• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Desa Sitardas

Desa Sitardas berada di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Tinggi gelombang laut berkisar antara 0,6-2,5 m, dengan tinggi rata-rata pasang surut 0,7 m. Kedalaman air laut berkisar antara 1-10 m dan jenis substrat dasar pantai berpasir dan batu kerikil. Massa air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Aek Lobu, Sungai Aek Tunggal dan Sungai Kualo Maros, sehingga perairan dekat pantai mempunyai salinitas rata-rata 18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai (offshore) salinitas mencapai 30 ppt. Suhu permukaan laut rata-rata 28oC, kecerahan tinggi, TSS 32 ppm, warna air laut biru-hijau, kadar oksigen terlarut (DO) 7,6 ppm, BOD5 1,2 ppm, dan pH air 8,2. Berdasarkan paramater tersebut dinyatakan bahwa perairan tersebut belum tercemar, sehingga masih mendukung perkembangan sumberdaya hayati perairan pesisir, seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun dan ikan (Dhewani dan Kusumawati, 2009).

Komunitas Padang Lamun

Lamun biasanya terdapat dalam jumlah yang melimpah dan sering membentuk padang yang lebat dan luas di perairan tropik. Lamun adalah tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Terdapat 4 Famili lamun yang diketahui diseluruh perairan di dunia, 2 diantaranya terdapat di

tercatat ada 12 jenis lamun, 6 jenis dari Suku Hydrocharitaceae, dan 6 jenis dari Suku Potamogetonacea (Nur, 2011).

Lamun (Seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput didarat, lamun mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Lamun juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Semua lamun-lamun memiliki rhizoma berbentuk silinder terutama rerumputan, walaupun pada jenis Thalassodendron ciliatum percabangan rhizoma sangat berkayu memungkinkan spesies mendiami habitat terumbu karang sedangkan lamun lainnya tidak mampu bertahan hidup. Thalassodendron ciliatum menjajah pacuan energi yang tinggi dan zona-zona alur dari terumbu karang tepi sepanjang pantai pantai selatan Bali (Tomascik, dkk., 1997).

Penyesuaian morfologi dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya daun yang seperti rumput, lentur dan sistem akar dari rimpang yang meluas mampu bertahan terhadap pengaruh ombak, pasang surut, dan perpindahan sedimen di habitat pantai yang dangkal. Lamun yang hidup di perairan yang sering terkena pemanasan yang intensif sehingga suhu air meninggi lebih banyak berupa varietas yang berdaun kecil (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Kesamaan umum dalam bentuk, spesies lamun-lamun memperlihatkan ciri-ciri morfologi dan anatomi yang khusus merupakan taksonomi luar biasa. Beberapa ciri-ciri morfologi ini dengan mudah dilihat dengan mata telanjang adalah pola dari daun, bentuk dari puncak daun dan ada tidaknya ujung atas selubung daun rumput (Tomascik, dkk., 1997).

Menurut Kiswara dan Hutomo (1985) Klasifikasi bentuk daun lamun adalah sebagai berikut:

A. Herba, percabangan monopodial.

a. Daun panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, punya saluran udara. 1. Parvozosterid yaitu daun panjang dan sempit, seperti Halodule dan

Zostera subgenus Zosterella.

2. Magnozosterid yaitu daun panjang atau berbentuk pita tetapi tidak lebar, seperti Zostera subgenus Zostera, Cymodecea dan Thalassia. 3. Syringodid yaitu daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (sublate),

seperti Syringodium.

4. Enhalid yaitu daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau berbentuk ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape), seperti Enhalus, Posidonia dan Phyllospadix.

b. Halophilid yaitu daun berbentuk elips, bulat telur, berbentuk tombak (lanceolate) atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara, seperti Halophila. B. Amphibolid yaitu berkayu, percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri

dan kanan cabang tegak, seperti Amphibolis, Thalassodendron dan Heterozostera.

Distribusi Lamun

Lamun memiliki distribusi yang luas diseluruh samudera-samudera dunia hanya tidak ada dilaut kutub walaupun genus Phyllospadix dan Zostera ada sejauh utara laut Bering dan sejauh selatan laut Tasman. Dari daerah diatas subtropis hingga mendekati garis khatulistiwa, lamun mendiami varietas habitat-habitat pantai berair dangkal dimana lamun berperan penting sebagai kunci ekologi. Phanerogram laut ini memiliki komponen-komponen yang dikenal baik dari pasang surut sampai komunitas “rawa garam” dikenal akan kemampuan mereka untuk membantu menstabilkan garis pantai dan menyediakan makanan dan perlindungan untuk organisme laut (Tomascik, dkk., 1997).

Tumbuhan lamun tumbuh di perairan laut dangkal dan tersebar luas mulai dari utara, benua Artika sampai ke sebelah selatan, benua Afrika dan New Zealand. Lamun terkonsentrasi di dua daerah utara yaitu Indo-Pasifik dan pantai-pantai Amerika Tengah, di daerah Caribbean-pacific. Tumbuhan lamun di dunia ini terdiri dua famili, 12 genera dengan 48 spesies. 12 genera tersebut, 7 di antaranya hidup diperairan tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophilia, Halodule, Cymodocea, Syringodium, dan Thalassodendron (Supriharyono, 2007).

Lamun bersama-sama dengan mangrove dan terumbu karang merupakan satu pusat kekayaan nutfah dan keanekaragaman hayati di Indo-Fasifik Barat. Sebanyak 20 negara, termasuk Indonesia terletak di wilayah yang memiliki keragaman jenis lamun. Di kawasan negara-negara ASEAN, beberapa jenis lamun tersebar di semua Negara ASEAN (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

pasang surut (intertidal) sampai ke tempat yang cukup dalam dan mulai dari laut terbuka sampai ke estuari. Magnozosterid dapat dijumpai pada berbagai habitat, tetapi lebih terbatas pada daerah sublitoral. Syringodid didapatkan sampai batas kedalaman sublitoral atas (upper sublittoral). Enhalid dan Amphibolid juga terbatas pada bagian atas dari sublitoral. Enhalid dan Amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus acoroides didapat pada habitat bersubstrat pasir berlumpur (Kiswara dan Hutomo, 1985).

Tabel 1. Catatan Ekologis Lamun di Perairan Indonesia

Famili/Genus Spesies Karakeristik

Famili Hydrocharitaceae

Enhalus Enhalus acoroides Secara umum pada endapan lumpur/sedimen berlumpur dan area dengan bioturbasi yang tinggi. Ditemukan di habitat muara dan laguna. Bentuk-bentuk monospesifik dan mendominasi komunitas tercampur dimana sering timbuh

dengan Thalassia hemprichii. Tempat perlindungan bagi ikan-ikan masih kecil

Halophila Halophila decipiens Ditemukan di laguna dan sebagai makanan dugong

Halophila minor Ditemukan di laguna dangkal dengan substrat pasir bersamaan dengan Halophila ovalis

Halophila spinulosa Tidak ada informasi tersedia. Mungkin sulit dibedakan antara Halophila spinulosa dengan spesies alga hijau seperti Caulerpa sertularioides dan Caulerpa Mexicana

Thalasia Thalasia hemprichii Spesies ini yang paling berlimpah dan menyebar luas, sering mendominasi komunitas, yang tercampur jarak kedalaman pasang surut 30 m dan tumbuh pada varietas substrat seperti pasir endapan, pasir kasar atau puing koral yang kasar.

Tabel 1. Lanjutan

Famili/Genus Spesies Karakteristik

Famili Cymodoceaceae

Cymodocea Cymodocea rutondata Salah satu spesies dominan pada pasang surut dan dikenal makanan dogung dari Indonesia bagian Timur

Cymodocea serrulata Dikenal sebagai makanan dugong dan sering ditemukan mengarah ke arah laut mangrove.

Halodule Halodule pinifolia Bertumbuh dengan cepat, membentuk monospesifik dan berdiri pada substrat berlumpur. Halodule uninervis Membentuk padang rumput

monospesifik di lereng sedimen dan sebagai makanan Dugong. Syringodium Syringodium isoetifolium Umumnya hidup pada substrat

pasir yang dangkal, lumpur, dan substrat yang kasar

Thalassodendron Thalassodendron ciliatum Sering mendominasi di sublitoral lebih atas di asosiasi dengan koral, jarak kedalaman dari puncak terumbu karang 4 m. Umumnya di laguna atol dimana akan membentuk padang rumput monospesifik yang luas.

Sumber: Tomascik, dkk., (1997). Fungsi Ekologi Lamun

Lamun tidak mempunyai struktur yang besar, namun dapat mengurangi atau mereduksi pengaruh kekuatan dan energi ombak yang menerpannya. Tampaknya lamun lebih tahan terhadap badai daripada terumbu karang dan mangrove. Lamun memiliki kemampuan filtrasi sehingga dapat mengurangi energi ombak yang datang secara efisien melindungi habitat ke arah laut, misalnya terumbu karang (Goltenboth, dkk., 2012).

a. Memiliki kemampuan untuk menangkap (trapped) sedimen, menstabilkan substrat dasar, dan menjernihkan air.

b. Merupakan sumber produktivitas primer, yang mana diketahui mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi.

c. Merupakan sumber makanan langsung bagi kebanyakan hewan. d. Merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis hewan air.

e. Merupakan substrat bagi organisme (fitoplankton) yang menempel.

f. Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen.

g. Akar dan rhizoma lamun mampu mengikat sedimen sehingga mencegah erosi. Lamun mengembangkan jaringan perakaran dan rhizoma yang sangat luas sehingga dapat secara efektif berperan menangkap nutrient-nutrien. Gerak air surut atau pasang cukup lambat, maka POM (Particulate Organic Material) juga terangkat di antara akar-akar lamun. Padang lamun tergolong ekosistem laut yang paling produktif dan mempunyai peran penting dalam dinamika nutrien pesisir. Selain itu padang lamun juga berhubung`an dengan perolehan perikanan lokal dan ekosistem tetangganya (Goltenboth, dkk., 2012).

Menurut Supriharyono (2007), potensi lain dari padang lamun adalah sebagai berikut:

a. Penyaring limbah dan penstabil sedimen.

b. Karena daun tumbuhan lamun memiliki mempunyai kandungan lignin yang rendah dan cellulose yang cukup tinggi, maka dapat digunakan sebagai bahan dasar kertas.

c. Rhizoma muda dari beberapa jenis tertentu seperti zostera dapat dimasak dan buah dari beberapa jenis lamun lainnya dapat dimakan langsung.

d. Daun-daun kering lamun dapat dmanfaatkan sebagai makanan ternak.

Parameter Lingkungan Lamun Suhu

Kisaran suhu pada perairan laut yang beriklim tropis berkisar 20-30oC. Suhu yang baik untuk kehidupan lamun di daerah iklim tropis adalah 25-32oC (Tarigan dan Edward, 2003). Sebaran suhu air laut disuatu perairan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain radiasi sinar matahari, letak geografis perairan, sirkulasi arus, kedalaman laut, angin dan musim (Simon dan Patty, 2013).

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap ekosistem lamun. Suhu juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi lamun. Perubahan suhu mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis bersih pada lamun akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Wirawan, 2014).

Kedalaman dan Kecerahan

Penetrasi cahaya matahari atau kecerahan adalah penting sekali bagi tumbuhan lamun. Tumbuhan lamun biasanya tumbuh dilaut yang sangat dangkal, karena membutuhkan cahaya yang sangat banyak untuk mempertahankan populasinya. Namun pada perairan jernih, tumbuhan ini biasa tumbuh dtempat yang dalam. Thalassia dan syringodium dapat dijumpai sampai pada kedalaman

Salinitas

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10-40 ppt dan nilai optimumnya adalah 35 ppt. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur lamun. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas (Wirawan, 2014).

Seperti cahaya dan suhu, salinitas juga merupakan faktor penting yang cukup tinggi bagi kehidupan tumbuhan lamun. Secara umum salinitas optimum untuk pertumbuhan lamun adalah berkisar 25-35 ppt. Sedangkan untuk fase pembungaan kisaran salinitas yang baik adalah antara 28-32 ppt. Namun toleransi terhadap salinitas sangat bervariasi di antara spesies lamun. Lamun yang hidup di daerah estuari cenderung lebih toleran terhadap salinitas (euryhaline). Dibandingkan dengan spesies yang stenohaline, yaitu selamanya tinggal di laut atau di perairan hipersaline (Supriharyono, 2007).

Substrat

Substrat dibedakan atas kerikil/batu (>2,00 mm), pasir (0,05-2,00 mm), geluh (silt) (0,002-0,05 mm) dan lempung (clay) (< ,002 mm). Berdasarkan karakteristik tipe substratnya, padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, pasir berlumpur, pasir, lumpur berpasir, puing-puing karang (Kiswara dan Hutomo, 1985).

Tabel 2. Ukuran Butiran untuk Ukuran Substrat

Nama Subtrat Ukuran (mm)

Batu (Stone) Bongkahan (Boulder) 1.256 Krakal (coble) 64-256 Krikil (pebble) 64-256 Butiran (granule) 2-4 Pasir (Sand)

Pasri sangat kasar (v.coarse sand) 1-2 Pasir kasar (coarse sand) ½-1 Pasir halus (fine sand) 1/4–1/2 Pasir sangat halus (very fine sand) 1/8-1/4 Lumpur (Silt)

Lumpur kasar (coarse silt) 1/16-1/8 Lumpur sedang (medium silt) 1/32-1/16

Lumpur halus (silt) 1/64-1/32

Lumpur sangat halus (verry fine silt) 1/128-1/64

Lempung (Clay)

Lempung kasar (coarse clay) 1/256-1/128 Lempung sedang (medium clay) 1/640-1/256 Lempung halus (fine clay) 1/1024-1/640 Lempung sangat halus (very fine

clay) 1/2360-1/1024

Sumber: Davids dan Fitzgerald (2004). Arus

Arus membuat kolom air tercampur dengan baik, mempengaruhi sebaran suhu atau salinitas, membawa nutrien dan membawa pasokan oksigen ke perairan yang lebih dalam. Arus secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan, rekruitmen, morfometri daun, rhizoma dan akar. Arus yang berkurang kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam sedimen dan peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat membatasi fotosintesis (Amri, dkk., 2011).

Kecepatan arus merupakan faktor yang mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan lamun di suatu perairan. Produktivitas padang lamun

kecepatan arus 0,5 m/detik dan bila lebih dari 0,5 m m/detik menyebabkan tegakan lamun rusak akibat terjerus arus (Nur, 2011).

Oksigen Terlarut

Bagian penting dari gambaran oseanografi suatu perairan laut adalah deskripsi dari penyebaran atau distribusi spasial maupun temporal dari parameter suhu, salinitas dan oksigen. Pengamatan suhu, salinitas dan oksigen terlarut merupakan parameter yang tak dapat dipisahkan dalam hampir setiap penelitian di laut. Hal ini karena berbagai aspek distribusi parameter seperti reaksi kimia dan proses biologi merupakan fungsi dari suhu, sehingga suhu ini menjadi suatu variabel yang menentukan. Sedangkan salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan laut dan oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran biota perairan (Simon dan Patty, 2013).

Salah satu yang memengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan adalah suhu. Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu perairan. Selain itu oksigen terlarut juga dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan salinitas. Oksigen larut di kolom air dengan berbagai reaksi dan proses-proses kimia yang berlangsung di perairan (Purba dan Khan, 2011).

Rendahnya kardar oksigen di daerah pantai atau muara sungai, erat kaitannya dengan kekeruhan air laut dan juga diduga disebabkan semakin bertambahnya aktivitas mikroorganisme, sedangkan tingginya kadar oksigen terlarut di perairan pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya oksigen yang masuk kedalam air (Simon dan Patty, 2013).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepulauan Indonesia terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Fasifik. Ekosistem padang lamun Indonesia diperkirakan sebesar 30.000 km2 dan masalah yang dihadapi oleh padang lamun sama dengan masalah yang dialami ekosistem pesisir dan laut lainnya. Ekosistem padang lamun Indonesia kurang dipelajari dibanding terumbu karang dan mangrove. Tetapi berdasar berbagai indikasi, padang lamun juga rentan terhadap gangguan alam dan kegiatan manusia (Solihin, dkk., 2014).

Lamun membentuk ekosistem khusus yang dikenal sebagai padang lamun. Pada pantai yang didominasi oleh hutan mangrove, komunitas lamun sering berfungsi sebagai penghubung fungsional dan daerah penyangga antara terumbu karang (ke arah laut) dengan hutan mangrove (ke arah darat). Jika keadaan memungkinkan, lamun juga dapat tumbuh dengan baik diterumbu karang, daerah pasang surut, maupun hutan mangrove. Padang lamun juga ditemukan di sebagian besar pesisir dengan dasar pasir berlumpur antara terumbu pinggir dan daerah mangrove (Goltenboth, dkk., 2012).

Penurunan luas padang lamun di Indonesia dapat disebabkan oleh faktor alami dan hasil aktivitas manusia terutama di lingkungan pesisir. Faktor alami tersebut antara lain gelombang atau arus yang kuat, badai, gempa bumi, dan tsunami. Sementara itu, kegiatan manusia yang berkontribusi terhadap penurunan area padang lamun adalah reklamasi pantai, pengerukan, penambangan pasir, serta

Desa Sitardas merupakan salah satu desa di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah yang menjadi salah satu lokasi konservasi terumbu karang di wilayah pesisir laut Kabupaten Tapanuli Tengah yang memiliki hamparan padang lamun. Aktivitas masyarakat pesisir yang umumnya sebagai nelayan yang mempengaruhi kondisi padang lamun, padahal padang lamun memberi dampak positif bagi nelayan karena fungsi padang lamun sebagai habitat ikan dan tempat mencari makan ikan.

Perumusan Masalah

Padang lamun memiliki banyak fungsi terutama fungsi ekologis seperti habitat biota laut dan tempat mencari makanan bagi berbagai biota laut. Akan tetapi perlu dilakukan pemantauan secara bertahap untuk melihat kondisi padang lamun, untuk pemantauan padang lamun didapatkan rumusan perrmasalahan sebagai berikut:

1. Berapa persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah?

2. Berapa kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengelolaan Sumberdaya pesisir khususnya padang lamun dan sebagai referensi dalam pengelolaan ekosistem padang lamun bagi masyarakat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah,

Kerangka Pemikiran

Secara umum komunitas padang lamun bersifat dinamis atau mudah berubah dari waktu ke waktu terutama komunitas padang lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alami dan hasil aktivitas manusia. Untuk mengetahui kondisi padang lamun dapat dilihat melalui tutupan dan kerapatan lamun dengan metode transek kuadrat. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengelolaan Padang Lamun

Mangrove Terumbu Karang

Ekosistem Pesisir Desa Sitardas

Persentase Tutupan Kerapatan

Padang Lamun

AMOS CHRISTOPER MELIALA. Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh HASAN SITORUS dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Penelitian dilakukan di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan April 2016. Tujuan penelitian adalah mengetahui persentase tutupan dan kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Pengamatan lamun mengguanakan Metode Transek Kuadrat. Pada penelitian ini diperoleh 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Parameter fisika-kimia perairan diperoleh suhu berkisar 28-29°C, kedalaman perairan berkisar 50-95 cm, Salintas berkisar 27-29 ppt, pH berkisar 7,8-8, kecepatan arus berkisar 0,10-0,70 m/s, DO berkisar 5,1-6,4 mg/l, dan kecerahan perairan 100%. Jenis Substrat diperoleh adalah pasir berlempung, lempung berdebu dan lempung berpasir. Persentase tutupan lamun secara total adalah 5,25%, persentase tutupan lamun per spesies diperoleh Enhalus acoroides 4,99%, Cymodocea serrulata 0,19%, Cymodocea rotundata 0,06% dan Halophila ovalis 0%. Kerapatan lamun setiap spesies diperoleh Enhalus acoroides 26 individu/m², Cymodocea serrulata 5 individu/m², Cymodocea rotundata 3 individu/m² dan Halophila ovalis 2 individu/m². Pola pemencaran lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata adalah seragam serta Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis adalah mengelompok.

AMOS CHRISTOPER MELIALA. Sudy of Seagrass Coverage and Density at Sitardas Village Badiri Sub District Tapanuli Tengah Distric. Under Academic Supervision by HASAN SITORUS and ZULHAM APANDY HARAHAP

Research was carried out at the Sitardas Village Badiri Subdistrict Tapanuli Tengah District on April 2016. The research aim were to know covered percentage and density of seagrass at Sitardas Village, Tapanuli Tengah District. Seagrass observations using transect quadratic method. In this research, found 4 species of seagrass consist of Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata and Halophila ovalis. Physical-chemical parameter of waters obtained temperature ranges 28-29°C, water depth ranges 50-95 cm, salinity ranges 27-29 ppt, pH ranges 7.8-8.0, speed of water flow ranges 0.10-0.70 m/s, DO ranges 5.1-6.4 mg/l and water transparency was 100%. Type of substrates obtained were loam sandy, silty loam and sandy loam. The mean seagrass covered percentage was 5.25%, Seagrass covered percentage per species obtained Enhalus acoroides was 4.99%, Cymodocea serrulata was 0.19%, Cymodocea rotundata was 0.06% and Halophila ovalis was 0%. Seagrass density of each spesies were Enhalus acoroides 26 individual/m², Cymodocea serrulata 5 individual/m², Cymodocea rotundata 3 individual/m² and Halophila ovalis 2 individual/m². Dispersial pattern seagrass Enhalus acoroides and Cymodocea serrulata was uniform while Cymodocea rotundata and Halophila ovalis was clumped.

STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA

Dokumen terkait