• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Action Loyalty ( Kesetiaan dalam bentuk tindakan )

2.10 Tinjauan Studi Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah banyak membahas mengenai kemitraan. Akan tetapi kajian mengenai pola kemitraan masih menarik untuk dibahas, karena saat ini dengan kondisi ekonomi yang berfluktuatif menyebabkan keadaan yang diduga berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2005) berjudul analisis pendapatan peternak ayam ras pedaging pada kemitraan inti plasma. Siahaan mengamati satu kelompok usaha yaitu kelompok usaha Bintang Resmi yang menjadi mitra dengan PT Sierad Produce, sebanyak 27 anggota peternak Bintang Resmi mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan. Peternak tersebut dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan skala usahanya. Skala usaha < 5.000 ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,05. Skala usaha 5.000-7.000 ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,082 dan skala usaha > 7.500 ekor memperoleh nilai rasio R/C sebesar 1,072. Peternak dengan skala usaha 5.000– 7.000 lebih menguntungkan karena memiliki nilai rasio R/C yang lebih tinggi.

Sarwanto (2004) menganalisis mengenai kemitraan, produksi dan pendapatan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pola kemitraan yang dijalankan telah sesuai dengan kesepakatan. Perusahaan inti telah menjalankan kewajibannya dalam menyalurkan sarana produksi serta melakukan pembinaan dan pengawasan kepada peternak plasma. Berdasarkan hasil analisis Cobb Douglas, kemitraan dan peningkatan jumlah pakan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produksi.

Sedangkan DOC, tenaga kerja, obat-obatan dan vaksin, penambahan peralatan dan perluasan kandang tidak memberikan pengaruh terhadap produksi ayam. Berdasarkan analisis rasio B/C (benefit/cost) terbuki bahwa kemitraan tidak mampu meningkatkan pendapatan peternak plasma, karena tidak terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra dan non mitra.

Deshinta (2006) juga melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usaha ayam ras pedaging. Deshinta membandingkan usaha peternakan yang dilakukan oleh peternak mandiri di Sukabumi (peternak yang tidak bekerjasama dengan perusahaan kemitraan) dengan peternak yang melakukan kemitraan dengan PT Sierad Produce di Bogor. Dalam usaha ternak ini bagi peternak mandiri maupun peternak plasma pengeluaran terbesar adalah untuk pembelian pakan. Berdasarkan perhitungan rasio R/C didapatkan hasil bahwa peternak mandiri memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada peternak yang bermitra. Hal ini disebabkan karena peternak mandiri mengeluarkan biaya yang lebih murah yaitu Rp 66.508.656 untuk sarana produksi peternakannya, sedangkan peternak plasma mengeluarkan biaya produksi yang lebih tinggi yaitu Rp 68.106.588 untuk skala usaha yang sama. Hal ini dapat terjadi karena peternak plasma dikenakan harga DOC dan harga pakan yang lebih mahal oleh perusahaan kemitraan PT. Sierad Produce. Biaya yang besar akan mempengaruhi pada tingkat pendapatan yang diterima, sehingga rasio R/C peternak plasma pun lebih kecil daripada peternak mandiri.

Penelitian yang dilakukan Romdhoni (2003) mengenai perbandingan pendapatan yang diperoleh antara peternak mitra perusahaan, peternak yang

pernah bermitra dan peternak mandiri. Dari ketiga jenis peternak tersebut, diperoleh hasil bahwa peternak yang mendapatkan pendapatan paling tinggi adalah peternak yang pernah bermitra. Nilai rasio R/C yang didapatkan oleh peternak yang pernah bermitra, peternak mandiri, dan peternak plasma berturutturut 1,34; 1,27 dan 1,13. Peternak yang pernah bermitra memiliki pengalaman yang cukup lama dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas serta posisi tawar yang kuat. Hal ini dikarenakan sewaktu bermitra dengan perusahaan kemitraan, para peternak memperoleh pengalaman yang cukup baik dalam budidaya ternak, manajemen, maupun kondisi pemasaran unggas. Setelah lepas dari perusahaan kemitraan, keuntungan usaha dinikmati penuh oleh peternak.

Romdhoni juga melakukan analisis mengenai kepuasan peternak plasma terhadap PT. XYZ yang menjadi mitra usahanya. Penilaian yang dilakukan adalah terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budaya, dan pelayanan pasca panen. Dari ketiga hal tersebut pelayanan yang dinilai kurang puas sebanyak 60,75 persen oleh responden adalah pelayanan sarana produksi. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak ada bantuan realisasi biaya operasioanl kandang yang secara eksplisit tercantum pada kontrak. Kemudian peternak juga merasa tidak puas dengan kualitas pakan yang diberikan.

Kusumah (2008) menganalisis mengenai tingkat kepuasan peternak plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm (TMF). Berdasarkan beberapa atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak, diantaranya yang sudah sesuai dengan keinginan peternak adalah penerapan harga kontrak DOC, kualitas pakan, kualitas obat dan vaksin, serta

bimbingan teknis yang diberikan perusahaan. Sedangkan atribut yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki kinerjanya adalah kualitas DOC. Kualitas DOC yang diharapkan oleh peternak plasma adalah DOC yang memiliki performa yang baik serta lebih tahan terhadap penyakit dan stress. Kemudian keluhan-keluhan dari peternak tidak mendapat tindak lanjut dari pihak perusahaan. Peternak juga mengeluhkan kurangnya kompensasi apabila terjadi kematian ayam dalam jumlah besar. Pihak TMF hanya menilai kerugian sebatas yang tercantum pada kontrak saja.

Penelitian yang dilakukan Priyono et al. (2004) mengenai performan pelaksanaan kemitraan PT. Primatama Karya Persada (PKP) dengan peternak ayam ras pedaging di Kota Bengkulu. Penelitian dilakukan terhadap 25 responden peternak untuk mengetahui hubungan antara tingkat kemitraan dengan tingkat penerimaan peternak dari usaha ternaknya. Tingkat pelaksanaan kemitraan dilihat dari pelaksanaan hak dan kewajiban dalam menjalankan budidaya pemeliharaan ayam. Berdasarkan hasil penelitian Priyono, para peternak telah menjalankan kemitraannya dengan baik. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat penerimaan dengan pelaksanaan kemitraan diuji dengan korelasi rank spearman.Hasil dari uji korelasi rank spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pelaksanaan kemitraan dengan tingkat penerimaan peternak. Apabila tingkat pelaksanaan kemitraan semakin baik maka semakin tinggi pula penerimaan peternak.

Beberapa hal yang menjadi persamaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah mendeskripsikan pelaksanaan kerjasama yang dilakukan antara pihak peternak dengan perusahan inti, menghitung pendapatan, dan

menilai tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanan kemitraan. Hal yang membedakan dengan penelitian Romdhoni adalah dalam pengambilan sampel, penelitian ini hanya mengambil sampel pada peternak pasma saja. Penelitian yang dilakukan Deshinta (2006) dan Siahaan (2008) hanya menganalisis pendapatan saja, tidak melihat bagaimana kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan. Perbedaan juga terletak pada atribut kemitraan, beberapa alat analisis, serta lokasi penelitian yang dilakukan. Sebagian besar penelitian terdahulu telah banyak mengkaji di wilayah Bogor, sedangkan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tabanan Povinsi Bali. Perbedaan lokasi usaha diduga akan memberikan dampak yang berbeda terhadap pelaksanaan kemitraan karena berbeda topografi wilayah, berbeda sumberdaya,budaya kerja dan berbeda pergerakan harga di pasar.

Beberapa penelitian baik menurut Deshinta (2006), Romdhoni (2003), dan Sarwanto (2004), sama-sama mendapatkan hasil bahwa dengan mengikuti kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Peternak yang berusaha secara mandiri lebih menguntungkan daripada peternak yang bermitra. Akan tetapi hasil penelitian menyatakan terdapat manfaat yang positif dari pelaksanaan kemitraan ini, antara lain peternak yang bermitra mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu pengetahuan, resiko usaha lebih rendah, mendapatkan kepastian dalam memasarkan hasil panen, dan mendapatkan bimbingan dari pihak perusahaan.

Dokumen terkait