• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. TUJUAN MAGANG

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SOSIS

Sosis adalah daging olahan yang paling menggugah selera dan paling banyak dikonsumsi. Kata “sosis” berasal dari berasal dari Bahasa Latin yaitu salsus yang berarti digarami (Ehr dan Tronsky 2006). Berdasarkan SNI 01-3820-1995 (Tabel 5), sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari hasil pencampuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan kedalam selubung sosis (BSN 1995).

Tabel 5. Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995 untuk produk sosis daging

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

Bau - Normal

Rasa - Normal

Warna - Normal

Tekstur - Bulat Panjang

2 Air % b/b Maks 67 3 Abu % b/b Maks 3 4 Protein % b/b Min 13 5 Lemak % b/b Maks 25 6 Karbohidrat % b/b Maks 8 7 Cemaran logam : Timbal (Pb) mg/kg Maks 2

Tembaga (Cu) mg/kg Maks 20

Seng (Zn) mg/kg Maks 40

Timah (Sn) mg/kg Maks 40

Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,03

8 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 0,1

9 Cemaran mikroba :

Angka total lempeng Koloni/g Maks 105 Bakteri bentuk koli APM/g Maks 10

Escherichia coli APM/g < 3

Enterocci Koloni/g 102

Clostridium perfingens - Negatif

Salmonella - Negatif

Staphilococcus aureus Koloni/g Maks 102 Sumber : SNI 01-3820-1995

Ehr dan Tronsky (2006), mengungkapkan bahwa ada enam kategori sosis yang dikenal: 1. Sosis segar: dibuat dari daging sapi yang dibumbui dan dimasukkan ke dalam casing atau

dibiarkan dalam bentuk meruah. Sosis segar tidak dikeringkan atau diasapi sehingga harus dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan. Contoh: pork breakfast, Italian, dan bulk pork sausage.

2. Sosis masak: dibuat dari daging sapi yang dibumbui seringkali dikeringkan dan dimasukkan ke dalam casing serta dimasak, tetapi tanpa melewati proses pengasapan. Contohnya: brauncschweiger, liverwurst, dan liver cheese.

3. Sosis masak dan diasapi: dibuat dari daging yang dibumbui dimasukkan ke dalam casing kemudian diasapi dan dimasak. Contoh: bologna, Berliner, cotto-salami, dan frankfurters. 4. Sosis yang tidak dimasak dan diasapi: dibuat dari daging yang dibumbui dimasukkan ke

dalam casing dan diasapi. Sosis ini harus dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan. Contoh: mettwurst, teawurst, dan smoked country-style pork sausage.

5. Sosis kering dan setengah kering: dibuat dari daging yang dibumbui, dikeringkan, dimasukkan ke dalam casing, difermentasi, sering juga diasapi dan dikeringkan di udara secara hati-hati. Sosis ini memiliki rasa yang tajam, yang disebabkan adanya asam laktat yang dihasilkan dari proses fermentasi.

6. Sosis spesial: Ini adalah kategori yang beraneka ragam yang mungkin mengandung pengeringan atau tanpa pengeringan dan pengasapan atau tanpa pengasapan dari daging yang tidak dapat dimasukkan kedalam kategori sosis yang lainnya. Contoh: olive loaf, head cheese, scrapple dan souse.

B. MUTU

Kata “mutu” seringkali didengar sehari-hari dalam kehidupan kita. Mutu memiliki banyak definisi. Menurut Juran (1998), banyak pengertian mengenai mutu. Tetapi, ada dua pengertian yang paling penting:

1. “Mutu” berarti fitur produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga memberikan kepuasan bagi pelanggan. Menurut definisi ini, mutu diorientasikan dengan pendapatan. Ketika pelanggan merasa puas dengan mutu suatu barang, maka harapannya adalah pendapatan akan bertambah.

2. “Mutu” berarti bebas dari defisiensi. Bebas dari error yang memerlukan pengerjaan ulang, ketidakpuasan pelanggan, keluhan pelanggan dan seterusnya.

Mutu produk adalah keseluruhan atau gabungan karakteristik produk dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk tersebut memenuhi harapan-harapan konsumen (Feigenbaum 1989).

Faktor mutu produk barang atau jasa yang dihasilkan dan mutu pada proses produksi di dalam suatu industri merupakan sesuatu yang memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Tingkat kepuasan suatu konsumen dapat tercapai apabila produk atau jasa yang dihasilkan sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen tersebut. Tak lepas dari

hal tersebut, dalam menghasilkan suatu produk akhir, mutu proses produksi juga harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan, apabila mutu proses produksi dapat terjaga dengan baik, mutu produk akhir yang dihasilkan dapat tercapai dan sesuai dengan harapan baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Mutu akhir suatu produk yang tidak sesuai dengan harapan akan memberikan sinyal kepada mutu proses produksi untuk diperbaiki, yaitu dengan melakukan improvement terhadap proses, metode dan sumber daya manusianya. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan karena produk tersebut harus dibuang.

Dalam menjaga mutu yang baik, pelaksanaan pengendalian mutu wajib dilakukan. Salah satu konsep yang dikenal luas adalah konsep PDCA (Plan, Do, Check, Action). PDCA adalah sistem pengendalian untuk meningkatkan mutu dan produktivitas serta untuk menekan semaksimal mungkin masalah cacat. Menurut Zen (2003), PDCA terbagi ke dalam delapan langkah, yaitu :

1. Menentukan Masalah Mutu. 2. Menentukan Penyebab-penyebab. 3. Menentukan Penyebab Utama. 4. Membuat Rencana Perbaikan. 5. Melaksanakan Perbaikan. 6. Memeriksa Hasil perbaikan. 7. Membuat Standarisasi. 8. Menentukan Masalah Berikut.

C. STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

Berdasarkan sejarah, pada tahun 1950-an sampai 1960-an digunakan terminologi pengendalian mutu secara statistik (Statistical Quality Control=SQC). Seiring dengan berkembangnya zaman, pada tahun 1970-an pengendalian proses secara statistik yang merupakan suatu terminologi mulai digunakan untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistika dalam memantau dan meningkatkan kinerja proses dalam menghasilkan produk yang bermutu (Gasperz 1998).

Pengertian pengendalian proses secara statistik menurut beberapa ahli, antara lain adalah sebagai berikut. Pengendalian proses secara statistik adalah filosofi optimasi dalam menggunakan berbagai macam instrumen statistik untuk memungkinkan perbaikan proses secara kontinyu (Priscilla 2000). Selanjutnya Basterfield (1990), mengungkapkan pengendalian proses secara statistik dapat diartikan sebagai proses pengendalian yang didasarkan pada catatan data secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang

diinginkan. Pengendalian proses secara statistik dan pengendalian penerimaan produk merupakan bagian dari pengendalian mutu secara statistik.

SPC menggunakan instrumen statistik untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan di dalam proses. Identifikasi permasalahan potensial secara sistematis dalam mengontrol proses dapat dilakukan secara proaktif dan kemudian membuat koreksi sebelum mutu produk menjadi buruk. SPC membantu untuk mengukur apakah proses dan produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Selain itu, membantu kita untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi limbah. (Priscilla 2000).

SPC dapat diterapkan pada setiap proses. Menurut Gasperz (1998), perangkat yang digunakan dalam SPC, diantaranya:

1. Histogram

2. Lembar pemeriksaan (check sheet ) 3. Diagram pareto

4. Diagram sebab-akibat 5. Stratifikasi

6. Diagram Pencar (scatter diagram. 7. Grafik kendali

Menurut Wayworld (2001), pengendalian proses satstistik memiliki beberapa tujuan, antara lain : a) menentukan apakah proses dalam keadaan terkendali, b) Menentukan apakah proses berada dalam spesifikasi, dan c) mengidentifikasi penyebab variasi

Langkah-langkah pengendalian proses secara statistik (Gasperz 1998) dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Merencanakan penggunaan alat-alat statistik. 2. Memulai menggunakan alat-alat statistik.

3. Mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan.

4. Merencanakan perbaikan proses terus-menerus melalui pengurangaan variasi penyebab umum.

5. Mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistikal tersebut.

D. TEKNIK-TEKNIK PENGENDALIAN MUTU

Alat yang digunakan dalam upaya mengurangi variasi karakteristik mutu adalah Grafik Kendali, Brainstorming, Diagram Sebab-Akibat, Diagram Pareto, dan Kapabilitas Proses.

1. Grafik Kendali

Grafik kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation)

dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation) (Gasperz 2001).

Menurut Hoyle (2001), grafik kendali adalah perbandingan secara grafik dari data performa proses utnuk menghitung limit control pada diagram. Definisi lain diagram kendali menurut Deming (1995), adalah suatu display grafik dari suatu karakteristik mutu yang telah dihitung atau diukur dari suatu contoh produk terhadap nomor contoh atau waktu.

Tujuan utama grafik kendali menurut Juran (1998), yaitu memberikan basis untuk memprediksi masa depan tidak hanya masa lalu sehingga proses pengambilan keputusan dapat memberikan efek yang positif di masa depan. Menurut Priscilla (2000), grafik kendali digunakan untuk menunjukkan apakah proses berada dalam keadaan terkontrol atau tidak terkontrol secara statistik. Kontrol statistik tidak menyiratkan nol variasi. Sedikit variasi adalah normal dan tidak realistis jika kita mengharapkan nol variasi. Bagaimanapun, grafik kendali dapat menunjukkan pola data yang mengindikasikan bahwa suatu proses tidak terkontrol dan berguna sebagai instrumen untuk membuat perbaikan yang kontinyu dengan mengurangi variasi proses.

Menurut Gasperz (2001), grafik kendali dapat digunakan sesuai kebutuhan seperti ditunjukkan melalui diagram alir penggunaan grafik kendali (Gambar 1).

Tidak Tidak

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tentukan Karakteristik Mutu

Apakah data variabel?

Apakah data atribut berbentuk proporsi

atau presentase?

Apakah data atribut berbentuk banyaknya ketidaksesuaian? Apakah proses homogenous? Apakah ukuran contoh konstan? Gunakan grafik kendali : p Apakah ukuran contoh konstan? Gunakan grafik kendali : u Gunakan grafik kendali : c atau u Gunakan grafik kendali : p atau np Gunakan grafik kendali : X-bar, R Gunakan grafik kendali individual X-MR

Gambar 1. Diagram alir penggunaan grafik kendali (Gasperz 2001)

Data variabel menunjukkan karakteristik mutu yang mempunyai dimensi kontinyu yang dapat mengambil nilai-nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, serperti:

panjang, kecepatan, bobot, volume, dan lain-lain. Data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir, dan lain-lain (Gasperz 1998)

Grafik kendali X-bar (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik tidak kontinyu (batch), sehingga grafik kendali X-bar dan R sering disebut sebagai bahan kendali untuk data variabel. Grafik kendali X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain (Gasperz 2001).

Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap grafik kendali (Gambar 2) memiliki beberapa bagian, antara lain:

1. Sumbu y melambangkan karakteristik mutu output. 2. Sumbu x melambangkan nomor contoh.

3. Garis tengah atau central line.

4. Sepasang batas kendali, dimana satu batas kendali ditempatkan di atas garis tengah dikenal sebagai upper control limit (UCL) dan batas kendali lainnya ditempatkan di bawah garis tengah dikenal sebagai lower control limit (LCL).

Tahap-tahap dalam pembuatan grafik kendali (Ishikawa 1982) adalah sebagai berikut: 1. Kumpulkan data minimum 25 buah data. Data dan cara pengambilannya harus sama

dengan yang dilakukan pada waktu yang akan datang.

2. Tentukan data yang akan dimasukkan ke dalam subgrup. Data tersebut harus dibagi ke dalam subgrup dengan kondisi:

a. Data yang diperoleh berasal dari kondisi teknik yang sama dan harus membentuk satu subgrup.

b. Sebuah subgrup tidak boleh memasukkan data dari lot atau sifat yang berbeda. Jumlah sampel dalam sebuah subgroup menentukan ukuran subgrup yang digambarkan dengan n, sedangkan jumlah subgroup dilambangkan dengan k.

3. Catat dan tabelkan data yang ada serta rencanakan lembarannya. 4. Cari nilai rata-rata (X) yaitu jumlah x dibagi dengan n (ukuran subgrup). 5. Cari kisaran nilai R (selisih x terbesar dan x terkecil) pada setiap subgrup.

6. Hitung rata-rata total (X-bar), yaitu harga X keseluruhan dibagi k (jumlah subgrup). 7. Hitung rata-rata R yaitu jumlah R seluruh subgroup dibagi dengan k.

8. Hitung batas-batas pengendalian. 9. Grafik kendali X-bar:

Garis pusat CL (Control Limit) = X-bar.

Batas kendali atas UCL (Upper Control Limit) = X-bar + A2*R. Batas kendali bawah LCL (Lower Control Limit) = X-bar – A2*R. 10. Grafik Kendali R:

Garis pusat CL (Control Limit) = R.

Batas kendali atas UCL (Upper Control Limit) = D4*R. Batas kendali bawah LCL (Lower Control Limit) = D3*R.

11. Nilai A2, D3, dan D4 berbeda untuk setiap jumlah n (dapat dilihat pada Lampiran 3). 12. Susun grafik kendali.

13. Gambarkan titi-titik X-bar dan R untuk setiap subgroup pada garis vertical yang sama. 14. Tuliskan keterangan-keterangan yang diperlukan.

                 UCL CL LCL                 Nomor Contoh   K A R A K T E R I S T I K

Gambar 2. Gambar grafik kendali secara umum (Muhandri dan Kadarisman 2005)

Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh grafik kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian apabila nilai-nilai yang ditebarkan pada grafik kendali jatuh diluar batas pengendali, dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gasperz 1998).

2. Brainstorming

Menurut Gasperz (1998), brainstorming merupakan alat penunjang lain dalam perbaikan proses. Brainstorming dilakukan dengan para pekerja yang mampu mengetahui faktor-faktor penyebab dari masalah yang terjadi dan setiap pekerja memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, sedangkan peserta lain tidak boleh membantunya. Dalam pelaksanaan brainstorming perlu diperhatikan titik-titik khusus, diantaranya penataan ruang, ketentuan peraturan yang berlaku, menggunakan alat tulis, menuliskan ide-ide tersebut, menjaga suasana agar kondusif, melakukan evaluasi terhadap ide dan kumpulkan ide-ide tersebut berdasarkan kategori.

Brainstorming dapat berkaitan dengan hal-hal berikut : a) menentukan penyebab dan/atau solusi suatu masalah, b) memutuskan masalah apa yang perlu diselesaikan, c) anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan memberikan ide, d) menginginkan untuk

menjaring sejumlah besar persepsi alternatif, dan e) kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan (Gasperz 1998).

Menurut Gasperz 1998, langkah-langkah dalam melakukan brainstorming adalah sebagi berikut:

1. Menyatakan masalah secara jelas.

2. Semua anggota kelompok harus berpikir dan memberikan ide dan tidak boleh mengkritik atau memberikan komentar, dan langsung dicatat.

3. Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu rangking dari ide-ide atau respon yang diterima.

4. Memprioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide terbaik atau respon yang dikemukakan.

3. Diagram Sebab-Akibat (Diagram Ishikawa)

Diagram sebab-akibat adalah suatu alat untuk membantu mengidentifikasi, memilah dan menampilkan penyebab dari suatu permasalahan atau karakteristik kualitas. Diagram ini mengilustrasikan hubungan antara suatu output yang diberikan dengan semua faktor yang mempengaruhi output tersebut. Diagram sebab-akibat disebut juga dengan “diagram Ishikawa” karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa atau disebut juga dengan “diagram tulang ikan” karena bentuknya seperti tulang ikan (Ishikawa 1982). Diagram sebab-akibat dapat dilihat pada (Gambar 3).

Menurut Ishikawa (1982), bahwa manfaat diagram sebab-akibat, antara lain:

1. Mengidentifikasi akar permasalahan yang mungkin, alasan dasar untuk suatu permasalahan atau kondisi yang spesifik.

2. Memilah dan menghubungkan interaksi diatara faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses atau efek tertentu.

3. Menganalisis permasalahan yang ada sehingga dapat mengambil suatu tindakan perbaikan.

Struktur suatu diagram sebab akibat membantu anggota tim berfikir dengan cara yang sistematis. Menurut Ishikawa (1982), ada beberapa keuntungan dengan membuat diagram sebab akibat sebagai berikut:

1. Membantu menentukan akar permasalahan dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur.

2. Mendorong partisipasi kelompok dan memanfaatkan pengetahuan kelompok mengenai suatu proses.

3. Menggunakan format yang teratur dan mudah dibaca.

5. Meningkatkan pengetahuan proses dengan membantu setiap orang untuk belajar lebih mengenai faktor-faktor di lingkungan kerja dan bagaimana faktor tersebut saling berhubungan.

6. Mengidentifikasi area dimana data harus dikumpulkan untuk pembelajaran lebih jauh. Langkah-langkah untuk membuat dan menganalisis diagram sebab –akibat sebagai berikut (Ishikawa 1982):

1. Identifikasi dan definisikan secara jelas output atau efek yang akan dianalisis. 2. Buat garis tulang ikan dan kotak EFEK.

3. Identifikasi penyebab utama yang berkontribusi terhadap efek yang sedang dipelajari. Ini adalah label untuk cabang utama dari diagram dan menjadi kategori untuk mendata banyak penyebab lainnya yang berhubungan dengan kategori tersebut.

4. Untuk setiap cabang utama identifikasi faktor spesifik lainnya yang mungkin menjadi penyebab atau efek.

5. Identifikasi lebih mendalam semua penyebab dan organsir dibawah kategori yang berhubungan. Kita dapat melakukannya dengan menyakan serangkaian pertanyaan “kenapa”.

6. Analisis diagram. Analisis membantu kita untuk mengidentifikasi penyebab yang memerlukan penyelidikan lebih jauh.

MUTU FAKTOR UTAMA

FAKTOR UTAMA FAKTOR UTAMA FAKTOR UTAMA

Gambar 3. Struktur Diagram Sebab-Akibat (Ishikawa 1982)

4. Diagram Pareto

Menurut Tapan (2010), diagram Pareto atau analisis Pareto merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk menganalisis suatu situasi, membuat prioritas tindakan, dan memonitor hasilnya setelah dilakukan improvement atau perubahan. Diagram Pareto merupakan teknik yang efektif untuk mencari tahu apa yang harus ditangani terlebih dahulu

dengan mengidentifikasi dimana masalah yang paling berat atau tindakan apa yang akan menghasilkan hasil optimum dengan usaha yang minimum.

Inti dari prinsip pareto adalah dengan mencari penyebab yang sedikit tetapi vital daripada banyak penyebab tapi hanya menghamburkan fokus dan energi. Prinsip Pareto didasarkan pada aturan 80/20, yang menitikberatkan 80 % masalah yang berasal dari 20 % penyebab. Aplikasi dari penerapan teknik ini dapat membantu untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan persoalan-persoalan yang penting atau permasalahan-permasalahan yang jika dapat dipecahkan akan memberikan improvement dengan biaya yang efektif. Diagram Pareto berupa grafik dengan diagram batang yang mengurutkan penyebab variasi proses dan efeknya terhadap mutu produk. Diagram Pareto merupakan diagnose kasar yang dapat membantu dalam pembuatan diagram sebab-akibat dan merupakan pelengkap dalam grafik kendali (Joiner Associates Incorporated 1995).

5. Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses adalah prosedur ilmiah dan sistematis yang menggunakan diagram kendali untuk mendeteksi dan mengeliminasi penyebab variasi proses sehingga keadaan terkontrol secara statistik dari suatu proses dapat tercapai (Symphony Technologies 2000). Kapabilitas proses membandingkan output dari proses yang terkontrol terhadap limit spesifikasi menggunakan indeks kapabilitas. Indeks kapabilitas proses menggunakan variabilitas proses dan spesifikasi proses untuk menentukan apakah suatu proses itu “capable” (Sematech 2001). Kapabilitas proses memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1.Pengukuran kapabilitas proses membuat kita dapat menentukan kemampuan proses dalam

nilai yang terukur.

2.Kita dapat mengetahui sejauh mana proses kita dapat memenuhi atau menoleransi terhadap permintaan pelanggan.

3.Mengetahui perubahan yang perlu dilakukan terhadap proses sehingga keadaan terkontrol secara statistik dapat tercapai.

4.Membantu untuk memilih proses yang paling sesuai diantara beberapa pilihan yang ada untuk memenuhi permintaan pelanggan.

5.Mengetahui kapabilitas proses dapat membuat kita menentukan dengan lebih baik performa kualitas untuk mesin atau proses yang baru.

Untuk menganalisis kapabilitas proses dibutuhkan Indeks kapabilitas proses (Cp) dan Indeks performa Kane (Cpk). Indeks kapabilitas proses (Cp) adalah rasio perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses. Nilai Cp digunakan untuk mengindikasi jumlah produk cacat atau yang harus dikerjakan ulang (rework) dalam satuan part per million. Indeks performa Kane (Cpk) adalah indeks yang mengukur kecenderungan pergerakan grafik kea rah tengah (central tendency) dilihat dari spesifikasinya. Semakin

tinggi nilai Cp dan Cpk, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen (Fryman 2002).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian adalah sebagai berikut : 1) Cp > 1,33, proses memiliki kapasitas baik, 2) 1,00 < Cp < 1,33, proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, dan 3) Cp < 1,00, proses dianggap tidak baik (Gasperz 1998).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian Cpk : 1) Cpk > 1,33, proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 2) 1,00 < Cpk < 1,33, proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, dan 3) Cpk < 1,00, proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas atau bawah (Gasperz 1998).

Dokumen terkait