• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEAUTY CONTEST DI INDONESIA.

Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup praktek tender serta pengaturan tender yang ada di Indonesia. Selain itu, bab ini juga akan membahas mengenai keberadaan praktek “Beauty Contest” di Indonesia serta apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan dalam sistem hukum di Indonesia yang akan dikaitkan sebagai bentuk manifestasi dari Aksi Korporasi.

BAB III PERBEDAAN PENGERTIAN BEAUTY CONTEST DALAM MEMILIH MITRA USAHA DENGAN PERSEKONGKOLAN TENDER SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UU NO.5 TAHUN 1999.

Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup pengertian tender dan persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 serta akan dibahas juga mengenai bentuk-bentuk umum persekongkolan tender dan dampak yang diakibatkan oleh persekongkolan tender. Selain itu akan dibahas juga mengenai apakah “Beauty Contest” untuk memilih mitra usaha kemudian dapat disamakan atau diinterpretasikan sebagai tender berdasarkan Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 melalui tinjauan secara yuridis formil.

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM KPPU DALAM MEMUTUS

PERKARA NO.35/KPPU-I/2010 TENTANG PRAKTEK BEAUTY CONTEST PROYEK DONGGI SENORO

Bab ini menguraikan tentang pihak-pihak yang bersengketa dalam perkara tersebut termasuk juga posisi kasus. Selain itu akan dibahas juga pertimbangan hukum yang diambil KPPU dalam memutus perkara tersebut serta analisa penulis terhadap apakah pertimbangan hukum dan dasar- dasar hukum yang digunakan oleh KPPU dalam memutus perkara Donggi Senoro telah diimplementasikan secara tepat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas perbedaan pendapat antara pihak KPPU dengan pihak PT. Pertamina, PT. Medco dan PT. Mitsubishi dalam menafsirkan Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan Tender dikaitkan dengan Praktik “Beauty Contest” dalam memilih partner usaha. Saran dan kesimpulan ini diharapkaan bisa memberikan pertimbangan dan dapat dijadikan bahan acuan dalam menganalisis dan menyelesaikan permasalahan ini.

BAB II

TINJAUAN UMUM KEBERADAAN PRAKTEK TENDER DAN

BEAUTY CONTEST DI INDONESIA

A. Tender di Indonesia

4. Sejarah Perkembangan Lelang/Tender.

Sejak zaman dahulu, dalam menjalankan bisnis, pelaku usaha cenderung menyelenggarakan atau mengikuti tender yang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kontrak bisnis dalam skala besar atau memperluas usaha. Lelang

menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin auctio yang berarti peningkatan

harga secara bertahap. Para ahli menemukan di dalam literatur Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 500 tahun sebelum Masehi saat Herodotus melakukan kegiatan pelelangan untuk menjual wanita dengan syarat melakukan pembayaran. Di Roma, Italy, pada masa-masa setelah masehi, lelang cukup dikenal untuk membeli rumah dan menjual hasil-hasil perang. Kerajaan Romawi sendiri juga melakukan lelang untuk menjual perabot-perabot mereka dalam rangka melunasi hutang.68 Selain itu, juga terdapat bukti telah terjadinya kegiatan pelelangan di China yang ditandai dengan para biksu di China yang melakukan lelang dalam

rangka membiayai pembangunan kuil.69

Catatan sejarah terhadap keberadaan lelang di zaman modern dapat dilihat dari munculnya kata auction (lelang) dalam Oxford English Dictionary pada tahun

(diakses tanggal 26 Februari 2014).

(diakses

1595. Menyusul kemunculan kata lelang pada Oxford Dictionary, the London Gazette kemudian sering melaporkan terjadinya proses lelang pada coffeeshop dan tavern (bar) di London pada akhir abad 17. Pada awal abad ke 18, the great auction houses (rumah pelelangan umum) dibuka.70 Dalam sejarah Amerika, lelang pertama kali dikenal di Amerika pada saat kedatangan suku Pilgrim di America’s Eastern Shores pada tahun 1600-an yang kemudian menjadi terkenal pada saat kolonialisasi dengan maraknya penjualan hasil sawah, impor, peralatan, rokok, budak, dll.71 Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak 1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement, Staatblad 1908 No. 189 dan Vendu Instructie, Staatblad 1908 No. 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia.72

Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada umumnya. Oleh karenanya cara penjualan lelang diatur dalam undang-undang tersendiri yang sifatnya lex specialis. Kekhususan lelang ini tampak antara lain pada sifatnya yang transparan dengan pembentukan harga yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang itu dipimpin oleh seorang Pejabat Publik, yaitu Pejabat Lelang yang mandiri. Peranan lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan Indonesia tampak masih dianggap

70 Ibid. 71 mikebrandlyauctioneer.wordpress.com/auction-publications/history-of-auctions/, Op. cit., 72

Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Lelang: Teori dan Praktek, Badan

Pendidikan dan Pelatihan Keuangan,

relevan. Hal ini terbukti dengan difungsikannya lelang untuk mendukung upaya penegakan hukum/law enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, hukum administrasi Negara, dan hukum pengelolaan kekayaan Negara.73

Dari perspektif ilmu pengetahuan, Teori Lelang/Auction Theory merupakan cabang dari ilmu ekonomi terapan yang menjelaskan bagaimana orang bertindak di dalam pasar lelang dan melakukan penelitian terhadap properti dari pasar lelang. Terdapat banyak desain yang mungkin dilakukan (atau kumpulan aturan) untuk sebuah lelang dan isu-isu tertentu d ipelajari oleh pakar teori lelang termasuk efisiensi dari desain lelang tertentu, strategi penawaran optimal dan keseimbangan, dan perbandingan perolehan/revenue comparison. Teori lelang juga digunakan sebagai alat untuk menginformasikan rancangan dari lelang-lelang dunia nyata; yang paling sering dikenal untuk privatisasi perusahaan sektor publik atau penjualan lisensi untuk penggunaan electromagnetic spectrum.74

Gambaran Umum mengenai lelang adalah, lelang dapat dilakukan dengan berbagai bentuk tetapi selalu memenuhi dua persyaratan:

a. lelang dapat digunakan untuk menjual apa saja dan dengan demikian

bersifat universal

b. hasil dari lelang/pemenang lelang tidak bergantung kepada identitas dari penawar, maksudnya pemenang lelang itu tidak dapat diketahui sebelumnya (auctions are anonymous).

Hampir semua lelang memiliki ciri-ciri bahwa para peserta memasukkan penawaran, yaitu sejumlah uang yang ingin mereka bayarkan. Lelang baku

73

Ibid. 74

Wikipedia, Februari 2014).

mempersyaratkan bahwa pemenang lelang adalah peserta yang melakukan penawaran tertinggi. Lelang tidak baku tidak memiliki persyaratan tersebut (misalnya lotere).

Secara tradisional ada empat jenis lelang yang digunakan untuk alokasi suatu barang/jasa tunggal / a single item:75

a. First-price sealed-bid auctions yaitu para penawar memasukkan penawaran mereka dalam sebuah amplop tertutup dan secara bersama menyerahkannya kepada petugas lelang. Amplop-amplop itu dibuka dan orang yang memasukkan penawaran tertinggi menang, dan membayar harga persis sama dengan yang dia tawar.

b. Second-price sealed-bid auctions yaitu para penawar memasukkan penawaran mereka dalam amplop tertutup dan secara bersama menyerahkannya kepada petugas lelang. Amplo-amplop itu dibuka dan orang yang memasukkan penawaran tertinggi menang, dan orang yang memasukkan penawaran tertinggi menang, tetapi dia membayar harga persis sama dengan penawaran tertinggi kedua.

c. Open ascending-bid auctions (English auctions) yaitu harga secara terus menerus dinaikkan oleh petugas lelang dengan para penawar tersingkir keluar ketika harga menjadi terlalu tinggi. Hal ini berlangsung terus sampai hanya satu penawar yang memenangkan lelang pada harga saat itu. d. Open descending-bid auctions (Dutch auctions) yaitu harga dimulai

dengan tingkat yang cukup tinggi untuk menggentarkan para penawar dan

75

secara bertahap diturunkan sampai seorang penawar menunjukkan bahwa dia siap untuk membeli untuk harga saat itu. Dia memenangkan lelang dan membayar harga yang dia ajukan.

5. Definisi Tender

Beberapa Definisi Tender/Lelang:

a. Wikipedia mendefinisikan tender sebagai:76

Tendering or Procurement is the acquisition of goods and/or services. It is favorable that the goods/services are appropriate and that they are procured at the best possible total cost of ownership to meet the needs of the purchaser in terms of quality and quantity, time, and location. Corporations and public bodies often define processes intended to promote fair and open competition for their business while minimizing exposure to fraud and collusion.

Artinya:”Melakukan tender atau pengadaan/procurement adalah kegiatan

memperoleh barang dan/atau jasa. Lebih disukai bahwa barang/jasa itu sesuai/tepat dengan kebutuhan dan bahwa barang/jasa itu diperoleh dengan total harga (peralihan) kepemilikan dengan cara terbaik yang mungkin dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pembeli dalam hal kualitas dan kuantitas, waktu, dan lokasi. Perusahaan-perusahaan dan badan-badan publik sering mendefinisikan sebagai proses yang bertujuan untuk mendorong keadilan dan persaingan terbuka untuk bisnis mereka di samping meminimkan kemungkinan terjadinya penipuan dan kolusi.”

76

Wikipedia, 2014).

b. Oxford Dictionary mendefinisikan tender sebagai:

“A public sale of land or goods, at public outcry, to the highest bidder” Artinya: “Penjualan barang ataupun tanah kepada masyarakat kepada penawar tertinggi.

c. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tender sebagai: “tawaran

untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan, atau menyediakan barang.77

d. Kamus Hukum.78

Tender adalah memborong pekerjaan/ menyuruh pihak lain untuk mengerjakan atau memborong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan. Dengan memperhatikan definisi tersebut, pengertian tender mencakup tawaran mengajukan harga untuk:

1) Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan;

2) Mengadakan barang atau jasa;

3) Membeli barang atau jasa; 4) Menjual barang atau jasa.

77

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).

78

e. Tender: bisnis contract, oleh pemasok/supplier atau contractor, untuk memasok (memborong) barang atau jasa, berupa antara lain, open bid (tender) tawaran terbuka, di mana tawaran dilakukan secara terbuka sehingga para peserta tender dapat bersaing menurunkan harga; atau sealed bid (tender) tawaran bermeterai, di mana tawaran dimasukkan dalam amplop bermeterai dan dibuka secara serempak pada saat tertentu untuk dipilih yang terbaik; para peserta tidak dapat menurunkan harga lagi.79

f. Tender (to put out contract) adalah memborongkan pekerjaan/menyuruh

pihak lain untuk mengerjakan atau memborong pekerjaan pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan.80

g. Menurut Keppres No. 80 Tahun 2003:81 Tender adalah kegiatan

pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.

h. Menurut Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010, tender adalah tawaran

mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan 79

T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan Inggris – Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), hlm. 412.

80

Andi Fahmi Lubis, Op. cit., hlm. 148.

81

Keppres Nomor 80 Tahun 2003 telah digantikan oleh Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung). Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk:

1. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.

2. Mengadakan barang dan atau jasa.

3. Membeli suatu barang dan atau jasa. 4. Menjual suatu barang dan atau jasa.82

i. Menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah: Bab I Ketentuan Umum, Bagian Pertama Pengertian Dan Istilah, Pasal 1 memuat istilah-istilah yang menjelaskan jenis-jenis pengadaan:83

1) Pelelangan Umum adalah metode pemilihan Penyedia

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.

2) Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan

Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.

82

Republik Indonesia, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender, hlm. 5.

83

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 1, Angka 23-30.

3) Pelelangan Sederhana adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

4) Sayembara adalah metode pemilihan Penyedia Jasa yang

memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

5) Kontes adalah metode pemilihan Penyedia Barang yang

memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.

Jadi, tender atau lelang merupakan salah satu metode sourcing atau

mencari sumber-sumber (barang/jasa) yang prosedurnya diatur dengan ketentuan tender berdasarkan regulasi pemerintah atau prosedur operasional baku/SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan yang cukup kompleks dibanding metode sourcing lainnya. Oleh karena itu para praktisi procurement dan juga calon vendor/supplier perlu memahami tahapan-tahapan dalam proses tender ini, sehingga bagian procurement dapat mengorganisir tender dengan baik dan tepat waktu, sementara itu para peserta lelang dapat menyusun dokumen lelang secara efektif dan memenuhi semua persyaratkan yang ditetapkan panitia tender.84

84

26 Februari 2014).

6. Dasar Pengaturan Tender di Indonesia

Dalam membuat kebijakan pengaturan tender di Indonesia, pemerintah berpedoman pada beberapa bentuk kebijakan umum antara lain:

a. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan

perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang dan jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional;

b. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan

kelompok masyarakat dalam pengadaan barang dan jasa;

c. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses

pengambilan keputusan dalam pengadaan barang dan jasa;

d. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab

pengguna, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia barang dan jasa;

e. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;

f. Menumbuhkan peran serta usaha nasional;

g. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang dan jasa dilakukan

di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;

h. Kewajiban mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang dan

jasa kecuali pengadaan barang dan jasa yang bersifat rahasia pada setiap awal pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas.

Berbagai kebijakan umum tersebut kemudian dimanifestasikan dalam beberapa peraturan mengenai tender/ pengadaan barang dan jasa yang ada. Di Indonesia, prosedur mengenai pelaksanaan tender untuk proyek-proyek pengadaan barang/jasa diatur dalam beberapa produk hukum. Pertama, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan kedua atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2006 tentang perubahan keenam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden No. 95 Tahun 1997 tentang perubahan ketujuh Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

serta Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kedua, Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 257/KPTS/2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi yang telah diubah dan diganti dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi. Produk hukum pertama di atas berlaku untuk; pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertantangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan, pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, tender atau pengadaan barang/ jasa diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk

memperoleh barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD.85 Namun, lingkup dari tender atau kegiatan pengadaan barang dan jasa tidak hanya terbatas pada kegiatan yang dibiayai oleh APBN/ APBD. Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang pembiayaannya tidak menggunakan dana

langsung dari APBN/APBD.86

Tender merupakan salah usaha yang dilakukan oleh Pemerintah atau suatu instansi untuk memperlihatkan adanya transparansi dalam persaingan usaha ketika diadakannya proyek pengadaan barang dan jasa. Tujuan dilaksanakannya tender tersebut adalah untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Namun dalam pelaksanaan penawaran tender, tujuan utama yang ingin dicapai adalah memberikan kesempatan yang seimbang bagi semua penawar, sehingga menghasilkan harga yang paling murah dengan output/keluaran yang optimal dan berhasil guna. Diakui, bahwa harga murah bukanlah semata-mata ukuran untuk menentukan kemenangan dalam pengadaan barang dan/jasa. Melalui mekanisme penawaran tender sedapat

85

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 1, Angka 1 dan 2.

86

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik NegaraNomor Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, Bab I, Pasal 1, Angka 1.

mungkin dihindarkan kesempatan untuk melakukan konspirasi di antara para pesaing, atau antara penawar dengan panitia penyelenggara lelang.87

Dengan diadakannya proses tender, diharapkan munculnya pelaku usaha yang kompeten, layak dan berkualitas dalam mengerjakan suatu proyek yang ditenderkan tersebut. Sehingga penyelenggaraan tender kegiatan atau proyek tersebut dapat dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.88

a. efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan

menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang sesingkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengaturan tender diasarkan pada berbagai prinsip yaitu:

89

b. efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;90

c. terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi

penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;91

87

Andi Fahmi Lubis,Op. cit., hlm. 149.

88

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bab II, Pasal 5.

89

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf a.

90

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf b.

91

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf c.

d. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;92

e. adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi

semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;93

f. akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun

manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.94

Pengaturan ini tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan

negara (BUMN/BUMD) dan perusahaan swasta95

92

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf d.

sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, bahwa Peraturan Menteri ini berlaku untuk semua pengadaan

93 Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf e.

94

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Bab I, Pasal 3, Huruf f.

Dokumen terkait