• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bayam

Bayam merupakan salah satu jenis sayuran daun yang banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Total luas panen bayam di Indonesia pada tahun 1992 mencapai 34 600 hektar atau menempati urutan ke-11 dari 18 jenis sayuran komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan oleh Indonesia. (Hadisoeganda, 1996). Produksi bayam di Indonesia secara umum meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Produksi Bayam di Indonesia Tahun 2000 – 2010 (Badan Pusat

Statistik, 2010)

Peningkatan produksi bayam tersebut diduga disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi sayuran. Bayam dapat menjadi sumber protein yang baik dan murah bagi para penduduk di daerah tropika, sub tropika, dan iklim sedang. Selain itu, tanaman bayam juga mengandung pro vitamin A, vitamin C, zat besi, tiamin, riboflavin,

dan serat dalam jumlah yang cukup besar (Edmond et al., 1977)

Bayam merupakan tanaman setahun, monoecious, dan berumur pendek. Meskipun sistem perakaran bayam umumnya jarang, tetapi karena bayam merupakan tanaman C4, bayam toleran terhadap suhu tinggi dan kekeringan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Tanaman bayam yang memiliki siklus hidup yang relatif singkat ini mampu menghasilkan biji dalam jumlah banyak berukuran kecil sehingga daya sebarnya luas (Hadisoeganda, 1996).

65.72 64.36 71.01 109.42 107.74 123.79 149.44 155.86 163.82 173.75 152.33 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 P ro d u k si B ay am ( 0 0 0 T o n ) Tahun

Tanaman yang termasuk genus Amaranthus ini memiliki spesies yang sangat bervariasi. Secara umum bayam dibagi dua yaitu bayam liar dan bayam budidaya.

Bayam liar yang dikenal adalah bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dan bayam

tanah (Amaranthus blitum L.) (Fattah, 2008). Terdapat dua macam bayam yang

biasa dibudidayakan, yaitu bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) dan bayam

petik (Amaranthus hybridus L.) (Supriati et al., 2008).

Budidaya Bayam

Di daerah tropis seperti Indonesia bayam dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanah subur dengan aerasi dan drainase yang baik serta

ber pH 6 – 7 sangat mendukung pertumbuhan bayam. Curah hujan sekitar 1 500

mm/tahun, suhu udara 16 – 20 °C, dan kelembaban udara antara 40 – 60 %

merupakan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan bayam (Hadisoeganda, 1996). Populasi bayam menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) umumnya berkisar

50 tanaman/m2, sedangkan menurut Rukmana (2005) berkisar 25 tanaman/m2.

Varietas bayam yang biasa digunakan oleh para petani adalah Giti Hijau dengan produktivitas 5.6 ton/ha (Rukmana, 2005).

Bayam biasanya diperbanyak secara generatif melalui bijinya. Biji bayam ditanam secara alur ataupun disebar, sekitar 20 - 30 hari kemudian dijarangkan, dan kelebihan bibit digunakan untuk pindah tanam atau dikonsumsi sebagai sayuran hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Susila (2006), selain ditanam di alur bayam juga bisa ditanam dengan cara disebar, benih bayam yang disebar terlebih dahulu dicampur abu dengan perbandingan benih : abu adalah 1 : 10.

Menurut Susila (2006), pada saat pengolahan tanah untuk tanaman bayam diperlukan pupuk anorganik yaitu Urea 56 kg (25.2 kg N), SP-36 250 kg (90 kg

P2O5, dan KCl 90 kg (54 kg K2O) per ha per musim. Saat tanaman sudah berumur

3 minggu pemupukan dapat dilakukan kembali, yaitu pemberian Urea (45 % N)

dan KCl (60 % K2O) dengan dosis yang sama seperti pada saat pengolahan tanah.

Penyakit yang biasa menyerang tanaman bayam adalah penyakit lodoh (mati

bibit/damping off) disebabkan oleh Phytium sp., bercak daun disebabkan oleh

6 penggerek dan nematoda juga merupakan penyebab kerusakan tanaman bayam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Hidroponik

Hidroponik diartikan sebagai cara menumbuhkan tanaman tanpa

menggunakan tanah tetapi menggunakan media inert, seperti kerikil, pasir, gambut, vermiculite, dan serbuk gergaji, yang diberi tambahan nutrisi yang mengandung seluruh unsur esensial yang dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal (Resh, 2004).

Tanaman yang biasa dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman hortikultura seperti tanaman hias, tanaman sayuran, dan tanaman buah. Golongan

tanaman hias antara lain Philodendron, Dracaena, Aglaonema, dan Spatyphilum.

Golongan sayuran yaitu paprika, tomat, mentimun, selada, sawi, kangkung, dan bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat dibudidayakan secara hidroponik antara lain melon, jambu air, kedondong Bangkok, dan belimbing (Prihmantoro dan Indriani, 1998).

Hidroponik adalah salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas tanaman (Wijayani dan Widodo, 2005). Budidaya tanaman dengan cara hidroponik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya tanaman secara konvensional dengan media tanah. Menurut Lingga (1985) beberapa keuntungan hidroponik adalah sebagai berikut: (1) produksi tanaman lebih tinggi, (2) tanaman lebih terjamin bebas dari serangan hama dan penyakit, (3) pemakaian pupuk lebih hemat, (4) proses penyulaman lebih mudah, (5) tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, (6) budidaya tanaman tidak bergantung iklim, dan (7) lebih efisien karena dapat dilakukan di lahan yang sempit.

Berdasarkan jenis medianya hidroponik ada tiga macam yaitu, kultur air, kultur pasir, dan kultur bahan porous seperti kerikil dan pecahan genting ( Lingga,

1985). Karsono (2008) menyatakan terdapat enam tipe dasar dari sistem

hidroponik, yaitu wick system (sistem sumbu), water culture (kultur air), nutrient

film technique (NFT), aeroponic, ebb and flow (flood and drain), drip irrigation

1. Wick System (Sistem Sumbu)

Sistem sumbu adalah sistem yang sederhana yang bersifat pasif. Pasif berarti tidak ada sistem yang bergerak. Larutan nutrisi diserap oleh sumbu menuju media tanam. Media tanam yang digunakan sangat beragam, di antaranya: perlite, vermiculite, sabut kelapa, arang sekam, dan pasir. Hidroponik sistem sumbu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hidroponik Sistem Sumbu (Karsono, 2008)

2. Water Culture (Kultur Air)

Kultur air juga termasuk sistem hidroponik yang pasif. Tanaman biasanya

ditopang menggunakan styrofoam dan mengambang langsung di larutan

nutrisi. Sebuah aerator juga dipasang untuk menyediakan oksigen bagi akar tanaman. Sistem kultur air sangat cocok untuk tanaman yang cepat

pertumbuhannya dan sangat suka akan air seperti lettuce. Hidroponik kultur

air dapat dilihat pada Gambar 3.

8

3. Nutrient Film Technique (NFT)

Pada sistem NFT larutan nutrisi dipompa ke dalam tempat penanaman dan mengaliri akar-akar tanaman, larutan nutrisi kemudian kembali ke dalam

reservoir. Sistem NFT memiliki peredaran larutan nutrisi yang konstan,

sehingga tidak diperlukan timer dalam memompa air. Air terus mengalir

karena wadah tanaman dibuat dalam keadaan miring. Sistem NFT sangat rentan jika listrik mati dan kegagalan pompa terjadi. Akar tanaman akan mengering ketika peredaran larutan nutrisi terganggu. Hidroponik sistem NFT dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hidroponik Sistem NFT (Karsono, 2008)

4. Aeroponic

Sistem aeroponic adalah sistem dengan teknologi yang tinggi. Media

tanamnya adalah udara. Akar tanaman menggantung di udara dan diembuni dengan larutan nutrisi. Pengembunan biasanya dilakukan setiap beberapa

menit sehingga diperlukan timer untuk pengaturannya. Jika proses

pengembunan terganggu akar tanaman dapat cepat mengering seperti pada

sistem NFT.Hidroponik aeroponic dapat dilihat pada Gambar 5.

5. Ebb and Flow atau Flood and Drain (Sistem Pasang Surut)

Sistem Ebb and Flow atau juga disebut sistem pasang surut. Sistem ini bekerja

dengan membanjiri tempat penanaman dengan larutan nutrisi dan kemudian

mengeringkan larutan tersebut kembali ke wadahnya (reservoir). Sistem

pasang surut menggunakan pompa yang dihubungkan dengan timer. Timer

digunakan untuk mengatur kapan air membanjiri tempat penanaman dan air

surut dari tempat penanaman. Hidroponik Ebb and Flow dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Hidroponik Sistem Pasang Surut (Karsono, 2008)

6. Drip System (Irigasi Tetes)

Sistem irigasi tetes merupakan sistem yang paling banyak digunakan. Timer

akan menggerakkan pompa dan larutan nutrisi akan menetes ke dasar dari

setiap tanaman dengan garis tetesan yang kecil. Pada sistem tertutup (recovery

drip), larutan nutrisi yang berlebih diserap kembali ke dalam reservoir untuk

digunakan kembali. Pada sistem terbuka (non recovery drip) larutan nutrisi

yang berlebihan akan dibuang, sehingga pemakaian air pada sistem tertutup lebih efisien. Pada sistem terbuka dibutuhkan timer yang akurat sehingga air yang diberikan tidak berlebihan. Hidroponik irigasi tetes dapat dilihat pada Gambar 7.

10

Populasi Tanaman

Populasi tanaman adalah jumlah satu jenis individu tanaman pada suatu areal dengan luas tertentu. Menurut Jumin (2005), kepadatan populasi bergantung pada jarak tanam, banyaknya benih tiap lubang, daya kecambah, kekuatan tumbuh benih, dan faktor-faktor luar yang dapat menimbulkan kematian pada tanaman. Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu produksi maksimum.

Menurut Harjadi (1996) jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan zat hara, sehingga akan mempengaruhi hasil. Populasi yang lebih besar juga akan mengefisienkan penggunaan pupuk karena tercapainya keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi per satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi yang tinggi pula, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Akan tetapi pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan cahaya dan faktor-faktor tumbuh lainnya.

Pada penelitian Wijaya (2006), jumlah benih yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun, diameter batang daun, bobot segar, dan bobot segar per tanaman per petak pada tanaman bayam. Bobot segar per

tanaman per petak tertinggi diperoleh pada perlakuan jumlah benih 300 benih/m2

yaitu sebesar 2.86 kg. Berdasarkan penelitian Hadie (1985), semakin kecil populasi tanaman jagung per hektar maka makin rendah tinggi tanaman, ILD, dan jumlah biji tiap tongkolnya. Akan tetapi, populasi yang kecil per hektar akan menghasilkan bobot 1 000 biji pipilan kering yang lebih besar.

Konsumsi air

Menurut Gardner et al. (1991), pada tanaman air berfungsi sebagai: (1) pelarut

dan medium untuk reaksi kimia seperti fotosintesis dan proses hidrolisis, (2) medium untuk transportasi zat terlarut organik dan anorganik, (3) memberikan turgor pada sel tanaman, (4) hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul-molekul koloid, dan (5) proses evaporasi untuk mendinginkan tanaman.

Konsumsi air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (Hedi, 2010).

Evapotranspirasi terdiri atas dua proses yaitu evaporasi dan transpirasi. Jumlah

evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan, dan faktor lainnya. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman bergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan pertumbuhan, serta tipe daun (Satar, 2010). Menurut Sintia (2008) beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi air pada tanaman adalah jenis, bentuk, dan umur tanaman, lokasi dan kondisi sekitar tanaman, jenis media tanam, musim, dan ukuran pot.

(1) Jenis, Bentuk, dan Umur Tanaman

Beberapa jenis tanaman berdasarkan konsumsi airnya adalah tanaman yang perlu air dalam jumlah banyak, tanaman yang perlu air dalam jumlah sedang, dan tanaman yang perlu air dalam jumlah yang sedikit. Bentuk daun juga harus diperhatikan, jika daun besar dan tipis maka tidak tahan pada kondisi kering karena proses transpirasi yang tinggi, dan jika pada daun terdapat lapisan lilin maka tanaman tahan pada kondisi kering karena proses tranpirasi tertahan dengan lapisan lilin tersebut.

(2) Lokasi dan Kondisi Sekitar Tanaman

Tanaman yang ditanam di bawah naungan akan berbeda konsumsi airnya dengan tanaman yang ditanam langsung terkena sinar matahari.

(3) Jenis Media Tanam

Media adalah tempat menopangnya tanaman dan merupakan material yang langsung bersentuhan dengan akar. Oleh karena itu, penting mengetahui sifat media terhadap daya pegang air. Media tanam yang digunakan harus sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam.

(4) Musim

Saat musim kemarau tentunya tanaman lebih banyak membutuhkan air dibandingkan saat musim hujan.

12

(5) Ukuran Pot

Hal ini terkait dengan kelembaban media dalam pot. Pot kecil akan mempunyai tingkat kelembaban yang lebih kecil jika dibandingkan dengan media pada pot yang besar. Pot besar juga mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan akar tanaman. Banyaknya ruang yang tersedia dapat memberikan ruang yang cukup untuk bernafasnya akar, sehingga akar optimum untuk menyerap air.

Gandakoesoemah (1975) menyatakan ada empat cara penetapan kesatuan untuk menyatakan konsumsi air pada suatu kesatuan luas, yaitu: (1) menurut tinggi air yang dibutuhkan untuk sebidang tanah yang ditanami (banyaknya air = tinggi air x luas lahan), (2) volume air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk

sekali penyiraman atau untuk selama pertumbuhannya (m3/ha), (3) kesatuan

pengaliran air yaitu kesatuan volume dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk kesatuan luas (liter/detik/hektar), dan (4) menentukan luas tanaman yang dapat diairi oleh pengaliran air yang banyaknya tertentu (duty of water)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih bayam varietas Amaranth 936 white leaf,

pupuk NPK Mutiara (16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 % CaO, dan 1 % MgO)

serta media tanam berupa kerikil (split) jenis screening. Alat yang digunakan

adalah hydroponic kit yang terdiri atas pot plastik dangkal dan botol air mineral

bekas, oven, neraca, gelas ukur, penggaris, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua percobaan yaitu percobaan mengenai studi populasi tanaman terhadap produktivitas dan studi populasi tanaman terhadap konsumsi air tanaman bayam. Rancangan percobaan yang digunakan pada kedua percobaan ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor dan tiga ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu jumlah bibit per lubang tanam (populasi tanaman). Jumlah bibit yang digunakan adalah satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit per lubang tanam, sehingga terdapat 12 satuan percobaan yang terdapat pada masing-masing percobaan. Bagan acak perlakuan di lapangan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) sebagai berikut:

Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j

µ = Rataan umum

14 βj = Pengaruh perlakuan jumlah bibit ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata pada uji F taraf α 5 %,

maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Pada budidaya tanaman bayam dengan teknik hidroponik terdapat dua tahap yaitu persemaian dan pembesaran. Kegiatan persemaian dan pembesaran

dilakukan di dalam greenhouse sederhana piggy back system. Konsentrasi pupuk

yang digunakan yaitu 3 g NPK Mutiara (16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 %

CaO, dan 1 % MgO) per liter air.

Persiapan Alat dan Bahan

Untuk percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas, alat dan

bahan berupa kerikil (split) jenis screening untuk media tanam, pupuk NPK

Mutiara(16 % N, 16 % P2O5, 16 % K2O, 5 % CaO, dan 1 % MgO), benih bayam

varietas Amaranth 936 white leaf, alat tulis, dan alat ukur. Sedangkan untuk

percobaan studi populasi tanaman terhadap konsumsi air tanaman bayam, alat dan bahan yang digunakan berupa pot plastik dangkal, botol air mineral bekas, kerikil untuk media tanam, benih bayam, pupuk NPK Mutiara, alat tulis, dan alat ukur. Kerikil, pupuk NPK, dan benih bayam disediakan oleh Parung Farm, sedangkan pot plastik, botol air mineral bekas, alat tulis, dan alat ukur disediakan sendiri oleh penulis.

Persemaian

Persemaian dilakukan di greenhouse model terowongan yang dinaungi plastik

UV 15%. Benih bayam disemai di bedengan berukuran 10 m x 2 m dengan media kerikil selama kurang lebih 14 hari. Konstruksi bedeng terdiri atas lapisan semen yang dilapisi terpal yang di atasnya diberi kerikil setebal 3 cm. Konstruksi bedengan dibuat dengan kemiringan 5 %, terdapat lubang pembuangan di antara bedengan untuk mengalirkan kembali larutan nutrisi ke bak nutrisi. Pemberian

kecepatan atau volume pengaliran larutan hara yang diberikan pada setiap

tanaman. Pengaliran larutan nutrisi menngunakan timer 15 menit (15 menit hidup

dan 15 menit mati). Pengaliran nutrisi dilakukan dari pukul 07.00 – 15.00 WIB.

Pengaliran larutan nutrisi menggunakan sistem NFT yang menggunakan kerikil sebagai media tumbuh tanamannya. Oleh karena itu, sistem ini disebut dengan sistem NFT modifikasi kerikil. Bedengan persemaian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bedengan Persemaian

Sebelum penyemaian benih, kerikil harus dalam keadaan bersih dan tidak berlumut. Kerikil yang kotor dicuci terlebih dahulu. Benih bayam disebar secara merata, kemudian ditutup dengan plastik selama dua hari untuk menjaga benih agar tidak dimakan oleh hama seperti burung dan lebih cepat berkecambah. Pada tahap persemaian, dilakukan juga kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pembersihan saluran irigasi. Setiap hari bedeng persemaian selalu dibersihkan. Gulma-gulma yang tumbuh dicabut agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit. Saluran air dibersihan agar tidak tersumbat.

Penanaman dan Pembesaran

Setelah 2 minggu di persemaian bibit bayam dipindahkan ke bedengan pembesaran. Pada saat dipindahtanamkan ke bedengan pembesaran, batang tanaman bayam terbenam sekitar 2 cm di dalam kerikil, sehingga tinggi tanaman bayam dari permukaan media sampai dengan titik tumbuh saat awal ditanam di bedengan pembesaran adalah sekitar 2 cm.

16

Pembesaran bayam dilakukan di dalam greenhouse model piggy back

(Gambar 9). Greenhouse dibangun menghadap arah barat-timur agar lebih banyak

mendapat sinar matahari. Menurut Untung (2004) greenhouse piggy back system

paling cocok dengan iklim di Indonesia. Udara panas dapat keluar dari sisi dan

atap greenhouse. Air hujan pun bisa ditangkal dengan adanya atap tambahan di

atas atap utama.

Gambar 9. Greenhouse Model Piggy Back (Untung, 2004)

Setelah tanaman bayam berumur 14 hari, tanaman bayam siap dipindahtanamkan di media pembesaran dengan variasi jumlah bibit yang telah ditentukan yaitu, satu bibit, dua bibit, tiga bibit, dan empat bibit per lubang tanam. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan.

Teknik hidroponik yang digunakan adalah sistem substrat dengan media kerikil. Bentuk kerikil yang tidak sama dapat menjadi celah untuk masuknya oksigen. Bedengan yang digunakan merupakan bedengan yang pernah digunakan untuk menanam bayam dengan sistem aeroponik, berukuran 8 m x 1 m. Pemberian larutan nutrisi dilakukan dengan memanfaatkan selang bekas sietem

aeroponik yang terdahulu. Pada selang terdapat nozzle-nozzle tempat keluarnya

larutan nutrisi. Pemberian larutan nutrisi menggunakan timer 15 menit hidup dan

15 menit mati. Di samping bedengan terdapat parit kecil tempat pembuangan larutan nutrisi kembali ke bak nutrisi. Gambar bedengan pembesaran dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Bedengan Fase Pembesaran

Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm x 15 cm. Tiap meter persegi bedengan terdapat 44 lubang tanam. Satu satuan percobaan pada perlakuan populasi pertama memiliki 88 tanaman bayam, pada perlakuan populasi kedua terdapat 176 tanaman bayam, pada perlakuan populasi ketiga terdapat 264tanaman bayam, dan pada perlakuan populasi keempat terdapat 352 tanaman bayam. Satu satuan percobaan berukuran 2 m x 1 m.

Tanaman bayam yang ditanam pada tahap pembesaran dipilih yang memiliki karakter fisik yang homogen dan tidak terserang hama penyakit. Tinggi tanaman bayam yaitu 4 cm dari pangkal batang sampai dengan titik tumbuh dan memiliki 4 daun. Bibit bayam afkir tidak digunakan dalam percobaan ini (Gambar 11).

Gambar 11. Bibit Afkir

Pada percobaan studi populasi terhadap konsumsi air tanaman bayam, tahap

pembesaran dilakukan di hydroponic kit untuk memudahkan pelaksanaan

18 terbuat dari pot plastik berdiameter 40 cm dan botol air mineral bekas. Media yang digunakan adalah kerikil. Satu pot merupakan perwakilan dari masing-masing satuan percobaan. Pada satu pot tersebut dibuat lima lubang tanam yang masing-masing lubang berjarak 15 cm, hal ini agar jarak tanam pada pot sesuai dengan jarak tanam pada bedengan. Air diberikan melalui mulut botol dan keluar melalui bagian bawah botol air mineral yang diberi lubang kecil. Bila air di pot plastik sudah habis, maka air yang ada di botol akan keluar dengan sendirinya.

Hydroponic kit yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hydroponic Kit

Bayam yang berumur kurang lebih 17 hari siap untuk dipanen, tetapi kadang-kadang sebelum 17 hari bayam sudah dapat dipanen karena penampilan fisiknya sudah layak untuk dijual. Kriteria bayam yang sudah layak untuk dipanen adalah

bayam yang memiliki berat 7 – 10 g/tanaman dengan tinggi tanaman bayam

antara 15 cm – 30 cm. Bayam dicabut sampai ke akar-akarnya dan dibersihkan

dari kerikil.

Pengamatan

Pengamatan tanaman bayam dilakukan mulai umur 3 hari setelah

transplanting. Pengamatan dilakukan terhadap lima tanaman contoh dari setiap

Peubah yang diamati adalah:

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan media sampai dengan titik tumbuh tanaman dengan menggunakan mistar.

2. Jumlah Daun

Daun yang dihitung adalah daun bayam yang sudah membuka sempurna.

3. Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman

Setelah panen tanaman bayam dibersihkan dan langsung ditimbang bobotnya.

Bobot kering tanaman diperoleh setelah tanaman dikeringkan pada suhu 60 0C

selama 3 x 24 jam. Tajuk dan akar tanaman ditimbang secara terpisah.

4. Kadar Air Tanaman

Kadar air dihitung dengan rumus:

5. Volume Air yang Berkurang

Volume air yang berkurang adalah volume air awal dikurangi volume air yang

tersisa di dalam wadah air pada hydroponic kit. Volume air yang berkurang

dibagi dengan jumlah individu tanaman merupakan konsumsi air per tanaman.

6. Luas Permukaan Daun per Tanaman

Metode yang digunakan untuk menghitung adalah metode gravimetri dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

LD = A/B x C Keterangan:

LD : luas daun (cm2)

A : bobot kertas cetakan daun (gram)

B : bobot kertas dengan luas tertentu (gram)

C : luas kertas (cm2)

7. ILD (Indeks Luas Daun)

Indeks Luas Daun dihitung dengan menggunakan metode sebagai berikut. ILD =

Keterangan: LD = Luas daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait