• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Mengenai Asuransi Dan Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP DATA NASABAH

A. Tinjauan Umum Mengenai Asuransi Dan Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912

Sebelum dibahas pengertian asuransi jiwa, ada baiknya telebih dahulu dijelaskan tentang pengertian asuransi secara umum, karena asuransi jiwa merupakan bagian dari asuransi secara umum. Dapat dikatakan, bahwa asuransi atau pertanggungan selaku gejala hukum di indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya berasal dari hukum barat.19

Asuransi atau pertanggungan20 berasal dari bahasa Belanda yaitu “Assurantie” atau “Verzekering” dan juga dari bahasa inggris yaitu “Insurance21”. Sedangkan

dalam bahasa Arab disebut dengan “Al-ta’miin”.22

19

Djoko Prakoso, I Ketut Murtika. Hukum Asuransi Indonesia. (Jakarta, Bina Aksara, 1987)., Halaman 22

20

Dalam berbagai literature yang membahas mengenai bidang hukum ini, dapat diketahui bahwa dikalangan para ahli hukum perdata dagang dan hukum asuransi belum ada keseragaman pemakaian istilah, ada yang memakai istilah “pertanggungan” seperti Subekti, Soekardono, Emmy Pangaribuan Simanjuntak, HMN Purwosutjipto, Abdulkadir Muhammad, sedangkan Wirjono Prodjodikoro, H.Gunanto, Sri Redjeki Hartono dan yang lainnya memakai istilah “asuransi”. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian memakai istilah tersebut secara bersamaan, lihat pasal 1 butir (1) dalam undang-undang tersebut. Karena itu dalam penulisan ini kedua istilah tersebut selalu digunakan, baik secara bersama-sama maupun secara tersendiri dan dianggap kedua istilah tersebut adalah sinonim (sama).

21

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, (Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1982), halaman 6

22

Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Bunga Bank Haram, Menyikapi Fatwa MUI

Menuntaskan Kegamangan Umat, (Jakarta, Terjemahan oleh: Abu Umar Basyir, Darul Haq, 2003),

Alfreo Manes mengatakan, mengenai pengertian teoritis asuransi dewasa ini, yaitu berbeda antara suatu arti dengan lainnya hal ini tercermin dalam kepustakaan asuransi di Amerika dan Inggris, misalnya asuransi masih dianggap bagian dari ilmu ekonomi, sedang di Jerman asuransi merupakan ilmu tersendiri.23

Asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tidak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang yang menghadapi resiko yang sama dengan mereka itu membayar premi yang besarnya cukup untuk menutupi kerugian yang mungkin menimpa salah seorang di antara mereka itu

Para ahli ekonomi pada umumnya sepakat bahwa pengertian dasar dari asuransi dapat didefinisikan sebagai berikut:

24

“Insurance may be defenied as advise for reducing risk by combining a sufficient member of exposure unit to make their individual losses collectively predictable”

Mehr dan Commark memberikan pengertian asuransi sebagai berikut:

25

23

Yayasan Dharma Bumiputera, Peran dan Fungsi Asuransi Jiwa, (Jakarta, 1995), Halaman 3

24

Yayasan Dharma Bumiputera.,Ibid., Halaman 2 25

Rober L. Mehr and Emerson Commark, Principles of Insurance, (Homewood, Illinois, Rechard D. Irwin Inc, 1980), page 29

Dapat diterjemahkan sebagai berikut:

Asuransi dapat didefinisikan sebagai alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit yang menyebabkan kerugian guna mengumpulkan taksiran kerugian yang mungkin terjadi.

Sadar pada kenyataan ini manusia mencari kepastian melalui asuransi, karena dengan asuransi orang mengalihkan resiko yang dapat terjadi dan menimbulkan kerugian, kepada pihak lain yang disebut penanggung.

Pada prinsipnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapan atau kesiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang dapat mengancam kehidupan manusia. Terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh, memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.26

1 . The possibility of loss;

Lebih lanjut, James L. Athearn menyatakan bahwa resiko sebagai:

2 . The possibility of an unfavorable, deviaton, from expectation because any unfavorable from excpectation is a loss.27

Dapat diterjemahkan sebagai berikut, Pertama, kemungkinan kehilangan atau kerugian. Kedua, kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena penyimpangan harapan merupakan suatu kerugian. Mengatasi resiko-resiko yang sewaktu-waktu menimpa dalam kehidupannya, orang-orang yang menempuh cara-cara yang berbeda. Jika kerugian itu dapat diduga, mungkin saja dihindari dengan menerapkan cara-cara pencegahan dan dalam hal jumlah kerugiannya kecil, mungkin saja akan ditanggulanginya sendiri. Akan tetapi kesulitan akan timbul,

26

A. Abbas Salim.,Op.Cit.,halaman 5

27

apabila kerugian itu tidak dapat diduga sebelumnya dan dalam jumlah yang besar pula, sehingga tidak mampu dicegah atau dipikulnya sendiri.28

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tetanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti.

Selanjutnya, arti asuransi atau pertanggungan itu dalam rumusan otentik dapat dilihat dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) yang menyebutkan:

29

Bahwa ketentuan Pasal 246 dimaksud oleh pembentuk Undang-undang sebagai defenisi pertanggungan umum, tetapi pada hematnya ketentuan dalam Pasal 246 KUHD itu mengandung unsur-unsur bagi pertanggungan jiwa.

Mengenai pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD, H.M.N. Purwosutjipto berkomentar sebagai berikut:

30

28

Lebih jauh mengenai teori, penggolongan dan jenis-jenis resiko, lihat Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia, Mata Pelajaran I: Resiko dan Mata Pelajaran II: Sejarah Asuransi, tanpa tahun terbitan, lihat juga Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Dan Perkembangannya, (Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1990), halaman 3 29R. Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, (Jakarta, Pradhya Paramita, 1959.

30

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 6 Hukum

Pertanggungan, (Jakarta, Djambatan, 1990), Halaman 8

Jika deperhatikan dengan teliti dari uraian diatas, ternyata defenisi asuransi yang tercantum dalam Pasal 246 KUHD ini hanya cocok untuk satu macam asuransi saja, yaitu asuransi kerugian. Sedangkan untuk golongan asuransi atau pertanggungan jiwa

tidak tercakup dalam defenisi tersebut. Karena itulah, dalam Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian, yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut Undang-undang Tentang Usaha Perasuransian)31

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

, telah menyempurnakan defenisi asuransi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir (1), yaitu:

32

a. Adanya pihak tertanggung, yang berjanji akan membayar “premi” kepada pihak penanggung sekaligus atau secara bertahap;

Pasal tersebut dapat dinyatakan ada 3 (tiga) unsur utama dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan, yaitu:

b. Adanya pihak penanggung, yang berjanji akan membayar “sejumlah uang” atau ganti kerugian kepada pihak tertanggung sekaligus atau secara bertahap, semuanya itu apabila terjadi, yaitu;

c. Suatu peristiwa yang semula belum pasti akan terjadi dan yang menimbulkan kerugian ekonomi bagi tertanggung.

31

Undang-Undang ini mengatur terutama mengenai hal-hal yang bersifat administratif dalam rangka pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian di Indonesia dan bukan mengatur mengenai substansi kontrak asuransi.

Jelaslah kiranya, bahwa konsep (pengertian) yang paling umum dari asuransi adalah suatu kesepakatan dari sejumlah orang yang masing-masing berada dalam keadaan terancam bahaya yang sama, akibat dari suatu peristiwa yang tidak terduga, yang apabila benar-benar terjadi atas salah seorang di antara mereka, maka akan disumbangkan penggantinya oleh semua orang yang ada dalam kelompok itu.

Secara garis besarnya berdasarkan pembagian lama dari para ahli hukum asuransi, maka ada 2 (dua) jenis asuransi yaitu asuransi sejumlah uang (sommen verzekering) dan asuransi ganti kerugian (schade verzekering)33. Selanjutnya, pada

perkembangan muncul satu jenis asuransi yaitu asuransi varia (varia verzekering)34

Penggolongan di atas, didasarkan pada ditentukan atau tidak ditentukan terlebih dahulu jumlah uang pertanggungan yang harus dibayarkan. Dengan demikian, maka asuransi kerugian berarti ganti kerugiannya tidak ditentukan terlebih dahulu tetapi berdasarkan jumlah kerugian yang sesungguhnya diderita.

, yang produk asuransinya gabungan dari asuransi sejumlah uang dan asuransi ganti kerugian, jadi lebih bervariasi.

35

Sementara itu, dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) tidak terdapat pengaturan yang jelas tentang penggolongan asuransi. Pasal 247 KUHD

33

Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), Halaman 36

34

Amiruddin A. Wahab, Op.Cit, Halaman 17, sebagaimana telah dikutip dari Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pengertian dan Ruang Lingkup Pertanggungan, Makalah : Simposium Hukum Asuransi, (Jakarta, BPHN-Bina Cipta, 1980), Halaman 46

35

hanya menyebutkan, bahwa pertanggungan itu dapat mengenai antara lain : “bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah, jiwa dari seseorang atau lebih, bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman”.

Uraian Pasal 247 KUHD diatas, dapat diketahui penggolongan asuransi dalam KUHD ternyata hanya didasarkan pada jenis-jenis bahaya yang dapat diasuransikan.36

1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;

Sementara itu, dari jenis usahanya maka asuransi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yaitu:

2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan;

3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

Selanjutnya, dalam tulisan guna penelitian tesis ini, fokus pembahasan lebih dititikberatkan pada kajian hukum terhadap pelaksanaan pembayaran klaim asuransi atau pertanggungan jiwa dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan asuransi pada umumnya.

36

Dalam praktek perasuransian dewasa ini, jenis-jenis bahaya atau resiko-resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi seseorang menjadi lebih banyak dan berkembang dari pada yang diatur dalam Pasal 247 KUHD, seperti resiko akibat terjadi kerusuhan atau huru hara pun telah dapat dijadikan sebagai peristiwa tidak terduga yang dapat diasuransikan, atau para penyanyi yang dapat mengasuransikan pita suaranya apabila ia khawatir terjadi peristiwa yang tidak terduga yang dapat menyebabkan pita suaranya rusak.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang perasuransian sebagaimana disebut sebelumnya, dapat diketahui bahwa asuransi jiwa merupakan salah satu jenis jasa asuransi yang dapat dibedakan dengan jenis jasa asuransi kerugian, karena asuransi jiwa termasuk kedalam asuransi tidak sesungguhnya atau asuransi tidak murni (biasanya disebut asuransi sejumlah uang).

Salah satu unsur pada asuransi adalah terdapatnya ganti rugi apabila terjadi peristiwa tidak terduga yang menimbulkan kerugian, maka kerugian sifatnya harus dinilai dengan uang. Hal ini tidak berlaku dalam asuransi jiwa karena jiwa seseorang yang meninggal pada prinsipnya tidak dapat dinilai dengan materi (uang), sehingga sulit bagi penanggung untuk menentukan berapa besar ganti rugi yang harus dibayarkan, karena itu jumlah uang pertanggungan ditetapkan terlebih dahulu.37

Pasal 1 butir (1) Undang-undang Tentang Perasuransian juga mengandung pengertian asuransi jiwa, yaitu pada kalimat,”...atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

Pasal 302 sampai dengan Pasal 308 Buku I, Bab 10 bagian ke-3 (tiga) KUHD, mengatur tentang asuransi atau pertanggungan jiwa. Lebih lanjut Pasal 302 KUHD memberikan pengertian tentang asuransi jiwa, dengan menyebutkan, “Jiwa seseorang dapat, guna keperluan seseorang yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian”.

37

R. Ali Rido, Hukum Dagang Tentang Aspek-aspek Hukum Dagang Dalam Asuransi Udara,

Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perseroan Terbatas,(Bandung, Remadja Karya C.V,1986),

Uraian kedua pasal diatas, dicoba menarik 3 (tiga) unsur dari batasan asuransi jiwa, yaitu:

1. Unsur Jiwa (juga raga) seseorang dapat dipertanggungkan;

2. Adanya unsur kepentingan, yaitu seseorang atau lebih yang mempunyai kepentingan terhadap tertanggung, seperti keluarga tertanggung.

3. Didasarkan atas hidup atau meninggalnya seseorang, atau untuk suatu jangka waktu sesuai perjanjian.

Selanjutnya Molengraaff, sebagaimana dikutip oleh Santoso Poedjosoebroto, berpendapat tentang asuransi jiwa itu dalam dua pengertian, yaitu:

1. Asuransi jiwa dalam arti luas meliputi semua perjanjian tentang pembayaran sejumlah uang pokok (kapital) atau suatu bunga, yang didasarkan atas kemungkinan hidup atau matinya seseorang dan oleh karena itu pembayaran uang pokok atau pembayaran uang premi atau kedua-duanya bagi segala jenis asuransi jiwa digantungkan pada hidup atau matinya satu atau beberapa orang tertentu.

2. Dalam arti sempit, asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang pokok atau kapital sejumlah atau sekaligus, pada waktu hidup atau matinya orang yang di tunjuk.38

Kemudian, R. Ali Rido membagi asuransi jiwa dalam dua pengertian menurut tenggang waktu, yaitu :

1. Asuransi jiwa yang ditutup untuk selama hidup, pembayaran uang pertanggungannya pun bergantung kepada kematian seseorang.

2. Asuransi jiwa untuk ditutup untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini apabila jangka waktu yang telah diperjanjikan telah lewat, sedangkan orang yang bersangkutan masih hidup, maka asuransi akhirnya akan serupa

38

Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, (Jakarta, Bhatara, 1969), Halaman 62

dengan penabungan saja, walaupun uang yang dibayarkan tidaklah sama jumlahnya dengan premi yang telah disetorkan.39

Poin ke-2 (dua) sebagaimana disebutkan oleh R.Ali Rido, diketahui bahwa asuransi jiwa dapat berfungsi sebagai dana tabungan, apabila ternyata setelah lewat masa kontrak asuransi jiwanya si tertanggung masih hidup.

Selanjutnya H.M.N. Purwosutjipto memberikan pengertian asuransi atau pertanggungan jiwa adalah sebagai berikut:

Pertanggunggan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung, sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.40

Pengertian asuransi sebagaimana disebutkan diatas, bahwa asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (risk shifting) oleh seseorang kepada penanggung agar kerugian keuangan (financial loss) yang diderita seseorang dapat ditanggung oleh penanggung. Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah

Jadi asuransi jiwa dapat diartikan sebagai suatu rencana atau alat dalam masyarakat untuk mengumpulkan dana melalui iuran-iuran dari para anggotanya. Sumbangan-sumbangan itu dibayar dalam bentuk premi, dan sebagai imbalannya setiap anggota berhak menuntut pembayaran sejumlah uang tertentu dari dana tersebut apabila mengalami peristiwa atau musibah tertentu.

39

R. Ali Rido, Op.Cit, Halaman 182

40

resiko hilangnya jiwa seseorang, melainkan kerugian keuangan (ekonomi) sebagai akibat hilangnya jiwa seseorang atau karena umur tua, sehingga tidak dapat bekerja atau berpenghasilan lagi.

Supardjono, menyatakan tujuan asuransi dapat dibedakan dari sudut pandang pihak tertanggung dan pihak perusahaan asuransi (penanggung) sebagai berikut:41