• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Mutu Produk Susu Pasteurisasi Di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Mutu Produk Susu Pasteurisasi Di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MUTU PRODUK SUSU PASTEURISASI DI UNIT

PENGOLAHAN SUSU FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKRIPSI RIDHA MULYANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

RIDHA MULYANI. D14062927. 2011. Kajian Mutu Produk Susu Pasteurisasi di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D., M.Si

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA

Keamanan pangan saat ini merupakan hal yang menjadi perhatian dunia khususnya bagi industri pengolahan pangan. Susu merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang memiliki gizi tinggi dan penting bagi kesehatan tubuh. Pengolahan susu menjadi suatu alternatif untuk memperoleh produk susu yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan jaminan keamanan pangan dan mutu yang tinggi. Salah satu pengolahan susu melalui metode pemanasan untuk mempertahankan kualitas dan menjaga keamanan produk adalah proses pasteurisasi. PT D-Farm merupakan unit pengolahan susu Fakultas Peternakan dengan salah satu produk yang dihasilkan berupa susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi yang aman dikonsumsi diperoleh dari bahan baku yang memiliki kualitas serta penanganan yang baik dengan mengaplikasikan cara pengolahan yang baik dan benar. Kualitas dari produk susu pasteurisasi dapat dianalisis melalui pengujian produk serta hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu produk.

Tugas akhir berupa kegiatan magang bertujuan untuk mengkaji mutu produk susu pasteurisasi yang diproduksi oleh unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima. Magang berlangsung selama delapan bulan dimulai pada April 2010 sampai November 2010. Kegiatan magang dilaksanakan dengan ikut berpartisispasi aktif di dalam proses produksi susu pasteurisasi, melakukan pengujian susu segar dan susu pasteurisasi serta melakukan observasi terhadap permasalahan, pengambilan dan pengumpulan data yang berhubungan dengan analisis mutu susu pasteurisasi.

Perolehan produk susu pasteruisasi yang memiliki kualitas baik salah satunya dapat ditinjau dari keamanan bahan baku utama berupa susu segar. Berdasarkan hasil pengujian bahan baku susu segar yang digunakan oleh unit pengolahan D-Farm memiliki warna, bau dan rasa yang normal, alkohol bernilai negatif, berat jenis 1,030 g/cm3 , kadar lemak 3,32% , kadar protein 3,51%, derajat keasaman 8,19oSH, TPC 1x103,38 CFU/ml, Salmonella dan E.coli bernilai negatif, timbal (Pb) <0,048 ppm dan seng (Zn) 4,18 ppm. Pengujian produk susu pateurisasi dilakukan dengan menggunakan sampel susu pasteurisasi rasa vanilla. Berdasarkan hasil pengujian susu pasteurisasi yang diproduksi unit pengolahan D-Farm memiliki warna, rasa dan bau yang khas dan normal, kadar lemak 2,39%, Kadar padatan tanpa lemak 13,8%, kadar protein 2,78%, TPC <10 CFU/ml, Coliform <3 MPN/ml, arsen (As) <0,003 ppm, timbal (Pb) <0,055 ppm, tembaga (Cu) 0,04 ppm dan seng (Zn) 1,75 ppm.

(3)

benar di peternakan pensuplai susu sesuai Good Farming Pratices, sedangkan untuk analisis mutu susu pasteurisasi dikaji melalui aplikasi cara penanganan makanan yang baik sesuai Good Manufacturing Practices.

Hasil pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi yang dilakukan pada bahan baku utama dan produk susu pasteurisasi menunjukkan bahwa susu segar dan susu pasteurisasi telah memenuhi standar yang ditetapkan. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mutu susu segar adalah sapi laktasi (bangsa, genetik dan kondisi), pakan (kualitas dan kuantitas), pemerahan (prosedur dan sanitasi), karyawan (sanitasi dan kedisiplinan) dan kebersihan lingkungan. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mutu susu pasteurisasi adalah bahan baku utama (kualitas), proses pengolahan, pengujian kualitas produk akhir (fisik, kimia, mikrobiologi), karyawan (sanitasi dan kedisiplinan) dan kebersihan lingkungan

Penanganan susu segar di peternakan pensuplai perlu diperbaiki khususnya dalam hal kebersihan kandang, metode pemerahan yang benar, peralatan kandang dan peralatan pemerahan yang bersih, penggunaan pakan, higien personal karyawan, pelatihan dan pembinaan karyawan, serta pengawasan dan monitoring secara kontinyu dari pimpinan. Unit pengolahan susu D-Farm di dalam proses produksi harus meningkatkan kebersihan alat yang digunakan, sterilisasi pengemas, ketersediaan perlengkapan sanitasi yang dapat berfungsi secara baik, higien karyawan serta pembinaan dan monitoring karyawan,

(4)

ABSTRACT

Study of Quality Pasteurized Milk in Processing Milk Unit of Animal Husbandry Faculty, Bogor Agriculture University

Mulyani, R., L. Cyrilla and R. R. A. Maheswari

Food safety is very important point in the food production. Milk is a natural source food with high nutrient content, but has a characteristic as perishable product and a good medium for the growth of microorganism. Pasteurization is one of method for prolong the shelf life time of product. The purpose of pasteurization is to destroy pathogen bacteria without affecting the taste, flavor, and nutritional value. High quality milk product must be considered from farm, during processing up to final product. That can get from quality of raw material and processing of milk pasteurized. The aim of this apprentice concern to study of quality pasteurized milk in processing milk unit PT D-Farm Agriprima. Based on the results of testing raw milk as raw material on processing milk pasteurized showed that had normal color, smale and taste, alcohol test is negative, density 1,030 g/cm3 , fat 3,32% , protein 3,51%, degree of acidity 8,19oSH, TPC 1x103,38 CFU/ml, Salmonella dan E.coli are negative, lead (Pb) <0,048 ppm dan zinc (Zn) 4,18 ppm. The result test of final produk with vanilla flavor showed that had normal color, smale and taste, fat 2,39%, Solid non Fat 13,8%, protein 2,78%, TPC <10 CFU/ml, Coliform <3 MPN/ml, arsen (As) <0,003 ppm, lead (Pb) <0,055 ppm, copper (Cu) 0,04 ppm dan zinc (Zn) 1,75 ppm. Quality of raw milk and final product were analyzed using fishbone diagram (causal diagram) to determine the factors that will influence it. The factors were categorized into four main factors, there are material, human resources, method and environment. From this main factors can be found detailed factors that will be effects the quality of raw milk and pasteurized milk. The great factors that affect the quality of raw milk are the lactation cow (nation, genetic and conditions), food (quality and quantity), milking (procedures and sanitation), employees (sanitation and discipline) and environment hygiene. The great factors that affect the quality of pasteurized milk are the raw material (quality), processing production, testing the quality of final product (physical, chemical, microbiological), employees (sanitation and discipline) and environment hygiene.

(5)

KAJIAN MUTU PRODUK SUSU PASTEURISASI DI UNIT

PENGOLAHAN SUSU FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RIDHA MULYANI D14062927

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanain Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Kajian Mutu Produk Susu Pasteurisasi di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Nama : Ridha Mulyani NIM : D14062927

Menyetujui, Pembimbing Utama,

(Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D., M.Si) NIP: 19630705198803 2 001

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rarah R.A Maheswari, DEA) NIP: 19620504 198703 2 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Oktober 1988. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Barnas Santoni dan Ibu Aneng Kusniatati.

Penulis terdaftar sebagai siswa SDN Pakutandang II pada tahun 1994 dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Penulis selanjutnya menyelesaikan pendidikan di SLTP Karya Pembangunan Ciparay pada tahun 2003 dan di SMAN 1 Ciparay pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI), kemudian pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dengan minor Pengembangan Usaha Agribisnis.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabiyullah Muhammad SAW beserta umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Kajian Mutu Produk Susu Pasteurisasi di Unit Pengolahan Susu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis berdasarkan kegiatan magang yang dilakukan untuk penyusunan tugas akhir.

PT D-Farm Agriprima merupakan unit pengolahan susu dengan salah satu produk yang dihasilkan berupa susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi yang aman dikonsumsi diperoleh dari bahan baku yang memiliki kualitas serta penanganan yang baik serta dengan mengaplikasikan cara pengolahan yang baik dan benar. Kualitas dari produk susu pasteurisasi dapat dianalisis melalui pengujian produk serta hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu produk. Analisis mutu dapat ditinjau dari beberapa faktor berdasarkan informasi yang diperoleh pada fishbone diagram. Fishbone diagram atau diagram sebab akibat merupakan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang berpengaruh terhadap hasil. Penggunaan diagram tersebut membatu dalam analisis mutu susu pasteurisasi dan bahan baku yang digunakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Susu ... 3

Susu Pasteurisasi ... 4

Mutu Produk ... 6

Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat) ... 7

MATERI DAN METODE ... 8

Lokasi dan Waktu ... 8

Materi ... 8

Prosedur ... 8

KEADAAN UMUM LOKASI ... 16

Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima ... 16

Peternakan Eco Farm ... 18

Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI)... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Proses Produksi ... 20

Pengujian Bahan Baku Utama dan Produk Akhir ... 23

Bahan Baku Utama (Susu Segar) ... 23

Produk Akhir ... 26

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu ... 28

Mutu Bahan Baku Utama (Susu Segar) ... 28

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

UCAPAN TERIMA KASIH ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standar Mutu Susu Segar (SNI-01-3141-1998) ... 3 2. Standar Mutu Susu Pasteurisasi (SNI01-3951-1995) ... 5 3. Hasil Pengujian Sampel Susu Segar ... 23 4. Hasil Pengujian Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Perisa ...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Segar ... 14

2. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Pasteurisasi ... 15

3. Batch Pasteurizer Kapasitas 20 Liter, 40 Liter dan 500 Liter ... 21

4. Mesin Pengemas ... 22

5. Freezer Penyimpanan Produk ... 23

6. Penyimpanan Pakan di Eco Farm ... 29

7. Konsentrat ... 30

8. Penyimpanan Pakan di KWI ... 30

9. Pemberian Pakan di Peternakan Eco Farm dan KWI ... 31

10. Penyaringan Susu di Peternakan Eco Farm ... 33

11. Pemerahan dan Penyaringan Susu di KWI ... 34

12. Tempat Penampungan Limbah di Eco Farm ... 36

13. Tempat Penampungan Limbah di KWI ... 37

14. Bangunan Kandang dan Lantai Eco Farm ... 37

15. Bangunan Kandang dan Lantai KWI ... 38

16. Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat) pada Mutu ... Susu Segar ... 41

17. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi ... 44

18. Beberapa Peralatan Produksi ... 47

19. Fasilitas Sanitasi ... 47

20. Kondisi Lingkungan dan Bangunan ... 50

21. Pest Control ... 51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Pabrik PT D-Farm Agriprima ... 59 2. Struktur Organisasi PT D-Farm Agriprima ... 60 3. Form Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP ... 61 4. Daftar Pengecekan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) ...

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keamanan pangan merupakan salah satu hal penting yang saat ini menjadi sorotan dunia. Hal tersebut berhubungan dengan keamanan produk baik dari nilai gizi maupun kesehatan. Masalah keamanan pangan dipengaruhi oleh proses produksi serta hal-hal yang berhubungan dengan alur pembuatan produk. Kesadaran konsumen untuk memperoleh produk pangan asal susu dengan keamanan tinggi perlu mendapatkan perhatian khusus dari unit-unit pengolahan susu, baik dalam skala industri maupun skala kecil.

Susu merupakan bahan pangan bergizi tinggi namun memiliki sifat yang mudah rusak dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba. Penanganan yang baik diperlukan untuk memperoleh susu segar yang aman dikonsumsi. Program peningkatan produksi susu dan produk olahannya harus sejalan dengan peningkatan mutu dan keamanan pangan. Salah satu cara untuk meningkatkan keamanan pangan dari susu segar dapat dilakukan dengan pengolahan yang mengaplikasikan proses pemanasan, diantaranya adalah proses pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan salah satu usaha memperpanjang daya tahan susu melalui proses pemanasan untuk menyediakan susu konsumsi yang penyajiannya dapat juga ditambah dengan aroma tertentu serta dikemas dalam kemasan yang menarik. Pasteurisasi dilakukan pada susu untuk memberikan perlindungan maksimum bagi konsumen terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang dibawa dalam susu dan meminimalisasi kehilangan gizi.

(15)

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Susu segar adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar (BSN, 1998).

Tabel 1. Standar Mutu Susu Segar (SNI-01-3141-1998)

No. Karakteristik Syarat

1. Berat jenis (pada suhu 27,5o C minimal) 1,028 g/cm3

2. Kadar lemak Minimum 3,0%

3. Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0%

4. Kadar protein Minimum 2,7%

5. Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan

6. Derajat keasaman 6 – 7o SH

7. Uji alkohol (70%) Negatif

8. Uji katalase maksimal 3cc

9. Angka refraksi 36-38

E. coli (patogen) Negatif

Coliform

12. Jumlah sel radang ambing maksimal 4x 105/ml

13 . Cemaran logam berbahaya maksimal

 Timbal (Pb)

15. Kotoran dan benda asing Negatif

16. Uji pemalsuan Negatif

17. Titik beku -0,5200C s.d -0,5600C

18. Uji Peroksidase Positif

(17)

Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan makanan sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Komposisi terbesar dari susu yaitu air sekitar 87%. Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dengan nilai rata-rata 13% dan total solid tanpa komponen lemak atau solid non fat (SNF) rata-rata adalah 9,5% (Rahman et al., 1992).

Selain mengandung gizi yang tinggi, susu juga mudah sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba. Pada saat susu keluar setelah diperah, susu merupakan suatu bahan yang murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit kuman (yang berasal dari ambing), demikian pula bau dan rasa tidak berubah serta tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa saat berada dalam suhu kamar, susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga dapat menurunkan kualitasnya. Pada keadaan normal, susu hanya bertahan maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun penurunan kualitas. Kerusakan pada susu dapat pula dijumpai kurang dari 4 jam setelah pemerahan. Hal ini dapat terjadi akibat tidak terjaganya kebersihan ambing atau kondisi pemerah saat pemerahan berlangsung, serta kontaminasi pada alat yang digunakan. Pengujian terhadap kualitas susu segar dapat dilakukan melalui pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi (Deptan, 1997).

Susu Pasteurisasi

(18)

Beberapa cara pasteurisasi yang dikenal yaitu metode Low Temperature Long Time (LTLT) dan metode High Temperature Short Time (HTST). Metode LTLT merupakan metode pemanasan susu pada suhu 65oC selama 30 menit, sedangkan metode HTST merupakan metode pemanasan susu pada suhu 710C selama 15-16 detik (Buckle et al., 2007). Daya simpan susu yang telah dipasteurisasi diperpanjang dengan cara pendinginan secara cepat dan penyimpanan pada suhu dingin 10oC atau suhu yang lebih rendah sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik. Suhu tersebut tidak menyebabkan mikroba-mikroba pembusuk mati, tetapi tidak lagi mampu tumbuh dan berkembangbiak. Selama mikroba-mikroba pembusuk tidak aktif, maka susu tetap awet dan baik untuk dikonsumsi (Winarno dan Ivone, 2007). Standar mutu susu pasteurisasi disajikan pada Tabel 2.

Table 2. Standar Mutu Susu Pasteurisasi (SNI 01-3951-1995)

Karakteristik Syarat Jenis

A B

Bau, rasa dan warna Khas Khas

Kadar lemak min (%) 2,8 1,5

Kadar padatan tanpa lemak minimal (%) 7,7 7,5

Uji Reduktase dengan methilen biru 0 0

Kadar protein minimal (%) 2,5 2,5

Uji fosfatase 0 0

TPC (Total Plate Count) maksimal 3 x 104 3 x 104

Coliform presumptive maksimal (MPN/ml) 10 10

Logam berbahaya

Bahan pengawet, pemantap, zat pewarna sesuai dengan peraturan yang ada dan zat penyedap

cita rasa

(19)

Mutu Produk

Sifat-sifat mutu terdiri atas: 1) sifat yang objektif, termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologi, sifat gizi dan sifat biologi serta, 2) sifat organoleptik yang subjektif termasuk rasa, bau, warna, tekstur dan penampilan. Mutu suatu produk ditentukan oleh banyaknya sifat produk dan hal-hal lain yang mempengaruhi mutu. Hadi (2000) mengemukakan bahwa mutu merupakan karakteristik menyeluruh dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Mutu menggambarkan keseluruhan gabungan karakteristik produk pada proses produksi, produk akhir hingga pemasaran. Feigenbaum (1996) menyatakan bahwa konsumen merupakan evaluator mutu karena pada akhirnya konsumen yang akan memutuskan suatu mutu. Pencapaian dan pemeliharaan tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu suatu produk merupakan faktor yang dapat menentukan pertumbuhan kelangsungan suatu perusahaan. Konsumen yang puas merupakan definisi praktis dari mutu yang tinggi.

(20)

Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat)

(21)

METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang ini bertempat di unit usaha pengolahan susu Fakultas Peternakan PT D-Farm Agriprima dan peternakan sapi perah Eco Farm dan Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI). Pelaksanaan magang dilaksanakan selama delapan bulan, dimulai pada April 2010 sampai dengan November 2010.

Materi

Bahan yang digunakan dalam proses produksi susu pasteurisasi yaitu susu, gula, air, flavor dan pengemas. Alat yang digunakan untuk produksi yaitu kompor, panci, pengaduk, gelas ukur, termometer, mesin pasteurisasi filling dan sealing machine.

Bahan yang digunakan untuk pengujian susu dan pengujian produk yaitu sampel susu segar, sampel susu pasteurisasi, fenoftalin 1%, kalium oksalat, formalin, aquades, NaOH 0,1 N, H2SO4, alkohol 70%, amylalkohol, air suling, MgNO3, 6H2O, HNO3 pekat, H2SO4 18N, HNO3 7N, HCl 6N, 5 ml HNO3 1N, Natrium molibdat, HNO3 dan HClO4. Media yang digunakan untuk pengujian mikrobiologi yaitu Buffer Pepton Water (BPW), Salmonella Shigella Agar (SSA), Plate Count Agar (PCA), Eosin Methilen Blue Agar (EMBA) dan Violet Red Bile Agar (VRBA). Alat yang digunakan untuk pengujian yaitu penyaring, gelas ukur, gun tester, milkotester, refractometer, viscometer, buret, tabung butirometer, water bath, centrifuge, tabung reaksi, cawan Petri, jarum Ose, pemanas Bunsen, pipet, oven, inkubator, cawan porselin, labu destruksi dan tanur. Instrumen pendukung yang digunakan yaitu kajian aspek cara beternak yang baik dan benar yang mengacu pada GFP dan cara pembuatan makanan yang baik (CPMB).

Prosedur

(22)

Pengujian Mutu Bahan Baku dan Produk Susu Pasteurisasi

Pengujian susu sebagai bahan baku utama mengacu pada SNI No. 01-3141-1998 yaitu pengujian warna, bau, rasa, kekentalan, uji alkohol, berat jenis, kadar lemak, kadar protein, derajat asam, cemaran mikroba (TPC, E.coli, Salmonella) dan cemaran logam (timbal dan seng). Pengujian produk mengacu pada SNI No. 01-3951-1995 yaitu pengujian bau, rasa, warna, kadar lemak, kadar protein, bahan kering tanpa lemak, cemaran mikroba (Total kuman dan Coliform) dan cemaran logam (timbal, tembaga, arsen dan seng).

Uji Alkohol. Susu sebanyak 5 cc dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 cc alkohol 70%, kemudian dikocok pelan-pelan. Jika terdapat butir-butir pada susu maka dinilai positif.

Uji Berat Jenis (BSN, 1998). Susu dihomogenkan secara sempurna, kemudian sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur. Laktodensimeter dengan hati-hati dicelupkan ke dalam susu, dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. Skala dan temperatur susu yang ditunjukkan laktodensimeter tersebut dibaca, selanjutnya dilihat pada tabel penyesuaian berat jenis susu yang diuji pada temperatur 27,5oC.

Uji Derajat Keasaman. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan fenoftalin 2% dan larutan alkohol 96%. Salah satu labu Erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,25N hingga timbul warna merah muda yang tidak lenyap jika dikocok, kemudian dicatat banyaknya NaOH 0,25N yang terpakai.

(23)

Uji Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak. Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) dapat dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering dengan kadar lemak dan dihitung dengan menggunakan rumus Fleischman jika kadar lemak dan berat jenis telah diperoleh.

Bahan Kering = 1,23 L + 2,71 100(B.J – 1) B.J

Uji Kadar Protein dengan Titrasi Formol. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan fenoftalin 1% sebanyak 2-3 tetes, kemudian ditambahkan kalium oksalat 0,4 ml dan dihomogenkan, jika telah homogen maka dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan tidak dicatat. Formalin 40% ditambahkan hingga warna merah muda hilang. Titrasi dilakukan kembali dengan NaOH 0,1N dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (p ml).Titrasi blanko dibuat dengan mencampur 10 ml aquades, 2 tetes fenoftalin 1%, 0,4 ml kalium oksalat dan 2 ml formalin 40%. Campuran bahan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga warna merah muda terbentuk dan dicatat banyaknya NaOH yang terpakai (q ml). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

% kadar protein = (p-q) ml x 1,7 ; 1,7 = faktor formol

Total Plate Count (BSN, 1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media

(24)

Jumlah Bakteri Coliform (DSN, 1998). Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 9 ml Buffer Pepton Water (BPW) sebagai pengenceran sepersepuluh (P-1). Pengenceran ini dilakukan hingga (P-3). Penentuan dari pengenceran P-1 sampai P-3 diambil menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri steril, dipupukkan dengan 12 ml Violet Red Bile Agar (VRBA), selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggerakan cawan Petri membentuk arah angka delapan. Apabila permukaan agar sudah membeku kemudian dilapisi (over lay) dengan medium yang sama tetapi lebih tipis (±3 ml) agar membeku, cawan Petri diinkubasi pada posisi terbalik pada suhu 37 ± 1oC selama 24-48 jam.

Analisis Kuantitatif Escherichia coli (DSN, 1992). Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 90 ml larutan Buffer Pepton Water

(BPW) steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per sepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-3. Pemupukan dilakukan terhadap semua pengenceran yang telah dilakukan (P0 sampai P3) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran diambil dengan pipet, dimasukkan ke dalam cawan Petri secara duplo dan ditambahkan medium agar EMBA sebanyak 12-15 ml. Campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan di atas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan Petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam sampai 48 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut:

Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni x faktor pengencer

Analisis Kuantitatif Salmonella (APHA, 1992). Analisa pendugaan Salmonella

(25)

hari. Pengujian lebih lanjut yang dilakukan adalah uji TSI (Triple Sugar Iron) dan SIM (Sugar Indole Motility),

Penetapan Cemaran Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) (BSN, 2009). Sampel sebanyak 5-10 g ditimbang dalam cawan porselin/kuarsa/platina (m). Cawan yang berisi sampel dimasukkan dalam penangas listrik dan dipanaskan secara bertahap hingga sampel menjadi arang dan tidak berasap lagi (ditambahkan juga 10 ml MgNO3, 6H2O 10% dalam alkohol untuk mempercepat pengabuan). Pengabuan dilakukan dalam tanur (500 ± 50)oC hingga abu berwarna putih, bebas dari karbon. Apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, maka dibasahkan terlebih dahulu dengan beberapa tetes air dan ditambahkan HNO3 pekat kira-kira 0,5 - 3 ml. Cawan dikeringkan di atas penangas listrik dan dimasukkan kembali ke dalam tanur pada suhu 500oC dan dilanjutkan pemanasan hingga abu berwarna putih. Abu yang sudah berwarna putih dilarutkan dalam 5 ml HCl 6 N atau 5 ml HNO3 1N sambil dipanaskan di atas penangas listrik atau penangas air selama 2-3 menit dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan air suling (v) hingga mencapai tanda garis. Larutan blanko disiapkan dengan penambahan pereaksi, lalu dibaca absorbans larutan baku kerja dan larutan sampel terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum sekitar 324 nm untuk Cu dan 283 nm untuk Pb. Kurva kalibrasi dibuat antara konsentrasi logam (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y. Diplotkan hasil pembacaan larutan sampel terhadap kurva kalibrasi dan dihitung kandungan logam dalam sampel.

Perhitungan : Kandungan logam (mg/kg) =

(26)

pendingin dengan hati-hati sambil digoyang-goyangkan dan dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan pendingin dicuci dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan tersebut diambil dengan pipet sebanyak 25 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis. Larutan blanko dengan penambahan pereaksi yang sama seperti contoh disiapkan dan ditambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan

sampel dan larutan blanko pada alat “HVG”. Absorbans larutan baku kerja, larutan

sampel dan larutan blanko dapat dibaca menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm. Kurva kalibrasi dapat dibuat dengan konsentrasi Hg

(μg/ml) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y dan hasil pembacaan

larutan sampel diplotkan terhadap kurva kalibrasi. Pengerjaan dilakukan secara duplo.

Perhitungan: Kandungan Hg (mg/kg) = Keterangan:

C adalah konsentrasi Hg dari kurva kalibrasi (μg/ml)

V adalah volume larutan akhir (ml) M adalah bobot contoh (g)

Fp adalah faktor pengenceran

Pengujian Arsen (As). Sebanyak ± 1gram sampel dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer ukuran 125 ml atau 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 dan didiamkan pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate

(27)

dan 0,6 ml HCl ditambahkan pada sampel yang telah didinginkan terlebih dahulu. Sampel kembali dipanaskan selama ± 15 menit agar larut dengan baik, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sampel yang mengandung endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah kemudian dianalisis menggunakan AAS untuk analisis arsen (As).

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bahan Baku Utama dan Produk Susu Pasteurisasi dengan Fishbone Diagram (Diagram Sebab akibat)

Faktor yang dapat mempengaruhi mutu susu segar dan susu pasteurisasi dianalisis dengan menggunakan fishbone diagram (diagram sebab akibat). Penentuan faktor yang dapat mempengaruhi mutu tersebut digambarkan dengan diagram yang memaparkan sumber penyebab variasi dari suatu proses menurut Ishikawa (1988), yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Penentuan Faktor Analisis Mutu Susu Segar

BAHAN SDM

Mutu Susu Segar

METODE LINGKUNGAN

Sebab Akibat

(28)

BAHAN SDM

Mutu Susu Pasteu- risasi

METODE LINGKUNGAN

Sebab Akibat

Faktor rinci Faktor lebih rinci

(29)

KEADAAN UMUM LOKASI

Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima Riwayat Perusahaan

Unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima merupakan unit usaha yang berada di Fakultas Peternakan IPB. Produk utama unit pengolahan susu ini yaitu susu pasteurisasi dan yoghurt. Keberadaan D-Farm berawal sejak kepindahan kampus Fakultas Peternakan IPB dari Gunung Gede ke Darmaga pada tahun 1994. Tahun 2006-2007 unit usaha ini dikelola langsung oleh Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Tenaga kerja yang terlibat yaitu teknisi dan tenaga honorer Fakultas Peternakan.

Saat ini, unit pengolahan susu D-Farm diberi kewenanganan untuk mengelola aset yang ada secara mandiri. Unit pengolahan D-Farm berfungsi ganda sebagai Teaching Industry. D-Farm dikelola oleh alumni Fakultas Peternakan IPB yang diberi kepercayaan untuk dapat mengelola dan merawat aset yang ada. D-Farm melakukan diversifikasi produk susu olahan yang dipasarkan dengan merek FAPET. Produk susu olahan yang dihasilkan antara lain susu pasteurisasi, yoghurt, kefir, puding susu, es krim, kerupuk susu, karamel susu dan dodol susu. Terhitung sejak tanggal 29 Juni 2010, lima varian produk susu pasteurisasi FAPET yaitu susu pasteurisasi plain, susu pasteurisasi rasa coklat, susu pasteurisasi rasa stroberi, susu pasteurisasi rasa kopi moka, susu pasteurisasi rasa vanila telah memperoleh persetujuan pendaftaran produk pangan (No. MD). Produksi susu pasteurisasi perhari di unit pengolahan ini yaitu sekitar 30-40 liter/hari.

Lokasi Perusahaan

(30)

Aspek Organisasi, Manajemen dan Ketenagakerjaan

PT D-Farm Agriprima berbentuk perseroan terbatas dengan status pemodal dalam negeri dan sudah memperoleh perizinan sebagai berikut :

1. Akta Notaris Pendirian Perseroan Terbatas “PT D-Farm Agriprima” dari Notaris

Ny. Natalia Lini Handayani, SH No.30 tanggal 12 Mei 2009

2. Surat Keterangan Usaha No. 503/23/V/2009 Tanggal 27 Mei 2009 dari Desa Babakan Kecamatan Dramaga

3. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP – Mikro) No. 0411/10-20/Pm/P0/VI/2009 tanggal 22 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor

4. Tanda Daftar Industri No. 535.3/006/0007/BPT/2009 tanggal 25 Juni 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor

5. Tanda Daftar Perusahaan PT No. 10.20.1.15.00419 Tanggal 9 Juli 2009 dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor

(31)

Peternakan Eco Farm

Eco Farm merupakan salah satu peternakan sapi perah yang terletak di jl. Kayu Manis Laboratorium Kandang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Eco Farm berdiri pada tahun 2003 yang terbentuk atas bantuan dana dari Departemen Pertanian sebesar Rp 250 juta dengan 20 ekor sapi serta fasilitasnya. Luasan kandang Eco Farm yaitu sekitar 8 x 20 m2 dan memiliki kebun rumput seluas 2 hektar.

Saat ini Eco Farm memiliki jumlah sapi perah bangsa Frisian Holland (FH) sebanyak 20 ekor yang terdiri atas 13 ekor sapi laktasi dan 7 ekor sapi yang tidak diperah (sapi bunting dan sakit). Eco Farm memasarkan hasil produksinya berupa susu segar ke unit pengolahan PT D-Farm Agriprima sebanyak 60 liter/hari. Pihak peternakan juga memasarkan susu ke lembaga lain dan juga melayani konsumen yang langsung datang ke peternakan. Strategi pemasaran susu segar dari pihak Eco Farm pada saat itu dirasa masih kurang, karena susu segar yang dihasilkan terkadang tidak dapat terjual seluruhnya. Kondisi tersebut memunculkan ide dari pihak Eco Farm untuk membuka unit pengolahan susu secara mandiri, hingga akhirnya ide itu direalisasikan dengan membuka unit pengolahan susu dengan produk utama susu pasteurisasi dan yoghurt.

(32)

Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI)

Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI) merupakan salah satu koperasi yang digandeng oleh Fakultas Peternakan untuk mengelola pembibitan sapi perah. Fakultas Peternakan berhasil mendapatkan dana dari Departemen Koperasi untuk pengelolaan peternakan sapi perah yang dalam pelaksanaannya harus melalui koperasi. Berdasarkan akta pengesahan tanggal 25 Mei 1999 Nomor Pengesahan 350/BH/KDK.105/VI/1999 alamat koperasi berada di Kampus Dalam Kp Cangkurawok desa Babakan Lebak kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Bentuk kerjasama diwujudkan dengan pemberian ijin penggunaan lokasi pemeliharaan sapi perah di laboratorium lapang B Fakultas Peternakan.

Sapi perah yang dikelola KWI merupakan bangsa sapi Frisian Holland (FH) yang berasal dari Australia sebanyak 40 ekor. Perbedaan iklim dan manajemen pemeliharaan yang berbeda menyebabkan beberapa ekor sapi kurang bisa beradaptasi dengan baik sehingga jumlah sapi menurun dan yang tersisa yaitu sebanyak 26 ekor. Jumlah sapi laktasi sebanyak 21 ekor dan sapi bunting sebanyak 5 ekor. Jumlah rata-rata produksi susu sebanyak 160 liter/hari. Susu dipasarkan ke D-Farm Agriprima setiap pagi dan sore dengan total sebanyak 60-100 liter, selain itu KWI juga melayani konsumen yang langsung datang ke peternakan dan konsumen yang berada di luar peternakan.

Struktur kepengurusan KWI terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara. Jumlah karyawan KWI yaitu sebanyak dua belas orang yang terdiri atas satu orang operasional manager, satu orang kepala kandang, dua staf administrasi, satu orang

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Produksi

Proses produksi susu pasteurisasi di unit pengolahan susu D-Farm Agriprima meliputi penerimaan dan pengujian kualitas susu segar, penambahan sirup flavor, pasteurisasi, pendinginan, pelabelan dan penyimpanan.

Penerimaan dan Pengujian Kualitas Susu Segar

Pengujian kualitas terhadap susu dilakukan dengan uji alkohol 70%. Sebelum dilakukan uji alkohol, susu dihomogenisasi dengan menggunakan pengaduk stainless steel yang telah disterilisasi menggunakan air panas. Pengujian alkohol dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi susu yang masih baik. Danasaputra (2004) menyatakan bahwa pengujian alkohol dilakukan untuk menentukan kualitas susu segar dan layak tidaknya susu untuk diproses. Teori tentang pengujian ini yaitu bahwa bakteri yang ada di dalam susu akan mampu merubah komposisi susu sampai pada tahap penggumpalan bila diberi alkohol.

Pengujian selanjutnya yaitu pengujian komposisi susu. Sampel sebanyak 100 ml diambil untuk dilakukan pengujian komposisi susu dengan menggunakan alat milkotester di laboratorium susu bagian Teknologi Hasil Ternak. Hasil analisis yang diperoleh dari penggunaan alat milkotester yaitu data berupa nilai berat jenis, kadar lemak, Solid Non Fat (SNF), protein, laktosa, titik beku, solid dan kadar air.

Penambahan Sirup Flavor

Penambahan sirup flavor hanya dilakukan untuk proses produksi susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa. Bahan yang digunakan untuk membuat sirup flavor yaitu air mineral, gula/sukrosa dan dan flavor berupa essence. Sirup

flavor dibuat dengan memanaskan air yang ditambahkan dengan gula dan flavor.

Sirup tersebut ditambahkan pada susu yang sudah berada pada batch dan siap dipasteurisasi. Volume sirup flavor yang ditambahkan tergantung pada volume susu segar yang akan dipasteurisasi. Penambahan sirup flavor yaitu hingga kemanisan susu mencapai 14-15o Brix. Apabila kemanisan kurang maka ditambahkan lagi sirup

(34)

Pasteurisasi

Susu yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam batch pasteurizer

untuk dipasteurisasi. PT D-Farm memiliki tiga mesin batch pasteurizer dengan kapasitas 500 liter, 40 liter dan 20 liter. Sebelum proses pasteurisasi berlangsung, mesin pasteurisasi harus dalam keadaan bersih dan dilakukan pemanasan mesin dengan menggunakan air hingga mencapai suhu 90ºC (pemanasan awal). Setelah air mencapai suhu tersebut, mesin dimatikan dan air diturunkan. Susu kemudian dimasukkan ke dalam batch pasteurizer, dicatat suhu awalnya dan mulai dilakukan proses pasteurisasi hingga mencapai suhu 70 – 75oC selama 30 menit. Susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa ditambahkan sirup flavor sesuai yang dibutuhkan sebelum dilakukannya proses pasteurisasi. Setelah mencapai suhu tersebut, susu yang telah melalui proses diturunkan untuk selanjutnya dilakukan pendinginan. Pencatatan suhu dan waktu selalu dilakukan pada log book selama proses pasteurisasi. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa kesesuaian waktu dan suhu pasteurisasi harus dilakukan secara tepat. Apabila proses pasteurisasi dilaksanakan secara tepat maka dapat menghancurkan semua organisme patogen. Pencegahan timbulnya bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah dipasteurisasi dapat dilakukan dengan pendinginan secara cepat setelah dipanaskan.

Gambar 3. Batch Pasteurizer Kapasitas (a) 20 Liter, (b) 40 Liter dan (c) 500 Liter

Pendinginan

Susu yang telah dipasteurisasi kemudian diturunkan dan ditampung di milk can atau toples tahan panas yang telah disterilisasi dengan menggunakan air panas. Pendinginan dilakukan dengan cara perendaman milk can atau toples pada wadah yang dialiri dengan air. Pendinginan dilakukan hingga suhu susu mencapai maksimal 50ºC.

c b

(35)

Pengemasan

Susu pasteurisasi dikemas pada cup aseptis berwarna putih dengan volume 120 ml. Filling dilakukan secara manual dengan menggunakan gelas ukur yang telah disterilkan dengan air panas. Cup yang telah diisi kemudian disusun pada mesin pengemas untuk dilakukan penutupan cup dengan menggunakan penutup metalizing.

Setelah selesai dikemas kemudian produk disimpan sementara pada freezer.

Gambar 4. Mesin Pengemas

Pelabelan

Pelabelan dilakukan dengan menempelkan label berupa sticker pada permukaan penutup setelah pengemasan produk. Label dibuat sesuai dengan ukuran penutup dengan kombinasi warna yang berbeda untuk setiap rasa. Label tersebut menyajikan informasi yang terdiri dari merk dagang, volume kemasan, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan, alamat unit pengolahan dan cara penggunaan.

Penyimpanan

Produk susu pasteurisasi disimpan pada freezer dengan suhu sekitar -4oC. Setiap produk yang masuk selalu dihitung dan dicatat jumlah dan variasi rasanya pada log book yang telah disediakan. Pengeluaran produk dilakukan secara sistem

(36)

suhu dingin 10oC dan pada suhu yang lebih rendah akan lebih baik, karena pada suhu tersebut mikroba pembusuk tidak lagi mampu tumbuh dan berkembang biak.

Gambar 5. Freezer Penyimpanan Produk

Pengujian Bahan Baku Utama dan Produk Akhir Bahan Baku Utama (Susu Segar)

Perolehan produk susu pasteruisasi yang memiliki kualitas baik salah satunya dapat ditinjau dari keamanan bahan baku utama berupa susu segar. Pengujian bahan baku dapat dilakukan untuk mengetahui mutu dari susu segar yang akan digunakan. Pengujian bahan baku utama mengacu pada SNI susu segar No. 01-3141-1998. Pengujian yang dilakukan terhadap susu segar yaitu pengujian alkohol, berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL), kadar protein, derajat keasaman, cemaran mikroba (TPC, Salmonella dan E.coli) dan cemaran logam sepert timbal (Pb) dan seng (Zn). Pengujian sampel susu segar yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan susu pasteruisasi di D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel Susu Segar

No. Parameter Hasil

1. Warna, bau, rasa Normal

2. Berat jenis (pada suhu 27,5o C minimal) 1,030 g/cm3

3. Kadar lemak 3,32%

4. Kadar protein 3,51%

5. Derajat keasaman 8,19%

6. Uji alkohol (70%) Negatif

7. Cemaran mikroba maksimal

 Total kuman

Salmonella

1x103,38 CFU/ml Negatif

E. coli (patogen) Negatif

8. Cemaran logam berbahaya maksimal

 Timbal (Pb)

 Seng (Zn)

(37)

Hasil pengujian organoleptik untuk susu segar yaitu memiliki warna, bau dan rasa yang normal. Buckle et a.l (2007) menyatakan bahwa warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna kuning berasal dari kandungan lemak dan karoten yang dapat larut. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya.

Hasil pengujian susu segar untuk uji alkohol rata-rata bernilai negatif. Hal tersebut sesuai dengan standar susu segar SNI-01-3141-1998, dimana pengujian alkohol (70%) harus negatif. Danasaputra (2004) menyatakan bahwa pengujian alkohol merupakan salah satupengujian susu untuk menentukan keadaan susu apakah dalam kondisi baik atau tidak. Keadaan air susu dikatakan baik apabila hasil uji negatif. Apabila hasilnya positif maka air susu tersebut sudah asam atau rusak sehingga tidak dapat diperdagangkan.

Hasil pengujian susu segar untuk berat jenis rata-rata yaitu sebesar 1,030 g/cm3. Nilai berat jenis susu segar menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 1,028 g/cm3. Berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan bahwa berat jenis bahan baku susu segar berada di atas nilai minimum standar yang ditetapkan. Rahman et al.

(1992) menyatakan bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh zat-zat padatan yang terkandung di dalam susu seperti lemak, protein, laktosa dan mineral. Semakin tinggi partikel tersebut maka berat jenis susu akan semakin tinggi.

(38)

pemberian konsentrat. Pemberian pakan hijauan yang lebih sering pada sapi perah yang sedang berproduksi susu akan berakibat pada meningkatnya konsumsi pakan, produksi susu dan kadar lemak susu (Siregar, 1997).

Hasil pengujian susu segar untuk kadar protein rata-rata yaitu sebesar 3,51%. Nilai kadar protein minimal menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 32,7 %. Berdasar hasil pengujian kadar protein diketahui bahwa kadar protein susu segar berada di atas nilai minimum yang dipersyaratkan pada SNI. Protein susu terdiri atas dua kelompok protein, yaitu kasein (sekitar 80%) dan whey (20%). Sudono (1999) menyatakan bahwa protein susu juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi.

Hasil pengujian untuk derajat keasaman rata-rata yaitu memiliki nilai pengujian sebesar 8,19oSH. Nilai derajat keasaman menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 6-7oSH. Berdasarkan hasil pengujian, nilai derajat keasaman susu segar berada diatas nilai standar. Danasaputra (2004) menyatakan bahwa tujuan penetapan derajat asam yaitu untuk mengukur derajat keasaman susu (titrable acidity) dan dinyatakan dalam jumlah asam laktat dalam susu. Derajat asam susu menunjukkan dua hal, pertama keasaman yang memang ada dalam susu, kedua keasaman yang disebabkan oleh susu yang terkontaminasi bakteri.

Mikroba yang diuji pada susu segar yaitu TPC, Salmonella dan E. coli. Berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 nilai maksimal TPC pada susu segar yaitu 1 x 106 CFU/ml sedangkan Salmonella dan E. coli harus bernilai negatif. Hasil pengujian bahan baku susu segar memiliki nilai TPC yaitu 1x103,38 CFU/ml serta Salmonella

dan E. coli yaitu bernilai negatif. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat dikatakan bahwa susu berada dalam kondisi baik karena telah memenuhi persyaratan cemaran mikroba berdasarkan SNI No. 01-3141-1998. Buckle et al. (2007) mengemukakan bahwa cemaran mikroba pada susu dapat terjadi sejak proses pemerahan, dari berbagai sumber seperti sapi, alat pemerahan dan tempat penyimpanannya yang kurang bersih, tanah, air, debu, udara, serangga dan penanganan manusia. E. coli

(39)

Pengujian cemaran logam pada susu segar yaitu berupa Timbal (Pb) dan Seng (Zn). Nilai maksimal cemaran logam berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 untuk timbal (Pb) yaitu 0,3 ppm dan untuk seng (Zn) 0,5 ppm. Berdasarkan hasil pengujian kandungan timbal (Pb) kurang dari 0,048 ppm dan seng (Zn) 4,18 ppm. Nilai kandungan logam untuk timbal (Pb) sesuai dengan standar namun seng (Zn) berada ditas nilas standar. Oskarsson et al. (1992) menyatakan bahwa Pb dalam kandungan susu sangat kecil. Kandungan Pb biasanya terdeteksi lebih tinggi pada hati, ginjal dan daging daripada susu. Kandungan logam Pb tersebut dapat berasal dari pakan atau air minum yang tercemar Pb, dan di dalam organ hati dan ginjal Pb akan terakumulasi. Kandungan seng (Zn) dapat masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian masuk melalui saluran pencernaan di dalam tubuh dan sebagian diekskresikan melalui air susu.

Produk Akhir

Sebelum diedarkan ke pasaran perlu dilakukan pengujian terhadap produk. Pengujian susu pasteurisasi yang dilakukan oleh unit pengolahan D-Farm mengacu pada SNI No. 01-3951-1995. Salah satu sampel yang diuji yaitu susu pasteurisasi dengan perisa vanilla. Pengujian yang dilakukan yaitu bau, rasa, warna, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak, kadar protein, cemaran mikroba ( TPC dan Coliform) dan logam berbahaya (arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn)). Hasil dari pengujian produk susu pasteruisasi yang diproduksi oleh unit pengolahan D-Farm dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Perisa Vanilla

No. Karakteristik Hasil

1. Bau, rasa dan warna Khas/normal

2. Kadar lemak (%) 2,39

3. Kadar padatan tanpa lemak (%) 13,8

4. Kadar protein (%) 2,78

5. TPC (Total Plate Count) <10

6. Coliform presumptive (MPN/ml) <3

7. Logam berbahaya : As (ppm) maksimal Pb (ppm) maksimal

(40)

kering tanpa lemak (BKTL) untuk susu pasteurisasi dengan penambahan perisa menurut SNI No. 01-3951-1995 berturut-turut yaitu sebesar 1,5%, 2,5% dan 7,5%. Hasil pengujian produk akhir susu pasteurisasi rasa vanilla memiliki kadar lemak, protein dan BKTL berturut-turut yaitu sebesar 2,39%, 2,78% dan 13,8%. Hasil pengujian untuk kadar lemak, protein dan BKTL pada produk akhir berada di atas standar nilai minimal dan apabila dibandingkan dengan kualitas susu segar memiliki nilai yang tidak begitu jauh berbeda. Buckle et al. (2007) mengemukakan bahwa proses pasteurisasi mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar.

Mikroba yang diuji pada produk akhir yaitu berupa TPC dan Coliform. Standar nilai maksimum TPC berdasarkan SNI No. 01-3951-1995 untuk susu pasteurisasi dengan penambahan perisa yaitu 3 x 104 (CFU/ml) sedangkan Coliform

10 (MPN/ml). Hasil pengujian produk akhir untuk nilail TPC yaitu kurang dari 10 sedangkan Coliform kurang dari 3. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa TPC dan Coliform pada produk akhir telah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Gustiani (2009) menyatakan bahwa peoses pasteurisai dapat menekan jumlah mikroba pada susu segar, namun susu yang telah melalui proses pemanasan masih memungkinkan terjadinya kontaminasi silang dari peralatan dan air pencuci. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator sanitasi penanganan susu. Apabila Coliform mengkontaminasi susu dalam jumlah yang relatif besar maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia apabila dikonsumsi.

(41)

dari pakan atau air minum yang tercemar logam. Kandungan logam tersebut dapat masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian masuk melalui saluran pencernaan di dalam tubuh dan sebagian diekskresikan melalui air susu. Namun biasanya kandungan logam tersebut lebih banyak terakumulasi pada bagian organ atau jaringan lain. Peningkatan cemaran logam pada proses pasteurisasi dapat terjadi melalui tahapan proses pengolahan misalnya kontak langsung susu dengan permukaan alat yang mengandung logam atau mengalami pengikisan logam berat.

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu Mutu Bahan Baku Utama (Susu Segar)

Mutu bahan baku utama dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam penanganannya. Susu segar yang aman dapat diperoleh dari suatu peternakan yang menerapkan tata cara beternak yang baik dan benar yang mengacu pada Good Farming Practices (GFP). Penerapan tata cara beternak yang baik dan benar dapat dikaji pada kedua peternakan yang mensuplai susu ke unit pengolahan D-Farm Agriprima. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram

(diagram sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi mutu susu segar. Beberapa faktor yang dianilisis dikategorikan ke dalam empat faktor utama yaitu bahan, metode, sumber daya manusia, dan lingkungan. Fishbone Diagram (diagram sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu susu segar dapat dilihat pada Gambar 16.

Bahan

(42)

2) Pakan. Pakan yang digunakan di Eco Farm yaitu hijauan, konsentrat dan ampas tahu. Hijauan yang diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah. Hijauan tersebut merupakan hijauan yang berasal dari kebun rumput milik peternakan sendiri yang tidak menggunakan pupuk berbahaya serta tanpa penyemprotan insektisida, sehingga aman untuk dikonsumsi ternak. Konsentrat dan ampas tahu yang dibeli dikemas dalam karung tanpa terdapat label yang menunjukkan merk dagang ataupun komposisi pakan. Konsentrat dan ampas tahu disimpan di gudang penyimpanan dalam kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area kandang. Ampas tahu yang telah digunakan ada kalanya disimpan di area kandang, sehingga memungkinkan tumbuhnya jamur dan adanya kontaminasi yang berasal dari kandang. Penyimpanan sampel pakan diperlukan bagi suatu peternakan. Hal tersebut bertujuan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila teridentifikasi adanya residu pada susu, namun hal tersebut belum dilaksanakan oleh pihak Eco Farm.

Pemberian pakan di Eco Farm dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 15.00 WIB setelah pemerahan. Sebelum pakan diberikan, tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan sebelumnya. Konsentrat di berikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan untuk air minum diberikan ad libitum sepanjang hari. Hijauan yang diberikan yaitu sebanyak 35-40 kg/ekor/hari, sedangkan pemberian konsentrat sebanyak 5 kg dicampur dengan ampas tahu sbanyak 2 kg untuk masing-masing sapi laktasi. Pencampuran dilakukan harus secara merata, namun pada saat di lapangan ada kalanya pencampuran konsentrat dan ampas tahu tersebut kurang merata.

Pakan yang digunakan di KWI yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah yang berasal dari kebun rumput milik peternakan sendiri tanpa menggunakan pupuk berbahaya. Konsentrat yang

Gambar 6. Penyimpanan Pakan di Eco Farm (a) Hijauan dan (b) Konsentrat b

(43)

digunakan dibedakan menjadi dua jenis dengan merk dagang Lakto Feed A untuk pedet dan Lakto Feed B untuk sapi laktasi. Label dari kemasan menunjukan informasi berupa berat bersih, produsen dan kandungan nutrisi pakan. Kandungan nutrisi pada Lakto Feed A terdiri dari protein kasar sebesar 16-17%, lemak kasar 6-7%, serat kasar 14-15% dan TDN 60-65%. Kandungan nutrisi pada Lakto Feed B terdiri dari protein kasar sebesar 13-14%, lemak kasar 5-6%, serat kasar 16-17% dan TDN 55-60%. Menurut NRC (2001), kandungan nutrisi yang direkomendasikan bagi sapi laktasi dengan produksi susu antara 7 dan 13 kg/hari yaitu protein kasar sebesar 12-15%, serat kasar 17%, lemak kasar 3% dan TDN 63-67%.

Gambar 7. Konsentrat (a) Lakto Feed A dan (b) Lakto Feed B

Penyimpanan konsentrat ditempatkan di gudang penyimpanan pakan dalam kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area kandang. Hijuan yang akan diberikan berbentuk cacahan sehingga mempermudah sapi dalam proses pencernaanya. Pencacahan hijauan dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut chopper. Sama halnya seperti Eco Farm, KWI belum melakukan penyimpanan sampel pakan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila teridentifikasi adanya residu pada susu

b a

a b

(44)

Hijauan diberikan tiga kali yaitu pada pukul 08.30 WIB, 12.00 WIB dan 19.00 WIB. Konsentrat diberikan dua kali pada pukul 08.00 dan 11.30 WIB. Hijauan yang diberikan yaitu sebanyak 30 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat sebanyak 5kg/ekor/hari. Konsentrat diberikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan untuk air minum diberikan bersamaan dengan pemberian hijauan.

.

Gambar 9. Pemberian pakan di peternakan (a) Eco Farm dan (b) KWI

Ensminger dan Tyler (2006) mengemukakan bahwa sapi perah mempunyai daya produksi yang tinggi sehingga apabila tidak mendapatkan makanan yang cukup tidak akan mampu memproduksi susu dengan baik. Sopiyana (2006) menyatakan bahwa pakan sapi perah digolongkan menjadi tiga yaitu pakan hijauan, konsentrat dan pakan tambahan. Pemberian pakan ideal untuk sapi laktasi adalah 30-40kg hijauan/ekor/hari dan konsentrat 5-9 kg/ekor/hari. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan dapat berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Pakan berupa hijauan bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.

Metode

1) Peralatan. Peralatan kandang yang digunakan di Eco Farm dan KWI terdiri dari peralatan kebersihan kandang dan peralatan pemerahan milik sendiri. Peralatan kebersihan kandang di Eco Farm terdiri atas selang, karet pembersih lantai, sapu lidi, ember, sikat dan alat pengangkut limbah padat. Peralatan pemerahan yang digunakan yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, penyaring susu, gelas ukur dan mangkuk kuarter. Beberapa diantara peralatan tersebut masih belum sepenuhnya bersih yang terlihat dari adanya sisa-sisa kotoran pada beberapa alat seperti sapu lidi, sikat dan pembersih lantai. Begitu pula pada

(45)

peralatan pemerahan yang tidak disterilisasi dengan air panas setelah dan sebelum digunakan. Pelaksanaan sanitasi peralatan di Eco Farm hanya dilakukan dengan pencucian menggunakan sabun.

Peralatan kebersihan kandang di KWI terdiri dari selang, karet pembersih lantai, sapu lidi, ember, sikat dan alat desinfektan. Peralatan pemerahan yang digunakan di KWI yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, kain dan alat penyaring untuk susu, kain lap untuk ambing dan alat pencelup puting. Kondisi peralatan pemerahan KWI selalu diupayakan dalam keadaan bersih dan kering. Proses sterilisasi alat dengan air panas dilakukan setelah pencucian dengan sabun. Deptan (1997) menyatakan bahwa pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya dengan menggunakan air panas dan larutan chlor. Hal ini dapat melarutkan lemak susu yang menempel pada alat-alat tersebut. Peralatan yang tidak bersih dalam penanganan susu mengakibatkan susu banyak mengandung kuman. Kondisi alat seharusnya selalu dalam keadaan bersih. Hal tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir perkembangan mikroba yang dapat menjadi sumber penyakit bagi ternak dan mencemari susu. Ernawati (2000) menyatakan bahwa setiap peralatan di kandang khususnya peralatan pemerahan seperti milk can, ember, saringan susu, gelas ukur dan alat lain harus dicucihamakan sebelum digunakan, cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pembilasan menggunakan air panas. Hal tersebut perlu dilakukan karena peralatan tersebut akan berhubungan langsung dengan susu sapi, sehingga akan diperoleh kualitas air susu yang bersih dan tidak mudah rusak.

2) Pemerahan. Proses pemerahan harus dilakukan secara benar dan memperhatikan kebersihan area pemerahan, ternak, alat, serta higien personal peternak. Tahapan proses pemerahan yang dapat dilakukan menurut Deptan (1997) yaitu: 1) pembersihan daerah ambing dan puting dengan lap yang telah dibasahi air hangat, 2) pre dipping, 3) pemerahan awal, 4) pemerahan, 5) penyaringan dan 6) post dipping.

(46)

banyak mengandung bakteri yang terbawa karena susu tersebut membilas saluran puting sehingga jumlah bakteri dalam susu yang dikeluarkan pertama tinggi, 3) uji mastitis yang dilakukan dengan menampung beberapa perahan susu pada mangkuk kuarter dengan penambahan alkohol 70% kemudian sedikit digoyangkan. Apabila terdapat butiran maka susu tersebut dinyatakan rusak dan tidak dipasarkan, 4) pemerahan, dilakukan secara tuntas dan menggunakan pelicin berupa margarin. Pelicin berupa margarin atau minyak kelapa bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit, namun penggunaan pelicin dapat menyebabkan kontaminasi pada susu yang dihasilkan. Selain itu pelicin yang banyak mengandung lemak menyebabkan mudah terjadi ketengikan pada susu (Saputro, 2009). Pemerahan secara tuntas bertujuan untuk menghindari sapi terkena mastitis, 5) penyaringan dan pengukuran volume sebelum dimasukkan ke dalam milk can penampung.

Beberapa hal yag belum dilakukan pada proses pemerahan di Eco Farm yaitu pembersihan ambing dengan air hangat, proses pre dipping dan post dipping. Pre dipping dan post dipping bertujuan untuk mencegah masuknya mikroba ke dalam puting sebelum dan sesudah proses pemerahan. Pembersihan ambing dengan air hangat, pre dipping dan post dipping yang belum dilaksanakan di peternakan Eco Farm dapat menjadi peluang terjadinya kontaminasi pada susu.

Gambar 10. Penyaringan Susu di Peternakan Eco Farm

(47)

menutupi permukaan puting. Pelicin (vaselin) yang digunakan terus menerus dapat mengakibatkan penularan penyakit yang sulit dihindari, 5) penyaringan susu yang akan dimasukkan pada milk can, 6) proses post dipping atau pencelupan puting pada desinfek setelah pemerahan. Tahapan pemerahan yang belum dilakukan oleh KWI yaitu pemeriksaan mastitis dan proses pre dipping.

Gambar 11. a) Pemerahan dan b) Penyaringan Susu di KWI

3) Penanganan Kesehatan Ternak. Manajemen kesehatan ternak perlu dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan pada setiap ternak. Suharno dan Nazarudin (2004) menyatakan, ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh. Penanganan KWI terhadap ternak yang sakit yaitu dengan mengkonsultasikan pada bagian kesehatan kesehatan hewan, sehingga ternak yang sakit dapat diperiksa dan diberikan obat sesuai dosis. Peternakan Eco Farm untuk hal ini masih melakukan pengobatan secara tradisional dan menindaklanjuti pengobatan melalui petugas kesehatan apabila kondisi ternak masih belum stabil.

Peternak perlu mengenal berbagai jenis penyakit terutama penyebabnya, akibat serangan atau gejala yang muncul dari serangan tersebut, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya. Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keguguran, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa, dan penyakit kulit dan kuku. Penyakit pada ternak sapi perah merupakan ancaman bagi para peternak sehingga perlu diupayakan pencegahan dan penanggulangannya secara dini. Kesehatan sapi perah perlu dijaga agar produksinya tetap tinggi dan memiliki kualitas yang baik.

(48)

Sumber Daya Manusia (SDM)

1) Pimpinan. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan pada suatu peternakan diperlukan untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem tata laksana peternakan. Eco Farm dan KWI mendapatkan pengawasan melalui kepala teknis lapang setiap harinya yang kemudian memberikan laporan perkembangan kepada pimpinan. Pimpinan pada suatu peternakan harus memiliki wawasan mengenai cara beternak yang baik dan benar dan dapat memberikan pengawasan serta pengarahan terhadap karyawannya. Pemantauan dan pengawasan dari pimpinan belum dilakukan optimal, sehingga pemantauan dan pengawasan perlu dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui pelaksanaan manajemen peternakan di lapangan.

2) Karyawan. Karyawan di dalam pelaksanaan peternakan harus melaksanakan kegiatan sesaui Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). Keahlian karyawan dipengaruhi oleh pengalaman dan pelatihan. Pelatihan tentang pemeliharaan sapi perah adalah salah satu upaya dalam hal peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menjalankan kegiatan dalam suatu peternakan. Berdasarkan hasil observasi, baik peternakan Eco Farm ataupun KWI tidak melaksanakan secara khusus dan formal pelatihan tersebut. Pelatihan dilakukan dengan langsung terjun di lapangan, dimana karyawan mulai diarahkan dan dibimbing dalam hal pelaksanaan teknis peternakan. Pelatihan mengenai pelaksanaan manajemen peternakan baik teori ataupun praktek perlu dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak.

(49)

pakaian yang tidak selalu dalam kondisi bersih dan pencucian tangan yang masih kurang dilakukan sebelum mulai proses pemerahan.

Lingkungan

1) Lokasi. Lokasi peternakan Eco Farm berada jauh dari pemukiman penduduk, di sebelah utara berbatasan dengan kandang domba yang sudah tidak digunakan, sebelah selatan berbatasan dengan kandang kambing, kandang sapi pedaging dan Rumah Potong Hewan (RPH), di sebelah timur berbatasan dengan jalan dan kebun serta di sebelah barat berbatasan dengan PT D-Farm Agriprima dan kandang sapi perah departemen IPTP Fakultas Peternakan. Akses jalan ke peternakan Eco Farm cukup baik. Peternakan Eco Farm memiliki tempat penanganan limbah tepat di samping peternakan. Kondisi saluran pembuangan limbah di peternakan Eco Farm kurang berfungsi dengan baik karena sering terhalang oleh sisa hijauan yang menyebabkan terjadinya penyumbatan limbah cair dari area kandang. Limbah padat dibuang langsung ke area pembuangan limbah dengan menggunakan alat pengangkut dorong, kemudian dikeringkan dan dijadikan sebagai pupuk.

Gambar 12. Tempat Penampungan Limbah di Eco Farm

(50)

Gambar 13. Tempat Penampungan Limbah di KWI

Ernawati (2000) menyatakan bahwa lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Lokasi kandang sebaiknya memiliki jarak ± 10 meter dari tempat tinggal, tidak berdekatan dengan bangunan umum atau lingkungan yang terlalu ramai serta memiliki tempat penampungan kotoran dan limbah sisa-sisa pakan.

2) Kandang. Kandang merupakan faktor utama dalam pemeliharaan sapi perah. Kandang dibangun dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi ternak serta memudahkan dalam pengelolaan. Selain itu kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari cuaca buruk dan beberapa aspek lain yang mengganggu. Kondisi kandang yang baik dan bersih akan membuat sapi perah merasa tenang dan nyaman, sehingga sapi perah akan terhindar dari stress serta dapat meningkatkan produktivitas susu dan pertumbuhannya. Kondisi kandang peternakan Eco Farm cukup mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Tipe

kandang adalah „tail to tail‟ dengan sapi berada pada dua baris kandang dengan

posisi saling membelakangi. Kandang memiliki pembatas untuk masing-masing individu. Alas kandang di peternakan Eco Farm berupa lantai semen. Pembersihan kandang biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum proses pemerahan pada pagi dan sore hari.

Gambar

Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel Susu Segar
Tabel 4. Hasil Pengujian Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Perisa Vanilla
Gambar 13. Tempat Penampungan Limbah di KWI
Gambar 16. Fishbone Diagram (Sebab Akibat) pada Mutu Susu Segar
+7

Referensi

Dokumen terkait