Lampiran 1. Perhitungan Total Penutupan Lamun (%) a. Perhitungan Persentase Tutupan Total di Stasiun I
Transek
Kuadrat Nilai Penutupan Lamun Rata-rata
Lampiran 1. Lanjutan
b. Perhitungan Persentase Tutupan Total di Stasiun II
Transek
Kuadrat Nilai Penutupan Lamun Rata-rata
Lampiran 1. Lanjutan
c. Perhitungan Persentase Tutupan Total di Stasiun III
Transek
Kuadrat Nilai Penutupan Lamun Rata-rata
Lampiran 1. Lanjutan
d. Perhitungan Persentase Tutupan Total Desa di Sitardas
Stasiun Lokasi Rata-rata Penutupan
Lamun (%)
I Pantai Monyet 11,36
II Dusun Kampung Sawah 2,84
III Pantai Monyet 1,53
Lampiran 2. Perhitungan Penutupan Lamun per Spesies (%) a. Perhitungan Tutupan Enhalus acoroides di Stasiun I
Transek
Lampiran 2. Lanjutan
b. Perhitungan Tutupan Enhalus acoroides di Stasiun II
Transek
Lampiran 2. Lanjutan
c. Perhitungan Tutupan Enhalus acoroides di Stasiun III
Transek
Lampiran 2. Lanjutan
d. Perhitungan Tutupan Cymodocea serrulata di Stasiun I
Transek
Lampiran 2. Lanjutan
e. Perhitungan Tutupan Cymodocea rotundata di Stasiun I
Transek
Kuadrat Penutupan Lamun per Jenis
Lampiran 2. Lanjutan
f. Perhitungan Tutupan Halophila ovalis di Stasiun I
Transek
Kuadrat Penutupan Lamun per Jenis
Lampiran 3. Perhitungan Kerapatan Lamun
a. Perhitungan Kerapatan Enhalus acoroides di Stasiun I Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 3. Lanjutan
b. Perhitungan Kerapatan Enhalus acoroides di Stasiun II Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 3. Lanjutan
c. Perhitungan Kerapatan Enhalus acoroides di Stasiun III Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 3. Lanjutan
d. Perhitungan Kerapatan Cymodocea serrulata di Stasiun I Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 3. Lanjutan
e. Perhitungan Kerapatan Cymodocea rotundata di Stasiun I Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 3. Lanjutan
f. Perhitungan Kerapatan Halophila ovalis di Stasiun I Transek
Kuadrat Kerapatan lamun Meteran
ke- Jenis/2500cm² Jenis/m²
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Indeks Dispersi pada Jenis Cymodocea serrulata
Diketahui :
N Xi Xi²-N N(N-1) ∑Xi²-N
1 17 171 13806 594
2 8 -54
3 10 -18
4 32 906
5 9 -37
6 8 -54
7 6 -82
8 10 -18
9 10 -18
10 5 -93
11 3 -109
N 118
Id= n∑Xi
2-N
N(N-1)
Lampiran 5. Pengukuran Kualitas Air dan Kegiatan Transek
a b
c d
Lampiran 5. Lanjutan
i
Gambar a)Pengukuran pH air, b) Pengukuran suhu air, c) Pengukuran kedalaman perairan, d) Pengukuran oksigen terlarut, e) Pengukuran salinitas, f)Pengukuran arus air, g) Pengumpulan substrat, g) Pemasangan transek dan plot untuk menentukan tutupan dan kerapatan lamun, i) Pengukuran kecerahan perairan
g h
Lampiran 6. Contoh Tegakan Lamun Setiap Stasiun
Gambar a)Stasiun I, b) Stasiun II, c) Stasiun III
a b
Lampiran 8. Hasil Analisis Tekstur Substrat
Stasiun Kandungan(%) Tekstur
Pasir Debu Liat
I 83,84 8 8,16 Pasir
berlempung
II 33,84 56 38 Lempung
berdebu
III 53,84 38 8,16 Lempung
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., D. Setiadi, I. Qayim dan D. Djokosetianto. 2011. Dampak Aktivitas Antropogenik terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Jurnal Pesisir dan Pantai Indonesia VI. X(1):19-31.
Brower, J. E., J. H. Zar dan C. V. Ende. 1998. Field and Labotory Method for General Ecology Volume I. WCB McGraw-Hill, New York
COREMAP-LIPI. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.
Davids, R. A dan D. M. Fitzgerald. 2004. Beaches and Coasts. Black Well Company, Victoria.
Dhewani, N dan P. Kusumawati. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (Creel) di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
Goltenboth, F., K. H. Timotius., P. P. Milan dan J. Margaf. 2012. Ekologi Asia Tenggara: Kepuluan Indonesia. Salemba Teknika, Jakarta.
Hanum, C. 2006. Ekologi Tumbuhan. FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hillel, D. 1982. Indroduction to Soil Rhysics. Academic Press, Inc San Diego, California.
Kiswara, W dan M. Hutomo. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Jurnal Oseana. X(1):21-30.
KLH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 200 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun, Jakarta.
Nur, C. 2011. Inventarisasi Jenis Lamun dan Gastropoda yang Berasosiasi di Perairan Pulau Karampuang Mamuju. [Skripsi]. Universitas Hasannudin, Makasar.
Purba, N. P dan A. M. A. Khan. 2011. Karakateristik Fisika-Kimia Perairan Pantai Dumai pada Musim Peralihan. Jurnal Akuatika. 1(1):69-83.
Simon dan Patty. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. I(3):148-157.
Solihin, A., E. Batungbacal dan A. M. Nasution. 2014. Laut Indonesia dalam Krisis. Greenpeace Southeast Asia (Indonesia), Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tahril, P. Taba, N. L. Nafie dan A. Noor. 2011. Analisis Besi dalam Ekosistem Lamun dan Hubungannya dengan Sifat Fisiokimia Perairan Pantai Kabupaten Donggala. Jurnal Natur Indonesia. 13(2):105-111
Tarigan, M. S dan Edward. 2003. Kondisi Hidrologi Perairan Teluk Kao, Pulau Halmahera Maluku Utara. Jurnal Pesisir dan Pantai Indonesia VIII. X(1):19-23.
Tomascik, T., A. Mah., A. Nontji dan M. K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas Part Two. Tuttle Publishing, Singapore
Waycott, M., McMahon K, J. Mellors, A. Calladine, and D. Kleine. 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Queensland
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2016, bertempat di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi jenis lamun dilakukan langsung di lapangan. Analisis sampel substrat dilakukan di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, DO meter refraktometer, bola duga, underwater camera, GPS, stopwatch, spidol, roll meter, pH meter, secchi disk, buku identifikasi lamun (KLH, 2004), tongkat berskala dan transek 50x50 cm2.
Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah software Microsoft excel, kantong plastik, sampel lamun, sampel substrat, dan sampel air.
Deskripsi Area
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun ini merupakan daerah pemukiman warga dusun Kampung Sawah, Desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah. Jarak lokasi ini dengan pantai Monyet sekitar 1,5 km. Stasiun II terletak pada koordinat 1°33’16,96” LU dan 98°46’32,22” BT. Foto lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Stasiun II
Stasiun III
Pengamatan Lamun
Pengambilan data setiap stasiun dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m dan jarak kuadrat antara satu transek yaitu 50 m sehingga total luasannya 100x100 m2. Frame kuadrat diletakan di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainya adalah 10 m sehingga total kuadrat setiap transek. Titik awal transek diletakan pada pertama kali lamun dijumpai dari arah pantai.
100 m 50 cm
Gambar 6. Skema Transek Kuadrat di Padang Lamun
Pengukuran Kualitas Air
Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekali sebelum transek lamun dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan masing-masing peralatan yang telah dipersiapkan kecuali substrat yang dianalisis di Laboratorium. Pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis
Tabel 3. Lanjutan
Parameter Satuan Alat Tempat Analisis
Kimia
pH - pH meter In situ
DO mg/l DO meter In situ
Analisis Data
Perhitungan kerapatan dan tutupan lamun menggunakan metode ditetapkan COREMAP-LIPI (2014) lalu diolah menggunakan perangkat Microsoft Excel. Dengan tahap mencari tutupan per kuadrat, per stasiun, hingga per lokasi,
begitu juga dalam menentukan kerapatan lamun.
Menghitung Penutupan Lamun dalam Satu Kuadrat
Persentase penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya dengan jumlah kotak kecil yaitu 4. Rumus menghitung persentase tutupan lamun dalam kotak kecil penyusun kuadrat adalah sebagai berikut:
Persentase penutupan lamun=Jumlah penutupan lamun per kotak kecil 4
Tabel 4. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat
Kategori Nilai Penutupan Lamun(%)
Tutupan penuh 100
Tutupan 3/4 kotak kecil 75
Tutupan 1/2 kotak kecil 50
Tutupan 1/4 kotak kecil 25
Kosong 0
Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Stasiun
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada seluruh transek di dalam satu stasiun kemudian dibagi dalam jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Perhitungan penutupan lamun per stasiun menggunakan sebagai berikut :
Rata-rata penutupan lamun(%)=
Jumlah penutupan lamun seluruh transek
Jumlah kuadrat seluruh transek
Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun
Cara menghitung penutupan lamun per jenis dalam satu stasiun adalah menjumlah nilai presentase penutupan setiap jenis lamun pada kuadrat seluruh transek dan membaginya dengan jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Perhitungan dilakukan untuk setiap jenis lamun yang terdapat di stasiun tersebut. Perhitungan penutupan lamun per jenis satu menggunakan rumus sebagai berikut:
Rata-rata nilai dominasi lamun (%)=
Jumlah nilai penutupan setiap jenis lamun pada seluruh kuadrat
Jumlah kuadrat seluruh transek
Tabel 5. Penilaian Dominasi Jenis Lamun
Kategori Nilai Penutupan Lamun(%)
Tutupan penuh 100
Tutupan 3/4 kotak kecil 75
Tutupan 1/2 kotak kecil 50
Tutupan 1/4 kotak kecil 25
Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Lokasi
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi/pulau adalah menjumlah rata-rata penutupan lamun setiap stasiun kemudian dibagi dengan jumlah stasiun pada lokasi/pulau tersebut. Perhitungan rata-rata penutupan lamun per lokasi menggunakan perangkat Microsoft excel menggunakan rumus:
Rata-rata penutupan lamun lokasi (%)=
Jumlah nilai rata-rata penutupan lamun seluruh stasiun dalam satu lokasi
Jumlah stasiun dalam satu lokasi
Hasil rata-rata penutupan lamun dalam satu lokasi dimasukan ke dalam kategori pada Tabel 6.
Tabel 6. Kategori Tutupan Lamun
Persentase penutupan (%) Kategori
0-25 Jarang
26-50 Sedang
51-75 Padat
76-100 Sangat padat
Sumber: COREMAP-LIPI (2014).
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas. Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus:
Kerapatan Lamun=Jumlah jenis/tegakan x 4 Keterangan :
Pola Pemencaran Lamun
Pola pemencaran lamun dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Dispersi. Menurut Brower, dkk., (1998), rumus dari Pola Pemencaran Lamun adalah sebagai berikut:
Id=n∑Xi
2-N
N(N-1)
Keterangan:
Id = Indeks Dispersi Morista
n = Jumlah plot pengambilan contoh Xi = Jumlah individu pada setiap kuadrat N = Jumlah individu pada n plot
Menurut Brower, dkk., (1998), pemencaran individu lamun mempunyai nilai dan kriteria sebagai berikut :
Id<1 = Seragam Id=1 = Acak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jenis-jenis Lamun
Adapun jenis-jenis lamun diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Enhalus acoroides
Morfologi Enhalus acoroides dapat dlihat pada Gambar 7. Tumbuhan ini memiliki daun panjang bentuknya seperti pita, mempunyai rimpang yang tebal, akarnya seperti tali dan memiliki serabut di rhizoma.
Gambar 7. Morfologi Enhalus acoroides
Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides Cymodocea serrulata
Jenis Cymodocea serrulata memiliki karakteristik morfologi yakmi seludang daun berbentuk segitiga, memiliki akar serabut dan terlihat seperti rumput di taman (lihat Gambar 8).
Gambar 8. Morfologi Cymodocea serrulata
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Potamogetonales Famili : Potamogetonaceae Genus : Cymodocea
Cymodocea rotundata
Morfologi Cymodocea rotundata dapat dlihat pada Gambar 9. Tumbuhan ini hampir sama dengan Cymodocea serrulata tetapi ukurannya lebih kecil dan helai daunnya sempit.
Gambar 9. Morfologi Cymodocea rotundata
Menurut Waycott, dkk (2004), adapun klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Potamogetonales Famili : Potamogetonaceae Genus : Cymodocea
Species : Cymodocea rotundata Halophila ovalis
Gambar 10. Morfologi Halophila ovalis
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Hidrocharitales Famili : Hydrocharitaceae Genus : Halophila
Species : Halophila ovalis Parameter Fisika-Kimia Perairan
Tabel 7. Parameter Fisika-Kimia Perairan di Desa Sitardas.
Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Kedalaman (cm) 92 50 95
Suhu (°C) 29 28 29
Kecerahan (%) 100 100 100
Salinitas (ppt) 29 27 29
Substrat Pasir berlempung Lempung berdebu Lempung berpasir
Arus (m/detik) 0,11 0,70 0,10
pH 8,0 7,8 7,8
DO (mg/l) 6,4 5,1 5,5
Tutupan dan Kerapatan Lamun
Tutupan Lamun
Dari Hasil yang dilakukan pada bulan April 2016 di Desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah secara keseluruhan diperoleh persentase tutupan lamun pada stasiun I (Pantai Monyet) adalah 11,36%, persentase tutupan lamun pada stasiun II (Pemukiman Warga Dusun Kampung Sawah) adalah 2,84%, persentase tutupan lamun pada stasiun III (Pantai Kerambi Sabatang) adalah 1,53% dan rata-rata persentase tutupan ketiga stasiun ini adalah 5,25%. Hasil Persentase tutupan total lamun di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Tutupan Total Lamun di Desa Sitardas.
Stasiun Lokasi Rata-rata Penutupan
Lamun (%)
I Pantai Monyet 11,36
II Dusun Kampung Sawah 2,84
III Pantai Kerambi Sabatang 1,53
Rata-rata 5,25
Pada stasiun II (Pemukiman Warga Dusun Kampung Sawah) hanya ditumbuhi Enhalus acoroides dengan persentase tutupan 2,84%. Pada stasiun III hanya
ditumbuhi Enhalus acoroides dengan persentase tutupan 1,53%. Hasil Persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase Tutupan Lamun di Desa Sitardas
Stasiun
Kerapatan lamun adalah jumlah individu lamun atau jumlah suatu spesies lamun per satuan luas. Secara umum, peneliti menggunakan satuan jumlah individu jenis lamun/m²
Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang ditemukan disemua
stasiun. Enhalus acoroides ditemukan pada stasiun I dengan nilai kerapatan teringgi yaitu 57 individu/m². Pada stasiun II dengan nilai kerapatan Enhalus acoroides yaitu 15 individu/m². Nilai kerapatan Enhalus acoroides terendah
dengan nilai 7 individu/m² ditemukan pada stasiun III.
Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis hanya
Untuk mengetahui kerapatan lamun di suatu lokasi maka nilai keseluruhan kerapatan lamun dirata-ratakan sesuai dengan jumlah stasiun ditentukan oleh peneliti atau pengamat.
Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang mendominasi di desa
Sitardas dengan rata-rata kerapatan 26 individu/m². Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata dengan nilai kerapatan masing-masing 5 individu/m² dan 3
individu/m². Halophila ovalis memiliki nilai kerapatan terendah yaitu 2 individu/m. Nilai Kerapatan di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Stasiun
Pola pemencaran lamun dapat dihitung dengan Indeks Dispersi Morista. Indeks Dispersi Morista lamun di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Indeks Dispersi Lamun di Desa Sitadas
Spesies Id Pola Penyebaran
Enhalus acoroides -3,09 Seragam
Cymodocea serrulata 0,47 Seragam
Cymodocea rotundata 1,16 Mengelompok
Pembahasan
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Secara umum lokasi sampling merupakan perairan dangkal dengan kedalaman dibawah 1 meter, hal ini mendukung dalam pelaksanaan transek lamun. Stasiun I memiliki kedalaman 92 cm dan Stasiun III memiliki kedalaman 95 cm dalam keadaan pasang. Stasiun III memiliki kedalaman 50 cm. Menurut Supriharyono (2007), tumbuhan lamun biasanya tumbuh dilaut yang sangat dangkal, karena membutuhkan cahaya yang sangat banyak untuk mempertahankan populasinya.
Suhu perairan diukur dengan termometer. Suhu pada stasiun I dan Stasiun III memiliki nilai suhu sama yaitu 29°C, sedangkan pada stasiun II memiliki suhu 28°C. Menurut Wirawan (2014), suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap ekosistem lamun. Suhu juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi lamun. Perubahan suhu mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis bersih pada lamun akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Suhu perairan Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah mendukung kehidupan lamun yakni 28-29°C.
Salinitas pada stasiun I dan stasiun III memiliki nilai sama yaitu 29 ppt, sedangkan pada stasiun II memiliki nilai 28 ppt. Menurut Wirawan (2014), kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10-40 ppt dan nilai optimumnya adalah 35 ppt. Supriharyono (2007) menyatakan bahwa fase pembungaan tumbuhan lamun kisaran salinitas yang baik adalah antara 28-32 ppt.
Nilai salinitas di lokasi penelitian sangat mendukung kehidupan lamun.
Kecepatan arus air pada stasiun I memiliki nilai 0,11 m/detik, stasiun II memiliki nilai 0,7 m/detik dan pada stasiun III memiliki nilai 0,10 m/detik. Menurut Amri, dkk (2011), arus membuat kolom air tercampur dengan baik, mempengaruhi sebaran suhu atau salinitas, membawa nutrien dan membawa pasokan oksigen ke perairan yang lebih dalam. Arus secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan, rekruitmen, morfometri daun, rhizome dan akar. Arus yang berkurang kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam sedimen dan peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat membatasi fotosintesis. Munurut Nur (2011), padang lamun mempunyai kemampuan maksimum menghasilkan ”standing crop” pada saat kecepatan arus 0,5 m/detik.
Derajat keasaman air perairan diukur dengan pH meter. Stasiun I memiliki nilai pH 8,0, sedangkan stasiun II dan stasiun III memiliki nilai pH sama yaitu 7,8. Menurut Tahril, dkk (2011), derajat keasaman (pH) perairan sangat dipengaruhi oleh dekomposisi tanah dan dasar perairan serta keadaan lingkungan sekitarnya. Kisaran derajat keasaman air untuk pertumbuhan lamun berkisar 7,3– 9,0.
stasiun I mempunyai substrat pasir berlempung. Pada stasiun II mempunyai substrat lempung berdebu dan pada stasiun III mempunyai substrat lempung berpasir. Menurut Kiswara dan Hutomo (1985), berdasarkan karakteristik tipe substratnya, padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur (lempung), pasir berlumpur (pasir berlempung), pasir, lumpur berpasir (lempung berpasir), puing-puing karang.
Pada penelitian ini nilai DO (oksigen terlarut) diukur dengan DO meter. Nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 6,4 mg/l hal ini disebabkan air di stasiun I jernih bersubstrat pasir berlempung, sedangkan nilai DO terendah terdapat pada stasiun II yaitu 5,1mg/l dan stasiun III memilik nilai DO 5,5mg/l. Stasiun II dan III perairanya agak keruh masing-masing bersubstrat lempung berdebu dan lempung berpasir. Menurut Simon dan Patty (2013), Rendahnya kardar oksigen di daerah pantai atau muara sungai, erat kaitannya dengan kekeruhan air laut dan juga diduga disebabkan semakin bertambahnya aktivitas mikroorganisme, sedangkan tingginya kadar oksigen terlarut di perairan pantai, dikarenakan airnya jernih sehingga dengan lancarnya oksigen yang masuk kedalam air.
Tutupan dan Kerapatan Lamun
Tutupan Lamun
tutupan dengan nilai rendah, apabila semua plot dirata-ratakan maka hasil tutupan lamun sangat rendah.
.Enhalus acoroides ditemukan di semua stasiun dan mendominasi di
perairan desa Sitardas, Tapanuli Tengah. Pada stasiun I persentase tutupan Enhalus acoroides 10,61%, pada stasiun II persentase tutupan Enhalus acoroides
2,84% dan pada stasiun III persentase tutupan Enhalus acoroides 1,53%. Nilai persentase tutupan lamun di Desa Sitardas yaitu 4,99%. Enhalus acoroides memiliki nilai persentase tutupan tertinggi dari spesies lain di Desa Sitardas sebagai lokasi penelitian karena ukuran yang besar, daun yang panjang dan jumlahnya terbesar dari spesies lainnya.
Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata hanya ditemukan pada
stasiun I dengan nilai persentase tutupan masing-masing 0,57% dan 0,19%. Hal ini disebabkan pada saat pengamatan kedua spesies ini ditemukan pada beberapa plot dan ukuran kedua spesies ini kecil kurang lebih 3-5cm walaupun kepadatan kedua spesies ini tinggi tetapi persentase tutupan kecil. Nilai persentase tutupan Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata di desa Sitardas, Tapanuli
Tengah masing-masing 0,19% dan 0,06%.
Halophila ovalis tidak memiliki nilai tutupan, hal ini disebabkan ukuran
genus Halophila sangat kecil berkisar 1-2,5cm dan nilai kepadatan spesies Halophila ovalis sangat rendah.
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun dinyatakan dalam jumlah individu per luas areal. Enhalus acoroides mendominasi di perairan di Desa Sitardas dengan nilai
kerapatan 57 individu/m² yang bersubstrat pasir berlempung. Pada stasiun II Enhalus acoroides memiliki nilai kerapatan 15 individu/m² yang bersubstrat
lempung berdebu. Nilai terendah kerapatan Enhalus acoroides ditemukan di stasiun III yang bersubstrat lempung berpasir yaitu 7 individu/m². Menurut Kiswara dan Hutomo (1985), Enhalus acoroides tumbuh dengan baik pada substrat pasir berlumpur (pasir berlempung). Substrat perairan di Desa Sitrardas mendukung kehidupan Enhalus acoroides terutama di stasiun I.
Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata hanya ditemukan pada
stasiun I bersubstrat pasir berlempung dan juga hidup hewan karang. Nilai Kerapatan masing-masing kedua spesies ini di stasiun I adalah 16 individu/m² dan 10 individu/m². di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah nilai kerapatan masing-masing kedua spesies ini adalah 5 individu/m² dan 3 individu/m². Menurut Tomascik, dkk (1997), Cymodocea rotundata ditemukan di habitat karang, tetapi berlimpah diperairan dangkal dari terumbu karang tepi lebar. Cymodocea serrulata ditemukan berbagai substrat terutama pasir dan sisa-sisa karang mati.
Halophila ovalis memiliki nilai kerapatan rendah di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah yaitu 2 individu/m² dan hanya ditemukan pada stasiun I bersubstrat pasir berlempung dengan nilai kerapatan 8 individu/m². Menurut Tomascik, dkk (1997), Halophila ovalis ditemukan di laguna dangkal dengan substrat pasir. Genus Halophila banyak ditemukan di timur Laut Jawa, Lombok dan Irian Jaya.
Pola Pemencaran Lamun
kedua spesies tergolong seragam. Menurut Hanum (2006), penyebaran secara merata umum terdapat pada tumbuhan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat di antara individu-individu dalam populasi tersebut. Ukuran akar dan daun Enhalus acoroides yang lebih besar dari spesies lamun lainnya menyebabkan spesies mendapatkan nutrisi dan energi matahari yang besar. Cymodocea serrulata memiliki akar dan daun lebih kecil daripada akar dan daun Enhalus acoroides sehingga tumbuh dengan jumlah yang sedikit.
Cymodocea rotundata memiliki Id 1,16, lebih besar dari pada Id Halophila
ovali yaitu 1,07. Kedua spesies memiliki nilai Id>1 maka pola pemencaran kedua
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Terdapat 4 jenis lamun di perairan Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea serrulata dan Halophila ovalis. Persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Tapanuli Tengah
adalah 5,25% termasuk kedalam kategori jarang, sedangkan tutupan lamun per spesies yaitu Enhalus acoroides 4,99%, Cymodocea serrulata 0,19%, Cymodocea rotundata 0,06%, dan Halophila ovalis 0%.
2. Nilai kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah untuk Enhalus acoroides adalah 26 individu/m², Cymodocea serrulata 5 individu/m²,
Cymodocea rotundata 3 individu/m², dan Halophila ovalis 2 individu/m²
Saran
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Desa Sitardas
Desa Sitardas berada di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Wilayah pesisir desa Sitardas memiliki panjang garis pantai sekitar 6 km dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Tinggi gelombang laut berkisar antara 0,6-2,5 m, dengan tinggi rata-rata pasang surut 0,7 m. Kedalaman air laut berkisar antara 1-10 m dan jenis substrat dasar pantai berpasir dan batu kerikil. Massa air pesisir berinteraksi dengan massa air Sungai Aek Lobu, Sungai Aek Tunggal dan Sungai Kualo Maros, sehingga perairan dekat pantai mempunyai salinitas rata-rata 18 ppt, sedangkan di perairan lepas pantai (offshore) salinitas mencapai 30 ppt. Suhu permukaan laut rata-rata 28oC, kecerahan tinggi, TSS 32 ppm, warna air laut biru-hijau, kadar oksigen terlarut (DO) 7,6 ppm, BOD5 1,2 ppm, dan pH air 8,2. Berdasarkan paramater tersebut dinyatakan bahwa perairan tersebut belum tercemar, sehingga masih mendukung perkembangan sumberdaya hayati perairan pesisir, seperti terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun dan ikan (Dhewani dan Kusumawati, 2009).
Komunitas Padang Lamun
tercatat ada 12 jenis lamun, 6 jenis dari Suku Hydrocharitaceae, dan 6 jenis dari Suku Potamogetonacea (Nur, 2011).
Lamun (Seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput didarat, lamun mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Lamun juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Semua lamun-lamun memiliki rhizoma berbentuk silinder terutama rerumputan, walaupun pada jenis Thalassodendron ciliatum percabangan rhizoma sangat berkayu memungkinkan spesies mendiami habitat terumbu karang sedangkan lamun lainnya tidak mampu bertahan hidup. Thalassodendron ciliatum menjajah pacuan energi yang tinggi dan zona-zona alur dari terumbu karang tepi sepanjang pantai pantai selatan Bali (Tomascik, dkk., 1997).
Penyesuaian morfologi dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya daun yang seperti rumput, lentur dan sistem akar dari rimpang yang meluas mampu bertahan terhadap pengaruh ombak, pasang surut, dan perpindahan sedimen di habitat pantai yang dangkal. Lamun yang hidup di perairan yang sering terkena pemanasan yang intensif sehingga suhu air meninggi lebih banyak berupa varietas yang berdaun kecil (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Kesamaan umum dalam bentuk, spesies lamun-lamun memperlihatkan ciri-ciri morfologi dan anatomi yang khusus merupakan taksonomi luar biasa. Beberapa ciri-ciri morfologi ini dengan mudah dilihat dengan mata telanjang adalah pola dari daun, bentuk dari puncak daun dan ada tidaknya ujung atas selubung daun rumput (Tomascik, dkk., 1997).
Menurut Kiswara dan Hutomo (1985) Klasifikasi bentuk daun lamun adalah sebagai berikut:
A. Herba, percabangan monopodial.
a. Daun panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, punya saluran udara. 1. Parvozosterid yaitu daun panjang dan sempit, seperti Halodule dan
Zostera subgenus Zosterella.
2. Magnozosterid yaitu daun panjang atau berbentuk pita tetapi tidak lebar, seperti Zostera subgenus Zostera, Cymodecea dan Thalassia. 3. Syringodid yaitu daun bulat seperti lidi dengan ujung ranting (sublate),
seperti Syringodium.
4. Enhalid yaitu daun panjang dan kaku seperti kulit (leathery linier) atau berbentuk ikat pinggang yang kasar (coarse strap shape), seperti Enhalus, Posidonia dan Phyllospadix.
b. Halophilid yaitu daun berbentuk elips, bulat telur, berbentuk tombak (lanceolate) atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara, seperti Halophila. B. Amphibolid yaitu berkayu, percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri
Distribusi Lamun
Lamun memiliki distribusi yang luas diseluruh samudera-samudera dunia hanya tidak ada dilaut kutub walaupun genus Phyllospadix dan Zostera ada sejauh utara laut Bering dan sejauh selatan laut Tasman. Dari daerah diatas subtropis hingga mendekati garis khatulistiwa, lamun mendiami varietas habitat-habitat pantai berair dangkal dimana lamun berperan penting sebagai kunci ekologi. Phanerogram laut ini memiliki komponen-komponen yang dikenal baik dari pasang surut sampai komunitas “rawa garam” dikenal akan kemampuan mereka untuk membantu menstabilkan garis pantai dan menyediakan makanan dan perlindungan untuk organisme laut (Tomascik, dkk., 1997).
Tumbuhan lamun tumbuh di perairan laut dangkal dan tersebar luas mulai dari utara, benua Artika sampai ke sebelah selatan, benua Afrika dan New Zealand. Lamun terkonsentrasi di dua daerah utara yaitu Indo-Pasifik dan pantai-pantai Amerika Tengah, di daerah Caribbean-pacific. Tumbuhan lamun di dunia ini terdiri dua famili, 12 genera dengan 48 spesies. 12 genera tersebut, 7 di antaranya hidup diperairan tropis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophilia, Halodule, Cymodocea, Syringodium, dan Thalassodendron (Supriharyono, 2007).
Lamun bersama-sama dengan mangrove dan terumbu karang merupakan satu pusat kekayaan nutfah dan keanekaragaman hayati di Indo-Fasifik Barat. Sebanyak 20 negara, termasuk Indonesia terletak di wilayah yang memiliki keragaman jenis lamun. Di kawasan negara-negara ASEAN, beberapa jenis lamun tersebar di semua Negara ASEAN (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
pasang surut (intertidal) sampai ke tempat yang cukup dalam dan mulai dari laut terbuka sampai ke estuari. Magnozosterid dapat dijumpai pada berbagai habitat, tetapi lebih terbatas pada daerah sublitoral. Syringodid didapatkan sampai batas kedalaman sublitoral atas (upper sublittoral). Enhalid dan Amphibolid juga terbatas pada bagian atas dari sublitoral. Enhalid dan Amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, kecuali Enhalus acoroides didapat pada habitat bersubstrat pasir berlumpur (Kiswara dan Hutomo, 1985).
Tabel 1. Catatan Ekologis Lamun di Perairan Indonesia
Famili/Genus Spesies Karakeristik
Famili Hydrocharitaceae
Enhalus Enhalus acoroides Secara umum pada endapan lumpur/sedimen berlumpur dan area dengan bioturbasi yang tinggi. Ditemukan di habitat muara dan laguna. Bentuk-bentuk monospesifik dan mendominasi komunitas tercampur dimana sering timbuh
dengan Thalassia hemprichii. Tempat perlindungan bagi ikan-ikan masih kecil
Halophila Halophila decipiens Ditemukan di laguna dan sebagai makanan dugong
Halophila minor Ditemukan di laguna dangkal dengan substrat pasir bersamaan dengan Halophila ovalis
Halophila spinulosa Tidak ada informasi tersedia. Mungkin sulit dibedakan antara Halophila spinulosa dengan spesies alga hijau seperti Caulerpa sertularioides dan Caulerpa Mexicana
Tabel 1. Lanjutan
Famili/Genus Spesies Karakteristik
Famili Cymodoceaceae
Cymodocea Cymodocea rutondata Salah satu spesies dominan pada pasang surut dan dikenal makanan dogung dari Indonesia bagian Timur
Cymodocea serrulata Dikenal sebagai makanan dugong dan sering ditemukan mengarah ke arah laut mangrove.
Halodule Halodule pinifolia Bertumbuh dengan cepat, membentuk monospesifik dan berdiri pada substrat berlumpur. Halodule uninervis Membentuk padang rumput
monospesifik di lereng sedimen dan sebagai makanan Dugong. Syringodium Syringodium isoetifolium Umumnya hidup pada substrat
pasir yang dangkal, lumpur, dan substrat yang kasar
Thalassodendron Thalassodendron ciliatum Sering mendominasi di sublitoral lebih atas di asosiasi dengan koral, jarak kedalaman dari puncak terumbu karang 4 m. Umumnya di laguna atol dimana akan membentuk padang rumput monospesifik yang luas.
Sumber: Tomascik, dkk., (1997).
Fungsi Ekologi Lamun
Lamun tidak mempunyai struktur yang besar, namun dapat mengurangi atau mereduksi pengaruh kekuatan dan energi ombak yang menerpannya. Tampaknya lamun lebih tahan terhadap badai daripada terumbu karang dan mangrove. Lamun memiliki kemampuan filtrasi sehingga dapat mengurangi energi ombak yang datang secara efisien melindungi habitat ke arah laut, misalnya terumbu karang (Goltenboth, dkk., 2012).
a. Memiliki kemampuan untuk menangkap (trapped) sedimen, menstabilkan substrat dasar, dan menjernihkan air.
b. Merupakan sumber produktivitas primer, yang mana diketahui mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi.
c. Merupakan sumber makanan langsung bagi kebanyakan hewan. d. Merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis hewan air.
e. Merupakan substrat bagi organisme (fitoplankton) yang menempel.
f. Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen.
g. Akar dan rhizoma lamun mampu mengikat sedimen sehingga mencegah erosi. Lamun mengembangkan jaringan perakaran dan rhizoma yang sangat luas sehingga dapat secara efektif berperan menangkap nutrient-nutrien. Gerak air surut atau pasang cukup lambat, maka POM (Particulate Organic Material) juga terangkat di antara akar-akar lamun. Padang lamun tergolong ekosistem laut yang paling produktif dan mempunyai peran penting dalam dinamika nutrien pesisir. Selain itu padang lamun juga berhubung`an dengan perolehan perikanan lokal dan ekosistem tetangganya (Goltenboth, dkk., 2012).
Menurut Supriharyono (2007), potensi lain dari padang lamun adalah
sebagai berikut:
a. Penyaring limbah dan penstabil sedimen.
c. Rhizoma muda dari beberapa jenis tertentu seperti zostera dapat dimasak dan buah dari beberapa jenis lamun lainnya dapat dimakan langsung.
d. Daun-daun kering lamun dapat dmanfaatkan sebagai makanan ternak.
Parameter Lingkungan Lamun
Suhu
Kisaran suhu pada perairan laut yang beriklim tropis berkisar 20-30oC. Suhu yang baik untuk kehidupan lamun di daerah iklim tropis adalah 25-32oC (Tarigan dan Edward, 2003). Sebaran suhu air laut disuatu perairan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain radiasi sinar matahari, letak geografis perairan, sirkulasi arus, kedalaman laut, angin dan musim (Simon dan Patty, 2013).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap ekosistem lamun. Suhu juga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi lamun. Perubahan suhu mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis bersih pada lamun akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Wirawan, 2014).
Kedalaman dan Kecerahan
Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10-40 ppt dan nilai optimumnya adalah 35 ppt. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur lamun. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas (Wirawan, 2014).
Seperti cahaya dan suhu, salinitas juga merupakan faktor penting yang cukup tinggi bagi kehidupan tumbuhan lamun. Secara umum salinitas optimum untuk pertumbuhan lamun adalah berkisar 25-35 ppt. Sedangkan untuk fase
pembungaan kisaran salinitas yang baik adalah antara 28-32 ppt. Namun toleransi
terhadap salinitas sangat bervariasi di antara spesies lamun. Lamun yang hidup di daerah estuari cenderung lebih toleran terhadap salinitas (euryhaline). Dibandingkan dengan spesies yang stenohaline, yaitu selamanya tinggal di laut atau di perairan hipersaline (Supriharyono, 2007).
Substrat
Tabel 2. Ukuran Butiran untuk Ukuran Substrat
Nama Subtrat Ukuran (mm)
Batu (Stone)
Bongkahan (Boulder) 1.256
Krakal (coble) 64-256
Krikil (pebble) 64-256
Butiran (granule) 2-4
Pasir (Sand)
Pasri sangat kasar (v.coarse sand) 1-2 Pasir kasar (coarse sand) ½-1 Pasir halus (fine sand) 1/4–1/2 Pasir sangat halus (very fine sand) 1/8-1/4
Lumpur (Silt)
Lumpur kasar (coarse silt) 1/16-1/8 Lumpur sedang (medium silt) 1/32-1/16
Lumpur halus (silt) 1/64-1/32
Lumpur sangat halus (verry fine silt) 1/128-1/64
Lempung (Clay)
Lempung kasar (coarse clay) 1/256-1/128 Lempung sedang (medium clay) 1/640-1/256 Lempung halus (fine clay) 1/1024-1/640 Lempung sangat halus (very fine
clay) 1/2360-1/1024
Sumber: Davids dan Fitzgerald (2004).
Arus
Arus membuat kolom air tercampur dengan baik, mempengaruhi sebaran suhu atau salinitas, membawa nutrien dan membawa pasokan oksigen ke perairan yang lebih dalam. Arus secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan, rekruitmen, morfometri daun, rhizoma dan akar. Arus yang berkurang kecepatannya dapat meningkatkan konsentrasi fitotoksin dalam sedimen dan peningkatan ketebalan lapisan batas difusi yang dapat membatasi fotosintesis (Amri, dkk., 2011).
kecepatan arus 0,5 m/detik dan bila lebih dari 0,5 m m/detik menyebabkan tegakan lamun rusak akibat terjerus arus (Nur, 2011).
Oksigen Terlarut
Bagian penting dari gambaran oseanografi suatu perairan laut adalah deskripsi dari penyebaran atau distribusi spasial maupun temporal dari parameter suhu, salinitas dan oksigen. Pengamatan suhu, salinitas dan oksigen terlarut merupakan parameter yang tak dapat dipisahkan dalam hampir setiap penelitian di laut. Hal ini karena berbagai aspek distribusi parameter seperti reaksi kimia dan proses biologi merupakan fungsi dari suhu, sehingga suhu ini menjadi suatu variabel yang menentukan. Sedangkan salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan laut dan oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran biota perairan (Simon dan Patty, 2013).
Salah satu yang memengaruhi kadar oksigen terlarut di perairan adalah suhu. Oksigen terlarut juga menentukan kuantitas organisme suatu perairan. Selain itu oksigen terlarut juga dipengaruhi faktor lain seperti tekanan uap air dan salinitas. Oksigen larut di kolom air dengan berbagai reaksi dan proses-proses kimia yang berlangsung di perairan (Purba dan Khan, 2011).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepulauan Indonesia terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Fasifik. Ekosistem padang lamun Indonesia diperkirakan sebesar 30.000 km2 dan masalah yang dihadapi oleh padang lamun sama dengan masalah yang dialami ekosistem pesisir dan laut lainnya. Ekosistem padang lamun Indonesia kurang dipelajari dibanding terumbu karang dan mangrove. Tetapi berdasar berbagai indikasi, padang lamun juga rentan terhadap gangguan alam dan kegiatan manusia (Solihin, dkk., 2014).
Lamun membentuk ekosistem khusus yang dikenal sebagai padang lamun. Pada pantai yang didominasi oleh hutan mangrove, komunitas lamun sering berfungsi sebagai penghubung fungsional dan daerah penyangga antara terumbu karang (ke arah laut) dengan hutan mangrove (ke arah darat). Jika keadaan memungkinkan, lamun juga dapat tumbuh dengan baik diterumbu karang, daerah pasang surut, maupun hutan mangrove. Padang lamun juga ditemukan di sebagian besar pesisir dengan dasar pasir berlumpur antara terumbu pinggir dan daerah mangrove (Goltenboth, dkk., 2012).
Desa Sitardas merupakan salah satu desa di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah yang menjadi salah satu lokasi konservasi terumbu karang di wilayah pesisir laut Kabupaten Tapanuli Tengah yang memiliki hamparan padang lamun. Aktivitas masyarakat pesisir yang umumnya sebagai nelayan yang mempengaruhi kondisi padang lamun, padahal padang lamun memberi dampak positif bagi nelayan karena fungsi padang lamun sebagai habitat ikan dan tempat mencari makan ikan.
Perumusan Masalah
Padang lamun memiliki banyak fungsi terutama fungsi ekologis seperti habitat biota laut dan tempat mencari makanan bagi berbagai biota laut. Akan tetapi perlu dilakukan pemantauan secara bertahap untuk melihat kondisi padang lamun, untuk pemantauan padang lamun didapatkan rumusan perrmasalahan sebagai berikut:
1. Berapa persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah?
2. Berapa kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui persentase tutupan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengelolaan Sumberdaya pesisir khususnya padang lamun dan sebagai referensi dalam pengelolaan ekosistem padang lamun bagi masyarakat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah,
Kerangka Pemikiran
Secara umum komunitas padang lamun bersifat dinamis atau mudah berubah dari waktu ke waktu terutama komunitas padang lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor alami dan hasil aktivitas manusia. Untuk mengetahui kondisi padang lamun dapat dilihat melalui tutupan dan kerapatan lamun dengan metode transek kuadrat. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengelolaan Padang Lamun
Mangrove Terumbu Karang
Ekosistem Pesisir Desa Sitardas
Persentase Tutupan Kerapatan
Padang Lamun
AMOS CHRISTOPER MELIALA. Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh HASAN SITORUS dan ZULHAM APANDY HARAHAP.
Penelitian dilakukan di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan April 2016. Tujuan penelitian adalah mengetahui persentase tutupan dan kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Pengamatan lamun mengguanakan Metode Transek Kuadrat. Pada penelitian ini diperoleh 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Parameter fisika-kimia perairan diperoleh suhu berkisar 28-29°C, kedalaman perairan berkisar 50-95 cm, Salintas berkisar 27-29 ppt, pH berkisar 7,8-8, kecepatan arus berkisar 0,10-0,70 m/s, DO berkisar 5,1-6,4 mg/l, dan kecerahan perairan 100%. Jenis Substrat diperoleh adalah pasir berlempung, lempung berdebu dan lempung berpasir. Persentase tutupan lamun secara total adalah 5,25%, persentase tutupan lamun per spesies diperoleh Enhalus acoroides 4,99%, Cymodocea serrulata 0,19%, Cymodocea rotundata 0,06% dan Halophila ovalis 0%. Kerapatan lamun setiap spesies diperoleh Enhalus acoroides 26 individu/m², Cymodocea serrulata 5 individu/m², Cymodocea rotundata 3 individu/m² dan Halophila ovalis 2 individu/m². Pola pemencaran lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata adalah seragam serta Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis adalah mengelompok.
AMOS CHRISTOPER MELIALA. Sudy of Seagrass Coverage and Density at Sitardas Village Badiri Sub District Tapanuli Tengah Distric. Under Academic Supervision by HASAN SITORUS and ZULHAM APANDY HARAHAP
Research was carried out at the Sitardas Village Badiri Subdistrict Tapanuli Tengah District on April 2016. The research aim were to know covered percentage and density of seagrass at Sitardas Village, Tapanuli Tengah District. Seagrass observations using transect quadratic method. In this research, found 4 species of seagrass consist of Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata and Halophila ovalis. Physical-chemical parameter of waters obtained temperature ranges 28-29°C, water depth ranges 50-95 cm, salinity ranges 27-29 ppt, pH ranges 7.8-8.0, speed of water flow ranges 0.10-0.70 m/s, DO ranges 5.1-6.4 mg/l and water transparency was 100%. Type of substrates obtained were loam sandy, silty loam and sandy loam. The mean seagrass covered percentage was 5.25%, Seagrass covered percentage per species obtained Enhalus acoroides was 4.99%, Cymodocea serrulata was 0.19%, Cymodocea rotundata was 0.06% and Halophila ovalis was 0%. Seagrass density of each spesies were Enhalus acoroides 26 individual/m², Cymodocea serrulata 5 individual/m², Cymodocea rotundata 3 individual/m² and Halophila ovalis 2 individual/m². Dispersial pattern seagrass Enhalus acoroides and Cymodocea serrulata was uniform while Cymodocea rotundata and Halophila ovalis was clumped.
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA
SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH
SKRIPSI
AMOS CHRISTOPER MELIALA
120302056
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA
SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH
AMOS CHRISTOPER MELIALA
120302056
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI DESA
SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH
SKRIPSI
AMOS CHRISTOPER MELIALA
120302056
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah
Nama Mahasiswa : Amos Christoper Meliala Nim : 120302056
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Hasan Sitorus, MS Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Amos Christoper Meliala NIM : 120302056
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, Juli 2016
AMOS CHRISTOPER MELIALA. Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah. Dibimbing oleh HASAN SITORUS dan ZULHAM APANDY HARAHAP.
Penelitian dilakukan di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan April 2016. Tujuan penelitian adalah mengetahui persentase tutupan dan kerapatan lamun di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Pengamatan lamun mengguanakan Metode Transek Kuadrat. Pada penelitian ini diperoleh 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis. Parameter fisika-kimia perairan diperoleh suhu berkisar 28-29°C, kedalaman perairan berkisar 50-95 cm, Salintas berkisar 27-29 ppt, pH berkisar 7,8-8, kecepatan arus berkisar 0,10-0,70 m/s, DO berkisar 5,1-6,4 mg/l, dan kecerahan perairan 100%. Jenis Substrat diperoleh adalah pasir berlempung, lempung berdebu dan lempung berpasir. Persentase tutupan lamun secara total adalah 5,25%, persentase tutupan lamun per spesies diperoleh Enhalus acoroides 4,99%, Cymodocea serrulata 0,19%, Cymodocea rotundata 0,06% dan Halophila ovalis 0%. Kerapatan lamun setiap spesies diperoleh Enhalus acoroides 26 individu/m², Cymodocea serrulata 5 individu/m², Cymodocea rotundata 3 individu/m² dan Halophila ovalis 2 individu/m². Pola pemencaran lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata adalah seragam serta Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis adalah mengelompok.
AMOS CHRISTOPER MELIALA. Sudy of Seagrass Coverage and Density at Sitardas Village Badiri Sub District Tapanuli Tengah Distric. Under Academic Supervision by HASAN SITORUS and ZULHAM APANDY HARAHAP
Research was carried out at the Sitardas Village Badiri Subdistrict Tapanuli Tengah District on April 2016. The research aim were to know covered percentage and density of seagrass at Sitardas Village, Tapanuli Tengah District. Seagrass observations using transect quadratic method. In this research, found 4 species of seagrass consist of Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata and Halophila ovalis. Physical-chemical parameter of waters obtained temperature ranges 28-29°C, water depth ranges 50-95 cm, salinity ranges 27-29 ppt, pH ranges 7.8-8.0, speed of water flow ranges 0.10-0.70 m/s, DO ranges 5.1-6.4 mg/l and water transparency was 100%. Type of substrates obtained were loam sandy, silty loam and sandy loam. The mean seagrass covered percentage was 5.25%, Seagrass covered percentage per species obtained Enhalus acoroides was 4.99%, Cymodocea serrulata was 0.19%, Cymodocea rotundata was 0.06% and Halophila ovalis was 0%. Seagrass density of each spesies were Enhalus acoroides 26 individual/m², Cymodocea serrulata 5 individual/m², Cymodocea rotundata 3 individual/m² and Halophila ovalis 2 individual/m². Dispersial pattern seagrass Enhalus acoroides and Cymodocea serrulata was uniform while Cymodocea rotundata and Halophila ovalis was clumped.
Penulis lahir di Pancur Batu, Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 27 Mei 1994 dari ayahanda Terulin Sembiring dan ibunda Etna Frida br Ginting. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Methodist Pancur Batu (tahun 2000-2006). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Methodist Pancur Batu (tahun 2006-2009). Tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Nasrani 1 Medan dengan jurusan IPA. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2012 melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) Ujian Tertulis.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan mengangkat judul “Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Desa Sitardas Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah”.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis tidak lepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada orang Keluarga tercinta yaitu Ayahnda Terulin Sembiring, Ibunda Etna Frida br Ginting, dan Aris J Santoso M yang selalu memberikan kasih sayang, serta doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
2. Prof. Dr. Hasan Sitorus, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Zulham Apandy, S. Kel, M. Si selaku Anggota Komisi Pembimbing.
3. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Pegawai Tata Usaha yang telah membantu penulis menyelesaikan kuliah.
memberikan bantuan kepada penulis selama berada di lokasi penelitian baik secara materil maupun non-materil.
6. Seluruh MSP angkatan 2012, terkhusus sahabat-sahabatku Rudi Hasonangan Siregar, Tiur Natalia Manalu, S.Pi, M. Dafikri, S.Pi, Hasnina Malasari Pasaribu, Harry Muda Hasibuan, Hafis. A Hutasuhut, Riski Ridoan, S.Pi, dan Dhita Agnesia.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk masyarakat, pembaca dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.
Medan, Juli 2016
Halaman Karakteristik Desa Sitardas ... 4
Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun 20
Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Lokasi ... 21
Kerapatan Lamun ... 21
Pola Pemencaran Lamun ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23
Jenis-jenis Lamun ... 23
Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 26
Tutupan dan Kerapatan Lamun ... 27
Pola Pemencaran Lamun ... 29
Pembahasan ... 30
Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 30
Tutupan dan Kerapatan Lamun ... 32
Pola Pemencaran Lamun ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3
2. Lokasi Penelitian... 16
3. Lokasi Stasiun I ... 16
4. Lokasi Stasiun II ... 17
5. Lokasi Stasiun III ... 17
6. Skema Transek Kuadrat di Padang lamun ... 18
7. Morfologi Enhalus acoroides ... 23
8. Morfologi Cymodocea serrulata ... 24
9. Morfologi Cymodocea rotundata ... 25
No. Teks Halaman
1. Catatan Ekologis Lamun di Perairan Indonesia ... 8
2. Ukuran Butiran untuk Ukuran Substrat ... 13
3. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 18
4. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat ... 19
5. Penilaian Dominasi Jenis Lamun ... 20
6. Kategori Tutupan Lamun ... 21
7. Parameter Fisika-Kimia Perairan di Desa Sitardas ... 27
8. Persentase Tutupan Total Lamun di Desa Sitardas ... 27
9. Persentase Tutupan Lamun per Jenis ... 28
10. Nilai Kerapatan Lamun di Desa Sitardas ... 29
No. Teks Halaman
1. Perhitungan Total Penutupan Lamun (%) ... 40
2. Perhitungan Penutupan Lamun per Spesies (%) ... 44
3. Perhitungan Kerapatan Lamun ... 50
4. Contoh Perhitungan Indeks Dispersi pada Jenis Cymodocea serrulata 56 5. Pengukuran Kualitas Air dan Kegiatan Transek ... 57
6. Contoh Tegakan Lamun Setiap Stasiun ... 59
7. Segitiga Tekstur Substrat ... 60