• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian dan Penggolongan Deskripsi Kerja a. Pengertian Deskripsi Kerja

Induk kajian deskripsi kerja adalah analisa jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang harus melakukan tugas tersebut. Aktivitas ini adalah sebuah upaya untuk menciptakan kualitas dari pekerjaan dan kualitas dari kinerja total suatu organisasi. Organisasi akan baik jika sumber daya manusia di dalamnya telah mampu melaksanakan pekerjaan masing-masing dengan jelas, spesifik, serta tidak memiliki peran ganda yang dapat menghambat proses pencapaian kinerja.

Hasibuan (2000) menyatakan bahwa analisis jabatan adalah menganalisis dan mendesain pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya dan mengapa pekerjaan itu harus dilakukan.

Sedangkan Moekijat (1992) menyatakan bahwa kegunaan analisis jabatan sebagai berikut: 1) Mendapatkan kualitas dan kuantitas pegawai yang tepat yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) Pelatihan, 3) Evaluasi jabatan, 4) Penilaian pelaksanaan pekerjaan, 5) Promosi dan pemindahan, 6) Organisasi, 7) Perkenalan, 8) Penyuluhan, 9) Hubungan ketenagakerjaan, 10) Perencanaan kembali jabatan.

Sebagaimana yang diharapkan, maka dalam penelitian ini mengkaji salah satu kegiatan dalam analisis jabatan yaitu deskripsi kerja.

Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa: “deskripsi kerja adalah proses menyebutkan tugas, tanggung jawab dari suatu pekerjaan. Tugas-tugas perlu diketahui dengan jelas apa jenisnya, selanjutnya tanggung jawab apa yang harus dipegang oleh seorang yang melakukan tugas tersebut, sehingga karyawan tidak melakukan kesalahan dengan adanya kejelasan-kejelasan pekerjaan yang harus mereka lakukan”.

Hasibuan (2000) menyatakan adanya pengaruh deskripsi kerja terhadap pekerjaan, yakni apabila deskripsi kerja kurang jelas akan mengakibatkan seorang karyawan kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya pada pekerjaan itu, mengakibatkan pekerjaan tidak tercapai dengan baik. Dengan adanya perancangan pekerjaan dan deskripsi tugas yang jelas, maka akan semakin produktif dan berprestasi sehingga keuntungan ekonomis dari deskripsi pekerjaan akan diperoleh.

Selanjutnya Mathis dan Jackson (2001) menyatakan ada tiga hal yang menjadi ukuran deskripsi kerja yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Tugas dan tanggung jawab esensial.

b. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan, dan c. Kerjasama yang dilakukan dalam menjalankan tugas yang didelegasikan.

b. Faktor-faktor Deskripsi Kerja

Untuk melihat apakah deskripsi kerja sudah sesuai dengan harapan karyawan digunakan model analisis pekerjaan fungsional, yang digunakan Miwaukee dan Sidney dalam Mathis dan Jackson (2001) yang terdiri dari sasaran organisasi, apa yang dapat dilakukan karyawan untuk mencapai sasaran itu dalam pekerjaan mereka, tingkat dan orientasi apa yang dilakukan para tenaga kerja, standar kinerja dan isi pelatihan.

Penjelasan dari hal di atas adalah sebagai berikut:

a. Sasaran organisasi, sasaran organisasi merupakan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi, baik sasaran jangka pendek, menengah, maupun sasaran jangka panjang.

b. Apa yang dapat dilakukan karyawan untuk mencapai sasaran itu dalam pekerjaan mereka. Sasaran yang menjadi tujuan organisasi dicapai melalui aktivitas karyawan dalam bentuk pelaksanaan kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran tersebut.

c. Tingkat dan orientasi apa yang dilakukan para tenaga kerja. Karyawankaryawan dalam organisasi perlu memiliki orientasi dalam bekerja, dalam bentuk pemahaman-pemahaman maksud dari pekerjaan yang dilakukan masing-masing karyawan.

d. Standar kerja, organisasi umumnya memiliki standar kinerja yang menjadi titik tolak karyawan dalam melakukan pekerjaannya sehingga menghasilkan sesuatu yang termuat dalam standar yang ada.

e. Isi pelatihan. Pelatihan mempengaruhi pelaksaan kerja, pelatihan diadakan untuk memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan bekerja dalam mencapai kinerja.

Ranupandojo dan Husnan (2002) menyatakan:

”Beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun suatu pernyataan yang teratur dari berbagai tugas dan kewajiban suatu pekerjaan atau jabatan tertentu, diantaranya identifikasi jabatan, tugas yang dilaksanakan, pengawasan yang diberikan dan yang diterima, hubungan dengan jabatanjabatan lain, bahan-bahan dan alat-alat yang dipergunakan, kondisi kerja, penjelasan istilah-istilah yang tidak lazim, komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas”

Seluruh faktor-faktor di atas merupakan unsur-unsur yang diperlukan untuk menyusun suatu deskripsi kerja yang baik pada suatu organisasi, terutama organisasi yang memiliki kapasitas besar serta memiliki banyak tenaga kerja.

2. Pengertian Tentang Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja dan Jenis Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah tempat di mana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan optimis

prestasi kerja karyawan juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antarbawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja.

Menurut Nitisemito (dalam Intaghina, 2008) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”.

Menurut Sedarmayati (dalam Intanghina, 2008) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.

Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi. Menurut Sihombing (2004), indikator dari lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

a. Fasilitas kerja, b. Gaji dan tunjangan, c. Hubungan kerja.

Menurut Sedarmayanti (dalam Intanghina, 2008) Yang menjadi indikatorindikator lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

1. Penerangan, 2. Suhu udara, 3. Suara bising, 4. Penggunaan warna,

5. Ruang gerak yang diperlukan, 6. Keamanan kerja,

7. Hubungan karyawan.

Menurut Pattanayak (2002) Motivasi kerja karyawan akan terdorong dari lingkungan kerja. Jika lingkungan kerja mendukung, maka akan timbul keinginan karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Keinginan ini kemudian akan menimbulkan persepsi karyawan dan kreativitas karyawan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi karyawan juga dipengaruhi oleh faktor insentif yang diberikan perusahaan.

Lingkungan kerja dapat dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: 1. Lingkungan kerja sosial

Lingkungan kerja sosial yang mencakup hubungan kerja yang terbina dalam perusahaan. Kita bekerja di dalam perusahaan tidaklah seorang diri, dan dalam melakukan aktivitas, kita juga membutuhkan bantuan orang lain. Dengan demikian kita wajib membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena kita saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan.

Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman karena gagal menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan membangun tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut Mangkunegara (2003) diperlukan:

a. Pengaturan waktu, b. Tahu posisi diri, c. Adanya kecocokan, d. Menjaga keharmonisan,

e. Pengendalian desakan dalam diri,

f. Memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada diri orang lain, g. Jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri, h. Bersikap bijak dan bijaksana.

Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangun hubungan kerja yang baik diperlukan pengendalian emosional yang baik di tempat kerja.

Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa .Untuk menciptakan hubungan relasi yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja serta (2) menciptakan suasana memperhatikan dan memotivasi kreativitas.. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di tempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin. Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja.

2. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Sarwono (1992) menyatakan bahwa “kadang-kadang peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja tetapi kadang-kadang malah menurunkan”. Menurut Bell, dkk dalam Sarwono (1992), kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang merangsang prestasi kerja tetapi setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula prestasi kerja. Lingkungan kerja fisik ini juga merupakan faktor penyebab stress kerja karyawan yang berdampak pada kinerja karyawan.

Robbins (2002) menyatakan bahwa .faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah: a) suhu, b) kebisingan, c) penerangan, d) mutu udara..

1. Suhu

Suhu adalah suatu variabel di mana terdapat perbedaan individual yang besar. Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting

bahwa karyawan bekerja di suatu lingkungan di mana suhu diatur sedemikian rupa sehingga berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.

b. Kebisingan

Bukti dari telaah-telaah tentang suara menunjukkan bahwa suara-suara yang konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan.

c. Penerangan

Bekerja pada ruangan yang gelap dan samar-samar akan menyebabkan ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya juga juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibanding yang lebih muda.

d. Mutu Udara

Merupakan fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa jika menghirup udara yang tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi karyawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah, dan depresi.

Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyamanan bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor-faktor dari rancangan ruang kerja tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas: “a) Ukuran ruang kerja, b) Pengaturan ruang kerja, c) Privasi”.

a. Ukuran ruang kerja

Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas.

b. Pengaturan ruang kerja

Jika ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi dengan individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.

c. Privasi

Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan mereka (khususnya dalam posisi manajerial, di mana privasi diasosiasikan dalam status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang yang melakukan tugas-tugas rumit.

b. Manfaat Lingkungan Kerja

Menurut Ishak dan Tanjung (2003), manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

3. Teori tentang Pengembangan Karir

a. Pengertian Pengembangan Karir dan Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Pengembangan Karir

Pengembangan karir terdiri atas semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama kehidupan pekerjaannya. Untuk beberapa orang, pekerjaan-pekerjaan tersebut sebagai bagian dari sebuah perencanaan yang disiapkan secara terarah sedangkan untuk yang lainnya bisa jadi sebuah karir dikatakan sebagai peristiwa keberuntungan. Keputusan karir memang hendaknya didasarkan pada ukuran objektif tetapi tidak jarang muncul karena unsur subjektivitasnya dari kalangan otoritas tertentu. Uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang jelas di dalam perusahaan akan dapat menghindari adanya keputusan karir yang bersifat subjektif. Nawawi (2001) menyatakan bahwa:

“Uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang merupakan hasil dari analisis pekerjaan mempunyai manfaat: (1) pekerja yang tidak mampu memenuhi persyaratan fungsi esensial pekerjaan dengan kesadaran sendiri (tanpa paksaan) harus bersedia mengundurkan diri daripada menghadapi resiko yang dapat merugikan diri sendiri, perusahaan dan lingkungan sekitarnya, (2) para pekerja yang ternyata memenuhi persyaratanfungsi esensial perjalanan berhak memperoleh kompensasi dan akomodasi yang layak melebihi pekerja lainnya. Sedangkan para manajer berkewajiban memenuhinya agar tidak kehilangan tenaga kerja yang langka dan mampu meningkatkan kompetitif perusahaan”. Karir itu sangat penting bagi karyawan, karena dengan adanya peningkatan karir akan mendorong karyawan untuk lebih berprestasi. Nawawi (2001) mengartikan pengembangan karir dalam 3 hal yaitu

1. Pengembangan karir adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu. Pengertian ini menempatkan posisi/jabatan seseorang di lingkungan suatu organisasi/ perusahaan, sebagai bagian dari posisi/jabatan yang ditempatinya selama masa kehidupannya sebagai pekerja. Sejak awal memasuki suatu organisasi sampai berhenti baik karena pensiun maupun karena berhenti/diberhentikan maupun karena meninggal dunia. Oleh karena pengertian ini dilihat dari segi posisi/

jabatan yang berada di luar diri seorang pekerja maka disebut pengertian objektif.

2. Pengembangan karir adalah perubahan nilai-nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi pada seseorang karena dengan penambahan/peningkatan usianya akan menjadi semakin matang. Pengertian ini menunjukkan bahwa focus pengembangan karir adalah peningkatan kemampuan mental yang terjadi karena pertambahan usia. Oleh karena perubahan itu berkenaan sebagai proses mental yang berada di dalam diri seseorang maka disebut juga pengertian subjektif,

3. Pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemapuan seorang pekerja.

Dari ketiga pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir harus diusahakan secara aktif. Tidak boleh hanya ditunggu tetapi harus diperjuangkan. Mangkuprawira (2002) menyatakan bahwa “komponen utama dari karir terdiri dari: 1) alur karir, 2) tujuan karir, 3) perencanaan karir, 4) pengembangan karir”.

1. Alur karir adalah pola pekerjaan yang berurutan yang membentuk karir seseorang.

2. Tujuan karir merupakan pernyataan tentang posisi masa depan di mana seseorang berupaya mencapainya sebagai bagian dari karir hidupnya. Tujuan ini menunjukkan kedudukan seseorang sepanjang karir pekerjaannya.

3. Perencanaan karir merupakan proses di mana seseorang menyeleksi tujuan karir dan arus karir untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Pengembangan karir meliputi perbaikan-perbaikan personal yang dilakukan untuk mencapai rencana dan tujuan karir.

Perusahaan harus memperhatikan kebutuhan karir karyawan agar dapat mempertahankan karyawan yang produktif tetap bertahan di perusahaannya. Ada

lima faktor yang terkait dengan karir menurut Davis dan Werther, dalam

Mangkuprawira (2002) yaitu: a. Keadilan dalam karir

Para karyawan menghendaki keadilan dalam sistem promosi dengankesempatan sama untuk peningkatan karir.

b. Perhatian dengan penyelia

Para karyawan menginginkan pola penyelia mereka memainkan peran secara aktif dalam pengembangan karir dan menyediakan umpan balik dengan teratur tentang kinerja.

c. Kesadaran tentang penempatan

Para karyawan menghendaki pengetahuan tentang kesempatan untuk peningkatan karir.

d. Minat pekerja

Para karyawan membutuhkan sejumlah informasi berbeda dan pada kenyataannya memiliki derajat minat yang berbeda dalam peningkatan karir yang tergantung pada beragam faktor.

e. Kepuasan karir

Para karyawan tergantung pada usia dan kedudukan mereka memiliki tingkat kepuasan yang berbeda.

Betapa pun baiknya suatu rencana karir yang telah dibuat oleh seorang pekerja disertai oleh suatu tujuan karir yang wajar dan realistis, rencana tersebut tidak akan menjadi kenyataan tanpa adanya pengembangan karir yang sistematik dan

programmatic. Karena per definisi perencanaan, termasuk perencanaan karir, adalah keputusan-keputusan yang diambil sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan, berarti bahwa seseorang yang sudah menetapkan rencana karirnya, perlu mengambil langkah-langkah tertentu guna mewujudkan rencana tersebut. Berbagai langkah yang perlu ditempuh itu dapat diambil atas prakarsa pekerja sendiri, tetapi dapat pula berupa kegiatan yang disponsori oleh organisasi, atau gabungan keduanya. Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwa meskipun bagian pengelola sumber daya

manusia dapat turut berperan dalam kegiatan pengembangan tersebut, sesungguhnya yang paling bertanggung jawab adalah pekerja yang bersangkutan sendiri karena dialah yang paling berkepentingan dan dia pulalah yang akan menikmati hasilnya.

Menurut Siagian (2007), jika seseorang sudah siap memikul tanggung jawab demikian, tujuh hal yang perlu mendapat perhatiannya, yaitu:

1. Prestasi kerja yang memuaskan.

Pangkal tolak pengembangan karir seseorang adalah prestasi kerjanya melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa prestasi kerja yang memuaskan, sukar bagi seorang pekerja untuk diusulkan oleh atasannya agar dipertimbangkan untuk dipromosikan ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi di masa depan. Oleh karena itu agar terbuka kemungkinan bagi seseorang untuk mewujudkan rencana dan tujuan karirnya, prestasi kerjanya haruslah sedemikian rupa sehingga bukan hanya memenuhi berbagai standar yang telah ditentukan tetapi juga sedapat mungkin digunakan sebagai bukti bahwa seseorang sudah berupaya semaksimal mungkin dan bahwa usaha tersebut merupakan indikator bahwa pegawai yang bersangkutan memiliki potensi yang dapat dikembangkan. 2. Pengenalan oleh pihak lain.

Yang dimaksud dengan pengenalan oleh pihak lain di sini adalah bahwa berbagai pihak yang berwenang memutuskan layak tidaknya seseorang dipromosikan - seperti atasan langsung dan pimpinan bagian kepegawaian - mengetahui kemampuan dan prestasi kerja pegawai yang ingin merealisasikan rencana karirnya. Sikap yang tepat bagi seorang pekerja untuk dikenal adalah merendah tetapi dengan prestasi kerja yang memuaskan. Selain dengan prestasi kerja cara lain untuk dikenal adalah dengan cara pekerja tersebut bersedia dan siap terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi yang sebenarnya berada di luar tuntutan tugas pokoknya.

3. Kesetiaan pada organisasi.

Per definisi pengembangan karir berarti bahwa seorang pegawai ingin terus berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja dalam jangka waktu yang lama

sampai, misalnya usia pensiun. Bagian kepegawaian dan para eksekutif dalam organisasi sukar diharapkan memberi dukungan pada seorang pegawai yang diduga memiliki tingkat kesetiaan yang rendah kepada organisasi. Akan tetapi, yang harus diperhatikan ialah selama seseorang berkarya dalam suatu organisasi, selama itu pula ia berkewajiban menunjukkan loyalitasnya kepada organisasi tersebut.

4. Pemanfaatan mentor dan sponsor.

Pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan karir seseorang berlangsung lebih mulus apabila ada orang lain dalam organisasi yang dengan berbagai cara dan jalur bersedia memberikan nasihat kepadanya dalam usaha meniti karir. Nasehat tersebut dapat berupa informasi tentang kesempatan yang tersedia untuk dimanfaatkan. Pemberi nasehat dapat berupa atasan langsung atau teman sekerja yang bertugas dalam satuan kerja lain dalam organisasi. Mereka inilah yang berperan sebagai mentor. Sedangkan sponsor adalah seseorang yang bersedia mencalonkan pegawai yang bersangkutan untuk mengikuti program pengembangan karir tertentu yang diselenggarakan organisasi. Adapun sponsor sendiri dapat berupa atasan langsung, pejabat senior, teman di satuan organisasi lain dalam organisasi atau pejabat dalam bagian kepegawaian.

5. Dukungan para bawahan.

Bagi mereka yang sudah menduduki posisi manajerial tertentu dan mempunyai rencana karir yang ingin diwujudkan, dukungan para bawahan pun sangat membantu. Alasan mengatakan demikian dapat dikembalikan kepada definisi klasik manajemen yaitu kemampuan dan kiat memperoleh hasil melalui kegiatan para bawahan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 6. Pemanfaatan kesempatan untuk bertumbuh.

Telah berulang kali ditekannya bahwa pada akhirnya tanggung jawab dalam pengembangan karir terletak pada masing-masing pekerja. Berarti terserah pada pegawai yang bersangkutan apakah akan memanfaatkan berbagai kesempatan mengembangkan diri sendiri atau tidak.

7. Berhenti atas permintaan dan kemauan sendiri.

Dalam banyak hal, berhenti atas kemauan dan permintaan sendiri mungkin pula merupakan salah satu cara terbaik untuk mewujudkan rencana karir seseorang. Artinya, bukanlah hal yang mustahil bahwa dalam suatu organisasi seperti dalam organisasi yang kecil jenjang karir yang mungkin dinaiki demikian terbatasnya sehingga jalan yang mungkin dilalui menjadi sangat terbatas betapapun besarnya keinginan organisasi untuk membantu para pegawainya mengembangkan karir dalam organisasi.

b. Tanggung Jawab Pengembangan Karir

Pengembangan karir karyawan bukan merupakan tanggung jawab karyawan saja tetapi merupakan bangian dari tanggung jawab perusahaan. Jika perencanaan pengembangan karir di sebuah perusahaan tidak jelas dan sering kali terjadi

Dokumen terkait