• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Obat

- Rumus struktur : - Rumus molekul : C43H58N4O12.26

- Nama kimia : 5,6,9,17,19,21-Heksahidroksi-23-metoksi 2,4,12,16,18, 20, 22- heptametil-8- [N-(4-metil-1-piperazinil) formimidoil] - 2,7 (epoksipentadeka [1,11,13]trienimino]nafto[2,1-b]furan-1,11-(2H)-dion 21-asetat [13292-46-1].26

- Berat molekul : 823.26

- Pemerian : Serbuk hablur, coklat merah.26

- Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, larut dalam etil asetat dan dalam metanol.26

- pH sediaan : 4,5-6,5 pada sediaan suspensi 10 gram/liter dalam air bebas CO2..26

- Farmakologi :

Antibiotik ini adalah derivat semisintetis dari rifamisin B yang dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin bersifat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobacterium leprae, baik yang berada di luar maupun di dalam sel. Obat ini mematikan kuman yang dorman selama fase pembelahan yang singkat. Maka, obat ini sangat penting untuk membasmi semua basil guna mencegah kambuhnya TBC.

Rifampisin juga aktif terhadap kuman positif dan kuman gram-negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu.

Resorpsinya di usus sangat tinggi, distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh juga baik. Plasma t1/2 nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam dan meningkat bila ada gangguan fungsi hati. Di lain pihak, masa paruh ini akan turun pada pasien yang bersamaan waktu menggunakan isoniazid. Dalam hati terjadi deasetilasi dengan terbentuknya metabolit-metabolit dengan kegiatan antibakteri. Ekskresinya melalui empedu.27

- Efek samping :

Menimbulkan warna oranye yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata dan lensa mata. Efek samping yang sering terjadi termasuk kulit kemerahan, trombositopenia, nefritis dan gangguan fungs hati.27

- Dosis :

Oral 1 dd 450-600 mg sekaligus pagi hari sebelum makan, selalu diberikan dalam kombinasi dengan isoniazid 300 mg dan untuk 2 bulan pertama ditambah pula dengan 1,5-2 g pirazinamid setiap hari.27 Dosis rifampisin yang digunakan untuk pengujian resistensi tuberkulosis secara in vitro adalah berkisar antara 2,5 – 10 ppm.7

2.7.2. Streptomisin

- Rumus struktur :

- Rumus molekul : (C21H39N7O12)2,3H2SO4.26

- Nama kimia : bis[N,N¢-bis(aminoiminomethyl)-4-O-[5-deoxy-2-O -[2-deoxy-2-(methylamino)-a-L-glucopyranosyl]-3-C

-formyl-a-L-lyxofuranosyl]-D-streptamine] trisulphate.26 - Berat molekul : 1457.26

- Pemerian : Serbuk berwarna putih atau keputihan.26

- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut etanol.26

- pH sediaan : pH larutan berkisar 4,5-7,0.26

- Farmakologi :

Antibiotik ini merupakan antibiotik yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosida. Antibiotik golongan ini secara umum digunakan untuk melawan bakteri enterik gram negatif, termasuk tuberkulosis. Streptomisin aktif terutama melawan basil tuberkulosis ektraseluler. Aminoglikosida bertindak sebagai inhibitor irreversibel terhadap sintesis protein. Streptomisin masuk ke dalam sel melalui difusi pasif lewat pori-pori dari membran terluar. Obat kemudian diteruskan melalui membran ke dalam sitoplasma melalui proses oxygen-dependent. Tranport ke dalam sel dapat ditingkatkan dengan penambahan senyawa yang aktif terhadap dinding sel bakteri misalnya penisilin atau vankomisin.

Di dalam sel, streptomisin mengikat secara spesifik protein ribosom subunit-30S. Proses inhibisi sintesis protein dapat dilakukan dengan tiga cara:

1. Berinteraksi dengan kompleks inisiasi bentuk peptida.

2. Kesalahan pembacaan mRNA yang menyebabkan kesalahan pembentukan asam amino, berakibat pada ketidakberfungsian protein atau protein yang toksik.

3. Pemutusan polysome menjadi monosome yang tidak berfungsi, efek ini secara umum bersifat irreversibel dan menyebabkan kematian sel.27 - Efek samping :

Streptomisin bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Vertigo dan gangguan pendengaran adalah efek samping yang sering terjadi dan dapat bersifat permanen. Efek samping meningkat terutama untuk pasien lanjut usia.27

- Dosis :

Dosis streptomisin untuk penyakit tuberkulosis adalah 15 mg/kgBB/hari secara intramuskular. Dosis untuk pemberian intra vena pada orang dewasa (20-40 mg/kgBB/hari) dan tidak melebihi 1-1,5 gram untuk anak-anak, diberikan selama beberapa minggu, dilanjutkan dengan 1-1,5 gram dua sampai tiga kali

seminggu selama beberapa bulan. Dosis streptomisin harus disesuaikan dengan fungsi ginjal. Sebisa mungkin terapi streptomisin tidak lebih dari 6 bulan.

Secara in vitro, kebanyakan basil tuberkulosis akan dihambat dengan streptomisin pada dosis 1-10 ppm. Rata-rata, satu dari 108 basil tuberkulosis dapat menjadi resisten terhadap streptomisin pada dosis 10-100 ppm.27

2.7.3. Pirazinamid

- Rumus struktur :

- Rumus molekul : C5H5N3O.26

- Nama kimia : pyrazine-2-carboxamide.26 - Berat molekul : 123,1.26

- Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga praktis putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau.26

- Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam alkohol dan metil klorida.26

- pH sediaan : Pirazinamid tidak aktif pada pH netral, tetapi pada pH 5,5 dapat menghambat basil tuberkulosis dan beberapa mikobakterium lainnya.26

- Farmakologi :

Pirazinamid (PZA) merupakan golongan nikotinamid, stabil dan sukar larut di dalam air. Pirazinamid tidak aktif pada pH netral, tetapi pada pH 5,5 dapat menghambat basil tuberkulosis dan beberapa mikobakterium lainnya pada konsentrasi sekitar 20 ppm. Obat akan ditangkap oleh makrofag dan menimbulkan aktivitasnya melawan mikobakteria yang berada pada lingkungan asam pada lisosom. Pirazinamid diubah menjadi asam pirazinoik, yaitu suatu bentuk aktif obat yang diaktifkan oleh pirazinamidase mikobakterium dan dikoding oleh pncA.

Pirazinamid diserap dengan baik dalam saluran gastrointestinal dan secara luas didistribusikan ke jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang yang mengalami peradangan. Waktu paruh pirazinamid adalah 8-11 jam. Komponen induknya dimetabolisme di hati, tetapi metabolitnya dikeluarkan

melalui ginjal. Pirazinamid adalah obat anti tuberkulosis lini pertama yang dikonjugasikan bersama isoniasid dan rifampisin dalam pengobatan jangka pendek (umumnya 6 bulan) sebagai regimen sterilizing agent melawan organisme intraseluler yang dapat menyebabkan kekambuhan. Basil tuberkulosis dapat menjadi resisten terhadap pirazinamid, tetapi tidak ditemukan resistensi silang terhadap isoniasid atau obat antituberkulosis lainya.27

- Efek samping :

Efek yang umum terjadi pada penggunaan pirazinamid adalah mual, muntah, deman karena obat, hiperurisemia dan hepatotoksisitas (1-5% pasien). Efek samping lain yang muncul pada dasarnya bukan menjadi alasan untuk menghentikan pengobatan. Hiperurisemia dapat memicu arthritis gout akut.27

- Dosis :

Konsentrasi serum sebanyak 30-50 ppm selama 1-2 jam setelah pemberian oral diperoleh pada dosis 25 mg/kgBB/hari. Pirazinamid harus diberikan 25-35 mg/kgBB tiga kali seminggu (bukan harian) pada pasien dengan hemodialisa dan bagi orang-orang yang memiliki kreatinin klirens kurang dari 30 ml/menit. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, dosis pirazinamid yang digunakan adalah 40-50 mg/kgBB tiga kali setiap minggunya.27 Dosis pirazinamid yang digunakan untuk pengujian resistensi tuberkulosis secara in vitro berkisar pada 6,25-50 ppm.7

2.7.4. Isoniasid

- Rumus struktur :

- Rumus molekul : C3H7N3O.26

- Nama kimia : Pyridine-4-carbohydrazide.26 - Berat molekul : 137,1.26

- Pemerian : Serbuk kristal atau kristal tak berwarna, putih atau hampir putih.26

- Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut sebagian dalam alkohol.26 - pH sediaan : 6,0-8,0.26

- Farmakologi :

Isoniasid (INH) adalah obat yang paling aktif digunakan dalam pengobatan tuberkulosis yang disebabkan strain tuberkulosis yang rentan. Secara in vitro, isoniasid menghambat pertumbuhan basil pada konsentrasi 0,2 ppm atau lebih rendah dari itu. Isoniasid aktif melawan basil tuberkulosis yang sedang tumbuh. Isoniasid kurang efektif melawan spesies mikobakterium atipikal. Isoniasid mempenetrasi ke dalam makrofag dan aktif melawan baik organisme intraseluler dan ekstraseluler.

Isoniasid menghambat sintesis asam mikolat, di mana merupakan komponen esensial dari dinding sel mikobakterium. Isoniasid adalah prodrug yang diaktifkan oleh KatG, yaitu suatu mikobakterial katalase-peroksidase. Bentuk aktif dari isoniasid merupakan kompleks kovalen dengan suatu asil pembawa protein (AcpM) dan KasA, suatu beta-ketoasil pembawa protein sintetase, yang memblok sintesis asam mikolat dan membunuh sel.

Isoniasid dapat secara langsung diabsorpsi ke dalam saluran gastrointestinal. Isoniasid berdifusi dengan bebas ke seluruh cairan tubuh dan jaringan. Konsentrasi di dalam sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal berkisar antara 20% dan 100% pada konsentrasi serum secara simultan.

Metabolisme isoniasid terjadi terutama pada proses asetilasi di dalam hati oleh N-asetiltransferase. Konsentrasi plasma rata-rata dari isoniasid pada asetilator cepat yaitu sekitar 1/3 sampai 1/2 pada asetilator lambat. Waktu paruh rata-rata isoniasid kurang dari satu jam dan tiga jam, berturut-turut. Klirens yang lebih cepat terhadap isoniasid yang disebabkan oleh asetilator cepat umumnya tidak memiliki konsekuensi terapetik ketika dosis yang sesuai telah diberikan setiap harinya, tetapi konsentrasi subterapi dapat muncul bila obat diberikan sekali seminggu atau jika terjadi malabsorbsi.

Metabolit isoniasid dan sebagian kecil dari obat yang tidak berubah dieksresikan terutama melalui urin. Dosis isoniasid tidak perlu disesuaikan untuk pasien dengan gagal ginjal. Pengaturan dosis untuk pasien dengan gangguan hati belum dapat ditentukan dengan pasti (isoniasid dikontraindikasikan untuk pasien hepatitis).27

- Efek samping :

Demam dan ruam kulit adalah hal yang sering terjadi. Efek merugikan yang dapat diakibatkan oleh penggunaan isoniasid adalah lupus eritema, hepatotoksisitas, dan gangguan saraf. Efek lain yang dapat terjadi antara lain hilangnya nafsu makan, mual, muntah, penyakit kuning dan bahkan kematian apabila obat tidak digunakan dengan benar.27

- Dosis :

300 mg dosis oral (5 mg/kgBB pada anak-anak) akan mencapai konsentrasi plasma puncak pada 3-5 ppm dalam 1-2 jam. Dosis isoniasid yang umum digunakan adalah 5 mg/kgBB/hari; dosis dewasa biasanya diberikan sebanyak 300 mg setiap hari. Sampai 10 mg/kgBB/hari dapat diberikan pada infeksi yang serius atau jika terjadi masalah malabsorbsi. Dosis 15 mg/kgBB atau 900 mg dapat digunakan dua kali seminggu dengan kombinasi antituberkulosis lainnya (misalnya rifampisin 600 mg). Piridoksin, 25-50 mg/hari direkomendasikan pada orang-orang yang cenderung mengalami neuropathy, yaitu efek yang tidak diinginkan dari penggunaan isoniasid. Isoniasid biasanya diberikan secara oral tapi dapat juga diberikan secara parenteral dengan dosis yang sama. Isoniasid sebagai pengobatan tunggal juga diindikasikan pada tuberkulosis laten. Dosis yang digunakan adalah 300 mg/hari (5 mg/kgBB/hari) atau 900 mg dua kali per minggu selama 9 bulan.27 Dosis isoniasid yang digunakan untuk pengujian resistensi tubekulosis secara in vitro berkisar pada 0,02-0,2 ppm.7

2.7.5. Etambutol

- Rumus struktur :

- Rumus molekul : C10H26Cl2N2O2.26

- Nama kimia : (2S,2’S) - 2,2’- (ethylenediimino)dibutan -1- ol dihydrochloride.26

- Berat molekul : 277,2.26

- Pemerian : Serbuk kristal, putih atau hampir putih, higroskopis.26 - Kelarutan : Mudah larut air, larut dalam etanol 96%.26

- pH sediaan : 3,7-4,0 pada sediaan 0,2 gram dalam 10 ml air bebas CO2.26

- Farmakologi :

Strain Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteri lainnya dihambat secara in vitro oleh etambutol pada dosis 1-5 ppm. Etambutol menghambat arabinosiltransferase yang dimiliki mikobakteri, di mana dikoding oleh operon

embCAB. Arabinosiltransferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, suatu komponen esensial dalam pembentukan dinding sel.

Etambutol diabsorbsi dengan baik di dalam usus. Sekitar 20% obat dieksresikan dalam feses dan 50% dalam urin dalam bentuk yang tidak berubah. Etambutol terakumulasi pada pasien gagal ginjal, sehingga dosis harus dikurangi setengahnya jika kreatinin klirens kurang dari 10 ml/menit. Etambutol melewati penghalang darah-otak hanya jika terjadi inflamasi di daerah sumsum tulang. Konsentrasi dalam cairan serebrospinal bervariasi, berkisar antara 4% hingga 64% konsentrasi serum pada kasus inflamasi meningitis.27

- Efek samping :

Hipersensitifitas etambutol jarang terjadi. Efek merugikan yang sering terjadi adalah neuritis retrobulbar yang mengakibatkan kehilangan kemampuan penglihatan dan kebutaan warna merah-hijau. Dosis yang berhubungan dengan kemunculan efek samping sepertinya terjadi pada dosis 25 mg/kgBB/hari yang berlanjut selama beberapa bulan. Pada 15 mg/kgBB/hari atau lebih rendah, gangguan penglihatan jarang terjadi. Pengujian penglihatan perlu dilakukan pada pasien yang diberikan etambutol dengan dosis 25 mg/kgBB/hari. Etambutol dikontraindikasikan pada anak-anak yang tidak dianjurkan penggunaannya oleh tenaga medis disebabkan gangguan penglihatan dan buta warna merah-hijau.27

- Dosis :

Setelah pemberian 25 mg/kgBB, konsentrasi puncak 2-5 ppm dicapai dalam 2-4 jam. Etambutol hidroklorida digunakan pada dosis 15-25 mg/kgBB biasanya sebagai dosis tunggal setiap hari dalam kombinasi dengan isoniasid atau rifampisin. Dosis yang lebih tinggi direkomendasikan pada pengobatan tuberkulosis meningitis. Dosis etambutol 50 mg/kgBB diberikan dua kali

setiap minggu pada kondisi tertentu.27 Dosis etambutol yang digunakan pada pengujian resistensi tuberkulosis secara in vitro berkisar pada 0,5-2 ppm.7

Dokumen terkait