• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisis populasi yang berada dibawah garis kemiskinan. Pada umumnya, ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi. Terkadang ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan. Masalah utama dari distribusi pendapatan di suatu daerah adalah ketidakmerataan pendapatan antar kelompok masyarakat pada daerah tersebut. Oleh karena itu sering disebut tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan (Todaro, 2000). Ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal terutama:

1. Adanya perbedaan kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok modal (capital stock) antar kelompok masyarakat. Berdasarkan teori Neo-Klasik menyatakan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan berasal dari kepemilikan faktor capital stock ini. Namun kondisi seperti ini dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Mekanisme seperti ini tidak berjalan maka teori Keynesian mengandalkan peranan pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan. Hal ini diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan

2. Ketidaksempurnaan mekanime pasar (Market Failure) yang menyebabkan tidak terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak berjalannya mekanisme persaingan ini karena: (i) perbedaan kepemilikan faktor produksi (sebagaimana telah dijelaskan); (ii) timpangnya akses informasi; (iii) intervensi pemerintah; serta (iv) keterkaitan antara pelaku ekonomi dengan pihak pemerintah yang kemudian mendistorsi pasar (biasnya kebijakan pemerintah dalam satu kebijakan tentang perlindungan industri tertentu misalnya.

Distribusi Pendapatan Daerah

Adanya perbedaan kepemilikan dalam hal sumber daya alam akibat dari perubahan distribusi antar daerah. Indeks yang sering digunakan untuk distribusi antar daerah ini adalah Indeks Williamson. Rumus yang digunakan dalam Indeks Williamson ini adalah sebagai berikut:

 

2 * / * i i Y Y f N W Y    

Dimana:

W = Indeks Williamson

Y i= PDRB/Kapita pada propinsi i Y* =  PDRB/Kapita nasional fi =  penduduk propinsi i

N = Jumlah total penduduk nasional

Hasil dari Indeks Williamson ini menggambarkan 2 hal yaitu:

1. Disparitas ekonomi antar daerah menjadi berkurang setelah terjadi peningkatan laju perekonomian nasional

2. Disparitas pendapatan antar daerah di negara berkembang menjadi lebih tinggi dibandingkan negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa hal yaitu:

a. Migrasi tenaga kerja b. Migrasi modal (capital) c. Keterkaitan antar daerah d. Kebijakan ekonomi

Belanja Modal

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran untuk pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai nilai manfaat lebih satu tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan seperti tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Pada umumnya belanja modal dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu:

1) Belanja Modal Tanah

Belanja modal tanah untuk pengeluaran dalam memperoleh hak atas tanah yang siap pakai.

2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja modal yang berupa pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor dan dapat dimanfaatkan lebih dari 12 bulan dengan kondisi siap pakai.

3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan merupakan pengeluaran perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang dpaat menambah kapasitas dan bangunan tersebut dalam kondisi siap pakai.

4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan untuk pengeluaran perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5) Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja modal fisik lainnya termasuk didalamnya berupa pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengeluaran fisik lainnya yang bukan kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Kategori belanja ini adalah belanja modal seperti kontrak sewa beli,

pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Pemerintah daerah mengalokasikan dana berupa belanja modal ke dalam APBD. Pemerintah daerah akan mengalokasikan dana tersebut berdasarkan kebutuhan daerah untuk keperluan sarana dan prasarana yang dimanfaatkan untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan dan fasilitas publik. Peningkatan belanja modal diharapkan dapat menjadi faktor pendorong dan menimbulkan investasi baru di daerah. Kemudian peningkatan belanja modal dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan konsep PDB (Produk Domestik Bruto) pada tingkat daerah. PDRB dapat dikatakan sebagai hasil interaksi kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi pada suatu wilayah tertentu (negara, propinsi, kabupaten/kota). PDRB dapat dijadikan indikator kinerja ekonomi suatu daerah. Nilai PDRB mencerminkan besaran aktivitas ekonomi daerah tersebut. Perhitungan PDRB mencakup barang/jasa akhir, yaitu barang-barang yang siap dikonsumsi. Untuk barang-barang setengah jadi tidak termasuk perhitungan. PDRB dapat dihitung berdasarkan nilai tambah (value added). Perhitungan PDRB hanya termasuk barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri pada tahun berlaku.

Perhitungan PDRB terbagi menjadi harga tahun berlaku disebut dengan PDRB nominal. Perhitungan PDRB nominal ini didalam perhitungannya masih terdapat unsur inflasi. Sedangkan perhitungan PDRB yang menghilangkan unsur inflasi yaitu PDRB atas harga konstan. PDRB atas harga konstan merupakan PDRB yang mempelihatkan output sebenarnya. Pendekatan PDRB dapat melalui pendekatan produksi dan pengeluaran. Pendekatan produksi adalah penjumlahan nilai produksi akhir dari aktivitas perekonomian suatu daerah. Agar tidak terjadi penghitungan ganda (double counting), maka dilakukan cara menghitung nilai tambah dari suatu produk, mulai dari produk mentah hingga produk (barang) jadi.. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) merupakan penjumlahan dari rumah tangga konsumsi (Masyarakat), rumah tangga Pemerintah, rumah tangga perusahaan (Swasta) dan rumah tangga luar negeri. PDRB perkapita merupakan perbandingan PDRB dengan jumlah penduduk. PDRB perkapita memperlihatkan pendapatan rata-rata masyarakat pada suatu wilayah/daerah. PDRB perkapita mencerminkan tingkat kesejahteraan pada suatu wilayah atau daerah.

Sumber Penerimaan Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah meliputi Pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sumber pendanaan tersebut merupakan sumber penerimaan daerah yang terdiri dari PAD dan dana perimbangan.

PAD adalah penjumlahan nilai dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan yang didalamnya adalah bagian laba yang diperoleh dari perusahaan milik daerah, serta lain-lain PAD yang sah. Setiap daerah berusaha untuk mengoptimalkan penerimaan PAD agar dapat membiayai kebutuhan pembangunan. Peningkatan rasio PAD terhadap total pendapatan daerah berakibat terjadinya peningkatan alokasi belanja modal.

Ketergantungan keuangan daerah terhadap pemerintah pusat dapat diukur dari nilai perbandingan jumlah transfer dana perimbangan. Semakin tinggi dana perimbangan maka semakin besar tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran belanja modal. Dana transfer dari pemerintah pusat bersumber dari pendapatan APBN. Dana transfer pemerintah pusat dialokasikan untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

DAU merupakan dana transfer yang bersumber dari pendapatan APBN bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam mendanai kebutuhan pelaksanaan desentralisasi. Besarnya DAU ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah berdasarkan besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) dan potensi daerah (fiscal capacity). Daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh DAU relatif besar (Juanda, Sidik dan Qibthiyah, 2013).

Rumusan DAU sebaiknya atas formula sederhana, mudah dipahami dan dihitung oleh daerah bila data tersedia. Selain itu perhitungan yang dibuat harus logis dan memenuhi kaidah prinsip teori serta harus konsisten. Formula alokasi DAU harus memiliki data dari variabel penentu DAU di setiap daerah dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula, celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kondisi keuangan pemerintah daerah yang terkait dengan kebutuhan fiskalnya dan kapasitas fiskal. Sedangkan alokasi dasar adalah kebutuhan dana daerah untuk membayar gaji dan tunjangnan PNS. Secara umum formulasi dasar dari DAU kesuatu daerah adalah sebagai berikut (Brojonegoro dan Pakpahan, 2002):

DAU = AD + CF

dimana,

DAU = Dana Alokasi Umum, AD = Alokasi Dasar

Operasionalisasi perhitungan DAU, baik untuk tingkat popinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota, didasarkan atas perumusan umum sebagai berikut:

Prop DAU Alokasi x Prop CF Prop CF Prop DAU (i) (i)

 Kab/Kota DAU Alokasi x Kab/Kota CF Kab/Kota CF Kab/Kota DAU (i) (i)

Sedangkan penetapan kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah diperoleh melalui perumusan sebagai berikut:

Kebutuhan Fiskal = TBDR x

kapita

per

PDRB

Indeks

α

manusia

n

pembanguna

Indeks

α

konstruksi

kemahalan

Indeks

α

wilayah

luas

Indeks

α

penduduk

Dokumen terkait