• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM

B. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah

1. Pengertian, Asas, Tujuan, Manfaat dan Objek Pendaftaran Tanah

Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran Tanah berasal dari kata Cadastre, yaitu suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari tersebut dan

juga sebagai Continuous recording (rekaman berkesinambungan) dari hak atas tanah.25

Pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus- menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada di suatu wilayah tertentu dengan tujuan tertentu.26

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan pendaftaran tanah diselenggarakan desa demi desa atau daerah yang setingkat dengan itu.27Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus-menerus dalam rangka 25A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 18-19.

26

Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. 80

27Syarifuddin Chandra,Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas

menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah, sedangkan pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah guna mendapatkan sertifikat tanda bukti tanah yang kuat.28

Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai pendaftaran tanah, antara lain :29

1. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

28

Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hal 15.

29Aartje Tehupeiory,Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia.Raih Asa Sukses, Jakarta, 2012, hal. 13.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan 4 (empat) asas, yakni :

a. Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak- pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

b. Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

c. Asas terjangkau yaitu keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.

d. Asas mutakhir yang dimaksud yaitu adanya kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, untuk itulah diberlakukan asas terbuka.30

30Boedi Harsono, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, CV.Taruna Grafica, 2006, hal.557.

Tujuan-tujuan dari dilakukannya pendaftaran tanah adalah :31

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah, meliputi:32

a) Kepastian status hak yang didaftar.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti status Hak yang didaftar, misalnya Hak Milik, Hak Pakai, dan lain sebagainya.

Kepastian mengenai status hak dari tanah yang bersangkutan sangat diperlukan, karena terdapat bermacam-macam jenis hak atas tanah yang berlaku di Indonesia, dimana masing-masing jenis hak atas tanah mempunyai wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban berbeda- beda yang harus dipatuhi oleh pemegang hak atas tanah, dimana tentunya perbedaan jenis status hak atas tanah tersebut akan berpengaruh pula terhadap harga jual atas tanah tersebut.

b) Kepastian subjek hak.

31Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 32Aartje Tehupeiory,Op.cit., hal 10.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum.

c) Kepastian objek hak.

Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas-batas tanah, dan ukuran (luas) tanah yang bersangkutan. Hal ini diperlukan guna menghindari sengketa atas tanah di kemudian hari, baik dengan pihak lain maupun pihak-pihak yang mempunyai tanah yang saling berbatasan.33

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Untuk mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan, dilakukan dengan menyelenggarakan pendaftaran tanah yang bersifatRechts Cadastre.

Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, A.P. Parlindungan mengatakan bahwa :

(a) Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum: (b) di zaman informasi ini maka kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang 33Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan

tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan Negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada; (c) sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.34

Pendaftaran tanah yang dilakukan akan memudahkan bagi pihak ketiga untuk melihat hak-hak apa serta beban-beban apa saja yang ada atau melekat pada bidang tanah tersebut. Dengan demikian, terpenuhilah syarat tentang pengumuman (openbaarheid), yang dapat dipertahankan oleh siapapun juga dan dapat dialihkan dan lain-lain, yang merupakan salah satu asas yang melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan.35

Indonesia menganut sistem publisitas negatif yang mengandung unsur positif dalam sistem pendaftaran tanahnya, artinya negara hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan atas tanah kepada seseorang dan bukti hak kepemilikan atas tanah ini bukan merupakan satu-satunya sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah, tetapi hanya sebagai alat bukti yang kuat. Dengan kata lain, artinya negara tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak atas tanah tersebut benar-benar orang yang berhak, karena menurut sistem ini sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak atas tanah kepada pembeli, bukan pendaftarannya.36 Oleh karena itu sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang

34Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 165 35

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal.6

36Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudah terdaftar juga tidak dijamin, walaupun memperoleh tanah itu dengan itikad baik.

Sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif ini berlaku asas yang dikenal sebagai asas nemo plus juris, yaitu walaupun telah melakukan pendaftaran hak atas tanah, penerima hak atas tanah kemungkinan masih menghadapi gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa ia adalah pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.

Kepastian hukum merupakan isu penting seorang pemilik tanah mendaftarkan tanahnya, hakikat kepastian hukum yang sebenarnya terletak pada kekuatan sertifikat kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan termasuk di pengadilan, namun kepastian hukum dengan sistem negatif pada hakikatnya merupakan kepastian hukum yang relatif, artinya bahwa oleh peraturan perundang-undangan dijamin kepastian hukum atas tanah selama tidak dibuktikan sebaliknya.37

Pendaftaran tanah warisan yang dilakukan memang memerlukan biaya dan waktu dalam pelaksanaannya, namun terdapat banyak manfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan mengenai tanah warisan tersebut. Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah adalah:38

1. Manfaat bagi pemegang hak:

a. Menjadi alat bukti kepemilikan atas tanah. b. Memberikan rasa aman.

c. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridis tanahnya. 37S. Candra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan Di Kantor

Pertanahan), Grasindo, Jakarta, 2005, hal.122.

d. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak. e. Harga tanah menjadi lebih tinggi.

f. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. g. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak mudah keliru. 2. Manfaat bagi Pemerintah:

a. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan.

b. Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam kegiatan pembangunan.

c. Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah, dan lain-lain.

3. Manfaat bagi calon pembeli atau kreditor:

Dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang akan menjadi objek perbuatan hukum mengenai tanah.

Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, objek pendaftaran tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan;

f. Tanah Negara.

Dalam prakteknya, bukan rahasia lagi bahwa banyak masyarakat yang mengalami kesulitan untuk mendaftarkan tanahnya. Dilihat dari aspek administrasi, pelayanan kantor pertanahan juga belum mampu memberikan kinerja yang diharapkan yaitu pelayanan yang sederhana, aman, terjangkau, dan transparan. Sebagian pelayan administrasi pertanahan yang diinginkan oleh masyarakat tidak sesuai dengan yang diberikan oleh pegawai kantor pertanahan.39

Pendaftaran hak atas tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dilaksanakan melalui dua cara, yaitu :

a. Secara Sistematik, yaitu pendaftaran hak atas tanah yang dilakukan atas semua bidang tanah (massal) yang meliputi wilayah satu desa/kelurahan atau sebagiannya yang pelaksanaannya atas prakarsa Pemerintah;

b. Secara Sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang tanah tertentu atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal, dengan cara mengajukan permohonan hak ke Kantor Pertanahan setempat.

2. Aspek Administrasi Pertanahan Dalam Pendaftaran Tanah

Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) UUPA, terdapat tugas-tugas pendaftaran tanah yang merupakan administratif dan tugas teknis. Tugas administratif menyangkut

39

pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah, pendaftaran peralihan dan pemberian surat tanda bukti hak. Sedangkan tugas teknis terdiri dari pengukuran dan pemetaan.

Proses administrasi kegiatan pendaftaran tanah tersebut, secara konkrit ditandai dengan adanya daftar-daftar isian yang diberikan kode-kode tertentu untuk mencatat setiap kegiatan dari pendaftaran tanah tersebut. Daftar isian tersebut adalah daftar yang disediakan di Kantor Pertanahan dalam rangka kegiatan penata-usahaan pendaftaran tanah, yang daftarnya disediakan dalam buku tersendiri.

Kegiatan yang bersifat administratif setelah penerbitan sertifikat tanah yang dilakukan karena terjadinya perubahan yuridis (subyek hak, jenis hak dan jangka waktu hak atas tanahnya), terdiri dari :40

a. Peralihan Hak Atas Tanah;

Terdiri dari peralihan hak atas tanah yang terjadi karena jual-beli, tukar- menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, pewarisan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya.

b. Pemindahan Hak Atas Tanah;

Pemindahan ini dapat disebabkan karena pewarisan, terjadi pelelangan, penggabungan dan peleburan Perseroan atau Koperasi.

c. Perpanjangan jangka waktu Hak Atas Tanah;

40 Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 211.

Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah ini masuk dalam kategori pendaftaran karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertifikat tanah yang bersangkutan, sungguhpun tidak terjadi perubahan subyek dan obyeknya.

d. Pembaharuan Hak Atas Tanah;

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999junto Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa maksud dari pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.

e. Perubahan Hak Atas Tanah (Peningkatan atau penurunan Hak atas tanah); Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999junto Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perubahan hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan suatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. Perubahan hak ini terdiri dari penurunan dan peningkatan hak.

f. Pembatalan Hak Atas Tanah;

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999junto Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan Keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

g. Pencabutan Hak Atas Tanah;

Pencabutan hak atas tanah dapat dikategorikan sebagai pengasingan hak atas tanah karena antara subyek atau pemegang hak atas tanah akan dipisahkan/diasingkan dengan obyek tanahnya untuk selama-lamanya, tanpa ada kemungkinan untuk diambil alih melalui perbuatan hukum apapun. Pencabutan hak atas tanah ini didasarkan pada Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria, yakni untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara, serta kepentingan bersama rakyat.

h. Pembebanan Hak Atas Tanah;

i. Perubahan data karena Putusan dan Penetapan Pengadilan; j. Perubahan data karena perubahan nama;

Perubahan nama pemegang hak dapat juga mengakibatkan perubahan data pendaftaran tanah dan unutk kepentingan pemeliharaan data agar mutakhir,

maka penting untuk dilakukan tindakan administratif dengan mencatat perubahan nama tersebut melalui pencoretan nama lama dan pencatatan nama baru.

k. Hapusnya Hak Atas Tanah;

Hapusnya Hak atas Tanah ini menurut Ketentuan Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, karena pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, karena ditelantarkan, karena meloanggar prinsip nasionalitas (haknya jatuh kepada warga negara asing), tanahnya musnah, jangka waktunya berakhir, dan dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, termasuk karena Putusan Pengadilan.

l. Penggantian Sertifikat.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diatur bahwa atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.

C. Tinjauan Tentang Peralihan Harta Waris Tanah 1. Pengertian Peralihan Harta Waris Tanah;

Peralihan hak atas tanah dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni : 1. Beralih

Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui pewarisan. Boedi Harsono menyatakan bahwa pengertian beralih menunjuk pada berpindahnya Hak Milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia.

2. Dialihkan/Pemindahan Hak

Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang (subjek) haknya kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan, pemberian dengan wasiat, lelang.

Istilah pewarisan disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960, Undang- undang Nomor 16 tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Namun demikian, di dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan pewarisan.

Menurut A. Pitlo, hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang

yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.”41

Perolehan Hak Milik atas tanah dapat juga terjadi karena pewarisan dari pemilik kepada ahli waris sesuai dengan Pasal 26 Undang-undang Pokok Agraria. Pewarisan dapat terjadi karena ketentuan Undang-undang ataupun wasiat dari orang yang mewasiatkan.42

Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris. Hukum waris itu dapat dikatakan sebagai himpunan dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya43.Agar terjadinya suatu peristiwa pewarisan, harus dipenuhi beberapa syarat yakni:44

1. Harus ada orang yang meninggal dunia untuk menjadi pewaris.

Pengertian meninggal dunia, pertama-tama tentulah apa yang dinamakan kematian alami (natuurlijke dood).

2. Harus ada orang yang mewaris (ahli waris)

Ahli waris itu harus sudah ada pada saat kematian pewaris (Pasal 836 KUHPerdata) dengan mengindahkan ketentuan Pasal 2 KUHPerdata bahwa

41

Ali Afandi,Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 7.

42

Adrian Sutedi,Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 101.

43

M.Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam dan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW),Jakarta, 1993, hal. 3

44 M.U. Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1989, hal. 32-33.

anak yang masih dalam kandungan juga dianggap sudah lahir. Anak yang masih dalam kandungan sudah berhak mewaris, asal saja tidak ternyata di kemudian hari bahwa anak itu lahir dalam keadaan mati.

Dalam rangka syarat-syarat pewarisan ini perlu diperhatikan Pasal 831 KUHPerdata yang menentukan bahwa jika beberapa orang di mana yang seorang adalah (calon) ahli waris dari yang lainnya, meninggal dunia karena kecelakaan yang sama atau pada hari yang sama tanpa dapat diketahui siapakah di antara mereka yang terlebih dahulu meninggal dunia, maka mereka dianggap meninggal dunia pada saat yang sama dan karena itu tidak terjadi pewarisan dari yang seseorang kepada yang lainnya itu.

3. Orang yang seharusnya mewaris itu bukanlah orang yang tidak pantas untuk mewaris (onwaardig om te erven).

Adapun unsur-unsur yang dapat menyebabkan adanya warisan menurut Muhammad Abdulkadir adalah :45

a. Adanya pewaris.

Pewaris atau peninggal warisan adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta

peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris. Tegasnya pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan atau harta warisan.

Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “ Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka

Dokumen terkait