• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang Pewarisan a. Pengertian Pewarisan

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 39-46)

Ada beberapa pengertian mengenai Hukum Waris, menurut Prof.MR.A.Pitlo adalah sebagai berikut :

“Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena matinya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.87

Hukum waris menurut Wirjono Prodjodikoro adalah ketentuan yang mengatur soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.88

86 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 43

87 Hilman Hadikusumah, Hukum Waris Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu – Islam, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hlm. 18

88 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1966, hlm. 8

commit to user

Hukum Waris mengenal beberapa istilah yaitu :89

1) Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan kepada orang lain;

2) Ahli Waris adalah orang yang berhak atas harta warisan;

3) Harta Warisan adalah kekayaan yang ditinggalkan berupa aktiva dan passiva;

4) Pewarisan adalah proses beralihnya harta kekayaan (hak dan kewajiban) seseorang kepada para ahli warisnya.

Proses pewarisan atau jalannya pewarisan adalah cara yang digunakan pewaris untuk meneruskan atau mengalihkan harta kekayaan yang akan ditinggalkan kepada para waris ketika pewaris masih hidup, baik mengenai penerusan penguasaan, pemakaian, maupun cara melaksanakan pembagian warisan tersebut kepada para ahli warisnya setelah pewaris wafat.90 Pasal 874 KUHPerdata menyatakan bahwa segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya suatu ketetapan yang sah.

Mewaris berarti menggantikan tempat dari seseorang yang meninggal (si pewaris) dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya.91

b. Macam- macam pewarisan

Pewarisan dibedakan menjadi dua, yaitu : 92

1) Pewarisan berdasarkan Undang-Undang, juga disebut pewarisan ab intestato.

Golongan ahli waris ab intestato menurut Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata ada 4 yaitu :93

89 Djaja S.Meliala, Op.Cit, hlm. 120

90 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 23

91 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 3

92 Ibid, hlm. 4

93 Djaja S.Meliala, Op.Cit, hlm. 123

commit to user

a) Golongan I : anak sah, suami isteri yang hidup paling lama, termasuk istri kedua atau suami kedua dan seterusnya (Pasal 852 jo Pasal 853a KUHPerdata.

b) Golongan II : Orang tua dan saudara-saudara sekandung, seayah atau seibu (Pasal 854 jo Pasal 857 KUHPerdata).

c) Golongan III : Sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas baik dalam garis ayah, maupun ibu. Secara singkat dapat dikatakan kakek-nenek dari pihak ibu (Pasal 853 KUHPerdata).

d) Golongan IV : Keluarga sedarah ke samping sampai derajad ke enam (Pasal 861 jo Pasal 858 KUHPerdata). Mereka ini adalah saudara sepupu dari pihak ayah maupun pihak ibu.

2) Pewarisan testamentair yaitu pewarisan berdasarkan suatu testamen.

Di dalam KUHPerdata pewarisan berdasarkan Undang-Undang dibicarakan terlebih dahulu baru kemudian pewarisan testamentair.

Dalam pewarisan testamentair yang ditonjolkan adalah kehendak dari pewaris, sedangkan pewarisan ab intestato berdasarkan berbagai alasan, sebab ada yang bersifat mengatur, tetapi ada juga yang bersifat memaksa. Salah satu alasan yaitu pandangan bahwa keluarga terdekat yang pertama berhak atas warisan itu.

c. Unsur-unsur Pewarisan

Ada tiga unsur utama dalam pewarisan yaitu : 1) Adanya orang yang meninggal dunia (pewaris)

Pewaris merupakan seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki atau perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh serta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Menurut Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikatakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

2) Adanya harta warisan

commit to user

Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris dan dapat dialihkan kepada keluarganya atau mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan si pewaris. Dengan meninggal dunianya seseorang saja tidak dengan sendirinya menimbulkan persoalan warisan apabila tidak meninggalkan harta kekayaan. Harta atau barang warisan yang dapat diwariskan oleh para ahli waris hanyalah harta atau barang yang benar-benar menjadi milik dari si pewaris. Barang-barang yang bukan milik si pewaris misalnya barang-barang jaminan yang ada padanya tidak bisa diwariskan oleh para ahli waris.

3) Adanya ahli waris

Ahli waris adalah mereka yang berhak atas harta warisan dari si pewaris, baik karena adanya hubungan darah maupun karena adanya hubungan hukum lainnya. Kedudukan ahli waris adalah sangat penting karena untuk meneruskan pengurusan harta kekayaan dari si pewaris.

Di dalam Pasal 832 KUHPerdata disebutkan bahwa:

“Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini”

Tiada seorangpun diwajibkan menerima suatu warisan yang jatuh padanya sesuai dengan ketentuan Pasal 1045 KUHPerdata. Hal tersebut menjelaskan tentang asas kebebasan seorang ahli waris terhadap warisan yang terbuka baginya, ia bebas untuk menerima atau menolak warisan.

Orang yang menyatakan menerima warisan tidak lagi mempunyai hak untuk menolak warisan. Dengan menerima warisan, ahli waris yang bersangkutan melepaskan haknya untuk menolak warisan, sehingga aktiva dan passiva warisan, sebesar hak bagiannya dalam warisan beralih kepada ahli waris yang bersangkutan.94

Penerimaan suatu warisan dapat dilakukan secara tegas atau dengan diam-diam sesuai dengan Pasal 1048 KUHPerdata. Dilakukan dengan

94 J.Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 330

commit to user

tegas penerimaan itu jika seorang didalam suatu tulisan otentik atau tulisan dibawah tangan menamakan dirinya waris atau mengambil kedudukan sebagai demikian, dengan diam-diam terjadilah penerimaan itu, jika seorang waris melakukan suatu perbuatan, yang dengan jelas menunjukkan maksudnya untuk menerima warisan tersebut, dan yang memang hanya dapat dilakukannya dalam kedudukannya sebagai waris.

Orang yang menolak warisan harus memberikan pernyataan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana warisan terbuka. Pasal 1057 KUHPerdata menyatakan bahwa menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu. Pasal 1058 KUHPerdata menyebutkan bahwa si waris yang menolak warisannya, dianggap tidak pernah telah menjadi waris.

d. Syarat-syarat Pewarisan

Syarat yang harus dipenuhi agar harta kekayaan beralih dari si pewaris kepada ahli warisnya yaitu :

1) Syarat umum ialah :

a) Ada orang yang meninggal dunia;

b) Ada ahli waris yang ditinggalkan;

c) Ada harta kekayaan yang ditinggalkan.

2) Syarat mutlak yaitu harus ada orang meninggal kecuali dapat terjadi dalam keadaan tidak hadir bahwa pewaris belum meninggal.

Dalam hal ini tidak dapat ditentukan kapan orang itu meninggal, dan tidak dapat diketahui dengan pasti apakah pada saat meninggalnya si peninggal warisan itu, si waris masih hidup atau sudah mati. Dalam Pasal 831 KUHPerdata menentukan bahwa jika orang-orang yang mempunyai hubungan warisan mengalami kecelakaan bersama atau pada hari yang

commit to user

sama meninggal dunia tanpa diketahui siapa yang meninggal dunia terlebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama. 95 Yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanya pun dikecualikan dari pewarisan menurut Pasal 838 KUHPerdata ialah :

1) Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal;

2) Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat;

3) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya;

4) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

e. Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan hak atas tanah dibuat berdasarkan surat pernyataan ahli waris yang terjadi karena adanya pewarisan atas tanah tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa apabila orang yang mempunyai hak milik atas tanah meninggal dunia, maka hak miliknya beralih kepada ahli warisnya yang sah. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah dengan melampirkan sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan tanda bukti sebagai ahli waris. Pendaftaran peralihan hak karena warisan diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi

95 Ibid , hlm. 5

commit to user

ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan yang mutakhir.96

f. Pembagian Hak Bersama

Pembagian Hak Bersama adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak bersama, atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, agar menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama tersebut. Tujuan proses pembagian hak bersama berupa tanah dalam pewarisan adalah agar ahli waris mendapatkan bagian sesuai hak masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama. Persyaratan mengenai Pembagian Hak Bersama terdapat di dalam Pasal 136 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu : 1) Jika suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah susun yang

semula dimiliki secara bersama oleh beberapa orang, dijadikan milik salah satu pemegang hak bersama dalam rangka pembagian hak bersama, permohonan pendaftarannya diajukan oleh pemegang hak tunggal yang bersangkutan atau kuasanya dengan melampirkan :

a) Sertifikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun bersangkutan;

b) Akta PPAT tentang Pembagian Hak Bersama;

c) Bukti identitas para pemegang hak bersama;

d) Surat Kuasa tertulis apabila pemohonan pendaftaran tersebut bukan dilakukan oleh pemegang hak yang berkepentingan;

e) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea terutang;

f) Bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

96Boedi Harsono, Op.Cit, hlm. 519

commit to user

2) Pendaftaran pembagian hak bersama dilakukan seperti pendaftaran peralihan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dari kedua persyaratan yang telah disebutkan di atas bahwa apabila proses pendaftaran peralihan hak karena warisan tidak disertai dengan surat pernyataan ahli waris yang menunjuk salah satu ahli waris sebagai pemegang haknya, maka setelah pendaftaran peralihan hak tersebut selesai ke atas nama seluruh ahli waris, kemudian para ahli waris sepakat untuk menunjuk salah satu ahli waris sebagai pemegang haknya, maka sebagai dasar peralihan hak dari para ahli waris kepada salah satu pemegang hak yang ditunjuk tidak dapat hanya dengan membuat surat pernyataan ahli waris saja, akan tetapi peralihan hak tersebut harus menggunakan dasar akta yang dibuat oleh PPAT, yaitu Akta Pembagian Hak Bersama. Akta Pembagian Hak Bersama merupakan akta yang dibuat oleh PPAT untuk membuktikan telah terjadinya kesepakatan diantara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama atas tanah yang dapat dijadikan dasar pendaftaran tanah.

Dalam dokumen BAB II LANDASAN TEORI (Halaman 39-46)

Dokumen terkait