• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SUFI JALALUDIN RÛMI Nama tarian itu adalah Mevlevi Sema Ceremony atau lebih akrab dengan

sebutan sema‟ (dalam bahasa arab berarti mendengar atau jika diterapkan dalam definisi yang lebih luas ialah bergerak dalam suka cita cita sambil mendengarkan nada-nada musik sambil berputar-putar sesuai dengan arah putaran alam semesta). Di barat tarian ini lebih dikenal sebagai “Whirling Dervishes”, atau para darwis yang berputar-putar dan digolongkan sebagai devine dance.

Secara historis tarian ini tarian yang telah di praktekan oleh sufi-sufi awal, akan tetapi tidak mendapat penjelasan bagaimana bagaimana tarian ini dipraktekan dalam sumber-sumber sufi awal.38 Lalu tarian ini kembali muncul beberapa abad setelahnya yang dilakukan oleh Maulana Jalaludin Rûmi, seorang sufi yang juga merasakan suka cita kepada gurunya Syamsudi al-Tibriz, atau Syams-i- Tabriz. Kemudian tarian ini terus di ramaikan oleh Tarekat Maulawiyah atau Mevlevi.

A. Biografi Rûmi (Pendiri Tarekat Maulawiyyah)

Jalaluddin Rûmi lahir di balkh, sekarang Afghanistan, pada 6 Rabi‟ Al -Awwal tahun 604 H/ 30 November 1207 M.39 Dan wafat pada 5 Jumad Al-Tsaniyah 672 H/17 Desember 1273 M Ayahnya, Baha‟ Walad, adalah seorang ulama yang terkenal, ahli fiqh sekaligus seorang Sufi yang menempuh jalan

38

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta, Erlangga, 2006), cet. I, h. 259

39

Tasawuf, sebagaimana Ahmad Ghazali, saudara Muhammad Ghazali, seorang sufi terkenal dan „Ayn al Qhudat Hamdani.40 Menurut tradisi nenek moyangnya, Rûmi tergolong masih begitu muda ketika mulai belajar ilmu-ilmu eksoterik. Dia mempelajari berbagai keilmuan meliputi dari tata bahasa arab, ilmu persajakan, Al-Qur‟an, fiqh, ushul fiqh, tafsir, sejarah, teologi, filsafat, logika, matematika, dan astronomi.

Pada saat ayahnya meninggal dunia pada tahun 628 H/1231 M, dia telah menguasai bidang keilmuan tersebut, Namanya pada waktu itu sudah dapat dijumpai dalam sederatan para ulama ahli dibidang hukum pada mazhab hanafi. Karena keilmuan tersebut tidak diherankan pada usia 24 tahun, dia sudah diminta untuk menggantikan tugas ayahnya untuk menjadi dai sekaligus menjadi rujukan hukum Islam.

Ketika Rûmi telah menggantikan kedudukan ayahnya nampaknya dia telah menguasai ilmu-ilmu disiplin kerohanian dan ilmu-ilmu eksoterik sufisme, bahkan terdorong kearahnya, sampainya bertemu dengan seorang yang bernama Burhan al-Din tirmidzi, dia murid kesayangan ayahnya, dia datang ke Konya pada tahun 629 H/1232 M hingga wafatnya pada tahun 638 H/1240 M. Di bawah bimbingannyalah Rûmi menjalani disiplin-disiplin rohani.

Setelah kematian Tirmidzi, Rûmi terus menjalankan tugasnya, terus mengajak dan membimbing orang-orang Konya. Dia menjadi begitu terkenal dan paling dihormati di kalangan ahli hukum (fuqaha). Meskipun demikian, dia tetap

40 Ibid

menjalani kehidupan rohani sebagai seorang sufi, bahkan pada masa itu, sebagai mana yang disebutkan oleh S.H. Nashr, Rûmi telah menjadi seorang guru sufi sejati.41 Kendati dalam kehidupan sehari-harinya, dia tetap menjalani kehidupan sebagaimana sebelumnya, sebagai seorang ahli hukum yang dihormati.

Kadang-kadang dia juga menyinggung masalah “keajaiban-keajaiban rohani,” walaupun tidak pernah menunjukan tanda-tanda bahwa dia pernah mengalaminya. Hal itu berubah manakala seorang yang berpenampilan aneh, yang bernama Maulana Syamsudin al-Tibrizi, datang ke Konya pada tahun 642 H/1244 M.42 Syams-i Tibriz sangat besar pengaruhnya terhadap Rûmi, dialah yang menyebabkan Rûmi berubah dari seorang ahli hukum yang tenang menjadi seseorang yang mabuk akan Cinta Tuhan.

Setelah kurang lebih satu atau dua tahun, Syams senantiasa mendampingi Rûmi, suatu ketika tiba-tiba Syams pergi meninggalkan kota Konya. Hal itu menyebabkan Rûmi dilanda kecemasan. Kemudian Rûmi membujuknya dan pada akhirnya Syams kembali ke Konya, namun tidak lama kemudian Syams kembali meninggalkan Rûmi sekitar tahun 645 H/1247 M, dia kembali menghilang. Dan disinilah puncak dimana Rûmi merasa kehilangan seorang guru spritual yang sangat dicintainya, Syamsuddin Tabrizi. Ia adalah seorang guru sufi misterius yang bagaikan magnet mampu menyedot seluruh perhatian Rûmi,

41

Dikutip dari William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, (terj) (Yogyakarta, Qolam, 2001), cet. III, h. 3.

42 Ibid

hingga orientasi spiritual Rûmi berubah secara dramatis, dari seorang teolog dialektis menjadi seorang penyair-sufi.

Setelah kepergian Syams seorang yang dianggap Rûmi yang berpengaruh dalam perjalanan spiritualnya, Rûmi selalu melakukan Tarian ditengah-tengah kota Konya pada waktu pagi hari, Tarian ini salah satu ritual yang dilakukan Rûmi utnuk mengenang kepergian Syams dan juga rasa Cintanya kepada Tuhan yang begitu mendalam, Bagi Rûmi menari adalah Cinta. Dan Rûmitak berhenti menari karena ia tak pernah berhenti mencintai Tuhan. Hingga tiba saatnya di suatu senja 17 Desember 1273,43 ia dipanggil Sang Maha Kuasa dalam keadaan diliputi Cinta Ilahi.

Kemudian tarian ini terus di kembangkan oleh Tarekat Maulawiyah atau mevlevi yang kemudian menjadi seni yang dipertontonkan pada setiap bulan Desember, khususnya pada tanggal 12 desember yang mana untuk mengenang sang maestro Maulana jalaludin Rûmi, terhadap karya-karyanya.

1. Karya-karya Rûmi

Karya-karya Rûmi adalah Diwan Syams Tabrizi yang memuat lebih dari 40.000 syair dan kitab karang Rûmi yang paling monumental ialah Matsnawi

43

yang terdiri dari 6 jilid berisikan 25.000 untaian bait syair. Yang mana kitab ini disebut juga sebagai Quran yang berbahasa Persia.44

Maulana Jalaludin Rûmi pun meninggalkan buah karya prosa yang relatif pendek, dengan judul Fihi ma Fihi, meliputi tema yang sama seperti Matsnawi.

Majalis Sab‟ah jelas merupakan karya yang ditulis sebelum kedatangan Syams ke Konya.45

Diwan (kumpulan syair), terdiri dari kurang lebih 3.230 ghazal, yang jumlah keseluruhannya mencapai 35.000 syair; 44 ta‟rif, sebuah bentuk puisi yang terdiri dari dua atau lebih ghazal, yang seluruhnya berjumlah 1.700 syair,

ruba‟iyyat, “sajak-sajak yang terdiri dari empat baris.” Diwan lebih mencakup dari keseluruhan syair Rûmi dari pada Matsnawi, yang disusun dalam rentang waktu lebih dari tiga puluh tahun sejak kedatangan Syams di Konya hingga menjelang akhir hayat Rûmi.46

Sebenarnya masih ada karya-karya Rûmi yang lain, seperti Ruba‟iyat

(syair empat baris dari Rûmi), berisikan sekitar 1.600 kuatren orisinal, yang mencakup ide-ide Rûmi tentang Tasawuf, seperti tawakal, ikhlas, cinta, iman, akal, dan penyatuan. Al-Maktubat, karya Rûmi yang lain berisikan 145 surat

44

Ibid, h. 6

45

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 149

46 Ibid

yang rata-rata sepanjang dua halaman, yang ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan Konya, tetapi karya ini tidak begitu terkenal dan berpengaruh.47

Maqalat-i Syams-i Tabriz (Percakapan Syamsi Tabriz), karya Rûmi yang lain, dianggap sebagai buah persahabatan Rûmi dengan guru dan sahabatnya, Syams al-Din Tabriz. Ia berisikan beberapa dialog mistik antara Syams sebagai guru dan murid.48

Sekalipun karya tersebut menjelaskan prihal kehidupan, namun menurut Mulyadhi, mengutip Nicholson, mengatakan bahwa karya ini menerangkan beberapa ide dan doktrin sang penyair.49

Majlis-i Sab‟ah (Tujuh Pembahasan), karya Rûmi yang merupakan bentuk prosa juga, yang berisikan sejumlah Khutbah Rûmi dan kuliah Rûmi yang diberikan bukan saja untuk kalangan kaum Sufi, akan tetapi juga khalayak umu. Khutbahnya kebanyakan dalam bentuk nasehat dan konseling, dan agaknya disampaikan sebelum bertemu dengan Syams al-Din Tabriz.50

Karya-karya Rûmi sangat berpengaruh teerhadap perkembangan dan popularitas tarekat Maulawiyyah, baik yang ditulis oleh Rûmi sendiri, maupun

47

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 336

48 Ibid 49

Mulyadhi Kartanegara, Jalal al-Din Rûmi: Guru Sufi dan Penyair Agung. (Jakarta, Teraju, 2004), h. 10-11

50

para pengikutnya, baik pada masa lalu maupun pada masa kini. Popularitas Tarekat Maulawiyyah tentu sangat terikat dengan karya utama Rûmi, yang berjudul Matsnawi al-Ma‟nawi, atau Matsnawi Jalal al-Din Rûmi. Ini adalah mahakarya yang sangat agung, yang telah mendapat pujian dari „Abd al-Rahman Jami sebagai al-Quran yang berbahasa persia.51

B. Tarekat Maulawi

Membahas tentang tarian sufi pastilah kita dibawa untuk mengetahui siapa yang mepopulerkan tarian mistik ini, tidak lain ialah Tarekat Maulawi, sebuah tarekat yang didirikan oleh penyair besar Maulana Jalaluddin Rûmi.

Nama Maulawi berasal dari nama “Maulana” (Guru kami), yaitu gelar yang diberikan murid-murid Jalal- mal-Din Rûmi. Oleh karena itu jelas bahwa pendiri Tarekat Maulawi adalah Rûmi, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rûmi. Walaupun tidak terlalu besar dibandingkan dengan Tareka Naqsyabandiyyah, tetapi tarekat ini masih bertahan hidup hingga akhir-akhir ini dan salah satu mursyid (spiritual guide) dan sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Kabir Helminski, yang bermarkas di California, Amerika Serikat.52

51

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 321

52

Setelah Rûmi wafat, pimpinan tarekat Maulawi diambil alih oleh sahabat karibnya dan Khalifahnya, Syaikh Husamuddin Hasan bin Muhammad, salah seorang sahabat karibnya, yang juga dijadikan Rûmi sebagai khalifah. Lalu Sultan Walad, pada akhir abad ke 13, putra sulung penyair besar Maulana Jalal al-Din Rûmi, yang sangat berperan penting dalam mengembangkan Tarekat Maulawi dan juga menyebarkan ajaran-ajaran Rûmi.

Hasanudin memipin tarekat ini sampai akhir hayatnya sepuluh tahun kemudian, setelah itu para murid berkumpul mengelilingi sultan walad dan mentahsbikannya menjadi penggantinya, dia memimpin upaya perluasan besar-besaran dengan mengirimkan para Khalifah ke pelbagai penjuru anatolia, dirinya pun mengodifikasi ritual serta peraturan dalam berpakaian serta bertingkahlaku khas Maulawi.53 Disinilah kemajuan pesat tarekat Maulawi setelah dipegang oleh sultan Walad, dan mempunyai ciri dalam tarekat ini ialah dengan melakukan ritual Tarian sebagai mediasi zikir yang diiringi oleh instrumen musik.

Ciri utama Tarekat ini adalah konser spiritual, sama‟ yang diperkenalkan oleh Rûmi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabriz. Peristiwa ini menjadikan Rûmi sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu seorang pandai besi mampu membuat Rûmi menari dan

53

beerpuisi.54 Sekalipu sama‟ dalam bentuk tarian berputar akan tetapi tarian ini ialah tarian spiritual yang dijadikan sebagai mediasi zikir, oleh para pengikut Tarekat Maulawi yaitu zikir yang dibarengi dengan tarian yang diiringi oleh instrument musik. Walupun telah banyak dimainkan oleh banyak tarekat sufi, akan tetapi Rûmi menjadikan cirri khas dasar dari Tarekatnya. Karena itu tarekat Maulawi dikenal di Barat sebagai Para Darwis yang Berputar (the Whirling Darvish). Bahasan tentang tarian yang dijadikan mediasi zikir dalam tradisi sufi dalam perspekrif hukum Islam akan dijelaskan pada Bab IV.

C. Tarian Sufi

Mungkin tidak ada aspek yang paling kontroversial, dan sekaligus populer, dibanding praktik musik dan tarian, Musik dan tari tidak dianut secara universal dikalangan kaum sufi, karena tarekat-tarekat seperti Naqsyabandiyyah dan Qodiriyyah tidak setuju dengan pertujukan (meskipun ada pengecualian dalam kedua kelompok tersebut).55

Disini saya tidak membahas tentang musik akan tetapi lebik kepada praktik tarian yang digunakan sebagai media zikir. Kebanyakan tarekat modus berdzikir kolektif yang diiringi oleh gerakan-gerakan jasmani. Tarekat Maulawiyah para darwis menari, menyebutnya sebagai sama‟, konser spritual

54

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 337

55

karena ia merupakan sebuah upacara di mana tarian diiringi oleh esembel musik lengkap, instrumental dan ritme.56

Musik itu sendiri dianggap sebagai salah satu zikir, ritual-ritual tarian yang dilakukan oleh kaum sufi dilakukan dalam sebuah atmosfir yang dipenuhi dalam simbolisme kosmik.57

Mereka para darwis (pelaku yang melakukan tarian sufi), yang berputar seraya memutari atom-atom alam jagad raya semesta keseluruhan kosmos merupakan manifestasi Tuhan, menurut Ibn „Arabi, pada hakikatnya tidak ada yang bereksistensi kecuali nama-nama-Nya.58 Garis penalaran di sini sangatlah jelas. Dia mengatakan bahwa segala yang berasal dari Allah, segala sesuatu memanifestasikan Allah, segala sesuatu menjadi tanda Allah, “Semuanya adalah Dia”.

Tarian itu sendiri yang diajarkan oleh Rûmi kepada murid-muridnya, dalam bentuk yang direalisasikan oleh Rûmi sendiri, yang mendapatkan makna kekuatannya dari simbiolisme yang kaya lagi fasih pada saat yang sama ketika tindakannya berkonsentrasi dan memfokus pada daya-daya manusia.59

Lalu para darwis berkumpul menempatkan diri mereka untuk menari dalam beberapa konsentris, seraya membentuk planet-planet dilangit, seorang

56

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 380

57

Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf (terj), (Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003), cet, I, h. 237

58

William C. Cittick, Tasawuf di mata kaum sufi (tej), (Bandung, Mizan, 2002), cet, I, h.

59

darwis yang tertua menempati posisi tengah dalam posisi lingkaran dimana ia mempresentasikan “kutb”, Dia berputaar perlahan-lahan di tempat, sementara yang lainnya menyusun lingkaran sebuah mahkota berputar pada saaat beerbarangan berkeliling di orbit-orbit di mana mereka ditempatkan.60

Setelah menjadi seperti persilangan yang berputar, dia bergerak perlahan kepalanya agak ditundukkan, kedua bahunya tegak rata. Mantel putihnya yang tergulung bagaikan lingkarana mahkota bunga, menjadi citra kesempurnaan („ardh) alam semesta yang dirasuki Kearifan Ilahi (al-hikmah). Poros vertikal dari tubuhnya yang diperpanjang oleh torbus yang tinggi merupakan tanda keagungan (thul) yang baru dapat ditembus oleh seorang salik yang mencoba untuk fana di dalam diri Yang Mahakuasa (al-qudrah).

Dengan menirukan di atas bumi gerakan bintang-bintang yang dengan sendirinya merupakan lambang dan kekuatan hierarki malaikat, para darwis itu sadar akan keikutsertaannya dalam keselarasan dalam keselarasan universal dan memberi dorongan untuk membuat apa yang berlaku di langit berlaku juga dibawah sini, dengan membiarkan dirinya hanyut dalam ritme keselarasan langit dia menjadi alat dengan melaluinya Cinta Ilahi dapat berkomunikasi dengan penderitaan mahluk akibat perpisahan dan ilusi kosmik.61

Melalui rotasi ini, Dia menegaskan kehadiran unik dari Allah di segenap penjuru angkasa. Allah SWT berfirman:

60

Ibid, h. 380

61



























Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. Al-Baqarah: 115)

1. Makna Filosofis Tarian Sufi

Para darwis istilah peserta tari sufi yang dilakukan para pengikut tarekat Maulawiyah, sebelum melakukan sebuah Tarian para darwis masuk dengan memakai topi lakan berbentuk krucut yang berasal dari asia Tengah, topi lakan yang juga melambangkan batu nisan, selain jubah hitam yang dilepas ketika menari untuk memperlihatkan baju dalam berwarna putih. Filosofis dari cara berpakian itu melambangkan kematian dan kebangkitan kembali (setelah mati). Pada sesi ini darwis bersenandung :

Busana pusuranku, topi batu nisanku...

Mengapa sosok mayat tidak mau menari di dunia ini Ketika suara trompet kematian

Membangkitkannya untuk menari ?62

Pada awal zikir ritmik ini, seluruh peserta berdiri berjejer dan berpegangan tangan, seraya membentuk satu atau atau lebih lengkaran konsentris atau dalam baris yang saling berhadapan.63 Pada bagian tengahnya berdiri seorang syekh atau asistenya, penataan ini merupan simbolisme lingkarana atau barisan malaikat yang mengelilingi Singgasana Ilahi.

62

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 382

63

Ibid h. 380

Para penari menyebutkan nama Ilahi secara serempak, seraya membungkukan badan dengan cepat dan penuh saat mengucapkan suku kata kedua Lah. Ketika menarik nafas, mereka kembali berdiri tegak, lalu sambil berputar-putar para darwis sambil mempertahankan tangan kanan mengarah kelangit, sementara tangan kiri mengarah ke bumi.64

Makna filosofis dari gerakan tangan kanan ke atas menandakan menerima rahmat Allah, dan tangan kiri ke bawah menandakan memberikan rahmat yang telah diterima kepada seluruh mahluk ciptaaan Allah. Gerakan-gerakan yang dilakukan bertempo lambat serta tetap, lama-kelamaan langkah kaki menjadi semakin cepat mengikuti tempo musik.

Tempo iramanya meningkat sedikit demi sedikit, dan gerakan tubuh selalu dibarengi dengan dua tahap pernapasan. Tidak lama kemudian nama Allah tidak lagi terdengar dan hanya huruf terakhir “Ha”, yang masih terdengar yang terucap oleh para darwis yang sedang berputar, dan dihembuskan kuat-kuat oleh seluruh dada. Setiap embusan nafas ini melambangkna hembusan terakhir manusia, saat jiwa individu dipersatukan kembali dengan nafas kosmik yaitu kedalan ruh Illahi.65

Dengan mengikuti gerakan dada, tubuh membungkuk dan tegag secara bergantian seakan-akan setiap saat ia ditarik ke langit dan dihempaskan kembali ke bumi, kedua belah mata dipejamkan; wajah mengekspresikan gairah yang

64

Ibid, h. 381

65

getir. Orang yang menyaksikannya tidak perlu takut menyatakan bahwa, jika perlu pernafasan dalam zikir ini menimbulkan kegairahan dalam tatanan yang lebih sensual.

2. Tujuan Melakukan Tarian Sufi

Berbagai cara dilukan umtuk mencapai Sang Khalik, mereka para darwis mencoba melukan sebuah tarian yang mana maksud tujuannya untuk bisa mencapai kondisi spritual. Ada banyak kondisi spritual yang dialami oleh para pencari Cinta Ilahi, tapi disini penulis mencoba memaparkan beberapa kondisi spritual (al-ahwal), secara garis besar.

Kondisi spiritual yang pertama ialah kondisi Muraqabah, di mana kondisi spritual (hal), yang seperti ini kondisi yang sangat mulia. Allah SWT berfirman :

...

















Artinya : Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu. (QS. Al- ahzab: 52)

Menurut bahasa, Muraqabah berarti mengamati tujuan. Sedangkan secara terminologi, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah SWT. Dengan hatinya sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-hukum-Nya, dan dengan penuh perasaan-Nya, Allah SWT. Melihat dirinya dalm gerak dan diamnya.66

66

Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar al-kotob al-Ilmiyah, 1426H), h. 224

Maka muraqabah bagi seorang hamba adalah pengetahuan dan keyakinannya, bahwa Allah SWT selalu Melihat apa yang ada dalam hati nuraninya dan Maha Mengetahui. Maka dalam kondisi yang seperti ini seorang darwis terus meneliti dan mengoreksi bersitan-bersitan hati atau fikiran-fikiran tercela yang hanya akan menyibukan hati sehingga lupa akan mengingat Tuhannya.

Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu Sulaiman ad-Daraini rahimahullah, “Barangsiapa ada sesuatu dalam hati yang bisa disembunyikan dari penglihatan-Nya, sementara apa yang terbesit di dalam hati adalah Dia yang meletakkan di dalamnya. Maka apakah mungkin apa yang datang dari-Nya tersembunyi dari pantau-Nya.67

Orang-orang yang meraqabah dibedakan menjadi tiga tingkatan: Pertama sebagaiman yang dikatan oleh al-Hasan bin Ali, “ bahwa dimana seseorang wajib menjaga rahasia-rahasia hati, sebab Dia Allah selalu melihat hati nurani. Dimana tingkatan ini adalah tingkatan kondisi spritual para pemula dalam muraqabah.68

Tingkatan yang kedua ialah sebagaimana yang diceritakan oleh Ahmad bin „Atha rahimahullah yang mengatakan, “sebaik-baik kalian ialah orang yang selalu muraqabah kepada al-Haq dengan al-Haq dalam kefanaan apa yang selain

67

Di kutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 82

68 Ibid

al-Haq dan mengikuti Sang Nabi saw, dalam segala perbuatan, ahlak dan adab beliau.69

Lalu adapun selanjutnya dalam tingkatan ketiga adalah tingkatan orang-orang besar. Mereka selalu bermuraqabah kepada Allah SWT, dan memohon kepada-Nya agar Dia selalu menjaga hati dan selalu memelihara hati ini untuk selalu bermuraqbah.70 Karena Allah telah mengistimewakan orang-orang pilihan-Nya dan orang-orang khusus dengan tidak menyerahkan mereka dalam kondisi spritualnya kepada seorang pun, Sebab Dialah Yang menguasai dan melindungi segala urusan mereka. Allah SWT berfirman:





















Artinya : Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (QS. Al-A‟raf)

Lalu seorang darwis dalam melakukan ritual tariannya untuk selalu merasakan kedekatan (Qurbah) dirinya dengan Sang Kekasih.

Dalam kondisi spritual seperti ini para darwis merasakan dengan mata hatinya akan kedekatan Allah SWT dengannya. Sehingga ia akan melakukan pendekatan diri kepada-Nya dengan ketaatan-ketaatan dan seluruh perhatiannya selalu terpusat dihadapan Allah dengan selalu mengingat-Nya dalam segala kondisinya, baik secara lahiriah maupun secara hati.

69 Ibid 70

Qurb merupakan maqam kesempurnaan. al-Muqarrabun adalah hamba-hamba yang telah mencapai kedekatan seperti ini. Salah satu kebingungan (hayrah) dalam perjalanan ini adalah bahwa dengan mempunyai pengetahuan tentang kejauhan (bu‟d)-nya dari Allah, sang hamba sesungguhnya didekatkan (qurb).71

Orang-orang yang memiliki kondisi spritual qurbah dibedakan menjadi tiga kondisi72: Pertama diantara mereka ada yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan melakukan berbagai macam ketaatan sebab mereka tahu bahwa Allah Maha mengetahui mereka, dekat dengan meereka dan kekuasaan-Nya di atas mereka.Kedua ada orang-orang yang sanggup mengaktualisasikannya secara hakiki, sebaagimana yang diucapkan oleh Amir bin Abdul Qais, “Setiap kali saya melihat sesuatu tentu saya melihat Allah lebih dekat dengannya dari pada saya sendiri.73 Selanjutnya Syekh Junaid al-Baghdadi rahimahullah berkata, “Perlu anda ketahui, bahwa Dia dekat dengan hati para hamba-Nya sesuai dengan kadar kedekatan hati para hamba dengan-Nya, maka lihatlah apa yang dekat dengan hati anda. Allah SWT berfirman:















Artinya: Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. (QS. Qaf:16)

Dokumen terkait