BAB II LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran
Istilah pembelajaran sama dengan Instruction atau pengajaran.
“Pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan” (H.J.Gino :1996:30).
Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar oleh guru.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1). “Pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar yaitu terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dank arena adanya usaha” (H.J.Gino, 1996: 33).
2). Menurut Alvin W. Howard, “pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan” (Slameto, 2003: 32).
3). Menurut Sardiman (2007: 14), menyebutkan bahwa “proses belajar mengajar merupakan proses interaksi antara dua unsur manusiawi, yaitu siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar dengan siswa sebagai subyek pokok”.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku pada diri pebelajar.
Menurut H.J.Gino dalam Belajar Pembelajaran (1996: 36-39), ciri-ciri pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa yaitu “motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan kondisi siswa yang belajar”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut : 1). Motivasi belajar adalah sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar.
2). Bahan belajar merupakan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan yang akan dicapai siswa.
3). Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat yang dapat membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar.
4). Suasana belajar adalah komunikasi dua arah antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.
5). Kondisi siswa yang belajar adalah kondisi siswa dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam/intern misalnya motivasi dan factor dari luar, yaitu segala sesuatu yang di luar siswa, termasuk situasi belajar mengajar yang diciptakan oleh guru.
Menurut Sri Anitah W dan Sumartini (2007: 216-217) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di antaranya:
“1). Isi pelajaran.
2). Bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual.
3). Strategi pembelajaran.
4). Perilaku guru.
5). Menstrukturkan pelajaran atau menyusun pelajaran.
6). Lingkungan belajar.
7). Pebelajar.
8). Durasi pembelajaran.
9). Lokasi pembelajaran”.
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :
1). Isi pelajaran yaitu berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan, aturan, konsep atau proses kreatif yang akan dipelajari pebelajar.
commit to user
2). Bahan yaitu bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual yang digunakan dalam pembelajaran.
3). Strategi pembelajaran yaitu pemilihan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mengajar isi pembelajaran merupakan perencanaan sentral guru.
4). Perilaku guru yaitu guru melakukan sejumlah kegiatan selama proses
pembelajaran dan membantu pebelajar dalam kegiatan-kegiatan belajar. 5). Menstrukturkan pelajaran yaitu menyusun pelajaran berkaitan dengan
kegiatan yang terjadi pada suatu saat tertentu selama penyajian pelajaran dan guru perlu merencanakan struktur pelajaran.
6). Lingkungan belajar, ketika kegiatan belajar direncanakan perlu dipertimbangkan lingkungan belajar yang ingin diciptakan.
7). Pebelajar, dalam kegiatan pembelajaran perlu dipertimbangkan karakteristik pebelajar tertentu yang ada di kelas, selain itu perlu dipertimbangkan motivasi pebelajar, kebutuhan akademik, kebutuhan fisik dan psikologis. 8). Durasi pembelajaran, yaitu membuat rencana tentang waktu yang tersedia
atau dialokasikan, untuk menjamin bahwa pebelajar mempunyai kesempatan untuk mencapai tujuan pembelajaran selama kurun waktu tertentu.
9). Lokasi pembelajaran, lokasi dapat berubah berdasarkan kebutuhan misalnya ruang kerja tertentu (ruang komputer), tambahan referensi (perpustakaan), atau struktur sosial yang berbeda (belajar bersama)”.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen yaitu “standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok” ( Depdiknas, 2003: 27-30).
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:
1).Standar kompetensi adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk suatu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa, kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.
2). Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan, kompetensi minimal yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa di standar kompetensi untuk suatu pelajaran.
3). Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respons yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu. 4). Materi pokok adalah bahan ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk
menguasai kompetensi dasar.
Komponen-komponen yang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar menurut H.J. Gino (1996: 20) meliputi “siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode, media, evaluasi”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:
1). Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan penyimpan isi materi pelajaran yang dibutuhkan intuk mencapai tujuan.
2). Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, katalisator belajar mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3). Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan penilaian yang diinginkan terjadi pada pembelajaran setelah mengikuti belajar mengajar. Perubahan penilaian tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.
4). Isi pelajaran adalah segala informasi yang berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5). Metode adalah cara yang diatur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6). Media adalah bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.
7). Evaluasi adalah cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar mengajar.
commit to user
Dari pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses yang kompleks, untuk itu perlu direncanakan secara matang oleh guru sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memilih metode pembelajaran yang akan dipakai yang disesuaikan dengan materi sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa untuk dapat mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan optimal.
b. Pengertian Metode Pembelajaran
”Metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh dan memberi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu” (Martinis Yamin, 2006: 64).
Sedangkan menurut Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 84) ”metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila menggunakan metode yang tepat”. Ketepatan penggunaan metode tersebut tergantung pada isi proses kegiatan belajar mengajar dan proses belajar mengajar.
Pemilihan metode yang kurang tepat akan menghambat keberhasilan proses belajar mengajar. Kesalahan dalam pemilihan metode berakibat sulitnya siswa menerima materi yang diberikan oleh guru, siswa menjadi tidak bersemangat dalam pembelajaran sehingga hasil belajar para siswa rendah. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materinya agar tercipta interaksi yang edukatif antara guru dan siswa sehingga menumbuhkan semangat belajar bagi siswa yang berakibat pada meningkatnya hasil belajar siswa.
Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih dengan sembarangan. Metode yang digunakan haruslah metode yang dapat mendorong keaktifan serta inisiatif siswa dalam proses belajar. Menurut Slameto (2003: 35)
ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memilih metode mengajar yang tepat, yaitu:
1). Tujuan pengajaran yaitu tingkah laku yang diharapkan dapat dinampakkan siswa setelah proses belajar mengajar. Pemilihan metode pengajaran yang tepat dapat mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran.
2). Materi pelajaran yaitu bahan yang disajikan dalam pelajaran. Materi pelajaran yang berupa konsep memerlukan metode mengajar yang berbeda seperti yang dipakai untuk mengajar meteri yang berupa fakta.
3). Kemampuan siswa yaitu kemampuan siswa untuk menangkap dan mengembangkan bahan pelajaran yang disampaikan.
4). Kemampuan guru yaitu kemampuan guru dalam menggunakan berbagai metode mengajar.
5). Fasilitas yang tersedia yaitu bahan atau alat bantu atau fasilitas lain yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas pengajaran.
6). Waktu yang tersedia yaitu jumlah waktu yang direncanakan atau dialokasikan untuk menyajikan bahan pengajaran guna mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan.
Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahanya sendiri-sendiri, jadi sebuah metode pembelajaran belum tentu cocok bila diterapkan untuk materi tertentu. Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama pada umumnya masih menggunakan metode pembelajaran klasikal ( ceramah) dan kenyataanya sering dijumpai masih rendahnya hasil belajar siswa di sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut salah satunya diperlukan inovasi dalam hal metode pembelajaran. Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka seorang guru harus bisa untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, materi yang akan disampaikan, situasi kelas serta disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia.
c. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Priyanto dalam Made Wena (2009: 189) “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu“. Prinsip dasar pembelajaran koperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai
commit to user
tujuan bersama. Dalam pembelajarn kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.
“Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa dibagi secara berkelompok. Dalam setiap pengelompokan tersebut harus memperhatikan keheterogenan baik secara kemampuan ataupun jenis kelamin dari siswa. Sehingga akan tercipta dinamika dalam kegiatan belajar mengajar karena dalam kelompok-kelompok tersebut mempunyai kemampuan yang sama, tidak ada yang kuat dan tidak ada yang lemah“ (Mulyani Sumantri, 2001: 127-128).
Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin (Slavin: 2008: 3).
Selanjutnya Slavin (2008: 3) menjelaskan “belajar kooperatif mempunyai kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual seperti interaksi sosial, pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok“. Dalam kegiatan belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.
Menurut Made Wena dalam Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (2009: 190) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
1). saling ketergantungan positif (positive interdepence)
2). interaksi tatap muka (face to face interaction) 3). akuntabilitas individual (individual accountability)
4). ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau
ketrampilan sosial yang secara sengaja diajarkan(use of
collarative/social skill)
Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, strategi pokok yang diperlukan
pengetahuan dapat dipahami, maka harus bermakna secara potensial. Dalam
meaningful learning, setiap unsur materi ajar harus diolah dan
diinterpresentasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal (make senses) dan
bermakna (meaningful) bagi siswa. Dengan pendekatan pembelajaran ini,
pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih baik karena masuk otak melalui proses masuk akal.
“Teori konstruktivisme mengharuskan siswa untuk secara aktif mengkonstruksikan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajari dan dari pengalaman yang di dapat selama siswa melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga pengetahuan yang didapat siswa menjadi berkembang“ (Sardiman, 2003: 37-38).
Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sendiri dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang mengarah lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.
Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif membagi pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme dapat menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif. Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menanamkan dan mengerti akan konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri sekitar 4 orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan pemikiran. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan
inilah yang disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning
(Slavin, 2008: 2).
commit to user
Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari pembelajaran biasa karena para siswa banyak melakukan variasi kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Melalui berbagai variasi kegiatan belajar tersebut mereka melakukan pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan terhadap penguasaan materi pengetahuan yang dipelajari, sedang dalam pembelajaran biasa yang bersifat ekspositori, siswa hanya mengalami atau melakukan satu atau dua kegiatan belajar saja, sehingga tidak atau kurang terjadi pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan penguasaan (Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010).
Model pembelajaran kooperatif disamping memiliki keunggulan, dalam penerapannya terdapat beberapa hambatan sebagai berikut:
1). karena belum biasa guru tidak langsung dapat melaksanakan model pembelajaran kooperatif secara efektif, mereka membutuhkan penyesuaian atau latihan dalam pertemuan pertama.
2). karena belum biasa para siswa juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan yang baru. Guru dituntut untuk lebih meningkatkan disiplin belajar terutama kebiasaan siswa berbicara dan bekerja lebih efisien. 3). kegiatan-kegiatan kelompok yang mengaktifkan siswa membutuhkan waktu
belajar yang relatif lebih lama. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi penggunaan waktu, penentuan target sasaran dan waktu untuk setiap kegiatan, pengawasan dan perintah untuk segera mengakhiri sesuatu kegiatan dan berpindah ke kegiatan lainnya.
4). kelengkapan media dan sumber. Masalah ini merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sekolah, dapat diatasi dengan meningkatkan kerjasama dengan unsur pimpinan dan komite sekolah, dan peningkatan upaya guru mengembangkan sendiri media dan sumber belajars.
(Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010). Keberhasilan dari proses belajar kooperatif adalah karena ada 5 prinsip, yaitu:
1) Adanya sumbangan dari ketua kelompok
Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan pengetahuannya untuk anggota kelompoknya, karena ketua kelompoknya adalah seseorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang lainnya. Dalam hal ini anggota kelompok diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari informasi/penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini bisa dilakukan oleh anggota yang lain.
2) Keheterogenan kelompok
Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok yang heterogen, baik dalam hal jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat kecerdasan.
3) Ketergantungan pribadi yang positif
Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerja satu sama lain. Ketergantungan pribadi ini dapat memberikan motivasi bagi setiap individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya sendiri terlebih dahulu sebelum bekerja sama dengan temannya.
4) Ketrampilan bekerja sama
Dalam proses bekerja sama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya. Proses yang dibutuhkan di sini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.
5) Otonomi kelompok
Setiap kelompok mempunyai tujuan agar bisa membawa nama kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah setelah melampaui tahap kegiatan kelompok maka mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompok lain.
Dalam model mengajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama lainnya berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekeja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilannya.
Menurut Richard I. Arends (1997:326) pembelajaran model kooperatif
mempunyai empat variasi, yaitu “ STAD, Jigsaw, Group Investigation (GI),
Structural Approach”. Adapun penjelasan sebagai berikut:
commit to user
Dalam penerapan STAD, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa diberi ulangan atau kuis dengan materi yang sama. Pada saat ulangan atau kuis ini siswa tidak dapat saling membantu, dan nilai kuis ini dipakai untuk menentukan skor individu maupun kelompok.
2) Jigsaw
Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok kecil dengan
menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap kelompok asal diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dengan materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik yang sama saling bertemu dan membentuk kelompok ahli untuk bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu siswa kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang diperoleh. Akhirnya setiap siswa diberi kuis secara individu. Penilaian dan penghargaan yang digunakan
pada Jigsaw sama dengan STAD.
3) Group Investigation (GI)
Group Investigation (GI) mengarahkan kepada siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu yang dipilih. Setiap kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan kemudian melaksanakannya. Akhirnya setiap kelompok mempresentasikan hasilnya.
4) Structural Approach (Pendekatan Struktural)
Langkah pertama yaitu guru menyajikan materi pelajaran, kemudian setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama dalam kelompok. Pendekatan ini menghendaki siswa saling bekerjasama saling membantu dalam kelompok kecil. Terdapat dua tipe yang dikembangkan dari pendekatan struktural ini, yaitu:
a) Think-Pair-Share, pendekatan ini bertujuan memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu
sama lain. Pendekatan ini mempunyai tiga tahapan, yaitu berpikir (Thinking), berpasangan (Pairing), dan berbagi (Sharing).
b) Number-Head-Together, pendekatan ini bertujuan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran. Pendekatan ini terdiri dari empat langkah utama, yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.
Selain dua tipe di atas menurut Anita Lie (2010: 60-63) terdapat beberapa tipe lain yaitu “kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu dan kancing gemerincing”.
Salah satu hal yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
d. Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw
Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang efektif adalah Jigsaw.
Robert E. Slavin mengatakan bahwa “Metode pengajaran Jigsaw dikembangkan
oleh Elliot Aronso dan rekan-rekannya” (2008: 236).
Dalam model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Menurut Doantara Yasa tentang keunggulan kooperatif tipe Jigsaw
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
commit to user
Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (http://ipotes.wordpres.com: 2008).
“Metode ini paling sesuai untuk subyek – subyek seperti pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan bidang-bidang lainnya yang tujuan pembelajarannya lebih kepada penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan” (Slavin: 2008: 237).
Menurut Priyanto dalam Made Wena, (2009: 194-195) dalam
penerapannya pembelajaran kooperatif metode Jigsaw ada beberapa langkah yang
harus dilakukan, yaitu sebagai berikut : “1). Pembentukan kelompok asal 2). Pembelajaran pada kelompok asal 3). Pembentukan kelompok ahli 4). Diskusi kelompok ahli
5). Diskusi kelompok asal (induk) 6). Diskusi kelas
7). Pemberian kuis
8). Pemberian penghargaan kelompok”
Selain dari pendapat di atas, menurut Anita Lie (2010: 69-70) langkah- langkah penerapan pembelajaran metode Jigsaw :
“1). Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi 4 bagian. 2). Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. 3). Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
4). Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua mendapatkan bagian yang kedua, begitu seterusnya.
5). Siswa disuruh membaca atau mengerjakan bagian masing-masing.
6). Setelah selesai siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau dikerjakan masing-masing.
7). Khusus untuk kegitan membaca, kemudian pengajar membagikan bagia cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa.
8). Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran