• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik dzikir sufi tarekat maulawiyyah dalam perspektif hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktik dzikir sufi tarekat maulawiyyah dalam perspektif hukum Islam"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

1 Oleh:

Annisul Muttaqin NIM: 106043101285

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Kajian Pustaka ...9

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II DZIKIR DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Dzikir ... 11

B. Macam-macam Dzikir ... 15

C. Keutamaan Dzikir ... 21

D. Adab Berdzikir ... 27

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SUFI MENURUT JALALUDIN RUMI A. Biografi Rumi (Pendiri Tarekat Maulawiyyah) ... 34

1. Karya-karya Rumi ... 38

(3)

C. Tarian Sufi ... 42 1. Makna Filosofis Tarian Sufi ... 45 2. Tujuan Melakukan Tarian Sufi... 47 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG DZIKIR DENGAN

TARIAN SUFI (SAMA’)

A. Persesuaian Tarian Sufi Dengan Nash (Al-Qur‟an Dan Hadis) ... 66

B. Pandangan Ulama Terhadap Praktek Dzikir Dengan Tarian Sufi (Pro Kontra). .. 71

C. Sabab Ikhtilaf ... 77

BAB V PENUTUP

(4)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dzikir kepada Allah merupakan salah satu meditasi komunikasi antara hamba dan Tuhan. Dzikir kepada Allah bernilai tidak lebih besar dibanding ibadah lainnya, sebab dzikir itu sendiri merupakan ibadah dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam, ada berbagai macam cara dan metode untuk melakukan dzikir, sesuai dengan aturan yang telah diberikan oleh sang guru spiritual, hal ini disebabkan Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan suatu aturan atau metode yang khusus tentang tata cara berdzikir, sehingga banyak shahabat, Tabi‟in dan para ulama setelahnya dalam berdzikir tidak

terpaku oleh suatu aturan. Rasulullah SAW hanya memberikan gambaran secara global tentang cara berdzikir, sebab dzikir sangat erat kaitannya dengan sisi esoteric, yaitu suatu hal yang berhubungan dengan dunia bathin atau bersifat

mistis.

(5)

ketiga adalah orang yang berdzikir kepada Allah dengan hatinya, hatinya dipenuhi dengan Allah, dan lisannya tidak mengucapkan apapun.1

Dunia mistis adalah dunia yang sangat berkaitan dengan pengalaman batin. Pengalaman-pengalaman batin yang dialami beberapa tokoh sufi, agaknya menjadi tanda tanya besar bagi kalangan orang awam, tidak jarang apa yang mereka lakukan sangat menaruh perhatian bagi kalangan ulama syariah adalah melakukan sebuah dzikir dengan tarian yang diiringi oleh musik.

Para kaum sufi seringkali melakukan tarian tatkala mereka sedang melakukan sebuah ritual untuk menggapai suatu ekstase.2 Tarian adalah gerakan-gerakan berirama, yang mulai diperlihatkan, ketika mendengar musik.

Biasanya kaum sufi melakukan tarian dengan diiringi oleh musik, tarian ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama sufi besar yang bernama Maulana

Jalaludin Rûmi bin Hasin al Khattabi al-Bakri atau biasa disebut dengan

Jalaluddin Rûmi, adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang

menjadi Afganistan) pada tanggal 6 Rabi‟ul Awwal tahun 604 Hijriah, atau pada

tanggal 30 September 1207 M. Rûmi seorang tokoh yang pertama kali membumikan metode pendekatan seorang hamba untuk menuju Tuhan dengan melakukan sebuah tarian. 3

1

Warisan Sufi (Pustaka Sufi Yogyakarta 2002), Cet.I, hal 611

2

Syekh Ibrahim Gajur, Mengungkap misteri besar Mansur Al-hallaj (Rajawali pers, Jakarta 1986), Cet. pertama, h. 165

3

(6)

Sebenarnya tarian telah dipraktekan oleh sufi-sufi awal, tetapi bagaimana tarian ini diperaktekan tidak begitu jelas digambarkan oleh sumber-sumber awal, karena sumber-sumber ini lebih banyak membicarakan tentang perdebatan boleh tidaknya tarian menurut syariat. Menurut Ahmad Al-Ghazali, menari, berputar dan melompat, dan masing-masing gerakan tersebut memiliki fungsi sebagai symbol dari realitas spiritual.4 “Menari,” kata Ahmad Al-Ghazali, “merujuk pada perputaran ruh (jiwa) di seputar lingkaran benda-benda yang ada ketika menerima pengaruh dari mukasyafah atau pewahyuan, dan ini keadaan mental (hal) seorang arif. 5” Gerakan berputar merujuk kepada berdirinya sang ruh (jiwa) dengan Allah dalam kerahasiaan (sir) dan wujudnya.

Beda halnya dengan pendapat Syekh Junaid yang menyatakan tarian orang-orang mahir tak mempunyai gerakan-gerakan ritmis (berirama) zahir, dia hanya mempunyai gerakan-gerakan dalam. Titik Wahdah menjadi keseragaman Khatraat dalam tarinya yang sirkular (tak berujung pangkal), tari ini juga adalah

dzat dari internaliti dalam proses kun fayakun.

Bagaimana dengan tarian yang dilakukan oleh kaum sufi sebagai metode dzikir untuk pendekatan dirinya kepada Tuhan dengan diiringi oleh musik. Dalam hal ini penganut tarekat Maulawiyyah yang melakukan zikir dengan tarian, dan ada juga tarekat lain yang sama persis melakukan zikir dengan tarian, seperti

4

Dr. Mulyadi Kertanegara, Menyelami lubuk Tasawuf, (Erlangga, Jakarta, 2006), Cet, pertama, h. 260

(7)

tarekat Naqsyabandiyah Haqqoni dalam melakukan ritual dzikir bersama sering memperaktikan tarian-tarian ritmis dengan keyakinan akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Tarekat Naqsyabandiyyah haqqoni adalah Tarekat Naqsyabandiyah yang diperbaharui oleh Syekh Muhammad Nazim Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani bisa disebut dengan Syekh Nazim Haqqoni, Beliau dilahirkan pada tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaka, Siprus (Qubrus) dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tartar. Sebenarnya Tarekat Naqsyabandiyyah sudah ada, dan didirikan oleh Syekh Bahauddin Annaqsyabandi6. Akan tetapi dalam pembahasan ini penulis akan membahas tarian sufi yang dilakukan dalam tradisi Tarekat Maulawi.

Banyaknya polemik tentang peribadatan dikalangan umat Islam (pada umumnya) sangat ketat sekali menyikapi permasalahan ibadah apalagi yang sudah berkenaan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, para fuqoha banyak yang menentang landasan argumentasi yang digunakan oleh kaum sufi dalam melakukan ritual dzikir kepada Allah dengan menggunakan tarian, fuqoha menganggap bahwa tidak ada riwayat rajih yang membahas tentang bolehnya melakukan tarian disaat melakukan pendekatan diri kepada Tuhan7.

Tatkala seseorang dalam melakukan dzikir ada sebuah adab di dalamnya. yaitu melakukan zikir dalam keadaan khusu, dengan duduk berdiam sambil

6

Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah, Surabaya,

1998), cet I, h. 49

7

(8)

melafazkan kalimat-kalimat toyibah. karena esensi dalam berzikir adalah mengingat Allah.

Akan tetapi para sufi menyadari bahwa argumentasinya kepada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah mengatakan kepada Ja‟far Ibn Abi Thalib, bahwa diantara semua keluarganya yang menyerupai ia dalam banyak hal adalah Ja‟far Ibn Abi Thalib. “kau adalah seperti aku dalam air muka maupun dalam sifat” mendengar ucapan itu tak terkira senangnya dan dia menari-nari dihadapan Nabi SAW 8. Demikian pula tari tarian yang pernah dilakukan oleh utusan habsy, di hadapan Nabi SAW di depan masjid Madinah.

Sebagian besar tradisi religius telah memandang tarian sebagai suatu jalan melepaskan seseorang dari kecondongan terikat pada dunia sehingga dapat menyatu dengan dunia ruhaniyah. Kaum sufi menganggap hal yang seperti itu sebagai usaha pencapaian yang tertinggi dengan bisa melebur kedalam sifat-sifat Tuhan yang Maha Agung, walupun metode yang digunakan dengan cara menari.

Akan tetapi ulama fuqaha lebih menekankan adanya tata cara untuk bisa mendekatkan diri dengan Tuhan sesuai yang diajarkan oleh Rosulullah SAW, tidak diperbolehkan seorang membuat sebuah dzikir yang tidak dicontohkan Rasulullah dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin seperti rutinitas sholat lima waktu. Ini jelas kebid‟ahan dalam agama yang tidak diperkenankan Allah, Adapun mengambil wirid-wirid

(9)

(ma’tsurat) yang tidak disyariatkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar‟i maka ini terlarang. Sudah demikianpun, dzikir syar‟i berisi permintaan yang agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid‟ah yang dibuat-buat kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas (Majmu‟ Al fataawa Ibnu Taimiyah, juz 22/ 510-511]).9

Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi dalam diri seorang

muslim, sehingga banyak ditulis kitab dan karya tulis yang beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari‟atkannya, karena dzikir adalah

bagian dari ibadah dan ibadah dibangun di atas dasar tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba‟ (mencontoh Rasulullah), tidak menurut hawa nafsu dan

kehendak hati semata.

Mengingat ketertarikan penulis mengenai uraian di atas, dan melihat belum adanya yang membahas tentang konsep dzikir dengan menggunakan tarian, maka penulis mencoba untuk mengangkat sebuah judul dalam sebuah karya ilmiah tentang “PRAKTIK DZIKIR SUFI TAREKAT MAULAWIYYAH

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

(10)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Untuk memudahkan penelitian ini dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, disamping karena terlalu banyaknya pembahasan-pembahasan, maka penulis memberikan batasan yaitu bagaimana tarian sufi dijadikan sebagai mediasi zikir.

2. Perumusan masalah

a. Bagaimana hukum Islam memandang tentang tarian sufi? b. Apakah tarian sufi bisa dijadikan mediasi zikir?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan dan persamaan antara fiqih dan tasawuf dalam memandang metode berdzikir.

2. Dapat mengetahui hukum berdzikir dengan mengunakan tarian dalam fiqih dan tasawuf.

3. Mengetahui lebih dalam tentang konsep berdzikir dengan tarian dalam dunia tasawuf.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini yaitu :

(11)

2. Sebagai subangsih dalam pengambilan keputusan dan yurisprudensi hukum terutama mengenai status hukum tarian sufi yang dipakai untuk mediasi berdzikir dalam hal ini komunitas tarekat Maulawiyyah.

3. Untuk memberikan konstribusi positif dari akademisi dalam rangka sebagai sosialisasi hukum Islam, dari dua sudut pandang yang berbeda antara fiqih dan tasawuf.

4. sebagai bentuk khazanah keilmuaan dan pengembangan keIslaman serta wawasan bagi siapa saja yang membaca hasil penelitian ini.

D. Metode Penelitian

Pembahasan skripsi ini dilakukan dengan cara deskriptif analisis dengan melakukan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan dokumentasi naskah dengan menelusuri buku-buku, artikel dan karya ilmiah lainnya yang berkenaan dengan tema bahasan ini.

Data yang diperoleh tersebut disusun secara teratur dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian kualitatif. Adapun teknik penulisan, penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif

(12)

E.Kajian Pustaka

Berdasarkan telaah yang dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan penulis melihat ada yang membahas tentang Tarekat Maulawiyyah, seperti pada skripsi dibawah ini:

Zaenal Abidin.10 (Musik Dalam Tradisi Tasawuf: Studi Sama‟ Dalam Tarekat Maulawiyyah)

Pada skripsi diatas membahas tentang Tradisi Tarekat Maulawiyyah yang menimbulkan banyak kontroversi dikalangan syariah dalam melakukan sebuah ritual. Dan dalam skripsi diatas tidak menerangkan tentang hukum melakukan sebuah zikir dengan tarian, akan tetapi lebih kepada tradisi musik (sama‟), yang dilakukan oleh para pengikut Tarekat Maulawiyyah dari sudut pandang umum.

Tetapi yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang metode zikir tarekat maulawiyyah yang menggunakan tarian dilihat dari sudut pandang hukum Islam, dan juga makna yang ada didalam tarin itu sendiri, kenapa para pengikut tarekat maulawiyyah menggunakan metode tarian untuk melakukan sebuah ritual zikir, jadi disinilah letak perbedaan dengan skripsi sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab Pertama Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

(13)

Bab Kedua Berisi tentang Dzikir dalam hukum islam, pengertian dzikir, macam-macam dzikir, keutamaan dzikir dan adab dzikir. Bab Ketiga Berisi tentang tinjauan umum tentang tarian sufi menurut

jalaluddin rumi, biografi rumi, karya-karya rumi, tarekat maulawiyyah, tarian sufi, makna filosis tarian sufi dan tujuan melakukan tarian sufi.

Bab Keempat Pada bab ini membahas tentang tinjauan hukum islam tentang dzikir dengan tarian sufi, persesuaian nash, pandangan ulama tentang praktik dzikir dengan tarian sufi (pro kontra), sebab ikhtilaf.

(14)

BAB II

DZIKIR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Zikir

Kata zikir diambil dari bahasa Arab yang berarti “ingat atau mengingat”. Zikir juga sesuatu yang mengalir di atas lisan, sedangkan menurut istilah zikir adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang dilakaukan oleh seseorang untuk mengingat Tuhan yang telah menciptakannya.

Kata mengingat dan menyebut adalah dua kata yang sering digunakan untuk memahami kata zikir. Karena mengingat dan menyebut dalam bahasa zikir bersifat komplementer (saling terkait dan melengkapi). Ditemukan dalam Al-Qur‟an kata zikir dalam berbagai bentuknya tidak kurang dari 200 ayat yang menyebutkan kata yang berakar dari kata zikir, semuanya bermuara pada proses zikrullah itu sendiri, walaupun sejumlah ayat menyebutnya dengan kata yang

disandarkan langsung pada Allah SWT, pada nama-Nya, pada nikmat, peringatan, atau ayat-ayat-Nya.11

Ibn Hajar As-qalany mendefiniskan zikir dengan segala lafal yang dianjurkan untuk banyak membacanya seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hawqalah, basmalah, hasbalah, istighfar, dan sebagainya. Disamping itu, beliau

menjelaskan bahwa melakukan perbuatan yang diwajibkan dan yang disunnahkan termasuk pula dalam pengertian zikir, hal ini senada dengan pendapat Said bin Zubair, yang tidak membatasi pengertian zikir. Menurutnya,

11

(15)

segala bentuk ketaatan kepada Allah SWT adalah zikir. Orang yang tidak taat kepada Allah SWT berarti dia tidak berzikir.12

Sedangkan zikir menurut pendapat yang lain diistilahkan dengan kata meditasi, yang tujuannya semata-mata untuk memudahkan pemahaman awal dan

membandingkan zikir dengan bentuk meditasi lainnya,

[image:15.612.138.536.69.426.2]

Dengan menyebut zikir sebagai meditasi dasar, maka dapat memberi gambaran bahwa :

1. Zikir dengan menyeru nama-nama Dzat Allah (zikir ismu Dzat) sebagai zikir dasar yang akan menjadi pondasi zikir selanjutnya.

2. Adapun zikir lanjutan antaran lain Tasbih, Doa, Tadabbur Qura‟an, Tadabbur Alam, Tafakur, dan yang lebih sempurna dan yang paling luar biasa adalah

shalat.

Zikir disebut dasar karena sederhana, terbuka, dan telah diajarkan sejak Nabi Adam sampai Rasulullah SAW, dan terus tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk meditasi untuk berbagai tujuan13

Dalam pandangan Sayyid Sabiq, zikir adalah apa yang diucapkan oleh lisan dan hati berupa tasibih atau mensucikan Allah SWT, memuji dan

12

Ibn Hajar al-Asqalany, Fath al-Bary, (Beirut, Dar al-Ma‟rifah, 1379 H), juz 11, h.209

13

(16)

menyanjung-Nya, menyebutkan sifat kebesaran dan keagungan sertan sifat-sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimiliki-Nya.14

Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa zikir adalah mengulang-ulang nama Allah dalam hati maupun lewat lisan. Ini bisa dilakukan dengan mengingat lafal jalalah (Allah), sifat-Nya, perbuaatan-Nya, atau suatu tindakan yang serupa.15

Mengutip dari kitab al-Mawsu‟ah al-Fiqhiyyah dan al-Futuhat ar-Rabbaniyyah, al-Khumais menyimpulkan pengertian zikir sebagain berikut :

Zikir menurut syariah adalah setiap ucapan yang dirangkai untuk tujuan memuji dan berdoa. Yakni lafal yang kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT, berkaitan dengan pengagungan terhadap-Nya dan pujian terhadap-Nya, dengan menyebut nama-nama-Nya atau sifat-Nya, dengan memuliakan dan mengesakan-Nya, dengan bersyukur dan mengagungkan Dzat-Nya, dengan membaca kitab-Nya, dengan memohon pada-Nya dan berdoa kepada-Nya.16

Sedangkan pelaksanaanya sama sekali tak ada batasannya baik dalam metode, jumlah, atau waktu berzikir. Pembatasan terhadap metode yang berkaitan dengan beberapa amalan wajib tertentu tidak dibahas disini, misalnya shalat. Syariat cukup jelas dan semua orang mengetahui kewajiban ini, bahkan

14

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (t.t., Dar al-Hadits, 2004), h. 384.

15Ibn „Atha‟ilah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. Ke

-2, h. 29

16

(17)

Rasulullah SAW bersabda bahwa para penghuni surga hanya menyesali satu hal, yakni tidak cukup mengingat Allah selama di dunia.17

Usman Najaty mengatakan bahwa dalam realitasnya semua ibadah adalah zikir atau membutuhkan zikir.18 Tatkala manusia sedang melakukan hubungan yang intens dengan sang Khalik tidak terlepas dari zikir karena dengan wahana zikir manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah, menurut Ahmad Mahmud Subhy, zikir bukan sekedar repetisi lisan, melainkan memikirkan keagungan Allah SWT, nikmat-nikmat-Nya, dan memikirkan kekurangan diri sendiri dalam bersyukur dan kelemahannya dalam memenuhi hak-hak Allah SWT, serta mengakui nikmat-nikmat lahiriah dan batiniah. Jadi dalam zikir terdapat pemikiran dan perenungan.19

Seperti halnya dalam praktek zikir yang dijalankan oleh kaum sufi, pada prinsipnya seluruh praktek kaum sufi bermuara ke Hadirat Ilahi Rabbi. Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam merefleksikan kebutuhan pengakomodasian keanekaragaman para murid.

Berdasarkan pemaparan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa zikir memiliki makna umum dan makna khusus. Makna umum dari zikir ialah

17

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 10

18

Muhammad Usman Najaty, Al-Qur‟an wa Ulum an-Nafs, terjemahan ibn Ibrahim, (Jakarta Cendekia Sentra Mulia, 2001), h. 331

19

(18)

mengingat Allah SWT dalam bentuk ketaatan maupun penghambaan, baik dilakukan secara hati, lisan, maupun anggota tubuh yang lain.

Dengan zikir yang seperti ini bisa diartikan bahwa zikir dapat dilakukan dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi duduk, berdiri, berbaring, diam, bicara, maupun berjalan dan seseorang dapat berzikir selagi di dalam hatinya masih ingin mengingat Allah, dan bahkan seorang tatkala hembusan nafasnya bisa dikatakan zikir selagi ingin selalu menyebut nama Allah SWT, dan pada waktu hembusan nafasnya menjadikan dia mengingat kepada Allah SWT.

Zikir kepada Allah merupakan komunikasi antara hamba dengan Tuhan dalam berbagai bentuk ibadah, sujud dan tasbih. Nash (Al-Quran dan Hadis) menyebut zikir merupkan mukjizat ilmiah tersendiri, sebab ia menghubungkan ingatan manusia akan Tuhan-Nya.

B. Macam-macam Zikir

Telah kita ketahui dari uraian di atas bahwa banyaknya seluruh ketaatan kepada Allah SWT. Hati, lisan dan anggota tubuh manusia sebagai mediasi untuk berzikir kepada Allah SWT, adapun macam-macam zikir banyak ragamnya dengan mengacu dari pemaparan di atas, dengan demikian zikir terdiri dari enam macam yaitu :

1. Zikir Seluruh Indra

(19)

dan selalu menjaga seluruh indra yang ada dalam dirinya untuk tidak berpaling dari mengingat Allah „azza wazalla. Firman Allah SWT :

                             

Artinya : Dan Allah mengeluakan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran dan penglihatan. dan hati agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Nahl: 78)

Bersyukur kepada Allah merupakan salah satu bentuk zikir kepada-Nya. dalam ayat ini zikir dihubungkan dengan indra.

2. Zikir dalam bentuk shalat

Firman Allah SWT:

                                                                 

Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diserukan sembahyang pada hari Jumat, bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, bertebarnlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. Al-Jumu‟ah: 8-9)

(20)

kepada Allah, bahkan di ujung ayat terdapat perintah untuk berzikir kepada Allah dalam segala situasi.

3. Zikir dengan lisan

Zikir dengan lisan merupakan salah satu zikir yang cara praktiknya dengan lisan, yaitu dengan mngucapkan lafaz-lafaz yang berisi pujian kepada Allah, dan zikir tersebut berupa tasbih, tahmid dan tahlil.

Zikir yang hanya terucap dengan lisan adalah tingkatan zikir yang paling rendah, pada waktu lisan berzikir sedangkan hatinya lalai, dan bahkan Sarraj dan Kalabadhi mengatakan bahwan zikir yang semacam ini adalah zalim, yang tidak mengetahui apapun tentang zikirnya, dan tidak mengetahui tentang yang disebutnya.

Zikir yang seperti ini akan tetap mendapatkan pahala dari Allah, selama itu dilakukan masih mengharapkan ridha dari Allah, dan zikir tersebut bukan untuk tujuan yang lain, seperti mengharapkan pujian ataupun sanjungan dari orang lain. Firman Allah SWT :

                                           

Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (al-Imran: 135)

(21)

Firman Allah SWT



 

 

















 





Artinya : “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (al-A‟raf: 205)

Zikir dalam jiwa ini ditegaskan dalam hadis Qudsi, Nabi SAW bersabda dalam hadis qudsi, Allah „Azza wa Jalla berfirman, “Aku mengikuti persangka

hamba-ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya bila ia mengingat-Ku. Jika

ia mengingat-Ku dalam jiwanya, Aku pun mengingatnya dalam jiwa-Ku.”

Dari Firman Allah dan hadis qudsi diatas betapa seseorang begitu mudah untuk berzikir, bahkan Allah selalu mengingat dalam jiwa-Nya, tatkala ada seorang hamba yang mengingat Allah dalam jiwanya.

5. Zikir dengan Hati

(22)

memikirkan aturan-aturan atau hukum-hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan telah ditetapkan di alam jagad raya ini. Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman :

                                   ( ار ع لا )

Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Al-Imran: 191)

Zikir dari hati mengakibatkan keakraban yang semakin besar, dan akhirnya pelaku menjadi seakan seluruhnya terdiri atas hati. Setiap anggota tubuhnya adalah sebuah hati yang mengingat Tuhan.

Menurut Fakhrurrazy yang berpendapat bahwa, zikir itu terdiri dari tiga macam yaitu:

a. Memikirkan dan merenungkan berbagai dalil tentang zat dan sifat Allah SWT, serta mendapat jawaban atas berbagai kekeliruan dalam memahami dalil tersebut.

(23)

c. Memikirkan dan merenungi seluruh rahasia berbagai ciptaaan Allah SWT.20

6. Zikir amal

Zikir dengan amal adalah berzikir dengan cara menjadikan anggota tubuh melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan selu bersyukur atas apa-apa nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita, sebagaimana dalam Firman-Nya:

                                          

Artinya : “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan). (al-Fathir/35:3)

Menurut Ahmad Bahjat, zikir kepada Allah haruslah ada dampak pengaruh dalam kehidupan dan memberikan keutamaan bagi seluruh kehidupan manusia, dan ini semua tidak akan terjadi kecuali dengan zikir alam, yang mana di dalamnya seseorang tegak berdiri, sebagaimana fungsinya dimuka bumi sebagai khalifah untuk menjaga dan melestarikan kelangsungan alam semesta21.

C. Keutamaan Dzikir

Zikir kepada Allah adalah perbuatan yang paling baik bagi siapa orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dan ingin mendapatkan pahala yang

20

Fahrurrazy, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, (Baerut, darul Fikr, 1985), Jilid 2, cet. Ke-3, h. 158-159.

21

(24)

besar, dan zikir itu sesuatu yang sangat besar yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an.22

Zikir adalah salah satu aktivitas manusia sebagai intropeksi diri yang mana bertujuan untuk menyucikan manusia dan membuat faqr, maka kemiskinan yang mulia, mengendalikan diri, zikir, mengucapkan firman Allah merupakan sarana untuk menyampaikan kepada faqr itu kekayaan-Nya yang tidak terbatas.

Sesuai dengan perintah Al-Quran untuk memperbanyak zikir, karena dzikir adalah sebaik-baik amalan yang mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba didunia dan akhirat, kapan saja yang Allahberikan kunci ini pada seorang hamba maka Allah inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya maka pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya, apabila ia menjaga zikirnya serta terus berlindung kepada Allah maka hatinya akan selalu tenang. Sebagaimana Allah SWT berfirman:





 













 

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra‟d: 28)

22

Abdul Aziz Fathi Sayyid Nada, al-Adab al-Islamiyyah, (Riyadh: Daar Thoyyibah linnasar

(25)

Begitu pentingnya berzikir kepada Allah maka banyak sekali manfaat dan kegunaannya bagi siapapun yang mengerjakannya, Ibn Qoyyim al-Jawziyyah menjelaskan dalam kitabnya al-Wabil as-Shayyib Wa Raafi’ Kalimi

al-Thoyyib, beliau menyebutkan bahwa ada seratus keutamaan bagi orang yang

mengerjakan zikir, dan beliau merinci tujuh puluh tiga keutamaan saja.23

Diantara keutamaan zikir yang akan dijelaskan oleh penulis, disini penulis hanya menjelaskan sepuluh keutamaan. Adalah sebagai berikut:

1. Zikir dapat mengusir syetan dan dapat melindungi orang yang berdzikir, Allah SWT berfirman:                      

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. al-„Araf:201)

2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

                      

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra‟d: 28)

23

Ibn Qoyyim al-Jawjiyyah, al-Wabil as-Shayyib, (terj) abd. Rohim Mu‟thi dan Zulqarnain,

(26)

Sahl bin Abdullah berkata jika hati seorang hamba merasa senang dan tenang kepada Tuhannya, maka kondisi spiritualnya akan menjadi kuat. Jika kondisi spiritualnya kuat maka segala sesuatu akan senang dan simpati kepadanya.24

3. Dzikir dapat menghidupkan hati

Bahkan dzikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut, apabila hati kehilangan zikir maka seakan-akan kehilangan kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah. Rasulullah saw bersabda:

25

Artinya : Dari Abu Musa ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda: Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak berzikir kepada Tuhannya seperti orang yang hidup dan orang yang mati. (HR. Bukhari)

4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah

Karena zikir merupakan suatu kebaikan yang besar dan diampuninya segala dosa-dosa, tentu hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari azab Allah SWT, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

26

24

Dikutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 98

25

Muhammad Ibn Ismail abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987), juz 5, h. 2353

26

(27)

Artinya : Dari Muadz bin Jabal berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: tidak ada amal yang dapat dilakukan oleh seseorang dari siksa Allah kecuali berzikir kepada Allah. (HR. Ibn Majah)

5. Zikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah

Padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lidah mudah dari pada gerakan tubuh, diantara pahala zikir yang disebutkan Rasulullah saw adalah:

)

27

Artinya: telah menceritakan kepada kami Abullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami, Malik dari Sumai maula, Abi Bakrin, dari Abi Shaleh, dari Abi Hurairah RA. Sesungguhnya Nabi saw bersabda: orang yang

mau mengucapkan “Laailaha illallah wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahulhamdu wa huwa ala kulli say‟in kodiir”. Pada setiap

hari sebanyak seratus kali, maka orang itu seperti membebaskan sepuluh hamba sahay, dan baginya ditulis seratus kebaikan dan baginya dihapus seratus kejelekan, dan baginya terjaga dari setan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada orang yang bisa melebihi kemuliannya dari pada orang yang mau mengamalkan kalimat yang diatas yang lebih banyak. (HR. Bukhari)

27

(28)

6. Zikir dapat menjadi cahaya penerang bagi yang berzikir di dunia, di alam kubur, dan di akhirat.

Orang yang berzikir dapat menerangi dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya dzikrullah. Allah SWT berfirman:

                                    

Artinya: dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-An‟am:122)

7. Zikir menjadikan seseorang termasuk kepada golongan yang istimewa dan terkemuka.

Rasulullah saw bersabda:

28

Artinya: Dari Abu Hurairah: Rasulullah saw bersabda: Telah mendahului orang-orang yang istimewa! Mereka bertanya: Siapakah orang-orang yang istimewa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: mereka ialah orang-orang yang berzikir kepada Allah SWT, baik laki-laki maupun wanita. (HR. Muslim)

8. Zikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya

28

(29)

Allah SWT berfirman:                                          

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. al-Ahzab:41-43)

9. Zikir mencegah orang dari sifat kemunafikan

Orang yang berzikir kepada Allah SWT akan terpelihara dirinya dari sifat kemunafikan, karena salah satu ciri orang munafik adalah jarang sekali berzikir kepada Allah SWT, Allah SWT berfirman:

                                    

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. an-Nisa: 142)

(30)

                               

Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.

10. Zikir menjadikan seseorang diingat Allah SWT Allah SWT berfirman:

           

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. al-Baqarah: 152)

D. Adab Berzikir

Zikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan bagi siapapun yang melakukan zikir kepada Allah SWT, untuk bisa menghantarkan seorang hamba untuk bisa dekat dengan Allah.

1. Dengan niat yang ikhlas Allah SWT berfirman :

                                

(31)

Berkata dzun nun al-misri tanda orang yang ikhlas itu ada tiga : yang pertama jika dipuji dan dicela orang tidak berpengaruh baginya, yang kedua jika ia beramal tidak riya‟ dan yang ketiga jika amal yang dilakukan semata hanya

untuk mengharapkan ridho Allah SWT.29 2. Adab Batin

Apabila seseorang ingin berzikir hendaknya ia menghadirkan hatinya, mengkadirkan kehadiran Illahi dalam hatinya, mengosongkan hatinya dari hal-hal yang bisa membawanya untuk lalai mengingatnya. Amr bin Utsman al-Makki berkata: kehadiran hati ialah kegaiban yang ditemukan oleh hati dengan kegaiban yang tidak dijadikan sebagai sesuatu yang terlihat dan tidak pula penghayatan hati nurani.30 Sehingga pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya dan pikiran tidak berkeliaran kepada selain-Nya, selagi pikiran tidak berpaling kepada selain-Nya, hati akan selalu mengingat dengan apa yang sedang diingatnya, karena kehadiran hati kesinambungan antara penglihatan hati dengan penglihatan mata. Allah SWT berfirman :

...











 

Artinya : Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Saba‟: 47)

29

Di Kutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 99

30

(32)

Begitu pentingnya kehadiran hati dalam melakukan zikir yang mengkibatkan kekhusuan bagi seorang hamba dalam melakukan sebuah aktivitas zikir, faktor yang menyebabkan kehadiran hati memerlukan kosentrasi dan perhatian yang sangat penuh. Perhatian yang utama terhadap zikir tidak akan terwujud apabila tidak diketahui manfaat dan keutamaan dalam melakukan zikir, karenanya memahami manfaat dan keutamaan dalam berzikir memberikan kunci utama dalam menghadirkan hati.

3. Adab lahir

a. Sebelum melakukan zikir hendaknya badan suci dari hadas besar maupun hadas kecil, dan juga tempat yang akan digunakan untuk beerzikir haruslah suci dari segala yang meragukan. Rasulullah saw bersabda:

31

Artinya : berkata Abu Daud: menceriyakan kepada saya Muhammad bin

Matan, menceritakan kepada saya „Abd al-„Ala, menceritakan

kepada saya Sa‟id dari Qotadah, dari hasan, dari Khudain bin

Assandari, Abi Sasan dari Muhazir, Muhazir menemui Rasul, sesungguhnya Nabi saw sedang buang air kecil, Muhazir salam kepada Nabi maka Nabi tidak menjawab salam, sehingga Rasul berwudhu, kemudian beralasan, Nabi bersabda: Saya itu benci

31

(33)

ketika saya menyebut Dzikir (Menyebut Allah) Azza Wajalla, sampai keadaan suci. (HR. Abu Daud)

b. Hendaknya orang yang berzikir bersikap tertib, jika ia duduk hendaknya ia menghadap ke arah kiblat dengan khusuk, menghinakan diri kepada Allah, dengan tenang, penuh dengan rasa takut dan dengan menundukan kepala.

c. Orang yang ingin melakukan zikir hendaknya membersihkan mulutnya sebelum berzikir.

4. Adab lahir batin.32

a. Ikhlas karena Allah di dalam zikir b. Memperbanyak zikir disetiap keadaan c. Menyatukan zikir dengan hati dan lisan d. Berkumpul untuk berdzikir

e. Menangis dan hati lemah dalm berdzikir f. Meringankan suara dalm berdzikir g. Memperbanyak membaca al-Quran h. Memperbanyak istighfar

i. Medahulukan zikir yang umum dan yang khusus

Ada 20 adab sebelum zikir dalam melakukan zikir berjamaah, dibagi menjadi 5 adab sebelum zikir, 12 adab selama zikir dan 3 adab setelah zikir.33

32

(34)

1) Lima adab sebelum zikir

a) Niat taubat nasuha, dengan bersungguh-sungguh.

b) Mandi atau bewudhu, kemudian memakai wangi-wangian, bersiwak dan mengharumkan mulut. Dianjurkan menjaga wudhu, tetapi mandi jauh lebih baik.

c) Duduk diam dan mulai zikir kalbu dengan lafaz Allah...Allah...Allah d) Menyatukan hati dengan Mursyid dan memohon dukungannya

(Rabitah).34

e) Menyatukan diri ke Rasulullah saw dengan perantara Syaikh/Guru (guru sebagai perantara).35

2) Dua belas adab selama zikir a) Duduk di atas alas yang suci

b) Meletakan tangan di atas paha dengan jari telunjuk dan jempol dilingkarkan, kemudian berbentuk lingkaran bila berjamaah, bila zikir sendiri sebaiknya menghadap kiblat, bila berjamaah membuat lingkaran.

33

Syaikh Ahmad Khumuskhanawy al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya: al-Haramayn, 2006), h.24

34Rabitah berarti seorang murid secara terus menerus “bertatap muka” dengan syaikh (

surah-iasy-syaikh) dalam pikirannya, tidak saja supaya dia dapat mencapai tingkatan penuh kepatuhan pada syaikh tetapi juga agar dia merasa seolah-olah terus bersamanya. Praktis seketika itu serang murid kehilangan dirinya dan menyatu dalam diri sang syaikh, dan seketika itu ia akan mencapai tingkat

“peleburan diri dalam diri sang syaikh” (fana fi asy-syaikh), yang pada akhirnya akan membawa

mereka pada “peleburan diri dalam diri Tuhan” (fana bi Allah). Nashr, Warisan sufi abad pertengahan,

(Yogyakarta, pustaka sufi 2003), h.551

35

(35)

c) Memberikan wewangian pada majelis zikir, Rasulullah saw. Menyenangi wewangian, malaikat dan awliya menyenangi wewangian. Adab ini merupakan adab yang sudah disepakati oleh para Mursyid Tarekat

d) Memakai pakaian yang halal dan suci

e) Menggelapkan atau mematikan lampu untuk memudahkan untuk menutup indra lahiriyah menuju indra batiniyah. Konsentrasi dan menjaga pandangan serta lebih khusyu.

f) Memejamkan mata, karena dengan memejamkan mata, maka jalan-jalan indra lahiriyah akan tertutup sedikit demi sedikit. Tertutupnya indra tersebut akan merupakan jalan sumber penyingkapan bagi indra batiniyah atau hati.

g) Membayangkan kehadiran Mursyid dalam majlis zikir, hal ini merupakan adab yang sangat ditekankan.

h) Zikir berjamaah lebih baik dengan suara keras namun lembut, dengan kekuatan yang sempurna hingga seluruh sel-sel tubuh dari kepala hingga ujung kaki terisi oleh asma Allah, hal ini menunjukan keadaan di mana pezikir memiliki keinginan yang kuat.

i) Keikhlasan dan ketulusan dalam beerzikir dengan mengharapkan ridha Allah semata.

(36)

k) Menghadirkan makna zikir dalam hati

l) Mengosongkan hati dari msetiap maujud, yaitu menghindarkan selain Allah masuk dalam hati.36

c) Tiga adab setelah zikir

1) Setelah zikir diam sejenak sambil mengawasi warid dari wirid/zikir yang dilakukan.

2) Menahan nafas berulang-ulang antara 3 hingga 7 tarikan nafas.

3) Tidak segera minum yang dingin, karena panasnya zikir akan menghancurkan karat-karat hati.37

36

Syaikh Ahmad Khumuskhanawy al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya: al-Haramayn, 2006), h.32

37

(37)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SUFI JALALUDIN RÛMI

Nama tarian itu adalah Mevlevi Sema Ceremony atau lebih akrab dengan sebutan sema‟ (dalam bahasa arab berarti mendengar atau jika diterapkan dalam definisi yang lebih luas ialah bergerak dalam suka cita cita sambil mendengarkan nada-nada musik sambil berputar-putar sesuai dengan arah putaran alam semesta). Di barat tarian ini lebih dikenal sebagai “Whirling Dervishes”, atau para darwis yang

berputar-putar dan digolongkan sebagai devine dance.

Secara historis tarian ini tarian yang telah di praktekan oleh sufi-sufi awal, akan tetapi tidak mendapat penjelasan bagaimana bagaimana tarian ini dipraktekan dalam sumber-sumber sufi awal.38 Lalu tarian ini kembali muncul beberapa abad setelahnya yang dilakukan oleh Maulana Jalaludin Rûmi, seorang sufi yang juga merasakan suka cita kepada gurunya Syamsudi al-Tibriz, atau Syams-i- Tabriz. Kemudian tarian ini terus di ramaikan oleh Tarekat Maulawiyah atau Mevlevi.

A. Biografi Rûmi (Pendiri Tarekat Maulawiyyah)

Jalaluddin Rûmi lahir di balkh, sekarang Afghanistan, pada 6 Rabi‟ Al -Awwal tahun 604 H/ 30 November 1207 M.39 Dan wafat pada 5 Jumad Al-Tsaniyah 672 H/17 Desember 1273 M Ayahnya, Baha‟ Walad, adalah seorang

ulama yang terkenal, ahli fiqh sekaligus seorang Sufi yang menempuh jalan

38

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta, Erlangga, 2006), cet. I, h. 259

39

(38)

Tasawuf, sebagaimana Ahmad Ghazali, saudara Muhammad Ghazali, seorang sufi terkenal dan „Ayn al Qhudat Hamdani.40 Menurut tradisi nenek moyangnya,

Rûmi tergolong masih begitu muda ketika mulai belajar ilmu-ilmu eksoterik. Dia mempelajari berbagai keilmuan meliputi dari tata bahasa arab, ilmu persajakan, Al-Qur‟an, fiqh, ushul fiqh, tafsir, sejarah, teologi, filsafat, logika, matematika, dan astronomi.

Pada saat ayahnya meninggal dunia pada tahun 628 H/1231 M, dia telah menguasai bidang keilmuan tersebut, Namanya pada waktu itu sudah dapat dijumpai dalam sederatan para ulama ahli dibidang hukum pada mazhab hanafi. Karena keilmuan tersebut tidak diherankan pada usia 24 tahun, dia sudah diminta untuk menggantikan tugas ayahnya untuk menjadi dai sekaligus menjadi rujukan hukum Islam.

Ketika Rûmi telah menggantikan kedudukan ayahnya nampaknya dia telah menguasai ilmu-ilmu disiplin kerohanian dan ilmu-ilmu eksoterik sufisme, bahkan terdorong kearahnya, sampainya bertemu dengan seorang yang bernama Burhan al-Din tirmidzi, dia murid kesayangan ayahnya, dia datang ke Konya pada tahun 629 H/1232 M hingga wafatnya pada tahun 638 H/1240 M. Di bawah bimbingannyalah Rûmi menjalani disiplin-disiplin rohani.

Setelah kematian Tirmidzi, Rûmi terus menjalankan tugasnya, terus mengajak dan membimbing orang-orang Konya. Dia menjadi begitu terkenal dan paling dihormati di kalangan ahli hukum (fuqaha). Meskipun demikian, dia tetap

(39)

menjalani kehidupan rohani sebagai seorang sufi, bahkan pada masa itu, sebagai mana yang disebutkan oleh S.H. Nashr, Rûmi telah menjadi seorang guru sufi sejati.41 Kendati dalam kehidupan sehari-harinya, dia tetap menjalani kehidupan sebagaimana sebelumnya, sebagai seorang ahli hukum yang dihormati.

Kadang-kadang dia juga menyinggung masalah “keajaiban-keajaiban rohani,” walaupun tidak pernah menunjukan tanda-tanda bahwa dia pernah

mengalaminya. Hal itu berubah manakala seorang yang berpenampilan aneh, yang bernama Maulana Syamsudin al-Tibrizi, datang ke Konya pada tahun 642 H/1244 M.42 Syams-i Tibriz sangat besar pengaruhnya terhadap Rûmi, dialah yang menyebabkan Rûmi berubah dari seorang ahli hukum yang tenang menjadi seseorang yang mabuk akan Cinta Tuhan.

Setelah kurang lebih satu atau dua tahun, Syams senantiasa mendampingi Rûmi, suatu ketika tiba-tiba Syams pergi meninggalkan kota Konya. Hal itu menyebabkan Rûmi dilanda kecemasan. Kemudian Rûmi membujuknya dan pada akhirnya Syams kembali ke Konya, namun tidak lama kemudian Syams kembali meninggalkan Rûmi sekitar tahun 645 H/1247 M, dia kembali menghilang. Dan disinilah puncak dimana Rûmi merasa kehilangan seorang guru spritual yang sangat dicintainya, Syamsuddin Tabrizi. Ia adalah seorang guru sufi misterius yang bagaikan magnet mampu menyedot seluruh perhatian Rûmi,

41

Dikutip dari William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, (terj) (Yogyakarta, Qolam, 2001), cet. III, h. 3.

(40)

hingga orientasi spiritual Rûmi berubah secara dramatis, dari seorang teolog dialektis menjadi seorang penyair-sufi.

Setelah kepergian Syams seorang yang dianggap Rûmi yang berpengaruh dalam perjalanan spiritualnya, Rûmi selalu melakukan Tarian ditengah-tengah kota Konya pada waktu pagi hari, Tarian ini salah satu ritual yang dilakukan Rûmi utnuk mengenang kepergian Syams dan juga rasa Cintanya kepada Tuhan yang begitu mendalam, Bagi Rûmi menari adalah Cinta. Dan Rûmitak berhenti menari karena ia tak pernah berhenti mencintai Tuhan. Hingga tiba saatnya di suatu senja 17 Desember 1273,43 ia dipanggil Sang Maha Kuasa dalam keadaan diliputi Cinta Ilahi.

Kemudian tarian ini terus di kembangkan oleh Tarekat Maulawiyah atau mevlevi yang kemudian menjadi seni yang dipertontonkan pada setiap bulan Desember, khususnya pada tanggal 12 desember yang mana untuk mengenang sang maestro Maulana jalaludin Rûmi, terhadap karya-karyanya.

1. Karya-karya Rûmi

Karya-karya Rûmi adalah Diwan Syams Tabrizi yang memuat lebih dari 40.000 syair dan kitab karang Rûmi yang paling monumental ialah Matsnawi

43

(41)

yang terdiri dari 6 jilid berisikan 25.000 untaian bait syair. Yang mana kitab ini disebut juga sebagai Quran yang berbahasa Persia.44

Maulana Jalaludin Rûmi pun meninggalkan buah karya prosa yang relatif pendek, dengan judul Fihi ma Fihi, meliputi tema yang sama seperti Matsnawi.

Majalis Sab‟ah jelas merupakan karya yang ditulis sebelum kedatangan Syams

ke Konya.45

Diwan (kumpulan syair), terdiri dari kurang lebih 3.230 ghazal, yang

jumlah keseluruhannya mencapai 35.000 syair; 44 ta‟rif, sebuah bentuk puisi yang terdiri dari dua atau lebih ghazal, yang seluruhnya berjumlah 1.700 syair,

ruba‟iyyat, “sajak-sajak yang terdiri dari empat baris.” Diwan lebih mencakup

dari keseluruhan syair Rûmi dari pada Matsnawi, yang disusun dalam rentang waktu lebih dari tiga puluh tahun sejak kedatangan Syams di Konya hingga menjelang akhir hayat Rûmi.46

Sebenarnya masih ada karya-karya Rûmi yang lain, seperti Ruba‟iyat (syair empat baris dari Rûmi), berisikan sekitar 1.600 kuatren orisinal, yang mencakup ide-ide Rûmi tentang Tasawuf, seperti tawakal, ikhlas, cinta, iman, akal, dan penyatuan. Al-Maktubat, karya Rûmi yang lain berisikan 145 surat

44

Ibid, h. 6

45

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 149

(42)

yang rata-rata sepanjang dua halaman, yang ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan Konya, tetapi karya ini tidak begitu terkenal dan berpengaruh.47

Maqalat-i Syams-i Tabriz (Percakapan Syamsi Tabriz), karya Rûmi yang

lain, dianggap sebagai buah persahabatan Rûmi dengan guru dan sahabatnya, Syams al-Din Tabriz. Ia berisikan beberapa dialog mistik antara Syams sebagai guru dan murid.48

Sekalipun karya tersebut menjelaskan prihal kehidupan, namun menurut Mulyadhi, mengutip Nicholson, mengatakan bahwa karya ini menerangkan beberapa ide dan doktrin sang penyair.49

Majlis-i Sab‟ah (Tujuh Pembahasan), karya Rûmi yang merupakan bentuk prosa juga, yang berisikan sejumlah Khutbah Rûmi dan kuliah Rûmi yang diberikan bukan saja untuk kalangan kaum Sufi, akan tetapi juga khalayak umu. Khutbahnya kebanyakan dalam bentuk nasehat dan konseling, dan agaknya disampaikan sebelum bertemu dengan Syams al-Din Tabriz.50

Karya-karya Rûmi sangat berpengaruh teerhadap perkembangan dan popularitas tarekat Maulawiyyah, baik yang ditulis oleh Rûmi sendiri, maupun

47

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 336

48 Ibid

49

Mulyadhi Kartanegara, Jalal al-Din Rûmi: Guru Sufi dan Penyair Agung. (Jakarta, Teraju, 2004), h. 10-11

50

(43)

para pengikutnya, baik pada masa lalu maupun pada masa kini. Popularitas Tarekat Maulawiyyah tentu sangat terikat dengan karya utama Rûmi, yang berjudul Matsnawi al-Ma‟nawi, atau Matsnawi Jalal al-Din Rûmi. Ini adalah mahakarya yang sangat agung, yang telah mendapat pujian dari „Abd al-Rahman

Jami sebagai al-Quran yang berbahasa persia.51

B. Tarekat Maulawi

Membahas tentang tarian sufi pastilah kita dibawa untuk mengetahui siapa yang mepopulerkan tarian mistik ini, tidak lain ialah Tarekat Maulawi, sebuah tarekat yang didirikan oleh penyair besar Maulana Jalaluddin Rûmi.

Nama Maulawi berasal dari nama “Maulana” (Guru kami), yaitu gelar

yang diberikan murid-murid Jalal- mal-Din Rûmi. Oleh karena itu jelas bahwa pendiri Tarekat Maulawi adalah Rûmi, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rûmi. Walaupun tidak terlalu besar dibandingkan dengan Tareka Naqsyabandiyyah, tetapi tarekat ini masih bertahan hidup hingga akhir-akhir ini dan salah satu mursyid (spiritual guide) dan sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Kabir Helminski, yang bermarkas di California, Amerika Serikat.52

51

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 321

52

(44)

Setelah Rûmi wafat, pimpinan tarekat Maulawi diambil alih oleh sahabat karibnya dan Khalifahnya, Syaikh Husamuddin Hasan bin Muhammad, salah seorang sahabat karibnya, yang juga dijadikan Rûmi sebagai khalifah. Lalu Sultan Walad, pada akhir abad ke 13, putra sulung penyair besar Maulana Jalal al-Din Rûmi, yang sangat berperan penting dalam mengembangkan Tarekat Maulawi dan juga menyebarkan ajaran-ajaran Rûmi.

Hasanudin memipin tarekat ini sampai akhir hayatnya sepuluh tahun kemudian, setelah itu para murid berkumpul mengelilingi sultan walad dan mentahsbikannya menjadi penggantinya, dia memimpin upaya perluasan besar-besaran dengan mengirimkan para Khalifah ke pelbagai penjuru anatolia, dirinya pun mengodifikasi ritual serta peraturan dalam berpakaian serta bertingkahlaku khas Maulawi.53 Disinilah kemajuan pesat tarekat Maulawi setelah dipegang oleh sultan Walad, dan mempunyai ciri dalam tarekat ini ialah dengan melakukan ritual Tarian sebagai mediasi zikir yang diiringi oleh instrumen musik.

Ciri utama Tarekat ini adalah konser spiritual, sama‟ yang diperkenalkan oleh Rûmi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabriz. Peristiwa ini menjadikan Rûmi sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu seorang pandai besi mampu membuat Rûmi menari dan

53

(45)

beerpuisi.54 Sekalipu sama‟ dalam bentuk tarian berputar akan tetapi tarian ini ialah tarian spiritual yang dijadikan sebagai mediasi zikir, oleh para pengikut Tarekat Maulawi yaitu zikir yang dibarengi dengan tarian yang diiringi oleh instrument musik. Walupun telah banyak dimainkan oleh banyak tarekat sufi, akan tetapi Rûmi menjadikan cirri khas dasar dari Tarekatnya. Karena itu tarekat Maulawi dikenal di Barat sebagai Para Darwis yang Berputar (the Whirling Darvish). Bahasan tentang tarian yang dijadikan mediasi zikir dalam tradisi sufi

dalam perspekrif hukum Islam akan dijelaskan pada Bab IV.

C. Tarian Sufi

Mungkin tidak ada aspek yang paling kontroversial, dan sekaligus populer, dibanding praktik musik dan tarian, Musik dan tari tidak dianut secara universal dikalangan kaum sufi, karena tarekat-tarekat seperti Naqsyabandiyyah dan Qodiriyyah tidak setuju dengan pertujukan (meskipun ada pengecualian dalam kedua kelompok tersebut).55

Disini saya tidak membahas tentang musik akan tetapi lebik kepada praktik tarian yang digunakan sebagai media zikir. Kebanyakan tarekat modus berdzikir kolektif yang diiringi oleh gerakan-gerakan jasmani. Tarekat Maulawiyah para darwis menari, menyebutnya sebagai sama‟, konser spritual

54

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 337

55

(46)

karena ia merupakan sebuah upacara di mana tarian diiringi oleh esembel musik lengkap, instrumental dan ritme.56

Musik itu sendiri dianggap sebagai salah satu zikir, ritual-ritual tarian yang dilakukan oleh kaum sufi dilakukan dalam sebuah atmosfir yang dipenuhi dalam simbolisme kosmik.57

Mereka para darwis (pelaku yang melakukan tarian sufi), yang berputar seraya memutari atom-atom alam jagad raya semesta keseluruhan kosmos merupakan manifestasi Tuhan, menurut Ibn „Arabi, pada hakikatnya tidak ada yang bereksistensi kecuali nama-nama-Nya.58 Garis penalaran di sini sangatlah jelas. Dia mengatakan bahwa segala yang berasal dari Allah, segala sesuatu memanifestasikan Allah, segala sesuatu menjadi tanda Allah, “Semuanya adalah Dia”.

Tarian itu sendiri yang diajarkan oleh Rûmi kepada murid-muridnya, dalam bentuk yang direalisasikan oleh Rûmi sendiri, yang mendapatkan makna kekuatannya dari simbiolisme yang kaya lagi fasih pada saat yang sama ketika tindakannya berkonsentrasi dan memfokus pada daya-daya manusia.59

Lalu para darwis berkumpul menempatkan diri mereka untuk menari dalam beberapa konsentris, seraya membentuk planet-planet dilangit, seorang

56

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 380

57

Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf (terj), (Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003), cet, I, h. 237

58

William C. Cittick, Tasawuf di mata kaum sufi (tej), (Bandung, Mizan, 2002), cet, I, h.

59

(47)

darwis yang tertua menempati posisi tengah dalam posisi lingkaran dimana ia mempresentasikan “kutb”, Dia berputaar perlahan-lahan di tempat, sementara

yang lainnya menyusun lingkaran sebuah mahkota berputar pada saaat beerbarangan berkeliling di orbit-orbit di mana mereka ditempatkan.60

Setelah menjadi seperti persilangan yang berputar, dia bergerak perlahan kepalanya agak ditundukkan, kedua bahunya tegak rata. Mantel putihnya yang tergulung bagaikan lingkarana mahkota bunga, menjadi citra kesempurnaan („ardh) alam semesta yang dirasuki Kearifan Ilahi (al-hikmah). Poros vertikal dari tubuhnya yang diperpanjang oleh torbus yang tinggi merupakan tanda keagungan (thul) yang baru dapat ditembus oleh seorang salik yang mencoba untuk fana di dalam diri Yang Mahakuasa (al-qudrah).

Dengan menirukan di atas bumi gerakan bintang-bintang yang dengan sendirinya merupakan lambang dan kekuatan hierarki malaikat, para darwis itu sadar akan keikutsertaannya dalam keselarasan dalam keselarasan universal dan memberi dorongan untuk membuat apa yang berlaku di langit berlaku juga dibawah sini, dengan membiarkan dirinya hanyut dalam ritme keselarasan langit dia menjadi alat dengan melaluinya Cinta Ilahi dapat berkomunikasi dengan penderitaan mahluk akibat perpisahan dan ilusi kosmik.61

Melalui rotasi ini, Dia menegaskan kehadiran unik dari Allah di segenap penjuru angkasa. Allah SWT berfirman:

60

Ibid, h. 380

61

(48)









Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. Al-Baqarah: 115)

1. Makna Filosofis Tarian Sufi

Para darwis istilah peserta tari sufi yang dilakukan para pengikut tarekat Maulawiyah, sebelum melakukan sebuah Tarian para darwis masuk dengan memakai topi lakan berbentuk krucut yang berasal dari asia Tengah, topi lakan yang juga melambangkan batu nisan, selain jubah hitam yang dilepas ketika menari untuk memperlihatkan baju dalam berwarna putih. Filosofis dari cara berpakian itu melambangkan kematian dan kebangkitan kembali (setelah mati). Pada sesi ini darwis bersenandung :

Busana pusuranku, topi batu nisanku...

Mengapa sosok mayat tidak mau menari di dunia ini

Ketika suara trompet kematian

Membangkitkannya untuk menari ?62

Pada awal zikir ritmik ini, seluruh peserta berdiri berjejer dan berpegangan tangan, seraya membentuk satu atau atau lebih lengkaran konsentris atau dalam baris yang saling berhadapan.63 Pada bagian tengahnya berdiri seorang syekh atau asistenya, penataan ini merupan simbolisme lingkarana atau barisan malaikat yang mengelilingi Singgasana Ilahi.

62

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 382

63

(49)

Para penari menyebutkan nama Ilahi secara serempak, seraya membungkukan badan dengan cepat dan penuh saat mengucapkan suku kata kedua Lah. Ketika menarik nafas, mereka kembali berdiri tegak, lalu sambil berputar-putar para darwis sambil mempertahankan tangan kanan mengarah kelangit, sementara tangan kiri mengarah ke bumi.64

Makna filosofis dari gerakan tangan kanan ke atas menandakan menerima rahmat Allah, dan tangan kiri ke bawah menandakan memberikan rahmat yang telah diterima kepada seluruh mahluk ciptaaan Allah. Gerakan-gerakan yang dilakukan bertempo lambat serta tetap, lama-kelamaan langkah kaki menjadi semakin cepat mengikuti tempo musik.

Tempo iramanya meningkat sedikit demi sedikit, dan gerakan tubuh selalu dibarengi dengan dua tahap pernapasan. Tidak lama kemudian nama Allah tidak lagi terdengar dan hanya huruf terakhir “Ha”, yang masih terdengar yang

terucap oleh para darwis yang sedang berputar, dan dihembuskan kuat-kuat oleh seluruh dada. Setiap embusan nafas ini melambangkna hembusan terakhir manusia, saat jiwa individu dipersatukan kembali dengan nafas kosmik yaitu kedalan ruh Illahi.65

Dengan mengikuti gerakan dada, tubuh membungkuk dan tegag secara bergantian seakan-akan setiap saat ia ditarik ke langit dan dihempaskan kembali ke bumi, kedua belah mata dipejamkan; wajah mengekspresikan gairah yang

64

Ibid, h. 381

65

(50)

getir. Orang yang menyaksikannya tidak perlu takut menyatakan bahwa, jika perlu pernafasan dalam zikir ini menimbulkan kegairahan dalam tatanan yang lebih sensual.

2. Tujuan Melakukan Tarian Sufi

Berbagai cara dilukan umtuk mencapai Sang Khalik, mereka para darwis mencoba melukan sebuah tarian yang mana maksud tujuannya untuk bisa mencapai kondisi spritual. Ada banyak kondisi spritual yang dialami oleh para pencari Cinta Ilahi, tapi disini penulis mencoba memaparkan beberapa kondisi spritual (al-ahwal), secara garis besar.

Kondisi spiritual yang pertama ialah kondisi Muraqab

Gambar

gambaran bahwa :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengjelasan efektifitas dan sistem informasi akuntansi tersebut dapat disimpulkan bahawa efektifitas penerapan sistem informasi akuntansi adalah kumpulan

Perbedaan hasil dengan penelitian ini yaitu variabel harga, sistem tawar menawar, lokasi pasar, keberagaman produk dan kualitas produk berpangaruh secara parsial sedangkan

Perlakuan coating bakteri probiotik dan, coating tanpa bakteri dan coating fungisida pada penyimpanan 3 bulan berbeda nyata dengan kontrol, kemudian coating fungisida,

Prinsip kerja LCD yaitu dengan memberikan tegangan Vdd sebesar 5 VDC untuk mengaktifkan layar LCD dan mengatur pin R/W dengan memberikan logika 0 agar LCD dapat menulis

Dengan diajarkan menu modifikasi kudapatan sehat untuk balita stunting diharapkan ibu balita lebih mengerti tentang menu kudapan yang mengandung gizi sehat untuk anaknya,

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, upah, pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terdidik secara simultan (semua

1) Konstanta (a) sebesar 27,055, bilangan tersebut bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila BI Rate bernilai nol, maka Pendapatan.. 2) Koefisien regresi dari

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa variabel kemimpinan, motivasi usaha, dan pemanfaatan informasi, secara bersama- sama memberikan pengaruh sebesar 17,1% terhadap