• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L )

PERTUMBUHAN ULAT SUTERA ( Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L )

Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim disebut ulat, pupa dan ngengat. Selama metamorfosa, stadia larva adalah satu- satunya masa di mana ulat makan, merupakan masa yang sangat penting untuk sintesa protein sutera dan pembentukan telur. Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam Ordo Lepidoptera yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat (Atmosoedarjo et al., 2000).

Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut: Filum : Arthophoda

Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Bombycidae Genus : Bombyx

Spesies : Bombyx moriL.

Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak beberapa abad yang lalu. Leluhurnya adalah ulat sutera liar, Bombyx mandarina, ditemukan dipohon murbei yang banyak di Cina, Jepang dan Negara lain di Asia Timur. Ulat sutera yang dikenal sekarang Bombyx mori tidak dapat mandiri dialam bebas, penciumannya sudah sangat tumpul sehingga tidak dapat mengenal tanaman murbei dalam jarak beberapa meter, pergerakkannya lambat dalam mendapatkan daun karena kemampuan merangkaknya sudah lemah. Daya pegang ulat yang sangat lemah, sehingga tidak mampu mempertahankan diri dari goncangan batang oleh angin, ulat tidak dapat melindungi diri melawan musuh dan tidak bisa bergerak cepat (Atmosoedarjoet al., 2000).

Ras Ulat Sutera

Ulat Sutera ras Jepang memiliki ciri-ciri yaitu umur produksi relatif lebih panjang dibandingkan dengan Ras Cina, rentan terhadap penyakit,bentuk kokon tebal seperti kacang tanah dan produksi kokon tinggi dibandingkan dengan Ras Cina (Guntoro, 1994). Ras Jepang mempunyai varietas univoltin dan bivoltin (Gambar 2).

3 Banyak galur yang menghasilkan larva dengan ukuran medium dan kokon berbentuk kacang, ras Jepang ini memiliki kecepatan tumbuh yang medium (Atmosoedarjo et al., 2000).

Gambar 1. Ulat Sutera dan Kokon Ras Cina Sumber: Andadari et al.(1998)

Ras Cina memiliki ciri-ciri yaitu umur produksi lebih pendek atau cepat, ulat polos, bentuk kokon bulat, lapisan kokon tipis sehingga produksi rendah dibandingkan dengan Ras Jepang dan daya tahan ulat lebih kuat dibandingkan dengan Ras Jepang (Guntoro, 1994). Ras Cina terdiri dari univoltin dan bivoltin iyang mencakup banyak galur yang menghasilkan larva kecil dan kokon oval (Gambar 1).

Gambar 2. Ulat Sutera dan Kokon Ras Jepang Sumber: Andadari et al. (1998)

Ras Tropik merupakan jenis polivoltin, mempunyai telur kecil dan ringan, larvanya kecil tetapi kuat dan tumbuh sangat cepat. Bentuk kokon seperti kumparan, mempunyai banyak serabut (floss) dan kulit kokon tipis, sehingga produksinya rendah (Atmosoedarjo et al., 2000).

4 Ras Eropa hanya mencakup jenis univoltin, dengan larva yang besar dan kokon oval. Ras Eropa ini tumbuh lambat dan tidak kuat, sehingga hanya dapat dipelihara di musim semi yang hangat di daerah subtropik.

Banyak galur yang dipelihara pada saat ini merupakan hibrid dari ketiga ras tersebut di atas, yang telah diperbaiki dengan menghimpun kelebihan-kelebihannya. Hibrid ini untuk memudahkan pemakaian, diklasifikasikan berdasarkan darah Jepang, darah Cina dan darah Eropa, dan disebut sebagai ras masing-masing, paling umum pada saat ini adalah galur dari ras Jepang dan ras Cina. Para petani biasanya memelihara generasi pertama (F1) dari ras-ras tersebut (Atmosoedarjo et al., 2000).

Generasi Pertahun Ulat Sutera Monovoltin

Ulat sutera yang menghasilkan satu generasi dalam satu tahun karena terjadi penundaan pematangan embrio selama musim dingin.Ulat sutera ini tidak tahan dipeliharaan di daerah panas, berukuran besar dan kokon besar (Atmosoedarjo et al., 2000).

Bivoltin

Ulat sutera dapat menghasilkan dua generasi dalam setahun. Kokon yang dihasikan berukuran besar dan tahan terhadap lingkungan panas (Atmosoedarjo et al., 2000)

Polivoltin

Ulat sutera dapat menghasilkan generasi lebih dari tiga generasi atau lebih. Ulat sutera ini tahan terhadap lingkungan panas, kokon yang dihasilkan sedikit, dan serat suter sedikit (Atmosoedarjo et al., 2000).

Siklus Hidup Telur

Bentuk telur ulat bulat pipih, lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm dan tebal 0,5 mm serta berat sekitar 0,5 mg. Ukuran dan beratnya dapat bervariasi, berdasarkan ras dan lingkungannya dimana induk dipelihara. Telur ras univoltin menetas pada cuaca menghangat di musim semi, bersama dengan tumbuhnya murbei. Larva tumbuh dan menjadi ngengat pada awal musim panas, kemudian

5 bertelur. Telur ini dorman atau hibernasi. Setelah melewati musim dingin, embrio dalam telur berkembang dan menetas. Siklus tersebut disebut satu generasi per tahun (Atmosoedarjo et al., 2000).

Gambar 3. Siklus Hidup Ulat Sutera Sumber : Tazima (1978)

Telur ras bivoltin menetas pada musim semi dan tumbuh menjadi ngengat awal musim panas untuk bertelur, seperti univoltin. Akan tetapi telur ini tidak dorman, sehingga akan menetas 10 hari kemudian. Larva generasi kedua ini menetas dan akan menjadi ngengat pada awal musim gugur untuk bertelur. Telur dorman selama musim dingin dan akan terputus dormansinya pada saat musim semi berikutnya tiba. Saat musim tersebut telur akan menetas. Siklus seperti ini disebut dua generasi per tahun. Warna telur bivoltin, pada saat diletakkan, kuning muda, akan tetapi dalam 2-3 hari mulai berubah, sesuai dengan rasnya, yang pada umumnya berwarna abu-abu atau kehijauan (Atmosoedarjo et al., 2000).

Telur polyvoltin dan bivoltin, pada minggu pertama berwarna kuning muda, akan tetapi tiga hari sebelum menetas, secara bertahap akan berubah menjadi abu- abu muda. Satu induk menghasilkan sekitar 500 butir, tergantung dari galur atau rasnya (Atmosoedarjo et al., 2000).

6 Pupa

Sekitar lima atau enam hari setelah ulat mulai membentuk kokon, ulat sutera berubah bentuk di dalam kokon dan menjadi pupa. Segera setelah menjadi pupa, pupa berwarna kuning keputihan dan lembek namun secara bertahap berubah mengeras. Periode pupa menghabiskan waktu 11 hingga 12 hari (Sinchaisri, 1993).

Ngengat

Ngengat tidak bisa terbang untuk berkopulasi, atau kalau betina untuk bertelur pada daun murbei. Ngengat yang sudah keluar dari kokon, sebaiknya ngengat di kopulasi hanya pada saat sayap sudah berkembang dengan sempurna. Waktu kopulasi selama sekitar satu jam sudah cukup bagi jantan untuk ejakulasi pertama, akan tetapi untuk kenyamanan serta untuk mengurangi proporsi telur yang tidak dibuahi, kopulasi dibiarkan sampai lebih dari dua jam. Ngengat jantan yang akan digunakan kembali maka ngengat disimpan pada suhu 5–10 ºC. Sebaiknya ngengat jantan yang sudah digunakan maka kemampuan kopulasi sudah berkurang dan mengakibatkan jumlah telur yang tidak dibuahi akan bertambah (Atmosoedarjoet al., 2000).

Warna ngengat dewasa berwarna putih susu dengan garis halus melintang berwarna kecoklatan pada sayap bagian depan dan tubuh dilapisi oleh bulu yang lebat. Ngengat dewasa tidak memerlukan makanan, tidak dapat terbang dan siklus hidupnya pendek. Masing-masing betina dapat menghasilkan telur 300-400 butir, sedangkan pada saat larva tubuhnya tidak berbulu dan makanan utamanya daun murbei, pertumbuhan sangat cepat dan dapat menghasilkan kokon dalam waktu enam minggu (Borror et al., 1996).

Ulat atau Larva

Larva yang baru menetas berwarna hitamatau coklat tua dengan panjang sekitar 3 mm danbobot badan sekitar 0,45 mg. Larva memiliki kepala besar dan tubuh dilengkapi rambut sehingga kelihatan seperti ulat berbulu. Seluruh tubuh dilapisi kutikula yang mengandung khitin dan berfungsi sebagai kerangka luar (exoskeleton). Semakin umur bertambah, warna larva menjadi lebih muda (Sihombing, 1999).Ulat berhenti makan sekitar 24 jam. Pada saat itu pula ulat menggantikan kulit lama dengan kulit baru. Peristiwa ini dikenal dengan ganti kulit

7 atau molting. Karena selama masa larva, ganti kulit ini terjadiempat kali, maka terdapat lima periode makan atau disebut instar.

Pertumbuhan Ulat

Pertumbuhan ulat seluruhnya merupakan masa makan dan masa tumbuh. Sewaktu baru ditetaskan dari telur, berat tubuh hanya sekitar 0,038 mg dan panjang badan 0,25 cm, tetapi setelah mencapai umur 23-25 hari berat tubuhnya sekitar 360 mg dengan panjang tubuh mencapai 7,2 cm. Pertumbuhan ini suatu yang menakjubkan, karena berat tubuh sampai umur 23-25 hari berlipat sekitar 9.500 kali dan panjang berlipat hampir 30 kali. Waktu ganti kulit (moulting) berat basah akan menurun (Sihombing, 1999).

Lama istirahat berkisar antara 20-32 jam dan selama pertumbuhannya ulat istirahat 4 kali, yaitu dari pergantian instar I ke II, instar II ke III, instar III ke IV, instar IV ke V.Tanda-tanda ulat yang akan istirahat ialah nafsu makan mulai berkurang, lebih banyak diam dan lama kelamaan akan diam, tidak bergerak sama sekali (Guntoro, 1994).

Selama pertumbuhan dan selama pergantian kulit dan aktivitas ulat, dalam tubuh ulat pun terjadi perubahan-perubahan, terutama pada kelenjar sutera. Perubahan ini terlihat jelas pada stadium V, atau stadium terakhir sebelum mengokon (Sihombing,1999).

Ulat besar adalah ulat yang telah mencapai instar IV sampai instar V. Umur ulat besar 13 hari, yaitu instar IV sekitar 4-5 hari dan umur instar V sekitar 6 hari (Sunanto, 1997). Ulat besar memerlukan kondisi ruangan pemeliharaan dengan suhu berkisar antara 23-25°C dengan kelembaban 70-75%. Selain itu sirkulasi udara harus berjalan dengan baik (Guntoro, 1994). Jika suhu dan kelembaban melebihi kebutuhan, maka nafsu makan ulat besar akan menurun sehingga rentan terhadap penyakit (Sunanto, 1997). Menurut Samsijah dan Kusumaputra (1978), ulat besar memerlukan daun murbei yang banyak mengandung protein untuk pertumbuhan kelenjar suteranya juga tempat hidup yang bersih dari kotoran dan sisa daun.

8

(a) (b)

Gambar 4. (a) Hibernasi Ulat, (b) Ulat Sutera Siap Mengokon (Warna Bening)

Persilangan

Persilangan dilakukan antara galur yang berasal dari daerah yang berbeda agar supaya sifat-sifat unggul atau karakteristik yang dimiliki masing-masing galur dapat bergabung pada hibridnya. Dengan persilangan ini akan muncul heterosis yaitu nilai peningkatan dari hibrid bila dibandingkan dengan induknya. Nilai heterosis untuk setiap sifat berbeda dan tingkat heterosis bagi masing-masing sifatpun ternyata tidak konsisten, atau bervariasi, karena susunan genetik dari induk yang terlibat dalam persilangan berlainan. Hibrid umumnya mempunyai larva lebih pendek, mortalitas lebih rendah, jumlah kokon ganda lebih tinggi, sedangkan berat kokon, berat kulit kokon, panjang serat dan berat serat lebih tinggi dari nilai rata-rata galur induknya (Atmosoedarjoet al., 2000).

Memperbaiki susunan genetik hewan ternak, yaitu dengan sistem perkawinan. Persilangan adalah perkawinan antar individu, yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dalam populasi. Persilangan biasanya berdampak pada peningkatan daya hidup. Selain itu, persilangan memiliki tingkat kesuburan, daya tumbuh dan daya tahan yang lebih tinggi. Gejala ini disebut dengan heterosis atau keunggulan hasil silangan (Minkema, 1993).

Ada tiga macam persilangan yang tergolong silang luar, yaitu persilangan antar galur (linecrossing), persilangan antara bangsa (cross breeding), dan persilangan antarspesies (hybridisasi). Persilangan antar galur adalah persilangan antar ternak dari bangsa yang sama yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Persilangan antar bangsa merupakan persilangan antar ternak dari dua bangsa yang berbeda. Persilangan ini disebut crossbreeding dan merupakan persilangan yang paling umum dilakukan. Persilangan antarspesies merupakan persilangan yang paling

9 jarang dilakukan, karena ternak dari spesies yang berbeda sering gagal disilangkan (Noor, 2008).

Pewarisan maternal terdapat apabila faktor yang menentukan sifat keturunan terdapat diluar inti nukleus dan pemindahan faktor itu hanya berlangsung melalui sitoplasma. Pengaruh maternal ada apabila genotipe diwariskan dari induk betina menentukan fenotipe dari keturunan. Faktor-faktor keturunan berupa gen-gen yang berasal dari inti nukleair dipindahkan oleh kedua jenis kelamin, dan dalam persilangan-persilangan tertentu sifat-sifat keturunan itu mengalami segregasi mengikuti pola Mendel. Pengaruh maternal berasal dari sitoplasma sel telur yang telah dimodifikasi oleh gen-gen yang dipindahkan secara kromosomal (Suryo, 2007). Cara untuk mengetahui adanya pengaruh maternal, biasanya para pemulia ulat sutera melakukan perkawinan secara resiprokal untuk menghasilkan hasil silangan yang paling baik. Menurut Welsh (1991), persilangan resiprokal adalah persilangan antara dua induk, dimana kedua induk berperan sebagai pejantan dalam suatu persilangan, dan sebagai betina dalam persilangan yang lain. Seleksi berulang resiprokal memperbaiki kemampuan berkombinasi spesifik maupun umum. Cara yang ditempuh adalah dengan melakukan seleksi terhadap dua populasi dalam waktu bersamaan.

MATERI DAN METODE

Dokumen terkait