• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Tentang Lembaga Swadaya Masyarakat a. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat juga sering dikenal dengan NGO (Non-governmental organization). Pada dasarnya Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO (Non-governmental organization) memiliki pengertian sebagai organisasi yang tidak berada secara langsung dalam struktur pemerintahan ataupun tidak ada koordinasi langsung dari Pemerintah dan merupakan badan yang bersifat mandiri.

Menurut Peter Hagul (1992: 139), menyatakan pendapat bahwa

“Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan organisasi masyarakat yang yang bangkit dari kesadaran solidaritas sosial”.

commit to user

Lembaga Swadaya Masyarakat menurut Tanjil Alami yaitu, “Sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut” (Anonim, 2012, http://hujau.blogspot.com/).

Berdasarkan pendapat Suharko (2005: 90) mengenai Lembaga Swadaya Masyarakat adalah :

NGO (Non-governmental organization) atau Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan lembaga yang tidak memiliki basis keanggotaan dan didirikan sebagai yayasan dengan misi untuk meningkatkan swadaya masyarakat sehingga membuat berbeda dengan organisasi lainnya, namun secara hukum berdasarkan Undang-Undang Organisasi masyarakat, Pemerintah menempatkan NGO (Non-governmental organization) atau Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai bagian dari organisasi masyarakat.

Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan lembaga sosial yang disebut juga sebagai Organisasi Non Pemerintahan (Ornop), Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan organisasi masyarakat karena dalam tujuan pembentukan adalah secara sukarela demi kepentingan bersama.

Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat, tercantum juga dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu :

Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sesuai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

Ismawan mengemukakan pendapat mengenai definisi Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu :

Organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh warga negara Indonesia berdasarkan kepentingan bersama, hobi, profesi atau tujuan partisipasi sosial dalam kegiatan peningkatan standar hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan penekanan pada pelayanan swadaya (Suharko, 2005: 91).

commit to user

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu suatu organisasi kemasyarakatan yang merupakan perwujudan partisipasi masyarakat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat secara mandiri, yang dibentuk oleh masyarakat sendiri berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan bersama yaitu dalam rangka memberikan pelayanan secara sukarela kepada masyarakat secara luas.

b. Sejarah Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia

Sejarah perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat menurut David Korten (2001: 191) yaitu dibagi menjadi empat yaitu : “1) generasi pertama 2) generasi kedua 3) generasi ketiga 4) generasi keempat”.

Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1). Generasi pertama, mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma dengan usaha untuk memenuhi sesuatu yang kurang dalam masyarakat, disebut juga relief welfare. Lembaga Swadaya Masyarakat generasi ini memfokuskan kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial.

2). Generasi kedua, memusatkan perhatiannya ada upaya agar Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat disini bukan sebagai pelaku langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasinya adalah proyek pengembangan masyarakat dengan membantu masyarakat memecahkan masalah mereka.

3). Generasi ketiga, memiliki pandangan yang lebih dalam. Keadaan di tingkat lokal dilihat sebagai akibat dari masalah regional maupun nasional. Untuk memperbaikinya harus dilakukan dengan melakukan perubahan struktural yaitu kebijakan Pemerintah.

4) Generasi keempat, adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang termasuk bagian dari masyarakat. Generasi ini berusaha agar ada transformasi

commit to user

struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan yang mempengaruhi kehidupan dalam hal ini dibutuhkan penduduk dunia.

Menurut Suharko (2005: 120) mengenai perkembangan NGO (Non-governmental organization) yaitu :

Perkembangan NGO (Non-governmental organization) dimulai selama periode kolonial merupakan bagian dari gerakan anti kolonial, berlanjut masa radikal sebagai bagian dan gerakan demokratisasi, Pada periode paska Orde Baru, banyak dibentuk NGO (Non-governmental organization) yang berorientasi advokasi.

Selama periode kolonial, NGO (Non-governmental organization) merupakan bagian dari gerakan anti kolonial. Selepas kemerdekaan, NGO (Non-governmental organization) yang berorientasi pembangunan dan berbasis non keanggotaan pertama kali muncul pada akhir 1950. Sejak Pemerintahan Orde Baru berkuasa, berkembang luas sampai sekarang. NGO (Non-governmental organization) yang muncul pada 1960-1970 biasanya memfokuskan pada persoalan pengentasan kemiskinan, NGO (Non-governmental organization) yang dibentuk dan terlibat dalam kerja advokasi di era 1980, mayoritas muncul sebagai respon terhadap isu-isu lingkungan, hak asasi manusia, gender, demokrasi dan sebagainya Pada periode ini, NGO (Non-governmental organization) Indonesia mulai membangun jaringan di tingkat regional, nasional dan internasional. Pada akhir 1980-1990 muncul NGO (Non-governmental organization) yang radikal sebagai bagian dan gerakan demokratisasi dan terlibat aktif dalam aksi politik untuk menentang sistem politik. Akan tetapi, ada juga beberapa NGO (Non-governmental organization) yang muncul sebagai respon terhadap kepedulian global tentang pembangunan berkelanjutan.

Pada periode paska Orde Baru, banyak dibentuk NGO (Non-governmental organization) yang berorientasi advokasi. Mereka terlibat dalam upaya mereformasi tata pemerintahan daerah (desentrasi) dan mengatasi berbagai persoalan pembangunan di tingkat lokal, termasuk kerusakan lingkungan yang drastis, dibentuk juga untuk merespon tantanan

commit to user

transisi politik, seperti pelembagaan demokrasi, mempromosikan good governance dan memperkuat masyarakat sipil. Pada periode paska Orde Baru ini, NGO (Non-governmental organization) generasi baru dan generasi lama yang berorientasi pada advokasi secara bersama-sama terlibat aktif dalam upaa memajukan demokrasi. Tegasnya perkembangan NGO di Indonesia pada periode ini terkait erat dengan proses perkembangan politik dan ekonomi.

c. Hubungan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan Pemerintah

Berdasarkan cara Lembaga Swadaya Masyarakat berhubungan dengan Pemerintah dan dengan masyarakat yang dilayaninya.

Eldridge menjelaskan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO (Non-governmental organization) dibagi menjadi empat kategori yaitu: “1) NGO menekankan pada penyediaan pelayanan untuk masyarakat lapisan paling bawah 2) NGO yang memiliki kegiatan advokasi dalam isu-isu tertentu 3) NGO yang menggunakan pendekatan empowement from below 4) NGO yang kritis terhadap Pemerintah” (Suharko, 2005: 16).

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Kategori pertama adalah NGO yang menekankan pada penyediaan pelayanan untuk masyarakat lapisan paling bawah (grass roots) dengan menggunakan pendekatan high level cooperation grassroots development (kerjasama tingkat tinggi pembangunan masyarakat bawah) Dalam melaksanakan aktivitas pembangunan NGO berusaha menjalin hubungan dengan Pemerintah yang berwenang tanpa disertai minat untuk mengubah proses politik.

2) Kategori kedua adalah NGO yang memiliki kegiatan advokasi dalam isu-isu tertentu seperti lingkungan, gender, hak konsumen, hak asasi manusia, demokrasi dan sebagainya. NGO tipe ini menerapkan pendekatan high level politics grassroots mobilization (politik tingkat tinggi mobilisasi masyarakat bawah). NGO kategori kedua lebih kritis terhadap Pemerintahan Orde Baru dan aktif melakukan upaya advokasi

commit to user

dan mengintervensi proses penyusunan keputusan, baik di tingkat lokal maupun nasional.

3) Kategori ketiga adalah NGO yang menggunakan pendekatan empowement from below (pemberdayaan dari bawah). Tipe NGO tipe ini lebih menekankan pada pembentukkan kesadaran atas hak-hak dasar ketimbang pada upaya mengubah kebijakan Pemerintah dan hanya melakukan kontak seperlunya saja dengan Pemerintah.

4) Kategori keempat yaitu NGO radikal yang kritis terhadap Pemerintah dan menempatkan dirinya sebagai oposisi terhadap Pemerintah.

d. Tinjauan Teori Exit Voice

Semua penelitian yang bersifat ilmiah mengunakan teori untuk mendalami permasalahan yang ada. Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang diangkat terus berkembang maka teori yang menghubungkan yaitu teori exit voice yang dikembangkan oleh Albert Hirschman. Kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme exit dan voice.

Menurut pendapat Ratminto dan Atik Septi (2005: 72) mengenai teori exit voice menyatakan sebagai berikut :

Mekanisme exit berarti jika pelayanan publik tidak berkualitas maka konsumen/ klien harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggaraan pelayanan publik yang lain yang disukainya. Sedangkan mekanisme voice berarti adanya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik.

Berdasarkan pada pengertian teori exit dan voice diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan sebuah kinerja pelayanan publik maka dibutuhkan sebuah mekanisme exit dan voice. Dengan adanya mekanisme exit ini diharapkan masyarakat penerima layanan yang kurang puas dengan pelayanan yang diterimanya maka bisa mempunyai kesempatan untuk memilih penyelenggara pelayanan publik yang lain, kemudian dengan adanya mekanisme voice maka masyarakat penerima

commit to user

layanan yang kurang puas dapat memberikan kritik atau saran atas pelayanan yang diterimanya.

Merujuk pada penelitian mengenai refungsionalisasi ruang partisipasi masyarakat melalui pengaduan keliling yang diselenggarakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Telaah Informasi Regional/PATTIRO Surakarta yang menyelenggarakan kegiatan penggalangan pengaduan masyarakat secara berkeliling. Pelaksanaan pengaduan keliling dengan mendatangi masyarakat yang memiliki pengaduan di titik-titik sentral merupakan bentuk keberfungsian mekanisme exit yang bersumber dari inovasi Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Telaah dan Informasi Regional/ PATTIRO Surakarta.

Terkait sebagai usaha mengembalikan fungsi ruang–ruang partisipasi masyarakat yang sudah disediakan oleh Pemerintah yang keberadaannya kurang diketahui oleh masyarakat. Sedangkan perwujudan mekanisme voice yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Telaah dan Informasi Regional/ PATTIRO Surakarta merupakan sebuah organisasi non pemerintahan (ornop) yang berbentuk lembaga swadaya masyarakat.

Sebagaimana Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Telaah dan Informasi Regional yang merupakan organisasi ini didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Hal ini menguatkan berfungsinya mekanisme voice yang bisa diperankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.

Dokumen terkait