• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA Susu

Susu segar adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar (BSN, 1998).

Tabel 1. Standar Mutu Susu Segar (SNI-01-3141-1998)

No. Karakteristik Syarat

1. Berat jenis (pada suhu 27,5o C minimal) 1,028 g/cm3

2. Kadar lemak Minimum 3,0%

3. Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0%

4. Kadar protein Minimum 2,7%

5. Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan

6. Derajat keasaman 6 – 7o SH

7. Uji alkohol (70%) Negatif

8. Uji katalase maksimal 3cc

9. Angka refraksi 36-38

10. Angka reduktase 2-5 jam

11. Cemaran mikroba maksimal

 Total kuman

Salmonella

1x106 CFU/ml

Negatif

E. coli (patogen) Negatif

ColiformStreptococcus group B  Staphylococcus aureus 20/ml 4x102/ml 4x105/ml

12. Jumlah sel radang ambing maksimal 4x 105/ml

13 . Cemaran logam berbahaya maksimal

 Timbal (Pb)  Seng (Zn)  Merkuri (Hg)  Arsen (As) 0,3 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 14. Residu  Antibiotika  Pestisida/insektisida

Sesuai dengan aturan yang berlaku

15. Kotoran dan benda asing Negatif

16. Uji pemalsuan Negatif

17. Titik beku -0,5200C s.d -0,5600C

18. Uji Peroksidase Positif

Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan makanan sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Komposisi terbesar dari susu yaitu air sekitar 87%. Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dengan nilai rata-rata 13% dan total solid tanpa komponen lemak atau solid non fat (SNF) rata-rata adalah 9,5% (Rahman et al., 1992).

Selain mengandung gizi yang tinggi, susu juga mudah sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba. Pada saat susu keluar setelah diperah, susu merupakan suatu bahan yang murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit kuman (yang berasal dari ambing), demikian pula bau dan rasa tidak berubah serta tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa saat berada dalam suhu kamar, susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga dapat menurunkan kualitasnya. Pada keadaan normal, susu hanya bertahan maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun penurunan kualitas. Kerusakan pada susu dapat pula dijumpai kurang dari 4 jam setelah pemerahan. Hal ini dapat terjadi akibat tidak terjaganya kebersihan ambing atau kondisi pemerah saat pemerahan berlangsung, serta kontaminasi pada alat yang digunakan. Pengujian terhadap kualitas susu segar dapat dilakukan melalui pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi (Deptan, 1997).

Susu Pasteurisasi

Susu pasteurisasi adalah susu yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 72oC selama minimum 15 detik atau pemanasan pada 63oC-66oC selama 30 menit, kemudian segera didinginkan sampai 10oC. Selanjutnya diperlakukan secara aseptik dan disimpan pada suhu maksimum 4,4oC (BSN, 1995). Pasteurisasi pada susu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap susu segar yang kemungkinan membawa bibit penyakit dengan mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu mentah segar (Buckle et al., 2007). Alur proses produksi susu pasteurisasi yaitu penerimaan bahan baku, homogenisasi, pasteurisasi, pengisian ke dalam kemasan, penyimpanandingin dan distribusi (Murdiati et al., 2004).

Beberapa cara pasteurisasi yang dikenal yaitu metode Low Temperature Long Time (LTLT) dan metode High Temperature Short Time (HTST). Metode LTLT merupakan metode pemanasan susu pada suhu 65oC selama 30 menit, sedangkan metode HTST merupakan metode pemanasan susu pada suhu 710C selama 15-16 detik (Buckle et al., 2007). Daya simpan susu yang telah dipasteurisasi diperpanjang dengan cara pendinginan secara cepat dan penyimpanan pada suhu dingin 10oC atau suhu yang lebih rendah sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik. Suhu tersebut tidak menyebabkan mikroba-mikroba pembusuk mati, tetapi tidak lagi mampu tumbuh dan berkembangbiak. Selama mikroba-mikroba pembusuk tidak aktif, maka susu tetap awet dan baik untuk dikonsumsi (Winarno dan Ivone, 2007). Standar mutu susu pasteurisasi disajikan pada Tabel 2.

Table 2. Standar Mutu Susu Pasteurisasi (SNI 01-3951-1995)

Karakteristik Syarat Jenis

A B

Bau, rasa dan warna Khas Khas

Kadar lemak min (%) 2,8 1,5

Kadar padatan tanpa lemak minimal (%) 7,7 7,5

Uji Reduktase dengan methilen biru 0 0

Kadar protein minimal (%) 2,5 2,5

Uji fosfatase 0 0

TPC (Total Plate Count) maksimal 3 x 104 3 x 104

Coliform presumptive maksimal (MPN/ml) 10 10

Logam berbahaya As (ppm) maksimal Pb (ppm) maksimal Cu (ppm) maksimal Zn (ppm) maksimal 1 1 2 5 1 1 2 5

Bahan pengawet, pemantap, zat pewarna sesuai dengan peraturan yang ada dan zat penyedap cita rasa

Keterangan : A (Susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa) B ( Susu pasteurisasi diberi penyedap cita rasa) Sumber : BSN (1995)

Mutu Produk

Sifat-sifat mutu terdiri atas: 1) sifat yang objektif, termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologi, sifat gizi dan sifat biologi serta, 2) sifat organoleptik yang subjektif termasuk rasa, bau, warna, tekstur dan penampilan. Mutu suatu produk ditentukan oleh banyaknya sifat produk dan hal-hal lain yang mempengaruhi mutu. Hadi (2000) mengemukakan bahwa mutu merupakan karakteristik menyeluruh dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Mutu menggambarkan keseluruhan gabungan karakteristik produk pada proses produksi, produk akhir hingga pemasaran. Feigenbaum (1996) menyatakan bahwa konsumen merupakan evaluator mutu karena pada akhirnya konsumen yang akan memutuskan suatu mutu. Pencapaian dan pemeliharaan tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu suatu produk merupakan faktor yang dapat menentukan pertumbuhan kelangsungan suatu perusahaan. Konsumen yang puas merupakan definisi praktis dari mutu yang tinggi.

Mutu yang baik dapat dipertahankan melalui suatu aktivitas yang disebut pengendalian mutu. Pengendalian mutu produk merupakan teknik dan kegiatan yang dilakukan dalam upaya mencapai, mempertahankan dan memperbaiki mutu suatu produk atau jasa. Feigenbaum (1996) mengklasifikasikan pengendalian mutu menjadi empat jenis yaitu : 1) pengendalian rancangan baru yang meliputi pembentukan dan spesifikasi mutu dari segi biaya dan keamanan yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan konsumen serta mencari kemungkinan sumber gangguan mutu sebelum dilakukan produksi, 2) pengendalian bahan yang masuk mencakup spesifikasi penerimaan dan penyimpanan pada tingkat mutu yang paling ekonomis, 3) pengendalian produk adalah pengendalian dari sumber produksi hingga ke pemasaran sehingga penyimpangan-penyimpangan mutu dapat dikoreksi sebelum produk-produk menjadi cacat atau tidak sesuai, 4) kajian proses khusus yang melibatkan penyelidikan dan pengujian untuk (a) menetapkan penyebab terjadinya produk-produk yang tidak sesuai, (b) memperbaiki karakteristik mutu dan (c) menjamin bahwa perbaikan atau tindakan korektif sudah permanen.

Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat)

Fishbone diagram atau diagram sebab akibat merupakan alat bantu manajemen (mutu) berupa grafik yang menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses. Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang berpengaruh terhadap hasil (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Diagram sebab akibat dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, membantu memberikan solusi suatu masalah dan membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut. Tahapan dalam membuat diagram sebab akibat yaitu: 1) penentuan masalah yang digambarkan dalam sebuah kotak di sebelah kanan garis panah utama, 2) pencarian faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap masalah dan digambarkan dengan garis panah cabang yang mengarah ke panah utama, 3) faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap masalah digambarkan di sebelah kanan dan kiri panah cabang serta dihubungkan dengan garis panah yang mengarah ke panah cabang, dan 4) penyebab utama dicari dari diagram yang sudah lengkap.

METODE Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang ini bertempat di unit usaha pengolahan susu Fakultas Peternakan PT D-Farm Agriprima dan peternakan sapi perah Eco Farm dan Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI). Pelaksanaan magang dilaksanakan selama delapan bulan, dimulai pada April 2010 sampai dengan November 2010.

Materi

Bahan yang digunakan dalam proses produksi susu pasteurisasi yaitu susu, gula, air, flavor dan pengemas. Alat yang digunakan untuk produksi yaitu kompor, panci, pengaduk, gelas ukur, termometer, mesin pasteurisasi filling dan sealing machine.

Bahan yang digunakan untuk pengujian susu dan pengujian produk yaitu sampel susu segar, sampel susu pasteurisasi, fenoftalin 1%, kalium oksalat, formalin, aquades, NaOH 0,1 N, H2SO4, alkohol 70%, amylalkohol, air suling, MgNO3, 6H2O, HNO3 pekat, H2SO4 18N, HNO3 7N, HCl 6N, 5 ml HNO3 1N, Natrium molibdat, HNO3 dan HClO4. Media yang digunakan untuk pengujian mikrobiologi yaitu Buffer Pepton Water (BPW), Salmonella Shigella Agar (SSA), Plate Count Agar (PCA), Eosin Methilen Blue Agar (EMBA) dan Violet Red Bile Agar (VRBA). Alat yang digunakan untuk pengujian yaitu penyaring, gelas ukur, gun tester, milkotester, refractometer, viscometer, buret, tabung butirometer, water bath, centrifuge, tabung reaksi, cawan Petri, jarum Ose, pemanas Bunsen, pipet, oven, inkubator, cawan porselin, labu destruksi dan tanur. Instrumen pendukung yang digunakan yaitu kajian aspek cara beternak yang baik dan benar yang mengacu pada GFP dan cara pembuatan makanan yang baik (CPMB).

Prosedur

Kegiatan magang dilaksanakan dengan ikut berpartisispasi aktif di dalam proses produksi susu pasteurisasi, pengujian susu segar dan susu pasteurisasi serta melakukan observasi terhadap permasalahan, pengambilan dan pengumpulan data yang berhubungan dengan analisis mutu susu pasteurisasi.

Pengujian Mutu Bahan Baku dan Produk Susu Pasteurisasi

Pengujian susu sebagai bahan baku utama mengacu pada SNI No. 01-3141- 1998 yaitu pengujian warna, bau, rasa, kekentalan, uji alkohol, berat jenis, kadar lemak, kadar protein, derajat asam, cemaran mikroba (TPC, E.coli, Salmonella) dan cemaran logam (timbal dan seng). Pengujian produk mengacu pada SNI No. 01- 3951-1995 yaitu pengujian bau, rasa, warna, kadar lemak, kadar protein, bahan kering tanpa lemak, cemaran mikroba (Total kuman dan Coliform) dan cemaran logam (timbal, tembaga, arsen dan seng).

Uji Alkohol. Susu sebanyak 5 cc dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 cc alkohol 70%, kemudian dikocok pelan-pelan. Jika terdapat butir- butir pada susu maka dinilai positif.

Uji Berat Jenis (BSN, 1998). Susu dihomogenkan secara sempurna, kemudian sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur. Laktodensimeter dengan hati-hati dicelupkan ke dalam susu, dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. Skala dan temperatur susu yang ditunjukkan laktodensimeter tersebut dibaca, selanjutnya dilihat pada tabel penyesuaian berat jenis susu yang diuji pada temperatur 27,5oC.

Uji Derajat Keasaman. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan fenoftalin 2% dan larutan alkohol 96%. Salah satu labu Erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,25N hingga timbul warna merah muda yang tidak lenyap jika dikocok, kemudian dicatat banyaknya NaOH 0,25N yang terpakai.

Uji Kadar Lemak Metode Gerber (BSN,1998). Sampel sebanyak 10,75 diambil dengan pipet volumetric ke dalam botol butirometer, ditambahkan 10 ml H2SO4 91- 92% dan 1 ml amylalcohol. Butirometer tersebut disumbat rapat, kemudian dikocok perlahan sampai larutan homogen. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, tabung butirometer dimasukkan ke dalam sentrifuge Gerber dan disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Tabung butirometer yang telah disentrifugasi dimasukkan ke dalam penangas air selama 5 menit dengan temperature 65oC, setelah itu kadar lemak dibaca pada skala butirometer.

Uji Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak. Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) dapat dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering dengan kadar lemak dan dihitung dengan menggunakan rumus Fleischman jika kadar lemak dan berat jenis telah diperoleh.

Bahan Kering = 1,23 L + 2,71 100(B.J – 1) B.J

Uji Kadar Protein dengan Titrasi Formol. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan fenoftalin 1% sebanyak 2-3 tetes, kemudian ditambahkan kalium oksalat 0,4 ml dan dihomogenkan, jika telah homogen maka dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan tidak dicatat. Formalin 40% ditambahkan hingga warna merah muda hilang. Titrasi dilakukan kembali dengan NaOH 0,1N dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (p ml).Titrasi blanko dibuat dengan mencampur 10 ml aquades, 2 tetes fenoftalin 1%, 0,4 ml kalium oksalat dan 2 ml formalin 40%. Campuran bahan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga warna merah muda terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (q ml). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

% kadar protein = (p-q) ml x 1,7 ; 1,7 = faktor formol

Total Plate Count (BSN, 1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media

plate count agar (PCA) dengan cara pengambilan sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam 9 ml buffer pepton water (BPW) untuk mendapatkan pengenceran sepersepuluh (P-1). Pengenceran dilanjutkan dengan cara yang sama untuk mendapatkan pengenceran seperseratus (P-2) hingga diperoleh P-8. Sebanyak 1 ml dari pengenceran yang dikehendaki (P-5 sampai P-8) diambil dengan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril, kemudian ditambahkan media PCA yang telah dingin sebanyak 12-15 ml (kira-kira 45 ± 1oC ) yang dituangkan ke dalam cawan Petri steril. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggerakkan cawan Petri dengan arah membentuk angka delapan. Setelah agar mengeras cawan Petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu 37 ± 1oC selama 24-48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standard Plate Count (SPC).

Jumlah Bakteri Coliform (DSN, 1998). Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml Buffer Pepton Water (BPW) sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Pengenceran ini dilakukan hingga (P-3). Penentuan dari pengenceran P-1 sampai P-3 diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril, dipupukkan dengan 12 ml Violet Red Bile Agar (VRBA), selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggerakan cawan Petri membentuk arah angka delapan. Apabila permukaan agar sudah membeku kemudian dilapisi (over lay) dengan medium yang sama tetapi lebih tipis (±3 ml) agar membeku, cawan Petri diinkubasi pada posisi terbalik pada suhu 37 ± 1oC selama 24-48 jam.

Analisis Kuantitatif Escherichia coli (DSN, 1992). Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 90 ml larutan Buffer Pepton Water

(BPW) steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per sepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-3. Pemupukan dilakukan terhadap semua pengenceran yang telah dilakukan (P0 sampai P3) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran diambil dengan pipet, dimasukkan ke dalam cawan Petri secara duplo dan ditambahkan medium agar EMBA sebanyak 12- 15 ml. Campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan di atas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan Petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam sampai 48 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut:

Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer

Analisis Kuantitatif Salmonella (APHA, 1992). Analisa pendugaan Salmonella

dilakukan terlebih dahulu melalui tahap perbanyakan dengan medium SCB (Selenite Citein Broth), kemudian sebanyak 10 ml sampel diambil dengan pipet secara aseptik ke dalam 90 ml SCB dan diinkubasi selama 12-16 jam. Apabila terdapat koloni bening yang terpisah dengan atau tanpa bintik hitam, maka proses selanjutnya adalah penggoresan pada cawan Petri steril yang telah berisi medium SSA (Salmonella Shigella Agar), kemudian cawan tersebut diinkubasi pada suhu 30oC selama satu

hari. Pengujian lebih lanjut yang dilakukan adalah uji TSI (Triple Sugar Iron) dan SIM (Sugar Indole Motility),

Penetapan Cemaran Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) (BSN, 2009). Sampel sebanyak 5-10 g ditimbang dalam cawan porselin/kuarsa/platina (m). Cawan yang berisi sampel dimasukkan dalam penangas listrik dan dipanaskan secara bertahap hingga sampel menjadi arang dan tidak berasap lagi (ditambahkan juga 10 ml MgNO3, 6H2O 10% dalam alkohol untuk mempercepat pengabuan). Pengabuan dilakukan dalam tanur (500 ± 50)oC hingga abu berwarna putih, bebas dari karbon. Apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, maka dibasahkan terlebih dahulu dengan beberapa tetes air dan ditambahkan HNO3 pekat kira-kira 0,5 - 3 ml. Cawan dikeringkan di atas penangas listrik dan dimasukkan kembali ke dalam tanur pada suhu 500oC dan dilanjutkan pemanasan hingga abu berwarna putih. Abu yang sudah berwarna putih dilarutkan dalam 5 ml HCl 6 N atau 5 ml HNO3 1N sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air selama 2-3 menit dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan air suling (v) hingga mencapai tanda garis. Larutan blanko disiapkan dengan penambahan pereaksi, lalu dibaca absorbans larutan baku kerja dan larutan sampel terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324 nm untuk Cu dan 283 nm untuk Pb. Kurva kalibrasi dibuat antara konsentrasi logam (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y. Diplotkan hasil pembacaan larutan sampel terhadap kurva kalibrasi dan dihitung kandungan logam dalam sampel.

Perhitungan : Kandungan logam (mg/kg) =

Pengujian Raksa (Hg) (BSN, 2009). Sampel 5 g (m) ditimbang ke dalam labu destruksi dan ditambahkan 25 ml H2SO4 18N, 20 ml HNO3 7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2% dan 5 sampai dengan 6 batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan di atas penangas listrik selama 1 jam, setelah itu pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit dan ditambahkan 20 ml HNO3 : HClO4 (1 : 1) melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi sehingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit kemudian didinginkan. Air sebanyak 10 ml ditambahkan melalui

pendingin dengan hati-hati sambil digoyang-goyangkan dan dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan pendingin dicuci dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan tersebut diambil dengan pipet sebanyak 25 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis. Larutan blanko dengan penambahan pereaksi yang sama seperti contoh disiapkan dan ditambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan

sampel dan larutan blanko pada alat “HVG”. Absorbans larutan baku kerja, larutan

sampel dan larutan blanko dapat dibaca menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm. Kurva kalibrasi dapat dibuat dengan konsentrasi Hg

(μg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y dan hasil pembacaan

larutan sampel diplotkan terhadap kurva kalibrasi. Pengerjaan dilakukan secara duplo.

Perhitungan: Kandungan Hg (mg/kg) = Keterangan:

C adalah konsentrasi Hg dari kurva kalibrasi (μg/ml)

V adalah volume larutan akhir (ml) M adalah bobot contoh (g)

Fp adalah faktor pengenceran

Pengujian Arsen (As). Sebanyak ± 1gram sampel dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer ukuran 125 ml atau 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 dan didiamkan pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate

dengan suhu rendah selama 4-6 jam masih dalam ruang asam, kemudian sampel ditutup dan dibiarkan semalam. Sebanyak 0,4 ml H2SO4 ditambahkan ke dalam sampel, lalu dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam. Sampel ditambahkan kembali dengan larutan campuran HClO4 dan HNO3 dengan perbandingan 2:1 sebanyak 2-3 tetes. Sampel masih tetap berada di atas hot plate hingga terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua kemudian kuning muda. Pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit setelah terjadi perubahan warna. Sampel dipindahkan dari atas hot plate. Sebanyak 2 ml aquades

dan 0,6 ml HCl ditambahkan pada sampel yang telah didinginkan terlebih dahulu. Sampel kembali dipanaskan selama ± 15 menit agar larut dengan baik, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sampel yang mengandung endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah kemudian dianalisis menggunakan AAS untuk analisis arsen (As).

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bahan Baku Utama dan Produk Susu Pasteurisasi dengan Fishbone Diagram (Diagram Sebab akibat)

Faktor yang dapat mempengaruhi mutu susu segar dan susu pasteurisasi dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram (diagram sebab akibat). Penentuan faktor yang dapat mempengaruhi mutu tersebut digambarkan dengan diagram yang memaparkan sumber penyebab variasi dari suatu proses menurut Ishikawa (1988), yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Segar

BAHAN SDM Mutu Susu Segar METODE LINGKUNGAN Sebab Akibat Faktor rinci Faktor lebih rinci

BAHAN SDM Mutu Susu Pasteu- risasi METODE LINGKUNGAN Sebab Akibat Faktor rinci Faktor lebih rinci

KEADAAN UMUM LOKASI

Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima Riwayat Perusahaan

Unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima merupakan unit usaha yang berada di Fakultas Peternakan IPB. Produk utama unit pengolahan susu ini yaitu susu pasteurisasi dan yoghurt. Keberadaan D-Farm berawal sejak kepindahan kampus Fakultas Peternakan IPB dari Gunung Gede ke Darmaga pada tahun 1994. Tahun 2006-2007 unit usaha ini dikelola langsung oleh Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Tenaga kerja yang terlibat yaitu teknisi dan tenaga honorer Fakultas Peternakan.

Saat ini, unit pengolahan susu D-Farm diberi kewenanganan untuk mengelola aset yang ada secara mandiri. Unit pengolahan D-Farm berfungsi ganda sebagai Teaching Industry. D-Farm dikelola oleh alumni Fakultas Peternakan IPB yang diberi kepercayaan untuk dapat mengelola dan merawat aset yang ada. D-Farm melakukan diversifikasi produk susu olahan yang dipasarkan dengan merek FAPET. Produk susu olahan yang dihasilkan antara lain susu pasteurisasi, yoghurt, kefir, puding susu, es krim, kerupuk susu, karamel susu dan dodol susu. Terhitung sejak tanggal 29 Juni 2010, lima varian produk susu pasteurisasi FAPET yaitu susu pasteurisasi plain, susu pasteurisasi rasa coklat, susu pasteurisasi rasa stroberi, susu pasteurisasi rasa kopi moka, susu pasteurisasi rasa vanila telah memperoleh persetujuan pendaftaran produk pangan (No. MD). Produksi susu pasteurisasi perhari di unit pengolahan ini yaitu sekitar 30-40 liter/hari.

Lokasi Perusahaan

Lokasi pabrik produk olahan susu FAPET berada di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan, sedangkan untuk kantor pemasaran terletak di Jl.Agatis Departemen IPTP lantai 3 wing 4 Fakultas Peternakan IPB. Ruangan pabrik unit pengolahan terdiri atas ruang penerimaan dan uji kualitas susu, ruang penyimpanan susu, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang cuci, gudang produk dan bahan produksi, serta terdapat satu buah kamar mandi yang berada di bagian luar pabrik. Pabrik telah dilengkapi dengan sarana pengolahan dan perlengkapan lainnya yang menunjang proses produksi. Denah lokasi pabrik PT D- Farm Agriprima dapat dilihat pada Lampiran 1.

Aspek Organisasi, Manajemen dan Ketenagakerjaan

PT D-Farm Agriprima berbentuk perseroan terbatas dengan status pemodal

Dokumen terkait