• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Pupuk Hayati dalam Bidang Pertanian

Pupuk hayati didefinisikan sebagai substansi yang berisi mikroorganisme pemacu pertumbuhan dengan meningkatkan ketersediaan hara utama bagi tumbuhan (Vassey 2003). Penggunaan pupuk hayati menjadi sebuah terobosan penting pada bidang pertanian di saat harga pupuk anorganik yang tinggi dan degradasi lahan terus meningkat. Pengertian di atas memberikan gambaran bahwa pupuk hayati pada dasarnya adalah untuk membantu tanaman dalam penyediaan dan proses serapan hara. Prinsip kerja pupuk hayati adalah menghasilkan ketersediaan unsur-unsur hara penting yang diperlukan oleh tanaman atau menghasilkan senyawa senyawa metabolik yang berperan sebagai enzim atau fitohormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Hindersah & Simarmata 2004).

Pupuk hayati mempunyai dua implikasi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu implikasi secara langsung dan tidak langsung. Implikasi secara langsung terhadap tanaman adalah bahwa pupuk hayati mem- bantu tumbuhan dalam memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, memproduksi hormon pertumbuhan seperti auksin, giberelin, dan sitokinin yang dapat memacu setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sedangkan implikasi secara tidak langsung adalah peranannya dalam memproduksi antibiotik, meng- induksi sistem pertahanan, mensintesis senyawa metabolik anti jamur, mem- produksi enzim yang dapat melisis dinding sel cendawan serta berkompetisi dengan bakteri patogen lainnya di daerah perakaran (Glicket al.1999).

Proses pembusukan dan penguraian bahan organik menjadi bahan anorganik merupakan mekanisme penting untuk menjaga fertilitas lahan, ada indikasi bahwa panen dengan produksi 5 ton/ha gabah kering dan 6 ton/ha jerami padi sawah yang dihasilkan, telah menambang mineral sebanyak 750 kg/ha (Sumarno et al. 2008). Dasar pemikiran ini menjadi aspek penting bahwa penggunaan dan pengembangan pupuk organik dan pupuk hayati saat ini dan masa yang akan datang memiliki prospek dalam mengembalikan kualitas lingkungan kearah lebih baik khususnya pada lahan pertanian.

Peranan Mikroorganisme sebagai Pupuk Hayati

Mikroorganisme yang berperan dalam pertumbuhan tanaman termasuk dalam kelompok rhizobacteria yang hidup dan berkembang di daerah sekitar perakaran (rhizosfer) tanaman, baik yang simbiotik maupun non-simbiotik (Hindersah & Simarmata 2004). Kelompok rhizobacteria ini diketahui dapat merangsang pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon tumbuh, asam asam organik, dapat memfiksasi nitrogen (Hindersah & Simarmata 2004) dan sebagai biokontrol terhadap penyakit tanaman (Vassey 2003; Adesemoye et al. 2008). Selain itu juga keberadaan rhizobacteria yang berperan sebagai pupuk hayati dapat menjadi satu faktor penting ketersediaan dan kelarutan hara bagi tanaman yang berdampak pada peningkatan produksi tanaman. Rizobakter dengan peranan yang telah disebutkan di atas termasuk dalam kelompok mikroba yang umumnya dikenal dengan Plant Growth Promoting Rhizobakteria (PGPR). Beberapa jenis mikroba yang termasuk dalam kelompok PGPR adalah Azotobacter sp, Azospirillum sp, Pseudomonas sp, Bacillussp, danAcetobactersp (Turanet al.2006).

Bakteri yang berasosiasi dengan tanaman di daerah perakaran seperti Bacillus sp dan Pseudomonas sp termasuk dalam kelompok bakteri PGPR yang dapat memacu pertumbuhan sekaligus mengontrol pertumbuhan fungi. Pseudomonas sp dan Bacillus sp juga umumnya dikategorikan sebagai PGPR pelarut fosfat. Keberadaan mikroorganisme ini sangat dibutuhkan pada lahan pertanian, mengingat ketersedian unsur fosfat yang dapat diserap oleh tanaman sangat sedikit, hal ini disebabkan fosfat yang tersedia di tanah dalam keadaan terikat dengan koloid tanah (tukar kation rendah) yang sukar diserap oleh tanaman (Simanungkalit 2001). Tanah marjinal dengan tingkatan pH rendah menyebabkan konsentrasi H+tinggi, kelarutan dan afinitas logam seperti Al dan Mn juga tinggi, sebaliknya kelarutan P dan Mo rendah, kondisi ini menyebabkan Al mudah berikatan dengan senyawa lain seperti fosfat membentuk senyawa kompleks sehingga ketersediaan fosfat terlarut menjadi berkurang walaupun fosfat terdapat disekitar tanaman (Marschner 1995). Pseudomonas sp juga dapat berperan sebagai biokontrol karena mampu mengurangi beberapa serangan penyakit serta

dapat memacu pertumbuhan karena dapat menghasilkan hormon sitokinin (Salamoneet al.2001) sebagai salah satu hormon pertumbuhan tanaman.

Bakteri PGPR lainnya adalah Azotobacter sp dan Azospirillium sp, yang dikenal sebagai bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik yang mampu hidup di sekitar daerah perakaran tanaman pertanian. Dalam setiap musim tanam, jenis bakteri ini mampu memfiksasi 10-20 kg N/ha (Yasari et al. 2008). Azospirillum sp selain sebagai bakteri pemfiksasi nitrogen, juga mempu menghasilkan fito- hormon berupa IAA sehingga berperan memacu pertumbuhan awal tanaman padi baik dari pertumbuhan akar, mempermudah dalam serapan hara yang dapat berpengaruh pada bobot basah dan bobot kering akar maupun tajuk (Lestariet al. 2007). Beberapa hasil penelitian tersebut, mengindikasikan bahwa penggunaan mikroba sebagai pupuk hayati dapat membantu penyediaan hara penting bagi tanaman sehingga kombinasi penggunaan pupuk anorganik dan pupuk hayati pada lahan yang dikelola secara intensif dapat menjadi sumber penyediaan asupan hara, menginisiasi aspek pertumbuhan vegetatif, generatif, dan peningkatan produksi.

Aplikasi Kombinasi Bakteri sebagai Pupuk Hayati

Kelompok bakteri yang tergolong sebagai PGPR telah banyak di isolasi dan dikarakterisasi sesuai dengan peran masing-masing. Adanya peran yang berbeda ini berpotensi untuk dilakukan aplikasi pencampuran beberapa isolat bakteri yang berbeda pada tanaman dengan maksud untuk memadukan setiap fungsi bakteri terhadap respon tanaman. Beberapa penggabungan isolat bakteri dilaporkan adanya interaksi sinergis antara satu dengan lainnya sesuai peran yang dimiliki, ada yang berfungsi sebagai penyedia hara tanaman maupun menstimulasi tanaman (Glicket al. 1999).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi Azospirillum brasilencedan bakteri pelarut fosfatPseudomonas striataatau Bacillus polymyxa dapat meningkatkan produksi, serapan N dan P pada tanaman sorghum (Alagawadi & Gaur 1992). Penelitian lain dilaporkan adanya efek sinergis antara simbiosis tumbuhan dengan Rhizobium. Hal ini diujikan pada tanaman semanggi dimana kombinasi antara Azospirillum brasilense sp7 dan Rhizobium sp, menunjukkan peningkatan reduksi asetilen, pembentukan bintil akar (nodul), dan

bobot kering tajuk dibanding dengan pemberian Rhizobium sp tanpa dikombinasi dengan Azospirillum brasilense sp7 (Oliveira et al. 1997). Pemberian isolat Azotobacter sp, Azospirillum sp, Bacillus sp, dan Pseudomonas sp, dapat meningkatkan pola serapan hara dan produksi tanaman kentang dan tomat (Hamim et al. 2008). Dari beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa adanya kombinasi yang sinergis beberapa isolat bakteri yang dapat diaplikasikan pada tanaman budidaya untuk meningkatkan produksi. Selain itu, kombinasi isolat bakteri dapat mengaktivasi dan meningkatkan kinerja bakteri lain yang diaplikasi secara bersamaan, seperti yang dilaporkan oleh Halsall (1993) bahwa senyawa yang dilepaskan dari hasil fermentasi pektin oleh Bacillusatau degradasi selulosa oleh Cellulomonas dapat memicu aktivitas diazotrop pada Azospirillum. Dengan demikian, peran mikroba yang termasuk dalam kelompok PGPR selain memberikan respon secara langsung terhadap tanaman, juga dapat memberikan respon tidak langsung dengan menghasilkan senyawa tertentu yang dapat meningkatkan aktifitas bakteri lain.

Teknik Pengemasan dan Aplikasi Pupuk Hayati

Pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme memerlukan teknik tertentu dalam pengemasan dan penyimpanannya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat viabilitas dan mencegah kontaminan, sehingga proses distribusi sampai pada tingkat pengguna dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, pengemasan dan penyimpanan yang baik dilakukan untuk mempertahankan viabilitas pupuk hayati dalam menginduksi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Penggunaan bakteri di berbagai negara sebagai pupuk hayati dilakukan dengan dua metode utama, yaitu inokulasi langsung kultur bakteri ke tanaman, baik berupa pencelupan benih ke dalam suspensi bakteri, penyemprotan, atau penyebaran bakteri dengan sistem penetesan pada alur tanam menggunakan instalasi yang terpasang di area pertanian (Bashan 1986). Namun demikian, penggunaan dalam bentuk cair harus segera diaplikasikan ke tanaman, disebabkan cepat dan tingginya penurunan viabilitas inokulan bakteri selama penyimpan dan proses distribusi yang tidak memungkinkan untuk disimpan dalam waktu lama (Basan 1998). Selain itu kultur bakteri berpotensi cukup tinggi terhadap

kontaminasi yang berimplikasi pada kelangsungan hidup bakteri dalam tanah. Metode kedua adalah penggunaan inokulan bakteri dalam bentuk padat yang dicampur dengan bahan organik terutama gambut yang disajikan dalam bentuk granul (Bashan 1986).

Penggunaan gambut sebagai media pembawa bakteri mempunyai beberapa keunggulan seperti memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, tidak mengandung senyawa kimia yang bersifat toksik, murah dan mudah diproses serta ramah lingkungan (Mishra & Dadhich 2010). Percobaan sebelumnya juga diperoleh bahwa gambut menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan dengan serbuk beras, jagung, maupun rumput laut (Hamim et al. 2007). Metode ini juga masih tergolong murah, mudah digunakan, dan persiapannya sederhana, sehingga dapat diaplikasikan oleh petani maupun kalangan industri.

Perkembangan saat ini terkait dengan pengemasan dan aplikasi inokulan bakteri sebagai pupuk hayati adalah upaya pengemasan dalam bentuk kapsul sintetis yang bertujuan menghambat aktivitas mikroorganisme, sel, enzim, antibodi, dan protein lainnya sebagai koleksi untuk penyimpanan dalam waktu yang lama (Bashan 1986). Bahan yang umum digunakan sebagai polimer untuk pembuatan kapsul sintetik adalah sodium alginat (Ivanova 2005).

Mekanisme kerja mulai dari penyiapan alat, sediaan isolat sampai pada pencampuran bahan pembuatan kapsul sintetik dengan suspensi bakteri tidak jauh berbeda dengan pembuatan pupuk hayati yang menggunakan gambut sebagai media pembawa, perbedaannya terletak pada tahapan pembuatan kapsul sintetik. Campuran sodium alginat dan suspensi bakteri dimasukan ke dalam tabung yang menyerupai alat suntik yang dipersiapkan secara aseptik di dalam laminar flow (Gambar 1). Adanya tekanan pada alat tersebut, campuran sodium alginat dan suspensi bakteri akan keluar dalam bentuk bulatan/butiran menyerupai jelly (diameter 5-6 mm) di ujung jarum yang ditampung dengan wadah yang berisi larutan CaCl2. Waktu minimum yang dibutuhkan setelah butiran ditampung

adalah 30 menit kemudian dicuci dengan air steril sebanyak tiga kali selanjutnya disebar pada saringan dengan ukuran 10 mesh untuk proses pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengovenan pada suhu 400C dan

kelembaban 35% ata pada aliran udara k dengan kecepatan alir

Gambar 1 Perangkat pe

Setiap tahapan analisis khususnya te susut kapsul yang dilakukan untuk me evaluasi jika dalam sesuai dengan yang di

Beberapa hasil signifikan. Pengujian 106 sel/ml, hanya t penyimpanan, sedang yang dikombinasikan

atau pengeringan cara lain adalah melalukan kering dengan kelembaban 5% pada suhu liran udara 2-7 m/detik (Ivanovaet al. 2005).

t pembuatan kapsul sintetik pupuk hayati (Ivano

n prosedur pembuatan kapsul sintetik pupuk ha terkait dengan konsentrasi (jumlah) bakteri, b

dihasilkan selama proses pengeringan. H emperoleh kualitas kapsul yang dibuat se

produksi kapsul sintetis pupuk hayati diper diharapkan, seperti ditunjukkan pada Gambar sil penelitian dengan penggunaan teknik ini me

an pada isolat Azospirillum brasilensedengan terjadi penurunan sebesar 10% selama 14 ngkan pada isolat yang sama dengan media kan dengan susu skim dengan kepadatan isol

LAMINAR Penyemprot Campuran polime dan bakteri Jarum Kapsul Larutan CaCl n kapsul tersebut suhu kamar (±250C) novaet al. 2005).

pupuk hayati dilakukan , bentuk, dan daya Hal ini penting sekaligus sebagai peroleh hasil tidak

ar 2.

enunjukkan hasil n kepadatan 7.4 x 14 tahun masa dia sodium alginat isolat 9.7 x 109,

er

menujukkan tingkat kepadatan sel tetap di atas 106 selama 14 tahun masa penyimpanan (Bashan & Gonzalez 1999).

Gambar 2 Tahapan pembuatan dan analisis kapsul sintetik pupuk hayati (Ivanovaet al.2005).

Modifikasi alginat 3%, tepung kanji 2.4%, dan tepung jagung 44.6%, pada tahap pengeringan hanya mengalami penyusutan diameter dari 6 mm menjadi 4 mm atau sebesar (33%), dibandingkan dengan tanpa modifikasi terjadi penyusutan dari 6 mm menjadi 1 mm atau sebesar 83%. Perbedaan ukuran ini mempengaruhi tingkat viabilitas bakteri padas masa pengeringan dan penyimpanan selama enam bulan (Ivanovaet al. 2005).

X5: Konsentrasi bakteri Inokulan bakteri

Inokulan setelah pencucian Polimer + Bakteri Kapsul Basah Kapsul kering X0: Konsentrasi bakteri X1: Konsentrasi bakteri X2: Konsentrasi bakteri

฀ : Volume larutan polimer

F: Formula tepung PRODUK ANALISIS Sentrifugasi/Pencucian X3 : Konsentrasi bakteri X%: Kadar air -Ukuran -Bentuk X4 : Konsentrasi bakteri X%: Kadar air C : Penyusutan -Ukuran -Bentuk Kapsul kering Pencampuran Produksi kapsul Pengeringan Penyimpanan

Penelitian dilaksa Mikrobiologi Departe Cikabayan IPB Farm sampai Desember 2009.

Berikut ini ada mikroorganisme (bakt an baik tahap pertumbuha

Isolat yang di koleksi laboratorium merupakan hasil seleksi dan Jawa Barat yaitu

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

aksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuha rtemen Biologi, Institut Pertanian Bogor dan k rm Dramaga Bogor. Waktu penelitian adal 2009.

Bagan Alur Penelitian

dalah tahapan penelitian mulai dari persiapa bakteri PGPR), produksi pupuk hayati, aplikasi umbuhan, maupun tahap produksi.

Gambar 3 Bagan alur penelitian. Penyiapan Pupuk Hayati.

digunakan dalam pembuatan pupuk hayati Mikrobiologi Depatemen Biologi FMIPA. leksi dari ratusan isolat yang berasa dari wilay

tu Bacillus subtilis strain HU48, Azospirillum

buhan, laboratorium kebun percobaan alah bulan April

pan, perbanyakan si, dan pengamat-

ti diperoleh dari . Koleksi bakteri ayah Jawa Tengah um sp strain NS01,

Azotobacter sp strain HY1141 dan Pseudomonas beteli strain ATTCC19861T (Ditjen PLA Deptan dan LPPM-IPB 2006). Perbanyakan bakteri dilakukan dalam media spesifik sesuai jenis isolat yang digunakan, yaitu Bacillus subtilis strain HU48 pada media Nutrien Broth(NB), Azospirillum sp strain NS01 pada media Nutrient Ferro Browth (NFB), Azotobacter sp strain HY1141 pada media LGI, danPseudomonas betelistrain ATTCC19861T pada mediaTrypticase Soy Browth (TSB), masing-masing isolat di inokulasi ke dalam 2 liter media cair sesuai media spesifik setiap isolat perteknik pengeringan. Setelah masa inkubasi, biakan bakteri dicampur pada media gambut steril sebanyak 2 kg sesuai dengan mekanisme pengeringan yang dilakukan.

Keempat jenis isolat bakteri sebagai konsorsium pupuk hayati diproduksi dalam dua tahap, yaitu produksi masa simpan 3 bulan dan produksi pupuk tanpa masa simpan (0 bulan) dengan media pembawa gambut. Kedua fase produksi dimulai dengan sterilisasi media cair dan gambut menggunakan autoclave, tahap inokulasi, dan inkubasi dengan shacker. Selanjutnya bakteri dikeringkan dengan dua metode; 1) metode kering beku (freezedrying) dan 2) metode sentrifugasi. Metode kering beku dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (P4TK) VEDCA Cianjur dengan meng- gunakan alat freeze dry type MDL 3800 series 381001, selama 8 hari. Temperatur yang digunakan adalah -23oC untuk tiga hari pertama, dan hari keempat sampai kedelapan suhu yang digunakan adalah -19oC.

Metode sentrifugasi dilakukan untuk menghasilkan pelet bakteri dengan volume cair yang disurutkan dari 1 liter menjadi 50 ml dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit, sebelum dicampur dengan gambut kering steril bobot 1 kg. Bakteri dipanen pada fase eksponensial dengan kerapatan 108 sel/ml. hasil kedua proses ini selanjutnya dikemas dalam botol plastik steril yang diberi label sesuai jenis isolat dan teknik pengeringannya. Selain pupuk hayati padat, juga diproduksi pupuk hayati cair yang dilakukan menjelang aplikasi. Dimasa penyimpanan, pupuk hayati dilakukan uji viabilitas setiap bulan dengan cara pengenceran berseri (Black 2005).

Tanaman uji me Situbagendit dan jagu menggunakan Rancan hayati terdiri dari; tan teknik kering beku 0 b hayati teknik kering b (H5), dengan 3 kali u menggunakan RAK du anorganik berupa NP komoditas, yaitu jagun rekomendasi yaitu jag aplikasi pupuk hayati pupuk hayati teknik ke ulangan sebanyak 3 ka

Skema rancang disajikan pada gamba

Gambar 4 Desain/ran hayati cai H3: pupuk hayati tekni teknik pem Rancangan Penelitian

menggunakan 2 jenis tanaman pangan yaitu pa gung varietas Bisma dengan dua percobaan. Per

angan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu tanpa pupuk hayati (H0), pupuk hayati cair (H1 bulan (H2), pupuk hayati teknik pemekatan 0 bu beku 3 bulan (H4), dan pupuk hayati teknik pe

ulangan, maka terdapat 18 plot pengamatan. P dua faktor dengan 3 kali ulangan.Faktor pertam NPK sesuai dosis rekomendasi (100%) untuk

ung 250:100:100 (ton), padi 150:100:50 (ton) da agung 125:50:50 (ton), padi 75:50:25 (ton).Fakt

ti terdiri dari tanpa pupuk hayati (H0), pupuk kering beku (H2), pupuk hayati teknik pemekat kali, maka diperoleh 24 plot pengamatan.

ngan percobaan 1 dan 2 seperti penjelasan bar berikut :

rancangan percobaan I. H0: tanpa pupuk hay air, H2: pupuk hayati teknik kering beku masa upuk hayati teknik pemekatan masa simpan 0 bul

teknik kering beku masa simpan 3 bulan, H5: pemekatan masa simpan 3 bulan.

padi gogo varietas Percobaan pertama aitu aplikasi pupuk H1), pupuk hayati bulan (H3), pupuk emekatan 3 bulan . Percobaan kedua tamaadalah pupuk uk masing-masing dan 50% dari dosis aktor keduaadalah k hayati cair (H1), katan (H3), dengan

san di atas, dapat

hayati, H1: pupuk sa simpan 0 bulan, bulan, H4: pupuk H5: pupuk hayati

Gambar 5 Desain/rancanga NPK 100% dosi hayati cair, H2: H3: pupuk haya Berikut lay out rancangan a maupun tanaman jagung (Ta Tabel 1 Lay Ulangan A1H3(1) A1H0(1) A0H0(1) A1H1(1) A0H3(1) A0H1(1) A0H2(1) A1H2(1) H0: tanpa beku masa bulan; A0 rekomenda Masing-masing tanam tanaman untuk padi dan ja 50cm x 25cm, maka diperluka

gan percobaan II. A0: NPK 50% dosis rekome dosis rekomendasi, H0: tanpa pupuk hayati, H

: pupuk hayati teknik kering beku masa simpa yati teknik pemekatan masa simpan 0 bulan.

acak kelompok dua faktor baik pada tanaman Tabel 1).

ayout RAK dua faktor dengan tiga ulangan an 1 Ulangan 2 Ulangan 3 A0H1(2) A1H3(3) A0H3(2) A0H2(3) A1H3(2) A1H0(3) A0H2(2) A0H1(3) A1H2(2) A1H1(3) A1H0(2) A0H3(3) A1H1(2) A0H0(3) A0H0(2) A1H2(3)

a pupuk hayati; H1: pupuk hayati cair; H2: pupuk hayati asa simpan 0 bulan; H3: pupuk hayati teknik pemekatan m

0: NPK 50% dosis rekomendasi; dan A1: NPK ndasi.

man ditanam pada petak berukuran 3m x 3m de jagung masing-masing berturut-turut 30cm x rlukan total luasan lahan padi dan jagung adalah

endasi, A1: H1: pupuk pan 0 bulan, an padi gogo ti teknik kering masa simpan 0 100% dosis dengan jarak x 15cm dan lah 648 m2.

Tiap petak penanaman dipilih 10 sampel tanaman untuk pengukuran laju pertumbuhan dan produksinya. Selain itu juga diamati produksi per petak, dengan tanpa menyertakan tanaman pinggir. Untuk keperluan analisis serapan hara, diambil 3 tanaman sebagai sampel saat tanaman berumur 2 bulan. Adapun bobot kering tanaman dianalisis saat akhir pemanenan dengan menggunakan 5 sampel tanaman.

Aplikasi Pupuk Hayati

Aplikasi pupuk dilakukan 2 kali, yaitu pada awal tanam dan 2 minggu setelah tanam. Pupuk hayati yang digunakan terdiri dari 4 spesies bakteri PGPR, yaitu Bacillus subtilis strain HU48, Azospirillum sp strain NS01, Azotobacer sp strain HY1141, dan Pseudomonas beteli strain ATTCC19861T. Pupuk hayati diberikan dalam bentuk padat yang merupakan kombinasi antara bakteri dan gambut. Pemberian pupuk hayati pada tanaman uji di ambil 62,5 g/isolat/satu kali pemberian kemudian dicampur dengan 3 isolat lainnya dengan jumlah yang sama kemudian di aplikasikan pada tanaman padi gogo dan jagung, sehingga jumlah total 2 kali pemberian adalah 500 g/petak.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan pada tinggi tanaman, jumlah daun, lingkar batang (jagung), jumlah anakan (padi gogo), dan bobot total (biomassa) tanaman. Pengamatan terhadap pertumbuhan secara visual dilakukan selama fase pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. Pengamatan produksi dilakukan terhadap bobot produksi, rata-rata jumlah malai, dan bobot biji.

Analisis unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan mikro (Fe, Cu, dan Zn) dilakukan dengan mengambil seluruh bagian tanaman untuk melihat pola serapan hara tanaman dan tingkat defisiensi hara. Seluruh bagian tanaman yang di ambil kemudian dikeringkan segera di dalam oven pada suhu 70oC selama 3 hari kemudian dianalisis. Analisis hara makro dan mikro dilakukan dengan metode pengabuan kering dan dianalisis menggunakan spektroskopi serapan atom/AAS (Atomic Absorbance Spectofotometer), kecuali analisis nitrogen (N) menggunakan metode Kjeldahl. Serapan hara tanaman diperoleh dari hasil kali antara berat

kering tanaman (gram) dengan hasil analisis kadar hara makro (%) dan mikro (ppm). Hasil tersebut kemudian dikonversi kesatuan gram (g)/tanaman untuk hara makro dengan cara dibagi 100, dan satuan miligram (mg)/tanaman untuk hara mikro dengan cara dibagi 1000.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varians untuk mengetahui pengaruh dari faktor faktor yang ada. Uji lanjut dapat dilakukan dengan uji Duncan dengan taraf signifikan 5% (0.05) jika faktor faktor yang ada memiliki pengaruh yang nyata. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Sifat Fisik Kimia Tanah dan Kompos

Berdasarkan hasil analisis sampel tanah pada areal penanaman menunjuk-kan bahwa tanah yang ada pada lahan yang digunakan memiliki sifat kimia sebagai berikut: pH tergolong asam (5.3), kandungan C organik sangat rendah (0.95%), N-total rendah (0.1%), P sangat rendah (3.8 ppm), Ca sangat rendah (1.06 me/100g), Mg rendah (0.79 me/100g), dan K sedang (0.31 me/100g). Sedangkan berdasarkan sifat fisik tanah, maka tekstur tanah didominasi oleh liat 73.63 %, debu 18.86% dan pasir 7.51 % (Lampiran 1).

Hasil analisis kompos menunjukkan kandungan hara kompos yang diguna-kan dalam penelitian ini memiliki kualifikasi di atas nilai minimum jika didasarkan pada Badan Standar Nasional (Lampiran 3). Ditinjau dari kandungan hara kompos, masih cukup baik untuk mensuplai ketersediaan hara tanaman, namun demikian nilai C/N rasionya adalah 23.94% sedikit melampauhi standar maksimum yaitu 20% (Lampiran 4).

Viabilitas Bakteri

Uji viabilitas selama masa penyimpanan di tunjukkan oleh Tabel 2. Hasil uji viabilitas menunjukkan, bahwa pupuk hayati yang diproduksi dengan teknik pemekatan, memiliki tingkat viabilitas yang sedikit lebih tinggi di bandingkan dengan teknik kering beku. Perbedaan tingkat viabilitas bahkan sudah terlihat sejak pasca pengeringan, dan perbedaan itu semakin terlihat selama masa penyimpanan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan teknik pengeringan menghasilkan tingkat viabilitas mikroba yang berbeda pula khususnya setelah proses penyimpanan.

Tabel 2 Viabilitas empat isolat mikroba selama 5 bulan masa penyimpanan

Isolat Teknik Uji viabilitas Bulan ke-n

Bln ke-0 Bln ke-1 Bln ke-2 Bln ke-3 Bln ke-5

Bacillus subtilis strain HU48 Pemekatan 2.8 x 108 2.9 x 108 2.3 x 108 2.2 x 108 2.1 x 108 Kering beku 4.1 x 107 1.2 x 107 3.2 x 106 2.9 x 106 2.78 x 105 Psedomonas beteli strain ATCC19861T Pemekatan 6.3 x 108 5.9 x 108 1.7 x 107 2.8 x 106 1.7 x 106 Kering beku 4.0 x 107 3.0 x 106 2.7 x 105 1.7 x 105 1.5 x 104 Azospirillumsp strain NS01 Pemekatan 1.9 x 108 6.9 x 107 2.0 x 107 1.8 x 107 1.4 x 107 Kering beku * * * * 3.6 x 103 Azotobacter sp strain HY1141 Pemekatan 4.2 x 108 4.3 x 107 3.1 x 107 2.3 x 107 1.6 x 107 Kering beku 5.1 x 106 1.5 x 106 1.3 x 105 1.1 x 105 1.4 x 104 *Sampel yang di uji kurang atau melebihi standar uji viabilitas yang berkisar 30-300 koloni.

Hampir semua jenis bakteri yang diuji menunjukkan tingkat viabilitas dengan pola yang sama pada setiap teknik pengeringan dan waktu simpannya. Misalnya Pseudomonas beteli strain ATTCC19861T, teknik pemekatan dari bulan pertama sampai bulan kedua viabilitasnya tetap stabil pada 108 kemudian

mengalami penurunan viabilitas seiring dengan lamanya waktu simpan hingga bulan kelima, yaitu secara berturut turut 30 x 108, 5.9 x 108, 1.65 x 107, 2.75 x

Dokumen terkait