commit to user
i
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK KOOPERATIF METODE
JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII
SEMESTER GENAP DISMP NEGERI 2WURYANTORO
TAHUN AJARAN2009/2010
SKRIPSI
Oleh :
Rina Ari Sabtanti
NIM K6406048
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK KOOPERATIF METODE
JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII
SEMESTER GENAP DISMP NEGERI 2WURYANTORO
TAHUN AJARAN2009/2010
Oleh :
Rina Ari Sabtanti
NIM K6406048
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Rina Ari Sabtanti. STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEKNIK
KOOPERATIF METODE JIGSAW DAN METODE STRUKTURAL
NUMBERED HEAD TOGETHER DAN PRESTASI BELAJAR PKN SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP DI SMP N 2 WURYANTORO TAHUN
AJARAN 2009/2010.Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari. 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn kompetensi
dasar Hakekat Hak Azasi Manusia antara metode Jigsaw dengan metode
struktural Numbered Head Together.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui prestasi belajar siswa dari aspek kognitif. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap SMP N 2 Wuryantoro tahun ajaran 2009/2010. Sampel terdiri dari
2 kelas yaitu kelas VIIC sebagai kelas eksperimen 1 untuk metode Jigsaw dan
kelas VIID untuk metode struktural Numbered Head Together sebagai kelas
eksperimen 2 yang dipilih secara random sampling. Data utama penelitian ini
adalah berupa prestasi belajar siswa yang diperoleh dari aspek kognitif. Analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis uji-t dua pihak.
Hasil penelitian dapat disimpulkan : Adanya perbedaan antara prestasi
belajar PKn menggunakan metode Jigsaw dengan prestasi belajar PKn
menggunakan metode struktural Numbered Head Together pada aspek kognitif.
commit to user
vi
ABSTRACT
Rina Ari Sabtanti. EXSPERIMEN STUDY OF INFLUENCE JIGSAW METHOD
AND STRUKTURAL METHOD NUMBERED HEAD TOGETHER TOWARD LEARNING ACHIEVEMENT OF CIVIC STUDY ON 7TH GRADE STUDENTS IN
EVEN SEMESTER OF SMP N 2 WURYANTORO ACADEMIC YEAR 2009/2010. Thesis. Surakarta : Teacher Training Ard Eduation Faculty, Sebelas Maret University Surakarta, February. 2011.
The objective of this study is to know is there any different or not in achievity the learning achievement in civic study basic completence Human Right Essence between Jigsaw method with strucktural numbered head together.
This study uses experimental method to know student’s learning achievement from cognitive aspect. The population of this study are 7th grade
students in even semester of SMP N 2 Wuryantoro academic year 2009/2010. The sample consist of two classes, class VII C are the experimental class 1 for jigsaw method and class VII D for numbered head together method as the experimental class 2 chosen with random sampling. The main data of this study is the students learning achievement gained from cognitive aspect. Data analysis for hypothesis test is conducted by using t-test analysis of two sides.
commit to user
vii
MOTTO
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya
kemudahan dalam segala urusannya”. ( Q.S. Ath- Tholaq: 4 )
“Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat melintasinya melainkan
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
• Bapak dan Ibu tercinta
• Kakak-kakak tercinta
• Mas Agung atas dukungannya
• Asih, Eka & Intan tersayang
• Teman-teman kos
• Teman-teman angkatan Tahun 2006 tercinta
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan untuk memenuhi
persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Penulis mengalami berbagai hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun
atas bantuan dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh sebab itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan ijin penelitian untuk
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. E.S. Ardinarto, M.Pd Pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan penyusunannya.
5. Bapak Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing II yang selalu sabar dalam
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan penyusunannya.
6. Bapak/ Ibu Dosen Prodi PKn yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Joko Purnomo, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP N 2
Wuryantoro yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
8. Siswa kelas VII SMP N 2 Wuryantoro yang telah membantu penelitian ini.
9. Almamater PKn angkatan 2006 yang telah memberikan motivasi untuk
commit to user
x
10.Semua pihak yang telah membantu penulis untuk kelancaran penulisan
skripsi ini.
Skripsi ini telah disusun dengan semaksimal mungkin, akan tetapi penulis
menyadari bahwa masih ada kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Di
samping itu penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi majunya ilmu pendidikan di sekitar kita, khususnya bagi kemajuan
Pendidikan Kewarganegaraan.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ABSTRAK ... v
HALAMAN ABSTRACT ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Peneitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran ... 8
a. Pengertian Pembelajaran... 8
b. Pengertian Metode Pembelajaran ... 12
c. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 13
d. Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw ... 19
commit to user
xii
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ... 23
a. Pengertian Belajar... 23
b. Pengertian Prestasi Belajar... 24
c. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan 26 B. Penelitian Yang Relevan ... 32
C. Kerangka Berfikir ... 33
D. Perumusan Hipotesis……… 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36
1. Tempat Penelitian ... 36
2. Waktu Penelitian……… 36
B. Metode Penelitian ... 36
C. Populasi dan Sampel ... 37
1. Populasi ... 37
2. Sampel ... 38
D. Variabel Penelitian ... 38
1. Variabel Bebas ... 38
2. Variabel Terikat………. 38
E. Teknik Pengumpulan Data ... 39
1. Sumber Data ... 39
2. Instrumen Penelitian ... 39
F. Teknik Analisis Data……… 44
1. Uji Prasyarat Analisis……….. 44
2. Uji Hipotesis……….... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 47
1. Pelaksanaan Penelitian………... 47
2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif………... 50
B. Analisis Data Akhir ... 52
1. Uji Normalitas ... 52
commit to user
xiii
C. Uji Hipotesis ... 54
D. Pembahasan ... 55
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59
B. Implikasi ... 59
C. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jadwal Penyusunan Kegiatan Penelitian ... 36
Tabel 2. Bagan Desain Penelitian One Shot Case Study ... 37
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Validitas ... 41
Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Reliabilitas ... 42
Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Taraf Kesukaran ... 42
Tabel 6. Rangkuman Hasil Analisis Taraf Pembeda... 43
Tabel 7. Alokasi Proses Pembelajaran Kelas VII C (Kelas Eksperimen 1) Dengan metode Jigsaw ... 48
Tabel 8. Alokasi Proses Pembelajaran Kelas VII D (Kelas Eksperimen 2) Dengan metode Numbered Head Together ... 49
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas Eksperimen 1... 50
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas Eksperimen 2... 51
Tabel 11. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 1 ... 52
Tabel 12. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 2 ... 53
Tabel 13. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Untuk Prestasi Belajar Aspek Kognitif Kelas eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2……… ... 53
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 35
Gambar 2. Histogram Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas
Eksperimen 1... 50
Gambar 3. Histogram Nilai Prestasi Belajar Aspek Kognitif untuk Kelas
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ... 65
Lampiran 2. Soal Pilihan Ganda ... 67
Lampiran 3. Tabel Perhitungan Uji Validitas Tes Kognitif ... 73
Lampiran 4. Perhitungan Reliabilitas Tes Kognitif ... 77
Lampiran 5. Tabel Perhitungan Taraf Kesukaran ... 79
Lampiran 6. Tabel Perhitungan Taraf Pembeda.. ... 83
Lampiran 7. Kegitan Belajar Mengajar Dengan Metode Jigsaw... 87
Lampiran 8. Kegitan Belajar Mengajar Metode Numbered Head Together... ... 89
Lampiran 9. Distribusi Frekuensi Data Penelitian... ... 90
Lampiran 10. Perhitungan dan Uji Normalitas Skor Kognitif Kelas Eksperimen 1 ... 91
Lampiran 11. Perhitungan dan Uji Normalitas Skor Kognitif Kelas Eksperimen 2 ... 92
Lampiran 12. Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors ... 93
Lampiran 13. Perhitungan dan Uji Homogenitas Variansi ... 94
Lampiran 14. Tabel Nilai Kritik Chi Kuadrat ... 95
Lampiran 15. Rekap Data Perhitungan T-Dua Pihak ... 96
Lampiran 16. Tabel Nilai T ………. ... 99
Lampiran 17. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 100
Lampiran 18. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Tentang Ijin Menyusun Skripsi ... 101
Lampiran 19. Permohonan Ijin Research/Try Out untuk Rektor UNS... 102
Lampiran 20. Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Kepala Sekolah SMP N 2 Wuryantoro ... . 103
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peran penting untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas. Melalui pendidikan dapat dilihat kualitas sumber daya manusia suatu
bangsa. Pendidikan sebagai komponen pembentukan suatu pribadi yang sempurna
dan mempersiapkan manusia masa depan yaitu generasi penerus bangsa. Oleh
karena itu, diperlukan pembaharuan dalam pendidikan agar kualitas pendidikan
nasional semakin baik.
Untuk menunjang peningkatan kualitas pendidikan nasional, berbagai
komponen yang ada di sekolah mengalami pembaharuan yang berkesinambungan.
Komponen-komponen yang harus ada di setiap sekolah antara lain; siswa, guru,
karyawan, ruang-ruang kelas, dan yang tidak kalah pentingnya dengan yang lain
adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sebagai acuan penyusunan kurikulum adalah Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan (Budihardjo, 2007:19).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, diantaranya penyempurnaan kurikulum yang diwujudkan
dalam suatu pembaharuan kurikulum secara berkesinambungan yaitu ”kurikulum
1968, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (kurikulum berbasis
kompetensi), dan kurikulum 2006 yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan”
(Budihardjo,2007:20).
Kurikulum yang saat ini sedang diterapkan dan dikembangkan oleh pemerintah
adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai pengembangan dari
kurikulum 2004. Dalam pengembangannya kurikulum tingkat satuan pendidikan
commit to user
”(1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya, (2) beragam dan terpadu, (3) tanggap terhadap
perkembangan iptek dan seni, (4) relevan dengan kebutuhan hidup, (5)
menyeluruh dan berkesinambungan, dan (6) seimbang antara kepentingan
nasional dan daerah” (Mulyasa E, 2003:151-153).
”Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah suatu perencanaan mengenai
pedoman penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di sekolah yang disusun dan
dilaksanakan oleh sekolah itu sendiri. Tetapi dalam penyusunan kurikulum
tersebut tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No. 22, 23, dan 24 tahun 2006. Karena berpedoman pada
peraturan yang sama jadi secara umum kurikulum pada masing-masing sekolah
tetap sama tetapi bukan tidak mungkin bila suatu sekolah mempunyai kebijakan
yang berbeda dengan sekolah lain misalnya dalam hal menentukan hari libur
sekolah atau dalam kegiatan yang lain”. (Budihardjo, 2007:20-21).
Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan berganti nama menjadi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2)
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3)
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter - karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsabangsa lainnya , (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga untuk menuju tujuan mata
untuk meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa. Dari inovasi di dalam
penyampaian materi PKn maka diharapkan siswa mempunyai output yang bagus
dan berkualitas.
Namun pada kenyataannya di SMP Negeri 2 Wuryantoro lain. SMP
Negeri 2 Wuryantoro merupakan salah satu sekolah menengah pertama di
Kecamatan Wuryantoro. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru
PKn di SMP Negeri 2 Wuryantoro didapati kendala atau masalah seperti jumlah
siswa yang cukup banyak yaitu 40-45 siswa sehingga membuat guru kurang dapat
mengenali sikap dan perilaku siswa dengan baik dan metode yang digunakan guru
dalam kegiatan belajar mengajar terkesan kaku dan cenderung searah. Maka, guru
PKn hendaknya berupaya melakukan inovasi dalam pengajarannya, salah satu
caranya adalah dengan mengubah metode pembelajaran PKn dari yang sekedar
ceramah menjadi metode yang melibatkan peran aktif siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar mengajar, dengan cara siswa belajar memecahkan
masalah, mendiskusikan masalah dengan teman-temannya, mempunyai
keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan mempunyai tanggung jawab
terhadap tugasnya. Dengan inovasi dalam hal metode pembelajaran diharapkan
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Karena rata-rata prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran PKn sekarang ini hanya sebesar 6,1.
“Dalam suatu pembelajaran terdapat metode mengajar yang mengacu pada
teori-teori pembelajaran. Pada masa kini terdapat teori-teori pembelajaran yang
dapat diklasifikasikan pada teori yang utama yaitu behavioris, kognitif, sosial,
humanis, Piaget, Vygotsky, Ausubel, dan Konstruktivisme”(www.miftachr.uns.id.
2010).
Salah satu pengembangan metode pembelajaran adalah metode berdasarkan teori
belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori tentang
proses pembelajaran yang menjelaskan tentang bagaimana siswa belajar dengan
mengkonstruksi pengetahuannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Ide pokok
dari teori konstruktivisme adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan
mereka sendiri. Teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran menggunakan
commit to user
Menurut Richard I. Arends (1997:326) tentang pembelajaran
kooperatif mempunyai empat variasi, yaitu: 1. Metode STAD (Student
Teams Achievement Divisions), 2. Metode Jigsaw, 3. Metode GI (Group Investigation), 4. Metode Structural Approach a. think-pair-share dan b. numbered head together.
Dengan pembelajaran model kooperatif yang menekankan keterlibatan
secara aktif siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar,
dengan cara siswa belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah dengan
teman-temannya, mempunyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan dan
mempunyai tanggung jawab terhadap tugasnya, siswa diharapkan mampu
menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama. Selain itu juga dapat
meningkatkan pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran
kompetitif, juga dapat membangkitkan pembelajaran yang menarik perhatian
siswa, meningkatkan ketrampilan sosial dan meningkatkan rasa percaya diri
siswa. Keberhasilan pembelajaran model kooperatif disebabkan adanya
penghargaan kelompok yang berprestasi, otomatis penghargaan terhadap individu
siswa.
Penggunaan metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head
Together pada materi pembelajaran PKn dilakukan sebagai upaya inovasi dalam
proses belajar mengajar dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa. Selain itu, memberikan variasi metode pembelajaran disamping metode
ceramah yang selama ini sering digunakan oleh guru. Alasan lain dipilihnya
metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together karena melalui
metode Jigsaw, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi serta
meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Sedangkan dalam metode struktural
Numbered Head Together, siswa saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling benar, meningkatkan semangat
kerjasama selain itu siswa dapat berlatih berpendapat, menghargai pendapat dan
bertukar pendapat yang disajikan dalam bentuk diskusi. Dengan menggunakan
pembelajaran model kooperatif dengan metode Jigsaw dan metode struktural
pembelajaran sehingga dapat menarik minat siswa untuk mengikuti pelajaran
dengan baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, siswa dapat
ikut aktif dalam pemahaman konsep dan dibuktikan dengan mampu tidaknya
mereka menjawab soal-soal dalam diskusi tersebut.
Dengan penggunaan metode pembelajaran yang lebih bervariasi
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui apakah
ada perbedaan pencapaian prestasi belajar siswa pada pembelajaran PKn
kompetensi dasar Hak Asazi Manusia dengan menggunakan metode Jigsaw dan
metode struktural Numbered Head Together, maka peneliti merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang studi eksperimen penggunaan teknik kooperatif
metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together terhadap prestasi
belajar PKn.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah seperti berikut:
1. Penggunaan metode dalam penyampaian materi yang digunakan oleh guru
kurang tepat dan terkesan kaku.
2. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran.
3. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ceramah, sehingga
komunikasi yang terjadi hanya searah dan kurang interaksi antara guru dan
siswa.
4. Sarana dan prasarana yang kurang memadai sehingga perhatian siswa terhadap
materi menjadi kurang.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah
diuraikan diatas maka pembatasan masalah ini dibatasi pada masalah-masalah
yang mempunyai kaitan antara metode Jigsaw dan metode struktural Numbered
Head Together denganprestasi belajar pada kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi
commit to user
D. Perumusan MasalahBerdasarkan identifikasi tersebut di atas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut :
Apakah ada perbedaan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran
PKn kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi Manusia antara metode Jigsaw dengan
metode struktural Numbered Head Together?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pencapaian
hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn kompetensi dasar Hakekat Hak Azasi
Manusia antara metode Jigsaw dengan metode struktural Numbered Head
Together.
F. Manfaat Penelitian
Peneliti mengharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan suatu
manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi
perkembangan pendidikan khususnya pada Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Memberikan masukan kepada pihak sekolah pada umumnya dan guru
mata pelajaran PKn pada khususnya, mengenai pemilihan pembelajaran model
koperatif, yaitu metode Jigsaw dan metode struktural Numbered Head Together
b. Bagi Siswa
Dengan digunakannya metode Jigsaw dan metode struktural Numbered
Head Together dalam kegiatan belajar mengajar, diharapkan mampu menambah
minat belajar siswa dan semangat siswa untuk mengikuti pelajaran sehingga
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran sama dengan Instruction atau pengajaran.
“Pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan”
(H.J.Gino :1996:30).
Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, dengan demikian
pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar
oleh guru.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1). “Pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat
siswa belajar yaitu terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku
dalam waktu yang relative lama dank arena adanya usaha” (H.J.Gino, 1996:
33).
2). Menurut Alvin W. Howard, “pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk
mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah
atau mengembangkan ketrampilan, sikap, cita-cita, penghargaan dan
pengetahuan” (Slameto, 2003: 32).
3). Menurut Sardiman (2007: 14), menyebutkan bahwa “proses belajar mengajar
merupakan proses interaksi antara dua unsur manusiawi, yaitu siswa sebagai
pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar dengan siswa
sebagai subyek pokok”.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
Menurut H.J.Gino dalam Belajar Pembelajaran (1996: 36-39), ciri-ciri
pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar
siswa yaitu “motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar,
dan kondisi siswa yang belajar”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :
1). Motivasi belajar adalah sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri
seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar.
2). Bahan belajar merupakan isi pembelajaran yang berorientasi pada tujuan yang
akan dicapai siswa.
3). Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat yang dapat membantu
siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar.
4). Suasana belajar adalah komunikasi dua arah antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa.
5). Kondisi siswa yang belajar adalah kondisi siswa dapat dipengaruhi oleh
faktor dari dalam/intern misalnya motivasi dan factor dari luar, yaitu segala
sesuatu yang di luar siswa, termasuk situasi belajar mengajar yang diciptakan
oleh guru.
Menurut Sri Anitah W dan Sumartini (2007: 216-217) menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di
antaranya:
“1). Isi pelajaran.
2). Bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli visual.
3). Strategi pembelajaran.
4). Perilaku guru.
5). Menstrukturkan pelajaran atau menyusun pelajaran.
6). Lingkungan belajar.
7). Pebelajar.
8). Durasi pembelajaran.
9). Lokasi pembelajaran”.
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :
1). Isi pelajaran yaitu berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan, aturan,
commit to user
2). Bahan yaitu bahan pelajaran berwujud tulisan, bentuk fisik atau stimuli
visual yang digunakan dalam pembelajaran.
3). Strategi pembelajaran yaitu pemilihan strategi pembelajaran yang digunakan
untuk mengajar isi pembelajaran merupakan perencanaan sentral guru.
4). Perilaku guru yaitu guru melakukan sejumlah kegiatan selama proses
pembelajaran dan membantu pebelajar dalam kegiatan-kegiatan belajar.
5). Menstrukturkan pelajaran yaitu menyusun pelajaran berkaitan dengan
kegiatan yang terjadi pada suatu saat tertentu selama penyajian pelajaran dan
guru perlu merencanakan struktur pelajaran.
6). Lingkungan belajar, ketika kegiatan belajar direncanakan perlu
dipertimbangkan lingkungan belajar yang ingin diciptakan.
7). Pebelajar, dalam kegiatan pembelajaran perlu dipertimbangkan karakteristik
pebelajar tertentu yang ada di kelas, selain itu perlu dipertimbangkan
motivasi pebelajar, kebutuhan akademik, kebutuhan fisik dan psikologis.
8). Durasi pembelajaran, yaitu membuat rencana tentang waktu yang tersedia
atau dialokasikan, untuk menjamin bahwa pebelajar mempunyai kesempatan
untuk mencapai tujuan pembelajaran selama kurun waktu tertentu.
9). Lokasi pembelajaran, lokasi dapat berubah berdasarkan kebutuhan misalnya
ruang kerja tertentu (ruang komputer), tambahan referensi (perpustakaan),
atau struktur sosial yang berbeda (belajar bersama)”.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa
komponen yaitu “standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan materi
pokok” ( Depdiknas, 2003: 27-30).
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:
1).Standar kompetensi adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau
ditampilkan untuk suatu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran
tertentu yang harus dimiliki oleh siswa, kompetensi yang harus dimiliki
oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.
2). Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang
harus dimiliki oleh lulusan, kompetensi minimal yang harus dilakukan
3). Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda perbuatan atau respons
yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk
menunjukkan bahwa siswa itu telah memiliki kompetensi dasar tertentu.
4). Materi pokok adalah bahan ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk
menguasai kompetensi dasar.
Komponen-komponen yang terlibat dalam proses kegiatan belajar
mengajar menurut H.J. Gino (1996: 20) meliputi “siswa, guru, tujuan, isi
pelajaran, metode, media, evaluasi”. Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut:
1). Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan
penyimpan isi materi pelajaran yang dibutuhkan intuk mencapai
tujuan.
2). Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan
belajar mengajar, katalisator belajar mengajar, dan peranan lainnya
yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang
efektif.
3). Tujuan adalah pernyataan tentang perubahan penilaian yang diinginkan
terjadi pada pembelajaran setelah mengikuti belajar mengajar.
Perubahan penilaian tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif dan
psikomotorik.
4). Isi pelajaran adalah segala informasi yang berupa fakta, prinsip, dan
konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5). Metode adalah cara yang diatur untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan mereka untuk
mencapai tujuan.
6). Media adalah bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang
digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa agar mereka
dapat mencapai tujuan.
7). Evaluasi adalah cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu
proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen
kegiatan belajar mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi
commit to user
Dari pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat
siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan
belajar mengajar. Pembelajaran merupakan proses yang kompleks, untuk itu perlu
direncanakan secara matang oleh guru sebagai salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam proses pembelajaran. Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki guru adalah memilih metode pembelajaran yang akan dipakai yang
disesuaikan dengan materi sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang
dimiliki siswa untuk dapat mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan
optimal.
b. Pengertian Metode Pembelajaran
”Metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan,
menguraikan, memberi contoh dan memberi pelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan tertentu” (Martinis Yamin, 2006: 64).
Sedangkan menurut Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 84) ”metode
pembelajaran adalah strategi pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila menggunakan
metode yang tepat”. Ketepatan penggunaan metode tersebut tergantung pada isi
proses kegiatan belajar mengajar dan proses belajar mengajar.
Pemilihan metode yang kurang tepat akan menghambat keberhasilan
proses belajar mengajar. Kesalahan dalam pemilihan metode berakibat sulitnya
siswa menerima materi yang diberikan oleh guru, siswa menjadi tidak
bersemangat dalam pembelajaran sehingga hasil belajar para siswa rendah. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai
dengan materinya agar tercipta interaksi yang edukatif antara guru dan siswa
sehingga menumbuhkan semangat belajar bagi siswa yang berakibat pada
meningkatnya hasil belajar siswa.
Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih dengan
sembarangan. Metode yang digunakan haruslah metode yang dapat mendorong
ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memilih metode mengajar yang
tepat, yaitu:
1). Tujuan pengajaran yaitu tingkah laku yang diharapkan dapat dinampakkan siswa setelah proses belajar mengajar. Pemilihan metode pengajaran yang tepat dapat mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran.
2). Materi pelajaran yaitu bahan yang disajikan dalam pelajaran. Materi pelajaran yang berupa konsep memerlukan metode mengajar yang berbeda seperti yang dipakai untuk mengajar meteri yang berupa fakta.
3). Kemampuan siswa yaitu kemampuan siswa untuk menangkap dan mengembangkan bahan pelajaran yang disampaikan.
4). Kemampuan guru yaitu kemampuan guru dalam menggunakan berbagai metode mengajar.
5). Fasilitas yang tersedia yaitu bahan atau alat bantu atau fasilitas lain yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas pengajaran.
6). Waktu yang tersedia yaitu jumlah waktu yang direncanakan atau dialokasikan untuk menyajikan bahan pengajaran guna mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan.
Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahanya
sendiri-sendiri, jadi sebuah metode pembelajaran belum tentu cocok bila
diterapkan untuk materi tertentu. Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama
pada umumnya masih menggunakan metode pembelajaran klasikal ( ceramah) dan
kenyataanya sering dijumpai masih rendahnya hasil belajar siswa di sekolah.
Untuk mengatasi hal tersebut salah satunya diperlukan inovasi dalam hal metode
pembelajaran. Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka seorang guru harus
bisa untuk memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dalam
proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai, materi yang akan disampaikan, situasi kelas serta disesuaikan dengan
fasilitas yang tersedia.
c. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Priyanto dalam Made Wena (2009: 189) “pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki
aturan-aturan tertentu“. Prinsip dasar pembelajaran koperatif adalah siswa
commit to user
tujuan bersama. Dalam pembelajarn kooperatif siswa pandai mengajari siswa
yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar
dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan
memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah
menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif
agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.
“Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa dibagi secara berkelompok.
Dalam setiap pengelompokan tersebut harus memperhatikan keheterogenan baik
secara kemampuan ataupun jenis kelamin dari siswa. Sehingga akan tercipta
dinamika dalam kegiatan belajar mengajar karena dalam kelompok-kelompok
tersebut mempunyai kemampuan yang sama, tidak ada yang kuat dan tidak ada
yang lemah“ (Mulyani Sumantri, 2001: 127-128).
Jadi, pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu pembelajaran agar setiap anggota baik. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dikelompokkan secara variatif (beraneka ragam) berdasarkan prestasi siswa mereka sebelumnya, kesukaan/kebiasaan, dan jenis kelamin (Slavin: 2008: 3).
Selanjutnya Slavin (2008: 3) menjelaskan “belajar kooperatif mempunyai
kelebihan yang tidak ditemukan dalam kegiatan individual seperti interaksi sosial,
pertanggungjawaban individu dan kerja sama dengan kelompok“. Dalam kegiatan
belajar individual cenderung mementingkan pribadi dan tidak memperhatikan
lingkungan sekitarnya.
Menurut Made Wena dalam Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer
(2009: 190) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam
pembelajaran kooperatif yaitu :
1). saling ketergantungan positif (positive interdepence)
2). interaksi tatap muka (face to face interaction) 3). akuntabilitas individual (individual accountability)
4). ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau
ketrampilan sosial yang secara sengaja diajarkan(use of
collarative/social skill)
Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, strategi pokok yang diperlukan
pengetahuan dapat dipahami, maka harus bermakna secara potensial. Dalam
meaningful learning, setiap unsur materi ajar harus diolah dan
diinterpresentasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal (make senses) dan
bermakna (meaningful) bagi siswa. Dengan pendekatan pembelajaran ini,
pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih baik karena masuk otak melalui
proses masuk akal.
“Teori konstruktivisme mengharuskan siswa untuk secara aktif
mengkonstruksikan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajari dan dari
pengalaman yang di dapat selama siswa melakukan kegiatan belajar mengajar
sehingga pengetahuan yang didapat siswa menjadi berkembang“ (Sardiman, 2003:
37-38).
Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi
kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara sendiri
dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan
yang mengarah lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar
memahami mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan
yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.
Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif
membagi pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan dalam pembelajaran
konstruktivisme dapat menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif.
Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menanamkan dan mengerti akan
konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan
masalah tersebut dengan temannya.
Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok yang terdiri sekitar 4 orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan pemikiran. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan
inilah yang disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning
(Slavin, 2008: 2).
commit to user
Model pembelajaran kooperatif lebih unggul dari pembelajaran biasa karena para siswa banyak melakukan variasi kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Melalui berbagai variasi kegiatan belajar tersebut mereka melakukan pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan terhadap penguasaan materi pengetahuan yang dipelajari, sedang dalam pembelajaran biasa yang bersifat ekspositori, siswa hanya mengalami atau melakukan satu atau dua kegiatan belajar saja, sehingga tidak atau kurang terjadi pengulangan, perluasan, pendalaman dan penguatan penguasaan (Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010).
Model pembelajaran kooperatif disamping memiliki keunggulan, dalam
penerapannya terdapat beberapa hambatan sebagai berikut:
1). karena belum biasa guru tidak langsung dapat melaksanakan model pembelajaran kooperatif secara efektif, mereka membutuhkan penyesuaian atau latihan dalam pertemuan pertama.
2). karena belum biasa para siswa juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan yang baru. Guru dituntut untuk lebih meningkatkan disiplin belajar terutama kebiasaan siswa berbicara dan bekerja lebih efisien. 3). kegiatan-kegiatan kelompok yang mengaktifkan siswa membutuhkan waktu
belajar yang relatif lebih lama. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi penggunaan waktu, penentuan target sasaran dan waktu untuk setiap kegiatan, pengawasan dan perintah untuk segera mengakhiri sesuatu kegiatan dan berpindah ke kegiatan lainnya.
4). kelengkapan media dan sumber. Masalah ini merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sekolah, dapat diatasi dengan meningkatkan kerjasama dengan unsur pimpinan dan komite sekolah, dan peningkatan upaya guru mengembangkan sendiri media dan sumber belajars.
(Erlina Syaodih dalam http://educare.e_fkipunla.net 2010).
Keberhasilan dari proses belajar kooperatif adalah karena ada 5 prinsip,
yaitu:
1) Adanya sumbangan dari ketua kelompok
Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan
pengetahuannya untuk anggota kelompoknya, karena ketua kelompoknya adalah
seseorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang
lainnya. Dalam hal ini anggota kelompok diharapkan dapat memperhatikan,
mempelajari informasi/penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada
anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini bisa dilakukan
2) Keheterogenan kelompok
Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok
yang heterogen, baik dalam hal jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun
tingkat kecerdasan.
3) Ketergantungan pribadi yang positif
Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerja satu sama
lain. Ketergantungan pribadi ini dapat memberikan motivasi bagi setiap individu
karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya sendiri
terlebih dahulu sebelum bekerja sama dengan temannya.
4) Ketrampilan bekerja sama
Dalam proses bekerja sama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga
kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya. Proses yang
dibutuhkan di sini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota kelompok.
5) Otonomi kelompok
Setiap kelompok mempunyai tujuan agar bisa membawa nama
kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan
dalam pemecahan masalah setelah melampaui tahap kegiatan kelompok maka
mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompok lain.
Dalam model mengajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu
sama lainnya berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan
mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa
dapat bekeja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa
dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini
akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir
untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan dan
ketrampilannya.
Menurut Richard I. Arends (1997:326) pembelajaran model kooperatif
mempunyai empat variasi, yaitu “ STAD, Jigsaw, Group Investigation (GI),
Structural Approach”. Adapun penjelasan sebagai berikut:
commit to user
Dalam penerapan STAD, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa
bekerja dalam kelompok untuk memastikan anggota kelompok telah
menguasai materi pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa diberi ulangan atau
kuis dengan materi yang sama. Pada saat ulangan atau kuis ini siswa tidak
dapat saling membantu, dan nilai kuis ini dipakai untuk menentukan skor
individu maupun kelompok.
2) Jigsaw
Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok kecil dengan
menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli. Setiap kelompok asal
diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dengan
materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik
yang sama saling bertemu dan membentuk kelompok ahli untuk bertukar
pendapat dan informasi. Setelah itu siswa kembali ke kelompok asal
untuk menyampaikan informasi yang diperoleh. Akhirnya setiap siswa
diberi kuis secara individu. Penilaian dan penghargaan yang digunakan
pada Jigsaw sama dengan STAD.
3) Group Investigation (GI)
Group Investigation (GI) mengarahkan kepada siswa untuk saling
bekerjasama dalam kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu yang
dipilih. Setiap kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan
kemudian melaksanakannya. Akhirnya setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya.
4) Structural Approach (Pendekatan Struktural)
Langkah pertama yaitu guru menyajikan materi pelajaran, kemudian setiap
kelompok mengerjakan lembar kerja siswa, saling mengajukan pertanyaan
dan belajar bersama dalam kelompok. Pendekatan ini menghendaki siswa
saling bekerjasama saling membantu dalam kelompok kecil. Terdapat dua
tipe yang dikembangkan dari pendekatan struktural ini, yaitu:
a) Think-Pair-Share, pendekatan ini bertujuan memberi siswa lebih
sama lain. Pendekatan ini mempunyai tiga tahapan, yaitu berpikir
(Thinking), berpasangan (Pairing), dan berbagi (Sharing).
b) Number-Head-Together, pendekatan ini bertujuan mengecek
pemahaman siswa terhadap isi pelajaran. Pendekatan ini terdiri dari
empat langkah utama, yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan,
berpikir bersama, dan menjawab.
Selain dua tipe di atas menurut Anita Lie (2010: 60-63) terdapat beberapa
tipe lain yaitu “kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu dan kancing
gemerincing”.
Salah satu hal yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif adalah
kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen.
Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Karena
pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka
siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah
dalam kelompoknya. Dengan demikian, siswa yang pandai dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang lemah terbantu dalam
memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
d. Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw
Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang efektif adalah Jigsaw.
Robert E. Slavin mengatakan bahwa “Metode pengajaran Jigsaw dikembangkan
oleh Elliot Aronso dan rekan-rekannya” (2008: 236).
Dalam model pembelajaran kooperatif metode Jigsaw, siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan,
bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari
masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok yang lain.
Menurut Doantara Yasa tentang keunggulan kooperatif tipe Jigsaw
commit to user
Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (http://ipotes.wordpres.com: 2008).
“Metode ini paling sesuai untuk subyek – subyek seperti pelajaran ilmu
sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan bidang-bidang
lainnya yang tujuan pembelajarannya lebih kepada penguasaan konsep daripada
penguasaan kemampuan” (Slavin: 2008: 237).
Menurut Priyanto dalam Made Wena, (2009: 194-195) dalam
penerapannya pembelajaran kooperatif metode Jigsaw ada beberapa langkah yang
harus dilakukan, yaitu sebagai berikut :
“1). Pembentukan kelompok asal
2). Pembelajaran pada kelompok asal
3). Pembentukan kelompok ahli
4). Diskusi kelompok ahli
5). Diskusi kelompok asal (induk)
6). Diskusi kelas
7). Pemberian kuis
8). Pemberian penghargaan kelompok”
Selain dari pendapat di atas, menurut Anita Lie (2010: 69-70) langkah-
langkah penerapan pembelajaran metode Jigsaw :
“1). Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi 4 bagian.
2). Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu.
3). Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
4). Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan
siswa yang kedua mendapatkan bagian yang kedua, begitu seterusnya.
5). Siswa disuruh membaca atau mengerjakan bagian masing-masing.
6). Setelah selesai siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau
dikerjakan masing-masing.
7). Khusus untuk kegitan membaca, kemudian pengajar membagikan bagia
8). Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran
tersebut”.
Tujuan penggunaan metode Jigsaw :
1). menyajikan metode alternatif selain metode ceramah.
2). mengkaji kebergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima
diantara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berpikir.
3). menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengar untuk melatih
kognisi siswa dalam menyampaikan informasi.
Selama pelaksaan metode Jigsaw guru memantau kerja
kelompok-kelompok kecil untuk mengetahui bahwa kegiatan yang berlangsung dengan
lancar. Dalam metode ini guru juga tidak banyak menjelaskan materi kepada
siswa. Guru hanya perlu menyiapkan garis besar materi dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi petunjuk atau kerangka diskusi bagi kelompok ahli
agar diskusi dapat terfokus. Disamping itu, guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung.
Kelebihan metode Jigsaw :
1). memacu siswa untuk berpikir kritis.
2). memacu siswa untuk membuat kata-kata yang tepat agar dapat menjelaskan
kepada teman lain, ini akan membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan verbal dan sosialnya.
3). diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa tertentu, tetapi semua siswa
dituntut untuk menjadi aktif.
Kekurangan metode Jigsaw:
1). kegiatan belajar mengajarnya membutuhkan lebih banyak waktu
dibandingkan metode ceramah.
2). bagi guru, metode ini membutuhkan konsentrasi dan tenaga yang lebih ekstra,
commit to user
e. Pembelajaran Kooperatif Metode Numbered Head Together
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dalam Anita Lie (2010:56)
“dengan melibatkan para siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka
mengenai isi pelajran tersebut”. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada
seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah, yaitu:
“1). Penomoran (Numbering)
2). Pengajuan Pertanyaan (Question)
3). Berpikir Bersama (Head Together)
4). Pemberian Jawaban (Answering)”
(Richard I. Arends,1997: 123-124).
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :
1). Penomoran, Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim
yang yang beranggotakan 4-5 orang dan member mereka nomor sehingga
setiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.
2). Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi,
dari yang bersifat hingga yang bersifat umum.
3). Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4). Guru menyebut satu nomor siswa dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas
Anita Lie dalam bukunya Cooperatif Learning (2010:60) menuliskan
langkah-langkah penerapan metode struktural Numbered Head Together sebagai
berikut :
1). Siswa dibagi dalam setiap kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.
2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3). Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4). Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
Kelebihan dan kelemahan metode struktural Numbered Head Together
adalah sebagai berikut :
Kelebihan metode struktural Numbered Head Together adalah:
1) Setiap siswa menjadi siap semua.
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
4) Adanya interaksi antar siswa dalam proses belajar mengajar melalui kegiatan
diskusi dapat meningkatkan ketrampilan sosial siswa.
Kelemahan metode struktural Numbered Head Together adalah:
1) Pembelajaran metode struktural Numbered Head Together belum banyak
diterapkan di sekolah-sekolah sehingga memerlukan kemampuan dan
ketrampilan dalam pelaksanaannya.
2). Siswa yang lebih pandai cenderung akan mendominasi kelas sehingga siswa
yang kurang pandai akan merasa minder dan pasif.
3). Dikhawatirkan siswa hanya menyalin pekerjaan siswa lain sehingga kegiatan
diskusi tidak berjalan lancar.
4). Pengelompokan siswa akan membutuhkan waktu
5). Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
6). Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
Dalam metode struktural Numbered Head Together interaksi antar siswa
diperlukan untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompok itu
mengetahui jawabannya. Pembelajaran serta kerja sama dengan struktur
menawarkan saling tergantung yang bersifat positif antara lain
pertanggungjawaban individu dan kelompok.
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
”Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan” (Mulyani Sumantri, 2001 : 13).
commit to user
dua unsur penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku, dan kedua perubahan yang terjadi adalah terjadi karena latihan atau pengalaman.
Beberapa definisi belajar dari para ahli antara lain :
1). Menurut Howard Kingsley, belajar diartikan sebagai proses tingkah laku
dalam arti luas yang diubah melalui praktek atau latihan, “Learning is a
process which behavior (in the broader sense)is originated or changed
through practice or training” (H.J.Gino, 1996: 6).
2). Sedangkan Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran menyatakan bahwa
”belajar adalah aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan
pemahaman, ketrampilan dan sikap. Perubahan itu bersikap konstan dan
berbekas” (H.J. Gino, 1996: 6).
Dari definisi tersebut di atas dapat ditentukan pengertian belajar adalah
suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, ketrampilan dan
tingkah laku, perubahan itu terjadi karena usaha sadar yang dilakukan individu
yang sedang belajar.
b. Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda “prestatie” yang “berarti hasil
usaha” (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991:190). Dalam hal penelitian ini
prestasi merupakan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hal yang penting dalam
proses belajar mengajar, karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah
dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar siswa itu tinggi,
dapat dikatakan proses belajarnya berhasil.
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah melakukan suatu
usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Usaha tersebut dipengaruhi oleh kondisi
dan situasi tertentu, yaitu pendidikan dan latihan dalam suatu jenjang pendidikan.
melakukan evaluasi alat evaluasi yang obyektif, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Adapun fungsi dari prestasi belajar adalah sebagai :
1) Indikator kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
2) Lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3) Bahan informasi dalam inovasi pendidikan, karena prestasi belajar dapat
dijadikan sebagai pendorong bagi siswa dalam peningkatan kualitas mutu
pendidikan.
4) Indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan, karena prestasi
belajar dapat dijadikan sebagai tingkat produktivitas dan sebagai kesuksesan
siswa.
5) Mengetahui daya serap siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang
diprogramkan kurikulum.
Menurut Taksonomi Bloom dalam Richard I Arends (2008: 117)
yaitu,”ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor”. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif
a) Remember (mengingat), menurut para kreator taksonomi, berarti
mengambil informasi yang relevan dari ingatan jangka panjang.
b) Understand (memahami), berarti mengkonstruksikan makna dari berbagai
pesan instruksional.
c) Apply (menerapkan), berarti melaksanakan atau menggunakan suatu
prosedur.
d) Analize (menganalisis), bearti menguraikan materi menjadi bagian-bagian
konstituen dan menentukan bagaimana hubungan bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya.
e) Evaluated (mengevaluasi) termasuk proses kognitif checking (memeriksa)
dan critiquing (mengkritik) dan berhubungan dengan kemampuan
membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
f) Created (menciptakan) bearti membuat judgment berdasarkan kriteria dan
commit to user
2) Ranah Afektif
a) Receiving (menerima), siswa menyadari atau memperhatikan sesuatu di
lingkungan.
b) Responden (merespon), siswa memperlihatkan perilaku baru tertentu
sebagai hasil pengalaman dan respon terhadap pengalaman.
c) Valuing (menghargai), siswa memperhatikan keterlibatan mutlak atau
komitmen terhadap pengalaman tertentu.
d) Organization (organisasi), siswa telah mengintegrasikan sebuah nilai baru
ke dalam nilai-nilai umumnya dan memberinya tempat yang layak dalam
sistem prioritas.
e) Characterization by value (karakterisasi menurut nilai), siswa bertindak
secara konsisten menurut nilainya dan memiliki komitmen yang kuat
terhadap pengalaman itu.
3) Ranah Psikomotor
a) Gerakan reflek, tindakan siswa dapat terjadi di luar kehendak sebagai
respons terhadap stimulus tertentu.
b) Gerakan fundamental dasar, siswa memiliki pola gerakan bawaan yang
terbentuk dari kombinasi berbagai gerakan refleks.
c) Kemampuan perseptual, siswa dapat menstranslasikan stimuli yang
diterima melalui indera menjadi gerakan yang tepat seperti yang
diinginkan.
d) Gerakan yang terampil, siswa telah mengembangkan gerakan-gerakan
yang lebih kompleks yang membutuhkan derajat efisiensi tertentu.
e) Komunikasi nondiskursif, siswa memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi melalui gerakan tubuh.
c. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaan (PKn)
1) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006, dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Kewarganegaraan (PKn). Berdasar Permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut,
Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.
Menurut Muhammad Numan Somantri (1976:54) Pendidikan
Kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia sebagai berikut:
Pendidikan Kewargaan Negara adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar-pelajar berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis, dengan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Syahrial Syarbaini, dkk (2006: 4) Pendidikan kewarganegaraan merupakan :
Suatu bidang kajian yang mempunyai obyek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler kewarganegaraan aktivitas-aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmiah kewarganegaraan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang di dalamnya terdapat
berbagai aspek meliputi hak dan kewajiban warga negara, bidang politik dan
budaya kewarganegaraan dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu
politik yang relevan dalam aktivitas sosial kultural. Menurut Udin S. Winatapura
dalam Winarno (http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/, 2009):
pendidikan kewarganegaraan atau citizenship education sudah menjadi
bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status, yaitu :
a). sebagai mata pelajaran di sekolah. b). sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.
commit to user
d). sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program.
e). sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan
kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Berdasar pendapat di atas maka peneliti akan fokus pada status pertama
yaitu pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah.
2) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Pelajaran di Sekolah
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
(Permendiknas No 22 tahun 2006 ).
Menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pendidikan Nasional (http:// www.puskur.net/ download/ prod2007)
“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib pada semua
satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai tujuan, visi dan
misi, serta ruang lingkup. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran
Tujuan Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut:
b) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Visi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
Adapun misi dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk warga Negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan UUD 1945. (Badan Standar Nasional Pendidikan
dalam Andri,www.google.gurubelajarnulis.kompetensi PKn, 2010).
c) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 (2006:21) tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek yaitu : “(1) Persatuan dan Kesatuan, (2)
Norma, Hukum dan Peraturan, (3) Hak Asasi Manusia, (4) Kebutuhan Warga
Negara, (5) Konstitusi Negara, (6) Kekuasaan dan Politik, (7) Globalisasi”.
Hal tersebut dapat diperjelas sebagai berikut :
(1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,
Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan
dan jaminan keadilan.
(2) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata terrtib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,
Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan
internasional.
(3) Hak Asasi Manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional
HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
(4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri
sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,
commit to user
(5) Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
(6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan
sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, Sitem pemerintahan, Pers dalam masyrakat demokrasi.
(7) Pancasila, meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, Proses perumusan pancasila senagai dasar negara,
Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai
ideologi terbuka.
(8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi dilingkungannya, Politik luar negeri,
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan Menguasai globalisasi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah adalah suatu pendidikan yang
memuat berbagai aspek seperti persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan
peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan
politik, pancasila dan globalisasi yang diajarkan kepada siswa untuk
mempersiapkan siswa secara dini agar menjadi warga negara yang kritis, cerdas,
dan aktif setelah dewasa nanti serta memiliki karakteristik yang baik sesuai
dengan pancasila dan UUD 1945. Menurut Udin S. Winataputra dalam
(http://sps/edu/prodipknupi.id ,2007) karakteristik warga negara yang baik adalah
sebagai berikut:
1). Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2). Mencintai sesama manusia, keluarga, masyarakat, bangsa, dan tanah
airnya.
3). Menghormati sesama warga negara.
4). Dapat hidup bersama dalam masyarakat majemuk. 5). Toleransi keagamaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
dari sekolah dasar sampai pada sekolah menengah karena melalui Pendidikan
Kewarganegaraan peserta didik dapat belajar untuk menjadi warga negara yang
kritis, cerdas dan aktif sehingga setelah dewasa akan memiliki karakteristik yang
baik