• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol

Konsepsi pokok dari Ultisols (Ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut (ultimate), sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (>2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat yang disebut horizon B-argilik (Soil Survey Staff, 2014), dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa yang rendah. Pada umumnya terbentuk di daerah humid dengan curah hujan tinggi, pencucian telah terjadi cukup intensif, sehingga kandungan basa-basa rendah, yang bila diukur kejenuhan basa-pH 7 adalah <50% (Subagyo, dkk, 2000).

Mengikuti defenisi kuantitatif Taksonomi tanah, Ultisols mempunyai kenampakan fisik dan morfologi yang mirip dengan Alfisols, tetapi sifat kimia khususnya kejenuhan basa, berlawanan dengan Alfisols. Tanah dimasukkan sebagai Ultisols, apabila memiliki horizon argilik atau kandik, dengan kejenuhan basa-pH 8,2 (berdasarkan jumlah kation) pada kedalaman 125 cm di bawah batas atas horizon argilik/kandik, atau pada kedalam 180 cm dari permukaan tanah sebesar <35%, atau dengan kejenuhan basa sebesar <50%. Dalam klasifikasi tanah sebelumnya, Ultisols mencakup tanah-tanah yang disebut: Podsolik Merah Kuning, Latosol, Hidromorfik Kelabu dan Planosol (Subagyo, dkk, 2000).

Dari data analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri-ciri kimia antara lain reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8). Kandungan bahan organik lapisan atas yang

16

tipis (8-12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah disemua lapisan termasuk rendah, dapat disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah (Subagyo, dkk, 2000). Menurut Tan (2007) Ultisol di daerah Aceh dan Sumatera Utara dicirikan dengan kandungan Al-dd 4,2 me/100 g, KTK 3-7 me/100 g, pH H2O 4,1-5,5, % C-organik 1,9, % N 0,2.

Bentuk lahan dimana tanah ini umumnya terbentuk adalah dataran perbukitan, dan pegunungan, baik dari bentuk lahan tektonik/struktural maupun dari bentuk lahan volkan. Bentuk wilayahnya sangat bervariasi dari datar-berombak, berombak sampai bergelombang, berbukit sampai bergunung. Luas seluruhnya sekitar 45.79 juta ha atau 24.3 wilayah dataran Indonesia. Penyebarannya dari yang paling luas, terdapat di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, dan Sulawesi. Propinsi yang memiliki penyebaran Ultisols sangat luas adalah Kalimantan Timur 10.04 juta ha, Kalimantan Barat 5.71 juta ha, Kalimantan tengah 4.81 juta ha dan Riau 2.27 juta ha (Subagyo, dkk, 2000). Bahan Organik

Bahan organik tanah merupakan kompleks gabungan antara jasad hidup, mati dan bahan terdekomposisi dan senyawa organik. Sebagian besar bahan organik tanah diperoleh dari dekomposisi jaringan tanaman dan sisanya merupakan dekomposisi mikrofauna dan mikrobiota. Bervariasinya bahan penyususn ini membuat komposisi kimia dari bahan organik sulit untuk

ditetapkan. Sekitar 15% bahan penyusun diidentifikasi sebagai polisakarida, polipeptida dan fenol (Suriadikarta, dkk., 2002)

Bahan organik tanah adalah sumber utama unsur hara yang asli dari tanah. Kebanyakan bahan organik berasal dari jaringan tanaman, jaringan hewan dan produk tanaman lainnya. Residu tanaman mengandung 60-90% air, dan sisanya bahan kering. Bahan kering tersebut umumnya terdiri dari karbon (> 40%) dan oksigen (< 10%), serta hidrogen dan unsur-unsur tanah, sedangkan lainnya adalah S, N, P, K, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro. Meskipun jumlahnya sedikit namun unsur hara mikro memiliki peranan penting dalam kesuburan tanah. Residu tanaman yang diberikan ke tanah akan mengalami dekomposisi secara cepat seperti gula, tepung dan protein, sedangkan glukosa, lemak, lilin dan lignin akan lebih lambat terdekomposisi (Suriadikarta, dkk., 2002).

Bahan organik tanah tersusun atas asam fulvik dan asam humik. Asam fulvik mengandung elemen O lebih banyak dari asam humik, sebaliknya asam humik mengandung rantai C lebih banyak. Sedangkan komposisi H, N dan S pada kedua komponen tersebut relatif sama (Stevenson, 1982). Sifat kimia bahan organik yang paling penting adalah kemmpuan pertukaran kation dan anion yang sangat tinggi. Kapasitas Tukar Kation (KTK) bahan organik tanah dapat 2 – 30 kali KTK koloid mineral. Sehingga bahan organik mampu mengikat unsur makro padda tapak pertukaran kation atau anion, sedangkan untuk unsur mikro dan senyawa logam berat melalui mekanisme pertukaran atau khelat (Suriadikarta, dkk., 2002).

Sifat fisik bahan organik yang penting adalah kemampuannya dalam mengikat air, sehingga kemampuan tanah dalam menyediakan air menjadi

18

meningkat. Bahan organik mampu mengikat air lebih dari 20 kali beratnya. Bahan organik juga memiliki sifat perekat sehingga dapat menjadi agen perekat agregat-agregat tanah menjadi lebih mantap (Suriadikarta, dkk., 2002).

Bahan organik memiliki peranan yang cukup penting dalam memperbaiki sifat-sifat tanah khususnya sifat fisik dan kimia tanah. Telah lama dikenal bahwa bahan organik merupakan pengikat butiran primer tanah dalam pembuatan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan suhu suhu tanah. Bahan organik terutama polisakarida dan koloid asam humus sangat berperan dalam pembentukan agregat yang baik pada hampir semua tanah seperti Mollisols, Alfisols, Ultisols dan Inceptisols. Meskipun bahan organik secara kuantitatif sedikit mengandung unsur hara, tetapi dalam penyediaan hara bahan organik berperan penting. Disamping untuk unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber bagi hampir semua unsur lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg dan Si. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat pada tanah marginal atau tanah yang diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang (Suriadikarta, dkk., 2002).

Terdapat berbagai macam sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah. Sumber bahan organik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

Kompos

Kompos merupakan produk dekomposisi biologis yang dikendalikan dari bahan organik. Lebih spesifiknya, kompos dalam keadaan stabil, humus-seperti produk hasil dekomposisi biologis bahan organik dibawah kondisi yang terkendali. Pengertian lain kompos secara umum adalah menurut National

Organik Standards Board, yaitu kompos merupakan produk hasil proses penghancuran tanaman dan hewan oleh mikroorganisme menjadi bentuk yang lebih sesuai untuk diaplikasikan ke tanah. Kompos haruslah dihasilkan melalui suatu proses yang mengkombinasikan tanaman dan hewan dengan perbandingan C:N diantara 25:1 dan 40:1 (Chen, L dkk., 2011).

Kompos secara sederhana juga diartikan sebagai hasil penguraian bahan organik akibat adanya dekomposer dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Komponen dalam pembuatan kompos menurut Setyorini dkk (2006) berasal dari bahan organik seperti daun, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

Kompos bahan organik adalah suatu proses yang melibatkan mineralisasi dan humifikasi sebagian dari bahan organik, yang mengarah ke produksi stabil, bebas fitotoksisitas dan patogen dan senyawa humik. Mineralisasi yang terjadi pada pengomposan bahan organik ini, berkaitan dengan proses perubahan nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik. Sedangkan proses humifikasi menghasilkan senyawa-senyawa organik sederhana dan humus.

Kompos memiliki kandungan asam humat yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Kompos juga berperan sebagai nutrisi bagi mikroba, sehingga aktivitas mikroba tanah yang berada disekitar perakaran semakin meningkat. Sinergi dari aktivitas biofertilizer dan kompos ini akan meningkatkan efisiensi pemupukan, dan meningkatkan kualitas hasil panen. Umumnya sampah padatan yang berasal dari kota dan desa mengandung lebih dari 75% bahan yang dapat didekomposisi.

20

Secara umum komponen yang paling banyak terdapat pada sampah dibeberapa kota di Indonesia adalah sisa-sisa tumbuhan yang mencapai 80-90% bahkan kadang-kadang lebih. Besarnya komponen sampah yang dapat didekomposisi merupakan suatu sumber daya yang cukup potensial sebagai humus, unsur hara makro dan mikro, dan sebagai soil conditioner (Setiyo, 2007).

Kompos merupakan sumber hara makro dan mikro yang lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Dalam jangka panjang, pemberian kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah masam. Pada tanah-tanah yang kandungan P-tersedia rendah bentuk posfat organik mempunyai peranan penting dalam penyediaan tanaman karena hampir sebagian P yang dibutuhkan oleh tanaman terdapat pada P-organik. Selain itu kompos juga mengandung humus yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hara makro dan mikro dan sangat dibutuhkan tanaman. Peran bahan organik juga penting pada tanah dalam kemampuannya bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe, dan Mn dapat diperkecil denga adanya khelat dengan bahan organik (Setyorini, dkk, 2006).

Pupuk Hijau

Pemberian nama pupuk hijau didasarkan kepada bahan-bahan pembentuk pupuk itu yaitu tanaman atau bagian-bagian tanaman yang masih muda yang dibenamkan ke dalam tanah. Dengan demikian yang dimaksud denagn pupuk hijau adalah : tanaman atau bagian-bagian tanaman yang masih muda terutama yang termasuk famili leguminosa, yang dibenamkan ke dalam tanah dengan

maksud agar dapat meningkatkan tersedianya bahan-bahan organik dan unsur-unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang di usahakan (Winarso, 2005).

Pupuk hijau berfungsi sebagai sumber dan penyangga unsur hara melalui proses dekomposisi dan peranannya terhadap penyedia bahan organik tanah dan mikroorganisme tanah. Bahan organik ini mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Penambahan pupuk hijau berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum melapuk merupakan pelindung tanah dari kekuatan perusak butir-butir hujan pada permukaan tanah. Pupuk hijau dalam tanah akan mengalami perombakan dan penguraian, senyawa-senyawa yang dilepaskan menjadi bentuk-bentuk senyawa tersedia bagi tanaman (Juarsah, 1999).

Di Indonesia, beberapa jenis tanaman dari famili Leguminosa yang banyak digunakan sebagai penutup tanah dan sebagai pupuk hijau antara lain Leucaena leucocephala, Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, dan Pueraria javanica. Calopogonium mucunoides dapat hidup di tempat terbuka dan kering serta di daerahdaerah dengan kelembaban tinggi. Menurut Andriani (1994) pupuk hijau jenis ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu beradaptasi dengan baik di tanah masam serta produksi hijauannya cukup tinggi.

Lamtoro (Leucaena leucocephala) termasuk jenis pohon legum yang bersifat perennial dengan perakaran yang dalam. Dapat tumbuh dengan baik pada daerah kering Pertumbuhannya relatif cepat, tahan terhadap pemangkasan yang berulang-ulang. Lamtoro memiliki ciri berdaun dan berbiji banyak, berbiji polong, bunga bulat, tumbuh tinggi, cepat dipanen dan menyuburkan tanah.:

22

Tabel. 1 Kandungan unsur hara yang terdapat pada Lamtoro

Tolok Ukur Kadar potensi

hara/ha/tahun Kesetaraannya dengan pupuk

Rendemen 40% -- -- C 46.80% 134-162 kg 230-270 kg Bahan Organik N 3.37% 10-12 kg 22-26 kg Urea P 0.31% 2 kg 6 kg SP36 K 0.37% 1 kg 2 kg KCl Ca 4.30% 17-21 kg 57-70 kg Dolomit Mg 0.35% 2 kg 7 kg Kieserit SO4 0.51% 1 kg 4 kg ZA Mn 191 ppm 55-66 g 151-181 g MnSO4 Fe 171 ppm 49-59 g 133-160 g FeSO4 Zn 33 ppm 9-11 g 22-27 g ZnSO4 Cu 15 ppm 4-5 g 10-13 g CuSO4 Sumber : Ibrahim (2002) Pupuk Kandang Ayam

Pupuk kandang yang termasuk pupuk organik fungsinya dalam tanah adalah untuk memperbaiki struktur tanah sekaligus merupakan sumber hara bagi tanaman. Berarti dengan diberikan pupuk organik kedalam tanah, sistem perakaran tanah dapat berkembang lebih sempurna penyerapan unsur hara semakin besar, akibatnya pertumbuhan tanaman semakin baik (Sunarjono, 1972).

Beberapa mamfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan pH tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air (Novizan, 2005).

Dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk dingin terjadi sebaliknya, C/N

yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak menimbulkan panas. Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil (Prihmantoro, 1996).

Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya, kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi daripada kotoran padat.seperti kompos, sebelum digunakan, pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Dengan demikian kualitas pupuk kandang juga turut ditentukan oleh C/N rasio (Hakim dkk, 1986).

Sutejo (2002) mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Berikut kandungannya lebih rinci disajikan pada Tabel 2.

24

Tabel 2. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang

Kandungan Pupuk Kandang

Sapi Kambing Ayam

Kadar Air ( %) 34.15 55.83 4.87 N (%) 0.26 0.73 0.53 P (%) 0.07 0.56 1.56 K (%) 0.19 0.47 0.1 Ca (%) 0.14 1.85 6.09 Mg (%) 0.1 0.4 0.28 Na (%) 0.05 0.03 0.05 Fe (%) 43.75 17.62 18.26 Mn (%) 130 378 450 Cu (%) 38 135 56 Zn (%) 137 208 295 C-organik 9.46 12.46 10.98 C/N organik 36 17 21 Sumber : Abdurachman dkk., 1999.

Menurut Hakim (2006), dari pelapukan bahan bahan organik akan dihasilkan asam humat, asam vulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe, sehingga mengurangi kemasaman serta pengikatan P dikurangi dan P akan lebih tersedia. Anion-anion organik seperti sitrat, asetat, tartrat dan oksalat yang dibentuk selama pelapukan bahan organik dapat membantu pelepasan P yang diikat oleh hikroksida-hikroksida Al, Fe, dan Ca dengan jalan reaksi dengannya, membentuk senyawa kompleks.

Pada tanah masam proses dekomposisi bahan organik akan terganggu, sehingga pembebasan karbon dari bahan organik juga akan terhambat. Dengan penambahan bahan organik maka aktivitas mikroorganisme akan meningkat dan proses perombakan bahan organik yang menghasilkan karbon juga akan meningkat (Hakim dkk., 1986).

Unsur Hara Fosfor

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-). Kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu pirofosfat dan metafosfat, selain itu dapat pula diserap dalam bentuk senyawa fosfat organik yang larut dalam air misalnya asam nukleat dan phitin (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Kisaran pH untuk ketersediaan P tanah yang terbaik adalah antara 6,0-7,0. Dengan demikian dari segi pengaturan hara P bagi tanaman maka kisaran pH tanah diatas perlu dipertahankan. Walaupun demikian tanaman hanya sanggup menyerap 1/3 sampai 1/2 dari fosfat yang diberikan ke dalam tanah sebagai P yang diikat tanah serta adanya bentuk kelarutannya rendah (Lubis, dkk., 1986).

Menurut Johnston (2000) skema sederhana dari siklus Fosfor pada sistem tanah dan tanaman adalah sebagai berikut :

26

Gambar 1. Skema sederhana dari siklus P pada sistem tanah dan tanaman

terdapat 3 bentuk P dalam tanah cepat tersedia, agak cepat tersedia dan P-sangat lambat tersedia. Bentuk P-cepat tersedia dapat dimanfaatkan melalui larutan tanah dan dapat tercuci serta hilang saat panen/produksi. Sumber P lainnya berasal dari pupuk dan pemupukan.

Menurut Tisdale, Nelson, Havlin dan Beaton (1999), tanaman menyerap P dari larutan tanah pada perbandingan tertentu dari ion ortofosfat dalam larutan. Bila tidak terdapat faktor pembatas lainnya maka pertumbuhan tanaman berbanding langsung dengan jumlah P yang diserap dari larutan tanah. Oleh karena itu jumlah P yang terdapat dalam larutan tanah dan P dalam bentuk lain di dalam tanah dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Diagram keseimbangan antara P larutan dengan bentuk P lain Kombinasi P

organik

P di dalam larutan tanah Unsur hara

larut dalam air dalam pupuk dan pemupukan Hilang Tercuci Hilang saat panen / produksi Diambil tanaman Larutan Tanah P-cepat Tersedia P- agak cepat tersedia P- sangat lambat tersedia

Relatif tidak larut kombinasi Fe-P,Al-P dan Liat-P

Keseimbangan dari bentuk tersebut dalam tanah sangat tergantung kepada tingkat pembentukan bahan organik dan dekomposisinya serta kemampuan tanah untuk mengikat ortofosfat larut ke dalam bentuk tidak larut. Keseimbangan ini akan terganggu dengan penambahan fosfor, immobilisasi fosfor larut oleh mikroorganisme dan oleh pelapukan cepat bahan organik akibat pengolahan tanah.

Ketersediaan fosfor anorganik sebagian besar ditentukan oleh faktor berikut : (1) pH tanah; (2) besi, aluminium dan mangan yang dapat larut; (3) terdapatnya mineral yang mengandung besi,aluminium, dan mangan; (4) kalsium tersedia dan mineral kalsium; (5) jumlah dan dekomposisi bahan organik; (6) kegiatan mikroorganisme. Empat faktor pertama saling berhubungan, karena efeknya sebagian besar tergantung pada pH (Buckman dan Brady, 1982).

Fiksasi Fosfat Pada Ultisol

Pada tanah masam umumnya ketersediaan unsur Al,Fe dan Mn larut lebih besar sehingga ion ini cenderung mengikat ion fosfat. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Fe dan Al larut akan menghasilkan hidroksi fosfat. Dalam hal ini ion fosfat menggantikan kedudukan ion OH- dari koloid tanah atau mineral dengan reaksi sebagai berikut :

Al3+ + H2PO4- + 2H2O 2H+ + Al(OH)2H2PO4 Larut Tidak Larut

Pada kebanyakan tanah masam konsentrasi ion-ion Fe dan Al jauh melampaui konsentrasi ion H2PO4. Karena itu, reaksi di atas bergerak ke kanan membentuk fosfat tidak dapat larut. Dengan demikian hanya tertinggal sejumlah kecil ion

28

H2PO4- yang segera tersedia bagi tanaman dalam keadaan tersebut (Buckman dan Brady, 1982).

PENDAHULUAN

Dokumen terkait