikulus. Bagian proventrikulus menghasilkan asam klorida (HCl) dan beberapa enzim pencernaan seperti pepsin (Lelland 1990).

Epitel dari proventrikulus adalah silindris sebaris. Terdapat lamina propria tipis sebagai pemisah dari lobulus kelenjar submukosa. Kelenjar satu dengan lainnya saling berhimpitan yang dipisahkan oleh jaringan ikat. Setiap lobulus kelenjar berisi rongga sentral dengan tubulus sekresi yang langsung terhubung ke jaringan ikat interlobular. Sebuah saluran ekskretoris mengalir ke permukaan mukosa lambung. Kelenjar hanya berisi satu jenis sel yang mengeluarkan asam dan pepsinogen. Muskularis eksterna tersusun atas otot polos dengan bagian dalam berbentuk melingkar dan lapisan luar berbentuk longitudinal (Aughey dan Frye 2010).

Bagian pencernaan ayam setelah proventrikulus adalah ventrikulus atau gizzard. Ventrikulus sering juga disebut muscular stomach (lambung otot). Lokasinya berada di antara proventrikulus dan bagian usus halus. Ventrikulus memiliki dua pasang otot yang sangat kuat sehingga ayam mampu menggunakan tenaga yang kuat. Partikel pakan yang lebih besar menyebabkan kontraksi semakin cepat. Biasanya di dalam ventrikulus terkandung material yang bersifat membantu dalam penggilingan, seperti grit, karang, dan kerikil. Material halus akan masuk dan keluar lagi dalam beberapa menit kemudian menuju saluran usus, tetapi pakan berupa material kasar akan tinggal di dalam ventrikulus untuk beberapa jam (Murwani 2010).

Secara histologi ventrikulus tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan koilin, submukosa, dan lapisan otot polos. Permukaan ventrikulus dibatasi dengan produk sekresi dari kelenjar mukosa yang berupa lapisan permukaan keras membentuk kutikula atau koilin. Epitel tersusun dari silindris rendah dan bersambung dalam tubular sederhana dari kelenjar mukosa di lamina propria. Terdapat pula lapisan submukosa dan lapisan otot polos yang tebal (Aughey dan Frye 2010).

Intestinum merupakan salah satu organ sistem pencernaan. Fungsi utama saluran pencernaan, yaitu mencerna dan memecah makanan menjadi lebih kecil dan sederhana sehingga dapat diserap oleh sirkulasi tubuh guna menunjang kehidupan organisme (Frappier 2006). Bagian usus halus pada ayam memiliki panjang yang seragam, terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum memiliki vili paling panjang dan menebal pada bagian pangkal (Bacha LM dan Bacha WJ 2000).

Usus halus pada ayam mirip dengan mamalia tetapi panjangnya lebih seragam. Jaringan limfatik tersebar di dalam lamina propria dan submukosa. Lapisan ketiga dari usus adalah muskularis eksterna yang terdiri dari otot polos melingkar (Aughey dan Frye 2010).

Ayam memiliki kelenjar eksokrin dan endokrin, yaitu pankreas. Pankreas menempel pada duodenal loop. Pankreas mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase, lipase, dan tripsin. Selain itu pankreas berfungsi juga sebagai kelenjar endokrin dengan mensekresikan hormon insulin, somatotropin, dan glukagon (Fadillah 2004).

Kelenjar eksokrin pankreas burung mirip dengan mamalia, tetapi memiliki sedikit jaringan ikat interlobular. Bagian endokrin pankreas atau Pulau Langerhans memiliki tiga jenis sel, yaitu sel beta (bagian terang), sel alpha (bagian gelap), dan campuran (Aughey dan Frye 2010).

4

Colon relatif berbentuk lurus dan pendek dan terhubung ke kloaka. Kloaka merupakan gabungan saluran urogenital, tempat keluar feses, dan saluran reproduksi (Frandson et al. 2009).

Jintan Hitam (Nigella sativa)

Jintan hitam atau black cumin (Nigella sativa) merupakan tanaman asli Eropa Selatan dan banyak ditemukan di India. Tanaman ini ditumbuhkan di berbagai daerah di dunia, khususnya Timur Tengah (Nergiz dan Otles 1993). Klasifikasi Nigella sativa (Hutapea 1994) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Ranunculales Family : Ranunculaceae Genus : Nigella

Species : Nigella sativa

Kandungan thymoquinone (TQ) di dalam minyak dan biji jintan hitam telah menunjukkan potensi obat dalam pengobatan tradisional (Salem 2005). Di Timur Tengah, jintan hitam biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk memperbaiki kondisi kesehatan manusia (Al Saleh et al. 2006). Jintan hitam dapat meningkatkan rasio sel CD4+ dan CD8+ 55% dan peningkatan fungsi sel natural

killer sebanyak 30%, sehingga jintan hitam dapat berfungsi sebagai immunomodulator (Salem 2005). Jintan hitam sangat penting bagi Negara Arab dan pengobatan tradisional secara Islam untuk mengobati berbagai macam penyakit terutama mengobati gangguan perut dan kolik. Jintan hitam juga dianggap efektif mengatasi kejang, asma, sakit kepala, dan kecacingan (Van Wyk dan Wink 2004).

Menurut El-Dakhakhny et al. (2002), jintan hitam memiliki khasiat sebagai peningkat kekebalan tubuh, antiradang, dan antibakteri. Selain itu, jintan hitam juga dapat menghilangkan cacing dan parasit dalam usus (Topozoda et al. 1965). Penelitian yang dilakukan oleh Al-Beitawi dan Ghousein (2008) menunjukan bahwa pemberian jintan hitam pada ayam broiler dapat meningkatkan berat hidup, pertambahan berat badan, dan konsumsi pakan.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai bulan Juni 2012. Bertempat di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4

Colon relatif berbentuk lurus dan pendek dan terhubung ke kloaka. Kloaka merupakan gabungan saluran urogenital, tempat keluar feses, dan saluran reproduksi (Frandson et al. 2009).

Jintan Hitam (Nigella sativa)

Jintan hitam atau black cumin (Nigella sativa) merupakan tanaman asli Eropa Selatan dan banyak ditemukan di India. Tanaman ini ditumbuhkan di berbagai daerah di dunia, khususnya Timur Tengah (Nergiz dan Otles 1993). Klasifikasi Nigella sativa (Hutapea 1994) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Ranunculales Family : Ranunculaceae Genus : Nigella

Species : Nigella sativa

Kandungan thymoquinone (TQ) di dalam minyak dan biji jintan hitam telah menunjukkan potensi obat dalam pengobatan tradisional (Salem 2005). Di Timur Tengah, jintan hitam biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk memperbaiki kondisi kesehatan manusia (Al Saleh et al. 2006). Jintan hitam dapat meningkatkan rasio sel CD4+ dan CD8+ 55% dan peningkatan fungsi sel natural

killer sebanyak 30%, sehingga jintan hitam dapat berfungsi sebagai immunomodulator (Salem 2005). Jintan hitam sangat penting bagi Negara Arab dan pengobatan tradisional secara Islam untuk mengobati berbagai macam penyakit terutama mengobati gangguan perut dan kolik. Jintan hitam juga dianggap efektif mengatasi kejang, asma, sakit kepala, dan kecacingan (Van Wyk dan Wink 2004).

Menurut El-Dakhakhny et al. (2002), jintan hitam memiliki khasiat sebagai peningkat kekebalan tubuh, antiradang, dan antibakteri. Selain itu, jintan hitam juga dapat menghilangkan cacing dan parasit dalam usus (Topozoda et al. 1965). Penelitian yang dilakukan oleh Al-Beitawi dan Ghousein (2008) menunjukan bahwa pemberian jintan hitam pada ayam broiler dapat meningkatkan berat hidup, pertambahan berat badan, dan konsumsi pakan.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2011 sampai bulan Juni 2012. Bertempat di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

5 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Day Old Chick (DOC) sebanyak 100 ekor, larutan gula, pakan, air minum, sekam sebagai alas kandang, dan Vitachick® (mengandung multivitamin dan antibiotik). Alat dan bahan pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dibutuhkan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10%, NaCl fisiologis, aquadest, etanol konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), etanol absolut, xylol, haematoxylin C.I. 75290, eosin C.I. 45380, lithium karbonat, perekat albumin, dan parafin. Bahan untuk perlakuan berupa minyak ekstrak jintan hitam (sediaan komersil), vaksin Infectious Bursal Disease (IBD), vaksin Newcastle Disease (ND), dan vaksin Avian Influenza (AI).

Alat yang digunakan selama penelitian yaitu kandang pemeliharaan ayam dengan pemisah untuk tiga kelompok, peralatan nekropsi, object glass, cover glass, sakura® automatic tissue processor, refrigerator, mikrotom, mikroskop cahaya , dan electronic eyepiece® camera beserta seperangkat komputer untuk pengambilan gambar jaringan. Perangkat lunak ImageJ® 1.46 untuk Microsoft® Windows® untuk mengukur parameter setiap organ.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang

Sebelum digunakan, kandang terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan deterjen dan desinfektan. Selain proses desinfeksi dilakukan juga proses pengapuran dan fumigasi menggunakan larutan formalin 10% v/v.

Pengelompokan Ayam

Penelitian ini menggunakan ayam broiler berumur satu hari (day old chick) dengan bobot berkisar 60 gram. Hari pertama diberikan larutan gula 1% untuk memberikan tambahan tenaga pada ayam. Masa adaptasi dilakukan selama satu minggu untuk mengembalikan kondisi ayam yang stress akibat pemindahan dan transportasi. Selama masa adaptasi ayam dikelompokkan menjadi dua kandang dengan jumlah masing-masing kandang 50 ekor. Ayam didistribusikan ke dalam tiga kelompok perlakuan setelah satu minggu masa adaptasi. Pengelompokan tiga kelompok ayam sebagai berikut :

Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan pada ayam

Kelompok Jumlah Ayam (ekor) Perlakuan

1 30 Vaksinasi ND

Vaksinasi IBD

2 35

Jintan hitam 100% (0.02 ml)/hari Vaksinasi ND

Vaksinasi IBD Vaksinasi AI

3 35

Jintan hitam 100% (0.02 ml)/hari Vaksinasi ND

6

Saat umur ayam 0-14 hari alas kandang dilapisi koran dan pakan diberikan dengan cara ditebarkan di lantai kandang. Ketika ayam berumur 14 hari alas kandang diganti menggunakan sekam padi. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum (selalu tersedia) yang ditambahkan Vitachick® setiap hari selama masa pemeliharaan (42 hari), pemberian pakan juga diberikan secara ad libitum.

Jadwal Vaksinasi

Vaksin yang diberikan adalah vaksin ND, vaksin IBD, dan vaksin AI berupa vaksin inaktif. Vaksin ND diberikan pada hari ke-11 menggunakan live vaccine strain B1 sedangkan vaksin hari ke-19 menggunakan live vaccine strain La Sota. Rute vaksinasi diberikan secara eye drop (tetes mata).

Vaksin aktif IBD diberikan secara per oral dicampur dengan susu skim tanpa lemak pada hari ke-22. Vaksin AI diberikan pada hari ke-28 menggunakan killed vaccine dengan rute pemberian sub kutan di daerah leher (Swayne 2008). Pemberian Jintan Hitam

Jintan hitam dengan dosis 0.02 ml setiap hari pada minggu kedua hingga minggu keenam. Pemberian jintan hitam pada ayam dilakukan per oral dengan cara dicekokkan.

Pengolahan Sampel Penelitian

Pemisahan kelompok dimulai pada minggu kedua. Ayam dinekropsi satu minggu sekali dari minggu ke-2 hingga ke-6, diambil 3 ekor dari masing-masing kelompok secara acak. Organ yang diambil yaitu proventrikulus, ventrikulus, pankreas, dan duodenum kemudian difiksasi menggunakan larutan BNF 10%. Trimming (memotong organ di bagian tengah setebal 0.3 cm yang akan dijadikan preparat histopatologi) dilakukan setelah larutan BNF 10% berpenetrasi sempurna ke dalam organ. Potongan organ dibuat preparat histopatologi dengan bantuan tissue embedding console lalu diberi pewarnaan HE (Haematoxilin Eosin). Sediaan dapat diamati dengan mikroskop cahaya lalu dibuat foto menggunakan menggunakan eyepiece camera kemudian diukur sesuai parameter penelitian menggunakan software Java Image 1.46.

Parameter Penelitian

Pengamatan organ pencernaan ayam menggunakan mikroskop cahaya dan

eyepiece camera. Data diperoleh menggunakan perangkat lunak ImageJ® sebanyak 10 lapang pandang. Penghitungan diameter kelenjar proventrikulus, tebal koilin ventrikulus, tebal otot polos ventrikulus, jumlah vili, luas vili, dan keutuhan vili duodenum dengan perbesaran 4x lensa objektif, persentase keutuhan vili dihitung dengan membagi jumlah vili utuh dengan total jumlah vili lalu dikali 100%. Penghitungan keutuhan epitel proventrikulus dan jumlah kripta menggunakan perbesaran 10x lensa objektif, persentase jumlah keutuhan sel epitel dihitung dengan membagi jumlah epitel yang utuh dengan total jumlah epitel kemudian dikali 100%. Penghitungan luas pulau langerhans menggunakan perbesaran 20x lensa objektif. Penghitungan jumlah sel radang submukosa proventrikulus dan ventrikulus serta jumlah sel eksokrin pankreas yang aktif menggunakan perbesaran 40x lensa objektif. Persentase jumlah sel asinar yang aktif didapat

7 dengan membagi jumlah sel asinar yang aktif dengan jumlah seluruh sel eksokrin lalu dikali 100%.

Analisis Data

Data pengamatan histopatologi terhadap seluruh parameter penelitian dicari rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA) dalam perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System) produksi SAS Institute Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan secara umum terhadap daya hidup dan kesehatan DOC menunjukkan bahwa DOC cukup baik kualitasnya. Mulai minggu pertama hingga minggu kedua kematian berkisar antara 8 ekor dari 100 ekor DOC (8%). Kematian terjadi akibat trauma karena terinjak dan terjepit oleh sesama ayam, tidak ada yang menunjukkan akibat dari infeksi suatu penyakit. Maternal antibodi yang masih terdapat dalam tubuh ayam hingga minggu kedua merupakan salah satu faktor tidak ditemukannya kematian karena infeksi (Hamar et al. 2006). Perubahan Histopatologi pada Proventikulus

Berdasarkan pengamatan pada preparat histopatologi proventrikulus dalam penelitian ini, proventrikulus terdiri dari epitel penutup, submukosa, dan kelenjar (Gambar 1). Menurut Bacha LM dan Bacha WJ (2000), proventrikulus terdiri atas epitel penutup, mukosa, submukosa, dan kelenjar. Kelenjar pada proventrikulus menghasilkan pepsinogen dan HCl.

Gambar 1 Bagian proventrikulus yang diamati. Keterangan (1) epitel penutup, (2) submukosa, (3) kelenjar

1

2

3

7 dengan membagi jumlah sel asinar yang aktif dengan jumlah seluruh sel eksokrin lalu dikali 100%.

Analisis Data

Data pengamatan histopatologi terhadap seluruh parameter penelitian dicari rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA) dalam perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System) produksi SAS Institute Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan secara umum terhadap daya hidup dan kesehatan DOC menunjukkan bahwa DOC cukup baik kualitasnya. Mulai minggu pertama hingga minggu kedua kematian berkisar antara 8 ekor dari 100 ekor DOC (8%). Kematian terjadi akibat trauma karena terinjak dan terjepit oleh sesama ayam, tidak ada yang menunjukkan akibat dari infeksi suatu penyakit. Maternal antibodi yang masih terdapat dalam tubuh ayam hingga minggu kedua merupakan salah satu faktor tidak ditemukannya kematian karena infeksi (Hamar et al. 2006). Perubahan Histopatologi pada Proventikulus

Berdasarkan pengamatan pada preparat histopatologi proventrikulus dalam penelitian ini, proventrikulus terdiri dari epitel penutup, submukosa, dan kelenjar (Gambar 1). Menurut Bacha LM dan Bacha WJ (2000), proventrikulus terdiri atas epitel penutup, mukosa, submukosa, dan kelenjar. Kelenjar pada proventrikulus menghasilkan pepsinogen dan HCl.

Gambar 1 Bagian proventrikulus yang diamati. Keterangan (1) epitel penutup, (2) submukosa, (3) kelenjar

1

2

3

8

Hasil pengamatan proventrikulus dengan parameter diameter kelenjar, persentase keutuhan epitel, dan jumlah sel radang pada submukosa dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 2 Fotografi mikro diameter kelenjar proventrikulus (panah hitam)

dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Gambar 3 Fotografi mikro perbandingan epitel proventrikulus yang mengalami deskuamasi (panah merah) dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

A

A

B

A

B

C

9

Gambar 4 Fotografi mikro sel radang proventrikulus (panah merah) dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Tabel 2 Pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada proventrikulus ayam broiler dalam luas lapang pandang 20000 µm2

Parameter Minggu ke- Kelompok

K A B Diameter kelenjar (µm) 2 24.21 ± 0.02a 22.71 ± 1.81a 21.30 ± 0.58a 3 19.75 ± 1.91a 22.78 ± 0.95a 20.57 ± 0.34a 4 24.22 ± 1.67a 23.28 ± 1.54a 20.84 ± 0.63a 5 21.58 ± 0.05a 24.73 ± 0.92a 22.28 ± 1.18a 6 21.32 ± 2.52a 25.45 ± 3.59a 23.95 ± 0.10a Keutuhan epitel (%) 2 44.42 ± 21.22b 61.00 ± 7.37a 53.47 ± 3.46ab 3 51.62 ± 3.21b 62.21 ± 2.08a 52.10 ± 4.51b 4 49.61 ± 2.52ab 59.42 ± 8.00a 45.96 ± 3.06b 5 56.63 ± 5.69a 63.55 ± 15.53a 56.35 ± 8.19a 6 54.93 ± 19.22b 74.01 ± 9.02a 61.71 ± 15.18ab

Jumlah sel radang

2 1.39 ± 0.40b 2.67 ± 0.08ab 3.22 ± 0.11a

3 2.86 ± 0.58a 2.62 ± 0.29a 2.74 ± 0.58a

4 2.43 ± 0.50a 2.22 ± 0.18a 3.86 ± 0.15a

5 2.49 ± 0.51a 2.12 ± 0.42a 2.34 ± 0.47a

6 2.77 ± 0.57a 1.99 ± 0.39a 1.50 ± 0.46a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan nyata (p>0.05) pada hasil pengamatan diameter kelenjar namun pada persentase keutuhan epitel dan jumlah sel radang terdapat perbedaan nyata (p<0.05). Diameter kelenjar pada kelompok yang diberi jintan hitam cenderung meningkat dan memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok Kl. Jumlah keutuhan epitel di minggu ke-4 terdapat perbedaan nyata dengan jumlah tertinggi pada kelompok A. Keutuhan epitel pada kelompok yang diberi jintan hitam cenderung meningkat pada minggu ke-5 hingga ke-6 sedangkan kelompok

B

C

10

K memiliki keutuhan epitel yang tidak stabil. Jumlah sel radang pada minggu ke-2 memiliki perbedaan nyata dengan jumlah tertinggi pada kelompok yang diberi jintan hitam namun cenderung menurun dan lebih rendah dari kelompok K di minggu selanjutnya.

Perubahan Histopatologi pada Ventrikulus

Ventrikulus merupakan lambung pencernaan pada ayam yang berfungsi mencerna makanan secara mekanik. Parameter yang diamati adalah tebal koilin, tebal otot polos, dan jumlah sel radang submukosa (Gambar 5 dan Gambar 6). Hasil uji statistik pada ventrikulus dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 5 Fotografi mikro lapisan koilin (panah hitam) dan otot polos (panah merah) ventrikulus dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Gambar 6 Fotografi mikro sel radang submukosa ventrikulus (panah merah) dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Berdasarkan data pada Tabel 3, terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan pada tebal koilin di minggu ke-4 dan jumlah sel radang di minggu ke-5. Hasil uji statistik untuk tebal otot polos tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0.05) antar kelompok. Kelompok A memiliki tebal koilin lebih rendah daripada kelompok K pada minggu ke-4, namun lebih tinggi dari kelompok B. Tebal koilin dalam satu kelompok setiap minggunya memiliki tebal yang bervariasi sejalan dengan waktu. Jumlah sel radang pada minggu ke-5 untuk kelompok A memiliki jumlah yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya.

A

B

A

B

C

11 Tabel 3 Pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada

ventrikulus ayam broiler dalam luas lapang pandang 20000µm2

Parameter Minggu ke- Kelompok K A B Tebal lapisan koilin (µm) 2 254.23 ± 28.67a 281.57 ± 40.00a 291.60 ± 22.63a 3 230.57 ± 143.20a 239.13 ± 143.94a 263.74 ± 19.43a 4 399.45 ± 164.80a 327.20 ± 40.51ab 322.87 ± 128.67b 5 300.58 ± 173.84a 357.06 ± 206.15a 423.50 ± 244.51a 6 359.70 ± 210.30a 306.58 ± 187.44a 346.70 ± 79.88a

Tebal otot polos (µm) 2 1117.05 ± 127.27a 1206.05 ± 261.53a 1212.77 ± 145.67a 3 1156.78 ± 396.10a 994.36 ± 104.92a 1175.62 ± 135.42a 4 1490.43 ± 128.19a 923.47 ± 142.26a 1781.64 ± 795.48a 5 1067.30 ± 227.68a 1281.04 ± 227.32a 958.39 ± 553.33a 6 1379.05 ± 591.58a 1370.15 ± 277.92a 1144.96 ± 248.46a

Jumlah sel radang

2 2.5 ± 0.21a 1.5 ± 0.31a 2.0 ± 0.14a

3 1.9 ± 0.29a 0.7 ± 0.46a 1.6 ± 0.27a

4 2.3 ± 0.27a 1.4 ± 0.17a 1.8 ± 0.25a

5 1.8 ± 0.21ab 0.7 ± 0.31b 2.8 ± 0.59a

6 1.7 ± 0.27a 1.6 ± 0.44a 2.6 ± 0.35a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok.

Perubahan Histopatologi pada Duodenum

Secara makroskopis usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Ketiga bagian ini pada dasarnya mempunyai struktur histologi yang hampir sama. Lapisan-lapisan penyusun dinding usus halus mulai dari dalam ke luar lumen usus terdiri dari tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa (Frappier 2006). Hasil pengamatan histopatologi duodenum dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4

12

Gambar 7 Fotografi mikro erosi epitel (panah hitam) dan vili duodenum (panah merah) dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B; Perbesaran kuat erosi epitel (D) kelompok K, (E) kelompok A, (F) kelompok B

Gambar 8 Fotografi mikro kripta duodenum (panah merah) dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B Berdasarkan Tabel 4 terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok pada jumlah kripta, keutuhan epitel, jumlah vili, dan luas vili. Jumlah keutuhan epitel memiliki perbedaan nyata (p<0.05) pada minggu ke-5 Kelompok A memiliki jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok K, namun lebih tinggi dari kelompok B. Jumlah vili memiliki perbedaan nyata (p<0.05) pada minggu ke-5. Kelompok yang diberi jintan hitam lebih tinggi dibandingkan

A B C

A

B

C

13 dengan kelompok kontrol. Luas vili pada kelompok K bila dibandingkan dengan rata-rata kelompok A dan B memiliki nilai tertinggi di minggu ke-2, namun di minggu ke-3 hingga minggu ke-5 memiliki nilai paling rendah. Rataan luas vili pada minggu ke-6, kelompok B memiliki nilai paling tinggi, sedangkan kelompok A memiliki nilai paling rendah. Jumlah kripta pada minggu ke-2 perlakuan memiliki perbedaan nyata, kelompok A memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok B namun lebih rendah dari kelompok K. Jumlah kripta pada kelompok A dan B memiliki kecenderungan meningkat namun pada kelompok K cenderung tidak stabil.

Tabel 4 Pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada duodenum ayam broiler dalam luas lapang pandang 20000µm2

Parameter Minggu ke- Kelompok

K A B Keutuhan epitel (%) 2 59.4 ± 19.3a 85.8 ± 6.0a 41.1 ± 8.8a 3 90.4 ± 53.1a 77.2 ± 31.2a 86.4 ± 17.1a 4 90.4 ± 63.9a 85.3 ± 17.9a 99.1 ± 1.6a 5 100.0 ± 57.7b 87.7 ± 15.4a 79.1 ± 25.2ab 6 63.6 ± 21.4a 65.6 ± 38.0a 92.4 ± 4.7a Jumlah vili 2 6.6 ± 0.6a 5.2 ± 1.7a 4.6 ± 2.9a 3 3.8 ± 3.1a 4.5 ± 1.3a 4.4 ± 1.5a 4 5.5 ± 3.5a 4.3 ± 1.0a 4.0 ± 2.1a 5 4.3 ± 2.3b 4.5 ± 0.6a 5.7 ± 0.6a 6 6.7 ± 0.6a 6.4 ± 3.8a 4.0 ± 0.6a Luas vili (µm2) 2 22.2 ± 1.2a 18.9 ± 5.6a 14.9 ± 12.0a 3 15.6 ± 12.6a 23.5 ± 0.2a 23.1 ± 2.1a 4 7.4 ± 0.8b 22.5 ± 0.9a 23.8 ± 4.3a 5 9.3 ± 0.9a 22.9 ± 1.9a 22.9 ± 0.7a 6 21.3 ± 3.1a 15.2 ± 12.5a 23.2 ± 0.7a Jumlah kripta 2 128.7 ± 16.1a 164.3 ± 45.2a 117.7 ± 27.0a 3 277.3 ± 77.4a 192.0 ± 63.7a 152.0 ± 117.2a 4 264.0 ± 152.0a 197.0 ± 39.6b 177.0 ± 31.6c 5 156.0 ± 109.8a 202.0 ± 58.7a 198.0 ± 36.7a 6 250.0 ± 63.2a 202.3 ± 57.8a 250.0 ± 32.5a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05) antar kelompok.

Perubahan Histopatologi pada Pankreas

Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokrin berkaitan dengan enzim-enzim pencernaan sedangkan fungsi endokrin berkaitan dengan sekresi hormon metabolik (Utama 1998). Parameter pengamatan histopatologi pankreas terdiri dari dua bagian, yaitu luas pulau langerhans dan jumlah sel asinar yang aktif. Hasil pengamatan sel asinar aktif dan luas pulau langerhans dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10 serta uji statistik pada Tabel 5.

14

Gambar 9 Fotografi mikro sel asinar aktif (panah hitam) pankreas dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Gambar 10 Fotografi mikro pulau langerhans (panah hitam) pankreas dengan pewarnaan HE. Keterangan (A) kelompok K, (B) kelompok A, (C) kelompok B

Tabel 5 Pengaruh pemberian ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada pankreas ayam broiler dalam luas lapang pandang 20000 µm2

Parameter Minggu ke- Kelompok

K A B Luas pulau

Dokumen terkait