• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian mengenai adanya TiO2 rutile (perbandingan molar Li dan Ti) pada sintesis Li4Ti5O12 sudah banyak dilakukan terbukti dengan adanya beberapa jurnal yang membahas mengenai hal tersebut. Jurnal yang berjudul ―Pengaruh Kondisi Persiapan terhadap Sifat Fabrikasi Lithium Titanat dengan Metode Solid-State‖ yang ditulis oleh Guo-Qing Zhang, dkk (2012) [18] meneliti persiapan awal dari sintesis Li4Ti5O12 yang menggunakan bahan baku Li2CO3 dan TiO2 dengan metode solid state dengan menggunakan air dan etanol sebagai pelarut. Percobaan dilakukan dengan beberapa varian dengan perbandingan Li dan Ti yaitu 4:5, 6:5, 8:5. Bahan baku dicampur dengan menggunakan mixer magnetik dengan air dan etanol (perbandingan air dan etanol adalah 7:3) sebagai pelarut. Bahan yang telah bercampur lalu di keringkan pada suhu 80oC selama 5 jam. Sintesis Li4Ti5O12 dilakukan dengan melakukan proses sintering dengan variasi suhu 750oC, 850OC dan 950OC. Karakterisasi bahan dilakukan dengan menggunakan XRD untuk mengetahui adanya fasa TiO2 yang terbentuk, SEM untuk mengetahui

morphology bahan aktif serta uji charging-discharging untuk mengetahui kapasitas baterai.

12

(A) (B)

(C)

Gambar 2.4. (A). Hasil analisa XRD dari Li4Ti5O12 di sintering pada suhu (a) 750 (b) 850

(c) 950 (B). Hasil analisa XRD dari Li4Ti5O12 disintering pada suhu 850oC dengan

perbandingan Li dan Ti (a) 4:5 (b) 6:5 (c) 8:5 (C) Hasil analisa XRD dari Li4Ti5O12

dengan lama waktu sintering (a) 9 jam (b) 12 jam (c) 15 jam [18].

Gambar 2.4. menunjukkan hasil analisis dari pencampuran bahan baku Li2CO3 dan TiO2 dengan air dan etanol sebagai pelarut. Dari penelitian yang ada, dapat disimpulkan bahwa hal yang terpenting dalam melakukan sintesis Li4Ti5O12 adalah menentukan perbandingan komposisi, suhu kalsinasi dan suhu sintering. Menurut analisa SEM, mendapatkan hasil partikel yang seragam dan memiliki ukuran yang sama adalah faktor untuk menentukan kinerja elektrokimia. Kondisi persiapan yang paling optimum yaitu pada sampel dengan perbandingan Li dan Ti adalan 6:5 yang disintering pada suhu 850oC selama 12 jam.

13

Pengujian lain mengenai adanya fasa TiO2 rutile (perbandingan molar Li dan Ti) pada sintesis Li4Ti5O12 juga dilakukan oleh Qian, dkk (2014) [19] dalam jurnalnya yang berjudul ―Parameter Ketergantungan Sintesis dari Kinerja Elektrokimia Solvotermal pada sintesis Li4Ti5O12‖. Penelitian tersebut menggunakan bahan baku Litium Asetat (LiAc) dan Tetrabutil Titanat Ti(O(CH2)3CH3)4 atau dilambangkan Ti(OR)4 dengan metode solvotermal. Perbandingan Li dan Ti adalah 0,8-1,4. Percobaan dimulai dengan mencampur LiAc dan Ti(OR)2 menggunakan magnetik stirring menggunakan etanol sebagai pelarut. Setelah homogen, bahan di diamkan pada suhu 180oC selama 4 jam sampai mencapai suhu ruang. Setelah itu dilakukan proses kalsinasi pada suhu 800oC selama 2 jam dengan kenaikan suhu 5oC/menit. Efek dari pemanasan tersebut adalah morpologi partikel dan sifat elektrokimia yang dapat diselidiki. Selanjutnya dilakukan kalsinasi pada suhu 400oC, 600oC dan 800oC untuk mendapatkan hasil yang optimal dari perbandingan Li dan Ti. Karakterisasi dilakukan dengan menganalisa fasa yang terbentuk menggunakan XRD,

morphology partikel menggunakan SEM serta kapasitas baterai menggunakan uji

charging-discharging.

Gambar 2.5. menunjukkan hasil analisa XRD setelah diberi perlakuan panas 800oC di udara. Sampel dengan perbandingan Li dan Ti adalah 0,8, 1,0, 1,2, dan 1,4 yang selanjutnya dinamakan LTO0,8, LTO1,0, LTO1,2 dan LTO1,4. Untuk semua sampel, peaks yang terdeteksi yaitu fasa spinel kubik Li4Ti5O12. Tetapi, peak lain juga terdeteksi yaitu fasa dari TiO2 rutile. Fasa TiO2 rutile terdeteksi pada semua sampel kecuali sampel LTO1,4. Jadi dapat disimpulkan

14

bahwa sampel dengan perbandingan Li dan Ti 1,4 hanya memiliki satu fasa yaitu Li4Ti5O12. Hasil analisa SEM, terlihat bahwa partikel beraglomerasi, partikel kecil berkumpul bersama membentuk satu partikel besar. Uji charging-discharging

menunjukkan bahwa kapasitas baterai meningkat seiiring dengan meningkatnya perbandingan Li dan Ti. Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut jurnal yang ditulis oleh Qian, dkk (2014) perbandingan molar Li dan Ti mempunyai dampak yang kuat pada kinerja elektrokimia bahan aktif Li4Ti5O12 untuk anoda baterai lithium.

Gambar 2.5. Hasil XRD dari sampel Li4Ti5O12 setelah diberi perlakuan panas

800oC [19]. 2.3 Solid State Reaction

Sintesis Solid-state biasanya dilakukan dengan mencampur bahan padat dan kemudian campuran tersebut di kuatkan pada suhu tinggi. Metode ini banyak digunakan di industri dan laboratorium eksperimental karena caranya yang sederhana. Sangat mudah untuk mewujudkan metode ini yaitu dengan tungku

15

yang dapat dipakai pada kalsinasi suhu tinggi (yaitu 1000oC). Bahan padat di hancurkan dalam mortar sebelum di kalsinasi dalam tungku. Bubuk Li4Ti5O12 yang disintesis dengan reaksi solid-state dari garam lithium dan titanium pada suhu 700- 1000oC. Umumnya, TiO2 (anatase atau rutil) digunakan sebagai sumber titanium dan Li2CO3 atau LiOH sebagai garam litium [20]. Kadang-kadang, pelarut (etanol) digunakan sebagai dispersant untuk menyediakan lingkungan yang lebih baik pada bahan awal campuran homogen. Sebagai contoh, sejumlah stoikiometri dari TiO2 dan LiOH.H2O pertama kali tersebar di n-heksana untuk menjamin homogenitas. Kemudian, setelah menghilangkan pelarut, bahan dipanaskan pada 800oC selama 24 jam dalam oksigen [21]. Li2CO3 dan TiO2 sebagai bahan awal, yang dipanaskan di udara pada 973 K selama 12 jam dan kemudian di kuatkan pada 1123 K selama 24 jam [22].

Kinerja elektrokimia dipengaruhi oleh parameter sintetis yang berbeda, seperti bahan awal (misalnya, titanium atau garam litium), suhu kalsinasi (yaitu 700, 1000oC), aktivasi mechanochemical, waktu kalsinasi [23]. Pengaruh bahan awal (anatase atau rutile TiO2), suhu penguat (700, 800, 900OC), dan aktivasi

mechanochemical (bola milling atau energi tinggi pada proses milling). Li2CO3 dan TiO2 (baik anatase atau rutil) dicampur dengan air deionisasi setelah menambahkan 2% garam amonium dari asam polikarboksilat sebagai dispersan. Serbuk campuran di milling pada energi yang tinggi selama 3 jam pada kecepatan rotor 300 rpm dengan 0,4 mm butiran ZrO2 atau bola milling selama 24 jam menggunakan 5 mm bola ZrO2. Pada akhirnya, serbuk kering di kalsinasi pada

16

suhu 700, 800, 900oC selama 3 jam di udara. Kinerja dan kapasitas dari Li4Ti5O12 disiapkan pada kondisi yang berbeda, ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. (a) (b) Tingkat kemampuan dari elektroda Li4Ti5O12 disusun dengan

menggunakan material awal yang berbeda dan metode milling pada tingkat charge-discharge yang berbeda. (c) (d) Kapasitas normal sebagai elektroda Li4Ti5O12 pada

tingkat C oleh bola milling dan energi tinggi dari milling. Bubuk kering bernama AB, AH, RB dan RH yang dalam jenis Li4Ti5O12 dan metode milling, dimana A dan B berdiri

untuk anatase dan rutile Li4Ti5O12 serta B dan H untuk bola milling dan tinggi energi milling [24].

Rutile TiO2 lebih diinginkan dalam memperoleh Li4Ti5O12 daripada

anatase karena anatase merupakan transformasi fasa dari rutile, karna anatase

memiliki karakteristik yang lebih kaku dalam reaksi solid-state. Proses Miling

17

heterocoagulation dengan stabilitas dispersi tinggi dan distribusi seragam. Aktivasi mechanochemical oleh energi tinggi dalam proses milling dari bahan dasar lebih efektif dalam menurunkan suhu reaksi dan ukuran partikel serta meningkatkan content dari Li4Ti5O12 pada hasil akhir proses milling daripada hasil

milling yang di komersialkan. Kapasitas spesifik Li4Ti5O12 yang dibuat dari anatase TiO2 tergantung pada metode milling dan perlakuan suhu panas, sedangkan rutile TiO2 menunjukkan kapasitas seragam yaitu sebesar 160,6-165,1 mAh/g, terlepas dari perbedaan yang besar dengan parameter kandungan utama Li4Ti5O12. Secara keseluruhan, bubuk Li4Ti5O12 dengan kapasitas spesifik 165 mAh/g dapat disintesis dengan mengoptimalkan metode milling dan bahan awal [24].

Li2TiO3 selalu ada berdampingan sebagai bahan tidak murni bersama dengan Li4Ti5O12 melalui proses solid-state [25]. Hal ini terlihat bahwa fase dari kedua bahan Li2TiO3 dan Li4Ti5O12 adalah struktur lapisan yang sempurna, dimana lapisan-lapisan Li2TiO3 (002) and Li4Ti5O12 (111), memiliki jarak yang sangat dekat satu sama lain, masing-masing adalah 4,80 dan 4,84 Å. Kedua zat ini kemungkinan besar dapat saling mengunci satu sama lain, pada tahap mereka koeksistensi. Di sisi lain, titania juga dapat stabil karena kekurangan oksigen dan secara parsial disubtitusi dengan nitrogen (N2 bawah atmosfer). Ini dapat memungkinkan difusi jarak pendek dari ion Ti dari lapisan yang dihentikan untuk memperkaya konsentrasi Ti antara lapisan Li2TiO3 (002) terhadap Li4Ti5O12 (111), seperti yang digambarkan pada Gambar 2.7. Jika tidak langsung, yaitu penyisipan Ti untuk Li2TiO3 menuju Li4Ti5O12, hanya dalam kasus koeksistensi

18

kedua fase berlapis dapat saling bertautan. Arti penting dari aktivasi mekanik dari intermediet, maka, jelas sebagai struktur lapisan intermediet dan produk akhir yang mirip satu sama lain dalam kasus ini dari sintesis Li4Ti5O12 [26].

Metode solid-state konvensional akan mudah menyebabkan agregasi partikel berupa hilangnya struktur nano material. Sifat yang diinginkan dari partikel sulit diwujudkan karena morfologi yang diharapkan akan dihancurkan melalui partikel agregasi. Kedepannya, modifikasi sintesi Li4Ti5O12 dengan menggunakan metode solid-state akan lebih maju.

Gambar 2.7. Skema mekanisme pembentukan Li4Ti5O12 dari Campuran Li2TiO3 + TiO2

[26].

Li et al. [27] menunjukkan sistem reaksi gelombang mikro yang akan digunakan untuk mempersiapkan Li4Ti5O12. Bahan awal dari Li2CO3 dan anatase

19

Karena Li2CO3 dan TiO2 hanya bisa menyerap sejumlah kecil gelombang mikro pada suhu relatif rendah, maka sistem crucible ganda diaplikasikan untuk mencapai suhu tinggi yang dibutuuhkan pada saat reaksi solid-stateketika karbon yang digunakan sebagai media pemanas antara dua cawan lebur porselen. Sistem reaksi gelombang mikro di tempatkan di tengah perputaran plat dari modifikasi gelombang mikro dengan iradiasi pada 500-700 W selama 10-15 menit.

Sebuah metode lelehan-garam adalah modifikasi dari metode solid-state

dengan memperkenalkan berbagai macam garam, seperti LiCl, NaCl atau KCl kedalam sistem metode solid-state konvensional [28]. Untuk fluks halida, kualitas tinggi dan kristal kecil dapat tumbuh pada fluks halida sebagai intermedia. Rasio molar dari bahan awal LiOH · H2O: TiO2: LiCl-KCl adalah tetap untuk 4:5:10. Bubuk campuran yang dikalsinasi pada 800OC selama 8 jam di udara, dan bubuk akhir yang di hasilkan dicuci dengan air bersih dan n-butanol untuk mengahpus sisa garam. Adapun garam cair tunggal, misalnya LiCl atau KCl, titik leleh masing-masing sekitar 612oC atau 789oC. Sedangkan komposit LiCl-KCl secara dramatis dapat mengurangi titik leleh, sehingga daerah reaksi mencair dapat dengan mudah diperoleh, yang dapat mempercepat difusi bahan baku, dan memperlihatkan pembentukan kristal [29].

2.3.1 Kalsinasi

Kalsinasi adalah proses pemanasan tanpa fusi, untuk mengubah konstitusi fisik atau kimia zat. Proses kalsinasi terdiri dari 3 tujuan utama. Tujuan pertama adalah untuk menghilangkan air yang diserap sebagai air Kristal atau air

20

konstitusi. Tujuan kedua adalah untuk menghilangkan CO2, SO2 dan zat volatile lainnya. Tujuan ketiga adalah oksidasi zat sepenuhnya atau sebagian. Kalsinasi juga dilakukan dalam proses pembakaran dan pemanggangan. Secara kimiawi, kalsinasi dapat didefinisikan sebagai proses dekomposisi termal yang diterapkan pada zat dan bijih untuk membawa transisi fase, menghilangkan fraksi yang mudah menguap dan dekomposisi termal [30]. Proses kalsinasi dilakukan pada suhu 750oC selama 2 jam dengan proses kenaikan suhu secara bertahap. Slamet Priyono [31] melaporkan bahwa hasil analisa DTA/TG dari prekusor Li4Ti5O12 (campuran Li2CO3 dan TiO2) menunjukkan bahwa pada suhu 750oC tidak terjadi reaksi kimia dan tidak mengalami penurunan berat.

2.3.2 Sintering

Sintering merupakan salah satu proses perlakuan panas yang dilakukan pada material yang dikompakkan (pellet atau bulk) maupun material serbuk dengan maksud untuk menyempurnakan sifat-sifatnya. Temperatur sintering dibawah titik leleh material atau dua per tiga dari titik leleh [32]. Terjadi perubahan struktur mikro selama proses sintering, seperti penurunan jumlah pori dan ukuran pori, peningkatan densitas, penyusutan volume, dan pertumbuhan butir (grain growth) [33]. Perubahan struktur mikro menyebabkan terjadinya perubahan sifat mekanik dan sifat fisis pada material tersebut [34]. Adapun tahapan proses sintering dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.8.

21

Gambar 2.8. Tahap proses sintering (a) partikel bebas (b) tahapan awal (c) tahapan kedua (d) tahapan akhir [32]

Material keramik masih berupa partikel bebas sebelum dipanaskan (Gambar 2.8a). Pada tahap awal sintering terbentuk batas butir (grain-boundary), dan pada saat yang bersamaan terbentuk pori (Gambar 2.8b). Selanjutnya terjadi pengerutan pori dan ukuran pori mengecil serta batas butir juga membesar, ini terjadi pada tahap pertengahan (Gambar 2.8c). Membesarnya batas butir dan mengerutnya pori secara cepat, menyebabkan keramik (dalam bentuk pelet) mengalami penyusutan, namun densitasnya membesar. Pada tahap ini juga terjadi pertumbuhan butir (grain growth). Proses ini terjadi selama kenaikan suhu 300oC sampai suhu sintering. Tahap akhir proses sintering (Gambar 2.8d), hanya terdapat perubahan bentuk serta pengecilan pori secara lambat, dan sampai membentuk ukuran pori terkecil [35].

Pada proses sintering terjadi difusi atau transfer materi antar partikel yang menyebabkan adanya ikatan antar butiran-butiran partikel [33][36]. Bila difusi terjadi pada kondisi padat, disebut solid-state sintering. Bila ditambah sedikit material dalam fase cair, maka proses disebut sintering fase cair (liquid phase). Sedangkan jika dikenai tekanan eksternal selama sintering disebut sintering tekan (hot pressing) [37]. Proses sintering dilakukan pada suhu 850oC selama 4 jam

Dokumen terkait