• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan survei tanah adalah suatu proses penelitian dan pemetaan permukaan bumi dimana istilah unitnya disebut tipe tanah yang dimana terdiri dari berjalan di atas lahan dengan interval yang sama dan mencatat perbedaan –

perbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan seperti tingkat kemiringan lereng, erosi yang terjadi, penggunaan lahan, penutup vegetatif serta gambaran alami (Foth, 1991). Sedangkan menurut Abdullah (1996), survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun di laboratorium, dengan tujuan penggunaan lahan umum maupun khusus.

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan dengan tanah – tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam satu satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari masing – masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan lahan –

lahan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Laporan survei yang berisi keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan, serta saran atau rekomendasi (Sutanto, 2005).

Survei tanah sebagian besar dilakukan untuk daerah yang cukup besar untuk memiliki lebih dari satu jenis penggunaan lahan penting dan beberapa pengguna dengan beragam kepentingan. Beberapa survei yang dilakukan untuk melayani pengguna yang membutuhkan informasi yang tepat tentang sumber daya tanah meliputi beberapa hektar atau kurang (Coen, 1987).

Suatu survei tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika diteliti dalam meletakkannya. Relevansi sifat – sifat yang ditetapkan dengan penggunaannya atau tujuan penggunaannya harus tinggi. Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu

menetapkan pola penyebaran tanah yang dibagi – bagi berdasarkan kesamaan sifat –

sifatnya, sehingga terbentuk soil mapping unit atau SPT. Dengan adanya pola penyebaran tanah ini, maka dimungkinkan untuk menduga sifat – sifat tanah yang dihubungkan dengan potensi penggunaan lahan dan responnya terhadap perubahan pengelolaannya (Abdullah, 1996).

Dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), sistem fisiografi dengan bantuan interprestasi foto udara (menggunakan prinsip pendekatan analitik), dan grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua pendekatan (Rayes, 2007).

Sifat Biologi Tanah

Biologi tanah mencakup bidang botani, mikrobiologi, dan zoologi. Botani tanah meliputi akar akar tanaman, sedang zoologi tanah mencakup hewan hewan tanah seperti serangga tanah, cacing tanah, dan sebagainya. Tanah mengandung banyak senyawa organik dan memberi tempat bagi bermacam macam organisme. Senyawa senyawa organik tersebut akan dimanfaatkan oleh organisme tanah melalui berbagai proses baik proses yang menguraikan maupun yang menyusun komponen tanah, selain bagi organisme hidup itu sendiri (Yulipriyanto, 2010)

Di dalam suatu ekosistem terdiri dari komponen abiotik seperti air, tanah, suhu, cahaya matahari dan lain sebagainya serta komponen biotic seperti organisme dan mikroorganisme. Di dalam tanah ada kehidupan, berupa akar tumbuhan dan flora serta fauna tanah. Sifat dan tampakan tanah yang mengimplikasikan kegiatan hayati ialah nisbah C/N, kadar bahan organik atau kandungan biomassa, tingkat perombakan bahan organik, dan permintaan oksigen ( Notohadiprawiro, 1998).

Aktivitas biologi ditentukan oleh tiga tingkat yang berbeda. Pertama pada skala organisme secara individu, aktivitas biologi ditentukan oleh keadaan keadaan seperti

temperatur dan kelembaban dalam habitat mikroorganisme. Kedua, pada skala populasi, aktivitas biologi ditentukan oleh jumlah keragaman habitat, jenis pengganggu habitat, dan keanekaragaman dan interaksi interaksi antara berbagai populasi tanah. Ketiga pada skala proses biologi, fungsi fungsi seperti siklus hara atau pengendalian dipengaruhi oleh interaksi interaksi populasi dengan sifat sifat kimia dan fisik tanah (Yulipriyanto, 2010).

Mikroorganisme Tanah

Mikrobia tanah terdiri dari bakteri, jamur, aktinomisetes, ganggang (alga) dan protozoa. Bakteri, jamur, aktinomisetes, dan ganggang (alga) memegang peranan penting dalam transformasi kimia yang terjadi di dalam tanah. Mikrobia tanah dijumpai diseluruh profil tanah, dan setiap jenis membutuhkan kondisi pertumbuhan tertentu (Asmarlaili dkk., 2009).

Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi (Sumarsih, 2003).

Jika mikrobia tanah tidak ikut berperan di dalam ekosistem tanah tanaman, maka senyawa-senyawa karbon hasil fotosistem akan menumpuk, dengan kata lain akan terjadi penumpukan sampah-sampah organik. Keadaan ini akan menghambat ketersediaan gas karbon dan dan unsur hara tanaman yang berakibat akan menghambat pula seluruh aktivitas kehidupan di muka bumi ini. Diantara aspek biologi, maka mikrobia memegang peranan paling penting. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa mikrobia tanah bertanggung jawab terhadap sekitar 80 – 90% dari total oksidasi biologi yang terjadi di muka bumi. Tanpa biota

ini tanah akan mandul, peredaran unsur hara akan terhalang dan kesuburan tanah akan mundur (Asmarlaili dkk., 2009).

Keberadaan mikroorganisme juga tergantung pada kondisi lahan. Menurut hasil penelitian Saridevi dkk. (2013) tentang perbandingan sifat biologi tanah pada ketiga jenis lahan yaitu lahan kebun campuran, lahan irigasi dan lahan sawah pada masing masing jenis tanah yaitu tanah andisol, inceptisol dan vertisol didapat bahwa total populasi bakteri dan jamur leih banyak terdapat pada lahan kebun campuran dari pada lahan irigasi dan lahan sawah.

Keberadaan mikroorganisme di dalam sangat beragam. Mikroorganisme di dalam tanah bersama dengan berbagai organisme dan berbagai jenis tanaman membentuk suatu sistem yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan bahan organik di dalam tanah. Populasi Selain bahan mineral dan bahan organik populasi mikroorganisme dipengaruhi oleh keadaan iklim daerah, tanaman yang tumbuh, reaksi yang berlangsung didalam tanah dan kelembaban tanah (Sutedjo dkk., 1996).

Total Respirasi Tanah

Di dalam tanah terjadi penyerapan O2 oleh mikroorganisme tanah dan akar tanaman dan menghasilkan CO2. Menurut Gupta dan Malik (1996) respirasi dalam tanah didefenisikan sebagai penggunaan oksigen dan pelepasan CO2 oleh bakteri, fungi, ganggang (alga) dan protozoa dan termasuk pertukaran gas hasil metabolisme secara aerob maupun anaerob. Analisis respirasi tanah melalui pengukuran CO2 yang dibebaskan dapat mengindikasikan aktivitas metabolisme tanah.

Tinggi rendahnya respirasi tanah dapat memperlihatkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.

Pengukuran respirasi juga dapat berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti perombakan bahan organik tanah, transformasi N, pH, dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Anas, 1989).

Variasi kuantitas CO2 yang dilepaskan dari tanah dapat dipengaruhi iklim dan cuaca. Pada daerah curah hujan tinggi CO2 yang dilepaskan lebih besar dibandingkan daerah musim sedang dan musim dingin. Faktor lain yang mempengaruhi respirasi tanah antara lain populasi mikrobia tanah, jumlah bahan organik dalam tanah, temperatur serta metode pengukuran respirasi tanah (Fitri, 2002).

Pada lahan tertentu, respirasi juga dipengaruhi kondisi lahan. Seperti pada hasil penelitian Saridevi dkk. (2013) tentang perbandingan sifat biologi tanah pada ketiga jenis lahan yaitu lahan kebun campuran, lahan irigasi dan lahan sawah pada masing masing jenis tanah yaitu tanah andisol, inceptisol dan vertisol didapat bahwa total respirasi tertinggi terdapat pada lahan kebun campuran dari pada lahan irigasi dan lahan sawah dari masing masing jenis tanah. Sesuai dengan hal itu, total mikroorganisme pada lahan kebun campuran juga lebih tinggi dari pada lahan irigasi dan lahan sawah. hal ini dikarenakan pada lahan kebun campuran, memiliki bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan irigasi dan lahan sawah.

Bahan Organik Tanah

Bahan organik berperan penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik adalah meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, meningkatkan pori-pori tanah, dan memperbaiki media perkembangan mikroba tanah. Tanah berkadar bahan organik rendah berarti kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman rendah. Hasil dekomposisi bahan organik berupa hara makro (N, P, dan K), makro sekunder (Ca, Mg, dan S)

serta hara mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanaman. Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Kasno, 2009).

Di samping itu, kandungan bahan organik tanah suatu lahan juga akan berbeda dengan waktu. Hal ini disebabkan karena bahan organik merupakan sumber energi mikroba. Aktifitas mikroba merombak bahan organik sangat tergantung kondisi lingkungan, terutama suhu dan kelembaban. Musim yang berbeda akan membedakan suhu dan kelembaban tanah, sehingga laju dekomposisi bahan organik tidak akan sama, di samping laju pertumbuhan tanaman dan jumlah bahan organik yang disumbangkannya ke tanah juga berbeda. Oleh sebab itu, jika tidak ada penambahan bahan organik kepada suatu tanah, maka bahan organiknya akan menurun dengan waktu (Hakim dkk., 2011). Menurut Yulipriyanto (2010), tanah olah mengandung bahan organik kira – kira 1 – 5% yang sebagian besar terdapat pada kedalaman 25 cm.

Umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5 – 5,0%. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat – sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Sifat – sifat tanah yang dipengaruhinya adalah sifat biologi, kimia dan fisika tanah. Unsur penyusun utama dari bahan organik tanah adalah C (52 – 58%), O (34 – 39%), H (3,3 – 4.8%) dan N (3,7 – 4,1%) (Mukhlis dkk., 2011).

Karbon organik yang ada dalam bahan organik telah lama dikenal sebagai salah satu penciri kesuburan tanah dan lahan produktif. Sebaliknya, tanah merupakan tempat pencadangan bahan organik terbesar dalam ekosistem darat, dan berperan penting dalam siklus karbon global. Tanah dan bahan organik merupakan dua hal yang saling tergantung. Bahan organik butuh tanah untuk berlindung secara fisik dari

proses oksidasi, sedangkan tanah butuh bahan organik untuk kesuburan fisik, kimia, dan biologinya (Hakim dkk., 2011).

Perombakan bahan organik dalam tanah dapat berlangsung secara terbatas ataupun tuntas (Notohadiprawiro, 1998). Perombakan secara terbatas menghasilkan zat-zat organik yang lebih sederhana, sedangkan perombakan secara tuntas membebaskan unsur-unsur yang semula berada dalam ikatan molekul organik menjadi senyawa anorganik (mineralisasi) (Fitri, 2002).

Nilai prosentase karbon atau C-organik dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut: (i) Sangat rendah untuk C (%) <1,00; (ii) Rendah untuk C (%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00; (iii) Sedang untuk C (%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00; (iv) Tinggi untuk C (%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00; (v) Sangat tinggi untuk C (%) lebih dari 5,00 (Balai Penelitian Tanah, 2005).

Nitrogen merupakan unsur hara esensil (keberadaannya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman) dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak sehingga disebut unsur hara makro. Tanah mengandung N total sekitar 0,02% (sub soil) hingga 2,5% (tanah organik). Tiga sumber utama N tanah berasal dari: (1) bahan organik tanah, (2) fiksasi N2 biologis, dan (3) pupuk anorganik. Sumber N terbesar adalah gas N2 Nitrogen diserap oleh tanaman dalam

bentuk ion NO yang dijumpai sekitar 78% dari komposisi gas diudara (Hanafiah dkk., 2009).

Unsur hara N tidak diperoleh dari hasil pelapukan batuan, melainkan sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain unsur N, hampir semua unsur hara seperti P, K, Ca dan S serta unsur hara mikro diperoleh dari pelapukan bahan organik. Kehilangan hara Nitrogen dari dalam tanah dalam bentuk gas (N2, N2O, NO dan NH3 Semua bentuk N dalam tanah akan dikonveksikan atau

dioksidasi menjadi NO ), akibat pencucian dan panen. Dalam bentuk gas, N hilang dalam reaksi denitrifikasi dan volatilisasi amonium (Damanik dkk., 2010).

Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambatan secara tak-simbiosis, penambatan secara simbiosis, dan kotoran hewan dan manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan, dan penyerapan oleh tanaman (Sanchez, 1992).

Nilai persentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut: (i) Sangat rendah untuk N (%) < 0,10; (ii) Rendah untuk N (%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20; (iii) Sedang untuk N (%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50; (iv) Tinggi untuk N (%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75; (v) Sangat tinggi untuk N (%) lebih dari 0,75 (Balai Penelitian Tanah, 2005).

Bahan organik dan nitrogen di dalam tanah mempunyai hubungan yang erat. Karbon merupakan bagian yang menyusun sebagian besar dan perbandingannya tertentu di dalam bahan organik. Perbandingan karbon dengan nitrogen di dalam tanah olah umumnya berkisar dari 8 : 1 sampai 15 : 1 dengan rata – rata antara 10 dan 12 banding 1 (Yulipriyanto, 2010)

Tanaman Kopi (Coffea arabica L.)

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, namun hanya tiga jenis kopi yang paling sering dibudidayakan, yaitu kopi arabika, robusta, dan liberika. Kopi arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia dan merupakan jenis kopi yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan manusia. Kopi arabika terdiri dari beberapa varietas, namun umumnya tumbuh pada suhu 16 – 20oC dengan ketinggian 700 – 1700 m dpl (Najiyati dan Danarti, 1997).

Tanaman kopi (Coffea sp.) sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila penerapan teknologi

budidaya di perkebunan kopi rakyat tersebut diperbaiki, produksinya bisa ditingkatkan. Teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan adalah teknologi budidaya kopi poliklonal (Ernawati dkk., 2008).

Kopi arabika di Indonesia pada umumnya termasuk varietas typica (Coffea arabika var Typica) dan dari varietas ini telah diperoleh suatu kultivar yang banyak di tanam di Jawa Timur (Dataran Tinggi Ijen), yaitu kultivar Blawan Pasumah yang peka sekali terhadap penyakit karat daun, sehingga hanya dapat di tanam pada ketinggian 1000 m ke atas. Oleh karena kopi Robusta secara komersial hanya optimal di tanam pada ketinggian sampai 800 m, ini berarti terdapat suatu zona ketinggian dengan jarak vertikal 200 m yang kosong yang tidak optimal jika ditanam kopi. Untuk memperkecil zona gap ini, telah diusahakan mencari jenis jenis kopi arabika yang lebih tahan terhadap karat daun, sehingga dapat ditanam pada ketinggian lebih rendah. Dalam rangka ini, pada tahun 1929 telah dimasukkan varietas abessinia (C. arabika var. Abyssinica), yang relatif lebih resisten, sehingga dapat ditanam pada ketinggian 700 m ke atas. Dengan demikian maka zonal gap tersebut secara potensial telah dapat diatasi (Syakir, 2010).

Sebagian besar produksi kopi dunia adalah kopi arabika, karena rasa da n aromanya lebih unggul, kemudian menyusul kopi robusta dan liberika. Baik perkembangan kopi dunia maupun Indonesia, kopi arabika inilah yang paling banyak dan paling dahulu dikembangkan. Tetapi karena jenis ini tidak tahan terhadap penyakit Hemileia vastratis, kemudian jenis ini digantikan dengan jenis yang lain yang tahan terhadap penyakit tersebut (AAK, 1988).

Dokumen terkait