• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Hukum Permintaan dan Penawaran

Pada penelitian ini saya bergerak dari hukum permintaan dan penawaran dalam ilmu ekonomi menyangkut harga suatu benda atau barang seperti saham yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan. Hukum permintaan menyebutkan bahwa “ jika permintaan meningkat maka harga akan naik dan jika permintaan menurun maka harga akan turun.” Sebaliknya mengenai penawaran “ jika penawaran meningkat maka harga akan turun dan jika penawaran menurun maka harga akan naik.” Ini semua berlaku dalam keadaan ceteris paribus yang artinya semua variabel lain dianggap tetap.

2.1.2. Agency Theory dan Signalling Theory

Agency theory atau teori keagenan adalah mengenai hal dimana pemilik saham (principal) mempercayakan pengelolaan perusahaan kepada manajemen sebagai agen. Dalam hal ini manajemen diharapkan dapat secara sukarela memberikan informasi mengenai perusahaan kepada pemegang saham selaku principal, sehingga nantinya tidak ada lagi asimetri informasi yang jauh antara manajemen dan pemegang saham perusahaan.

Signalling theory menjelaskan mengenai bagaimana reaksi pasar terhadap suatu informasi yang diumumkan oleh suatu perusahaan kepada pemegang

sahamnya. Suatu informasi disebarluaskan yang mana dapat mempengaruh keputusan investor dalam pasar saham. Informasi tersebut diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Dalam hal ini manajemen secara sukarela memberikan informasi mengenai internal perusahaan kepada para investor. Nantinya akan dibuatlah analisis-analisis terhadap laporan keuangan tersebut

2.1.3. Saham

2.1.3.1. Pengertian Saham

Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006 : 6) adalah “tanda penyertaan atau kepemilikan seeorang atau badan hukum dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.” Husnan (2002 : 303), menyebutkan bahwa “saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.” Sedangkan

menurut Tandelilin (2001 : 18) “saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan

atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham.” Jadi saham merupakan surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal sebagai tanda kepemilikan atas porsi atau bagian tertentu dari perusahaan yang menerbitkan saham tersebut sesuai dengan jumlah penyertaan sahamnya.

2.1.3.2. Jenis-jenis Saham

Saham dapat dibagi menjadi dua jenis saham, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Saham biasa, merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior atau akhir terhadap pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (tidak memiliki hak-hak istimewa). Karakterisktik lain dari saham biasa adalah dividen dibayarkan selama perusahaan memperoleh laba. Setiap pemilik saham memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one vote). Pemegang saham biasa memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain. Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada 3 (tiga) hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, dividen tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa.

Dari penjelasan diatas tampak bahwa saham preferen lebih memiliki keunggulan atau keistimewaan dibandingkan dengan saham biasa. Namun saham jenis ini sulit didapatkan karena jumlahnya yang sedikit dan biasanya hanya dimiliki orang-orang tertentu seperti pendiri perusahaan.

2.1.3.3. Keuntungan Kepemilikan Saham

Pada dasarnya ada dua jenis keuntungan yang akan diperoleh oleh investor dengan berinvestasi saham, pertama, memperoleh capital gain yaitu selisih harga jual saham yang lebih tinggi daripada harga beli saham itu sendiri. Capital gain terbentuk karena adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Kedua, memperoleh dividen dari perusahaan penerbit saham tersebut yang berasal dari laba yang diperoleh perusahaan tersebut, yang pembayarannya dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu pembayaran dengan uang tunai dan pembayaran dengan saham dimana jumlah kepemilikan penerimanya di perusahaan tersebut akan bertambah dengan diperolehnya dividen saham.

2.1.3.4. Risiko Kepemilikan Saham

Investasi pada saham juga memiliki risiko sebagai kebalikan dari keuntungannya yakni ; pertama capital loss yaitu situasi dimana harga jual saham oleh investor lebih rendah dari pada saat dia membelinya pertama kali. Hal ini dapat terjadi hanya bila investor merealisasikan kerugiannya dari penurunan harga sahamnya dengan menjual saham tersebut. Kedua, tidak adanya pembagian dividen sebagai akibat dari kerugian yang dialami perusahaan penerbit saham tersebut.

Selain kedua risiko di atas, investor juga dihadapkan pada risiko bahwa adanya kemungkinan perusahaan akan bangkrut atau dilikuidasi dan kemungkinan saham akan diberhentikan sementara perdagangannya (suspensi) oleh bursa efek, misalnya karena kinerja yang terus memburuk secara berkelanjutan sehingga kerugian terus dialami dan tidak ada pembayaran dividen secara terus menerus.

2.1.4. Hipotesis Efisiensi Pasar (Efficient market Hypotesis)

Efficient market hypotesis berbicara mengenai bagaimanakah reaksi pasar terhadap informasi yang dikeluarkan baik eksternal maupun internal. Menurut Wild dan Subramanyam (2008 : 53) ada tiga bentuk dari efficient market hypothesis yaitu :

 Bentuk lemah (weak form) menyatakan bahwa harga mencerminkan sepenuhnya informasi yang terkandung dalam pergerakan harga historis.

 Bentuk semikuat (semistrong form) menyatakan bahwa harga mencerminkan sepenuhnya informasi yang tersedia untuk publik.

 Bentuk kuat (strong form) menyatakan bahwa harga mencerminkan seluruh informasi termasuk informasi dari dalam.

2.1.5. Analisis Rasio Keuangan

Dalam Van Horne dan Wachowicz (2005 : 220) rasio keuangan adalah “indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan

membagi satu angka dengan angka lainnya.” Angka-angka yang dimaksud adalah

berasal dari laporan keuangan perusahaan (laporan posisi keuangan, laporan laba-rugi dan laporan arus kas). Rasio-rasio inilah yang kemudian akan dianalisis untuk menghasilkan suatu informasi yang berguna bagi investor dalam membuat keputusan investasinya.

Analisis rasio merupakan salah satu teknik analisis laporan keuangan yang paling populer digunakan dalam dunia bisnis. Diperlukan kehati-hatian dalam menggunakan teknik analsis ini karena faktor-faktor yang mempengaruhi pembilang dapat berkorelasi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebut Wild dan Subramanyam (2008 : 43).

Menurut Wild dan Subramanyam (2008 : 44) disebutkan “rasio bermanfaat jika dibandingkan dengan rasio tahun sebelumnya, standar yang ada, dan rasio pesaing.

Keunggulan analisis rasio keuangan dibandingkan dengan teknik analisis lainnya adalah Harahap (2007 : 129) :

 Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan signifikan,

 Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score),

 Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series,  Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa

yang akan datang.

Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011 : 316) rasio keuangan dapat dibagi

menjadi “liquidity ratios, asset management ratios, debt management ratios,

profitability ratios dan market value ratios.”

Liquidity ratios menyangkut pengukuran kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimiliki. Asset management ratios menyangkut seberapa efektif perusahaan dalam memanajemen asetnya. Debt management ratios atau financing leverage yakni bagaimana perusahaan menggunakan utang sebagai alat pendanaan aktivitas perusahaannya selain pendanaan melalui ekuitas pemilik. Profitability ratios menyangkut kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan. Sedangkan market value ratios yaitu ukuran nilai dari perusahaan di mata investor.

2.1.6. Return on Asset (ROA)

Return on assets menurut Syamsuddin (2000 : 63) merupakan

“pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan

keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Sedangkan menurut Boyton (2003 : 36) pengembalian atas aktiva adalah “suatu pengukuran profitabilitas dalam hubungannya dengan struktur

aktiva perusahaan. Semakin tinggi angka yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat pengembalian terhadap aktiva yang telah dihasilkan oleh perusahaan.”

The Return on Assets (ROA) ratio indicates how much income each dollar of assets produces on averages. It show whether the business is employing its assets effectively. The ROA ratio is calculated by dividing net earnings available to common to stockholders by the total assets of the firm.’’ Gallagher dan Andew (2003 : 101) Assets atau disebut juga aktiva didefinisikan FASB dalam Harahap (2007 : 206) sebagai ”kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai di masa yang akan datang oleh lembaga tertentu sebagai akibat

transaksi atau kejadian yang sudah berlalu.”

Sehingga dengan menghitung rasio ini, dapat diketahui seberapa efisien kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya, dimana semakin tinggi nilai rasio ini berarti semakin baik kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau dengan kata lain profitabilitasnya semakin tinggi. Return on Asset termasuk salah satu alat mengukur rasio profitabilitas perusahaan.

Rumus untuk menghitung Return on Asset menurut (Van Horne dan Wachowicz (2005 : 224) yaitu :

Rumus lain yang digunakan untuk menghitung Return on Asset adalah dengan persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan ini akan tampak

lebih jelas hubungan antara laba bersih dengan dengan total aktiva. Adapun persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston (2006 : 114) yaitu :

Dari rumus-rumus di atas dapat disimpulkan bahwa misalnya hasil perhitungan menunjukkan angka 0,18 atau 18%, maka artinya adalah untuk menghasilkan laba sebesar Rp 18, dibutuhkan Rp 100 aktiva. Untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki Return on Asset yang tinggi maka diperlukan pembandingan dengan perusahaan-perusahaan lain di industri sejenis.

2.1.7. Earning per Shares (EPS)

Kemampuan perusahaan yang baik dalam menghasilkan laba merupakan salah satu alasan yang membuat investor tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini karena para investor mengharapkan dividen yang tinggi dari laba yang dihasilkan perusahaan tersebut.

Earning per shares merupakan salah satu ukuran rasio keuangan yang dapat memberikan informasi mengenai nilai suatu perusahaan dari perbandingan antara jumlah laba yang dihasilkan yang siap untuk dibagikan kepada pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Apabila dividen saham preferen tidak dibagikan, maka Earning per shares dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dan saham preferen dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar.

Earning per shares dirumuskan sebagai berikut :

Pada rumus di atas, dapat dikemukakan bahwa perhitungan menggunakan bagian laba yang benar-benar siap untuk dibagikan kepada para pemegang saham biasa. Penyebut menggunakan jumlah rata-rata tertimbang saham yang beredar, karena dalam satu periode jumlah saham yang beredar tidak selalu sama sebagai akibat dari hal-hal seperti penerbitan saham baru atau pembelian kembali saham yang dilakukan oleh perusahaan sehingga mengurangi jumlah saham yang beredar (Treasury Stock). Namun apabila sama sekali tidak ada perubahan jumlah saham yang beredar maka yang digunakan sebagai penyebut adalah jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.

2.1.8. Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang mengukur tingkat penggunaan utang dalam pendanaan suatu perusahaan. Semakin besar rasio ini maka menunjukkan bahwa semakin besar penggunaan utang dalam perusahaan maka semakin banyak beban bunga begitu juga sebaliknya.

Fungsinya rasio ini dimasukkan sebagai penambahan dalam variabel independen adalah untuk menambah luas cakupan penelitian ini dengan pertimbangan bahwa investor dalam membuat keputusan investasi saham selain memperhatikan tingkat profitabilitas juga harus memperhatikan tingkat

solvabilitas perusahaan. Maka peneliti memutuskan bahwa Debt to Equity Ratio adalah rasio yang dapat mewakili.

DER dapat diperoleh dengan rumus :

2.1.9. Harga Saham

Harga saham suatu perusahaan merupakan cerminan nilai kekayaan dari suatu perusahaan yang menunjukkan potensi keuntungan perusahaan yang bersangkutan di masa yang akan datang. Sehingga apabila harga suatu saham semakin tinggi, berarti investor menganggap potensi keuntungan perusahaan tersebut di masa yang akan datang akan besar .

Harga saham selalu berubah-ubah setiap waktu sesuai dengan permintaan dan penawaran terhadap saham tersebut yang secara otomatis ditentukan oleh fasilitas Sitem Perdagangan Bursa (JATS). Para investor akan melakukan order beli atau jual sesuai dengan peraturan Bursa mengenai satuan perubahan harga saham yaitu fraksi harga untuk tiga tingkatan harga saham di bursa. Perubahan maksimum untuk hrga saham juga dibatasi oleh Bursa untuk tiap tingkatan harga saham yang ada. Investor dan analis akan senantiasa memantau pergerakan harga saham-saham untuk membuat keputusan investasi di masa yang akan datang dan membuat prediksi-prediksi di masa yang akan datang.

Untuk melakukan penilaian atau valuasi atas harga saham suatu perusahaan menurut Subiyantoro dan Andreani (2003 : 101) diperlukan “data operasional perusahaan seperti laporan keuangan yang telah diaudit, performa perusahaan di masa yang akan datang melalui laporan keuangan proforma, serta juga memperhatikan kondisi ekonomi yang ada.” Secara sederhana variabilitas harga saham tergantung pada earning dan dividen suatu perusahaan dimana ada

teori yang mengatakan “key determinant of security price is expectations

concerning the firm’s earning and dividends and their associated risk” Fuller and Farrell (1987) dalam Anastasia (2003).

Harga saham dapat dibedakan menjadi beberapa Kodrat dan Kurniawan (2010) :

 Harga pembukaan (open) adalah harga perdagangan pertama untuk suatu periode yang biasa digunakan ketika melakukan analisis data harian.  Harga tertinggi (high) adalah harga perdagangan tertinggi untuk suatu

periode. High juga mencerminkan harga tertinggi dimana pembeli bersedia membayar.

 Harga terendah (low) adalah harga perdagangan terendah untuk suatu periode. Ini adalah titik dimana ada lebihbanyak pembeli daripada penjual.

 Harga penutupan (close) adalah harga perdagangan terakhir untuk suatu periode. Harga penutupan adalah harga yang paling sering digunakan untuk analisis.

Bid adalah harga dimana pembeli bersedia membayar untuk suatu saham.

Ask adalah harga dimana penjual bersedia menerima untuk suatu saham.

Secara umum terdapat dua jenis analisis yang dilakukan terhadap harga saham yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis ini sering digunakan dalam membuat keputusan investasi pada saham.

 Analisis teknikal adalah sebuah analisis yang menggunakan data-data masa lampau mengenai harga-harga saham yang dituangkan ke dalam suatu grafik sehingga akan kelihatan trennya atau polanya untuk dapat membuat sebuah prediksi harga saham di masa yang akan datang karena dianggap bahwa terdapat sebuah pola dalam pergerakan harga-harga ini yang kemungkinan akan berulang di masa depan.

 Analisis fundamental adalah sebuah analisis yang nyata-nyata menggunakan data laporan keuangan dan kinerja perusahaan serta kondisi-kondisi yang ada di dalam perusahaan untuk menentukan harga saham yang sebenarnya. Harga saham tersebut ditaksir nilainya dengan menggunakan menganalisis rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan tersebut untuk mengetahui bagaimana kinerja perusahaan saat ini dan prospeknya di masa yang akan datang. Analisis fundamental juga menelusuri bagaimana kebijakan-kebijakan perusahaan mengenai hal-hal yang diluar keuangan seperti operasional, human resource, budaya organisasi dan lain-lain.

2.1.10. Bank

Menurut (Undang - Undang RI nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November tentang Perbankan) Bank adalah “suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Kasmir (2002 : 24) menjelaskan bahwa aktivitas perbankan yang utama adalah “menghimpun dana dari masyarakat luas yang biasa dikenal dalam dunia perbankan dengan istilah funding.”

Aktivitas menghimpun dana yang dimaksudkan adalah kegiatan pengumpulan dana dari masyarakat dengan memberikan sebuah imbal hasil berupa bunga terhadap dana yang diterima bank, seperti produk giro, tabungan dan deposito oleh bank. Namun saat ini produk-produk dari bank sudah sangat bervariasi, sehingga lebih mudah bagi bank dalam menghimpun dana dari masyarakat.

Bank – bank memiliki sebuah standar penilaian terhadap kinerja keuangannya yaitu dengan menggunakan metode CAMEL (Capital Quality, Asset Quality, Management, Earning / Profitability, Liquidity). Namun saat ini penggunaan metode CAMEL hanya untuk bank – bank milik pemerintah (BUMN). Untuk bank- bank swasta digunakanlah metode baru yaitu metode pendekatan risiko.

Dokumen terkait