• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang Validasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Tinjauan tentang Validasi

Validasi prosedur analisis merupakan proses yang ditetapkan peneliti di laboratorium bahwa karakteristik pelaksanaan metode memenuhi persyaratan untuk analisis yang dimaksudkan (USP 38, 2015). Tujuan validasi metode untuk menunjukkan bahwa metode tersebut sesuai untuk tujuan penggunaannya (ICH, 2005).

Menurut USP 38 Tahun 2015, parameter analitik yang diperlukan untuk validasi dapat bervariasi bergantung pada tipe prosedur analitik. Metode yang digunakan untuk pemeriksaan produk farmasetika dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(1) Kategori I : metode analitik untuk kuantitasi komponen maupun substansi bahan baku obat atau bahan aktif (termasuk pengawet). (2) Kategori II : metode analitik untuk menentukan campuran dalam

substansi bahan baku atau komponen sisa pada produk akhir farmasetika, termasuk perhitungan kembali secara kuantitatif dan batas tes.

(3) Kategori III : metode analitik ini untuk menentukan performa karakteristik (contoh : disolusi, pelepasan obat)

Tabel II.1. Data elemen-elemen yang dibutuhkan untuk validasi

Karakteristik

kinerja analisis Kategori I

Kategori II

Kategori III Kategori IV Kuantitatif Uji batas

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifitas Ya Ya Ya * Ya

Batas deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak

Batas kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Range Ya Ya * * Tidak

*mungkin dibutuhkan, tergantung pada uji spesifikasinya

Sumber : USP 38, 2015 2.5.1. Spesifitas (Selektifitas)

Spesifitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit dengan adanya komponen-komponen dalam matriks sampel seperti pengotor, produk degradasi, komponen matriks dan lainnya (ICH, 2005).

Pemeriksaan spesifitas harus dilakukan selama validasi untuk uji identifikasi, ketidakmurnian dan penentapan kadar. Prosedur yang digunakan untuk menunjukkan spesifitas tergantung dari tujuan yang diinginkan dari metode analisis (ICH, 2005).

Dalam teknik kromatografi, selektifitas dapat dibuktikan dengan adanya pemisahan yang baik antara analit dan komponen lainnya (seperti matriks, pengotor, degradasi produk dan metabolit). Persyaratan nilai spesifitas adalah nilai resolusi (R atau Rs) analit terhadap komponen-komponen lainnya harus lebih dari 1,5 – 2,0 (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

2.5.2. Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis untuk memperoleh hasil percobaan yang berbanding lurus pada konsentrasi analit di dalam sampel (ICH, 2005). Linearitas dinyatakan kurva regresi (kalibrasi) linear yang diperoleh dari respon yang diukur oleh instrument (luas area atau tinggi puncak), sebagai sebuah fungsi peningkatan konsentrasi analit (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

Persamaan regresi : y = bx + a, dimana a = intersep; b = slope; x = konsentrasi analit; y = area

Evaluasi dari suatu kurva kalibrasi linear menggunakan beberapa parameter, misalnya nilai koefisien variasi fungsi (Vxo). Hanya menggunakan koefisien korelasi (r) tidak diperbolehkan untuk menentukan linearitas, kecuali jika nilai r > 0,999. Jika harga r < 0,999, maka parameter Vxo juga harus diperhitungkan. ICH merekomendasikan minimal lima konsentrasi analit digunakan untuk menentukan linearitas (Yuwono and Indrayanto, 2005; ICH, 2005).

2.5.3. Akurasi

Akurasi pada metode analisis menunjukkan kedekatan hasil uji yang diperoleh menggunakan metode analisis tersebut terhadap nilai yang benar. Nilai yang benar ini dapat berupa nilai benar hasil kesepakatan atau nilai referensi yang dapat diterima (ICH, 2005). Akurasi dapat dihitung sebagai %recovery (perolehan kembali) yang ditentukan dengan cara menghitung perolehan kembali jumlah analit yang ditambahkan (dengan jumlah yang diketahui) ke dalam sampel, atau sebagai perbedaan antara rata-rata hasil

Tabel II.2. Persyaratan persen recovery

analisis dengan harga sebenarnya, bersama dengan interval kepercayaan (USP 38, 2015).

Akurasi ditentukan menggunakan minimal sembilan kali pengukuran mencakup minimal tiga macam konsentrasi analit yang berada dalam rentang analisisnya (misalnya menggunakan tiga macam konsentrasi dengan tiga kali replikasi untuk setiap konsentrasi) (ICH, 2005). Konsentrasi larutan baku bertingkat yang ditambahkan direkomendasikan sejumlah 80-120% atau 75-125% konsentrasi analit target (Yuwono and Indrayanto, 2005).

Berikut ini tabel persyaratan nilai persen rekoveri untuk berbagai konsentrasi analit dalam sampel menurut AOAC, 2012 :

Konsentrasi

Analit (%) Rasio Analit Unit Rata-rata Rekoveri (%)

100 1 100% 98-102 ≥ 10 10-1 10% 98-102 ≥ 1 10-2 1% 97-103 ≥ 0,1 10-3 0,1% 95-105 0,01 10-4 100 ppm 90-107 0,001 10-5 10 ppm 80-110 0,0001 10-6 1 ppm 80-110 0,00001 10-7 100 ppb 80-110 0,000001 10-8 10 ppb 60-115 0,0000001 10-9 1 ppb 40-120

2.5.4. Presisi

Presisi suatu metode analisis menggambarkan kedekatan hasil (derajat penyebaran) diantara suatu seri pengukuran yang diperoleh dari pengambilan sampel (sampling) berulang dari sampel yang sama dan homogen pada kondisi percobaan tertentu (ICH, 2005).

Presisi dapat dibagi pada 3 tingkatan yang berbeda,yaitu :

(1) Keterulangan (repeatability), yaitu menggambarkan presisi pada kondisi operasional yang sama dalam interval waktu yang singkat. Keterulangan diuji menggunakan :

a. Minimal sembilan kali pengukuran yang mencakup konsentrasi analit dalam rentang metode analisis (misalnya tiga konsentrasi dengan replikasi tiga kali tiap konsentrasi).

b. Minimal enam kali pengukuran pada 100% konsentrasi analit. (2) Presisi antara (intermediate precision), yaitu menggambarkan

variasi-variasi antar laboratorium, meliputi perbedaan hari pelaksanaan analisis, perbedaan analis, perbedaan peralatan, dan lain-lain.

(3) Reprodusibilitas (reproducibility), yaitu menggambarkan presisi antar laboratorium (uji kolaborasi, biasanya diaplikasikan untuk standarisasi metode analisis).

Kriteria penerimaan nilai standar deviasi (RSD) untuk presisi uji dari produk jadi dan keseragaman isinya adalah ≤ 2% (keterulangan; n ≥ 6) atau ≤ 3% (presisi menengah; n ≤ 6), untuk analisis bahan alam nilai RSD tidak boleh ≥ 15% (Yuwono and Indrayanto, 2005).

Berikut ini tabel persyaratan nilai presisi untuk berbagai konsentrasi analit dalam sampel menurut AOAC, 2012 :

Tabel II.3. Persyaratan nilai presisi

Konsentrasi

Analit (%) Rasio Analit Unit Presisi (RSD, %)

100 1 100% 1,3 ≥ 10 10-1 10% 2,7 ≥ 1 10-2 1% 2,8 ≥ 0,1 10-3 0,1% 3,7 0,01 10-4 100 ppm 5,3 0,001 10-5 10 ppm 7,3 0,0001 10-6 1 ppm 11 0,00001 10-7 100 ppb 15 0,000001 10-8 10 ppb 21 0,0000001 10-9 1 ppb 30

2.5.5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (Detection of Limit, disingkat LOD) merupakan jumlah terkecil dari analit pada sampel yang dapat dideteksi tapi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (ICH, 2005). LOD ditentukan dengan analisis sampel yang diketahui konsentrasi analitnya, dan dengan menetapkan konsentrasi minimal yang mana analit dapat dideteksi secara reliable (USP 38, 2015).

Batas kuantitasi (Quantitation of Limit, disingkat LOQ) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang memenuhi persyaratan, menggunakan metode yang digunakan. Batas kuantitasi adalah parameter untuk uji kuantitatif senyawa dengan konsentrasi rendah dan dapat digunakan untuk penentuan ketidakmurnian pada produk degradasi (ICH, 2005)

.

2.5.6. Rentang

Rentang (kisaran) pada metode analisis adalah rentang antara konsentrasi terendah dan tertinggi analit pada sampel yag mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan linearitas yang mencukupi. Penetapan range tergantung dari tujuan metode analisis. Penetapan kadar bahan obat atau obat, range minimum yang digunakan normalnya antara 80-120% dari konsentrasi uji (ICH, 2005).

Dokumen terkait