• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Tinjauan Umum Obat 1. Ceftriaxon

Ceftriaxon termasuk dalam golongan sefalosporin generasi ketiga. Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae. Termasuk dalam strain penghasil penisilinase (Vincent,1995)

Seperti halnya antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian pembentukan dinding sel (Vincent,1995)

Secara struktural Ceftriaxon ditunjukkan pada gambar berikut

Gambar 3.1. Struktur Ceftriaxon

Efek samping ceftriaxon pada umumnya sama dengan kelompok penisilin, tetapi lebih ringan. Jarang sekali terjadi reaksi alergi seperti rash dan urtikaria. Resistensi dapat timbul dengan cepat maka sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat (Tjay,2002).

Serbuk steril Cefriaxone dalam vial dapat disimpan pada suhu kamar 250 C atau lebih rendah serta terhindar dari cahaya. Larutan dapat tahan selama 24 jam jika disimpan pada temperatur 250 C dan 3 hari jika disimpan pada suhu 40C (Trissel, L.A., 2003).

2.4.2. Furosemid

Furosemid merupakan diuretik kuat yang menghambat reabsorpsi elektrolit di ansa henle asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara i.v. obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relative hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan eksrtasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal (Sunaryo,1995).

Struktur Furosemid dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 3.2. Struktur Furosemid

Indikasi penggunaan furosemid terhadap udema, gagal jantung kongestif, gagal jantung kongestif, penyakit paru, penyakit hati dan ginjal, hipertensi

Furosemid diabsorpsi segera dari GIT, bioavailabilitasnya dilaporkan sekitar 60 -70 %. Waktu paruh furosemid sekitar 2 jam, sekali pun diperpanjang pada bayi dan pasien dengan kerusakan hati dan ginjal. Furosemid diekskresikan melalui urin (Sunaryo,1995).

Efek samping pemberian furosemid antara lain Hipotensi ortostatik, aortitis kronik, hipotensi akut,serangan jantung (akibat pemberian melalui I.V atau I.M), parethesias, vertigo, sakit kepala, pandangan kabur, demam, tidak bisa beristirahat,

hiperurisemia, hipokalemia, hipokloremia, alkalosis metabolik, hipokalsemia, hipomagnasemia, hiponatremia, purpura, fotosensitifitas, urtikaria, dan sebagainya (Depkes RI., 2007).

Furosemid injeksi harus disimpan pada suhu kamar yang terkontrol dan dilindungi dari cahaya. Furosemid jangan dipergunakan jika berubah warna menjadi kuning. Penyimpanan beku dapat menyebabkan pengendapan atau kristalisasi, pelarutan kembali pada suhu kamar atau penghangatan dapat dilakukan dan tidak mempengaruhi stabilitas obat. Furosemid tidak stabil pada media asam tetapi stabil pada media basa (Depkes RI, 2007).

Dosis pada anak keadaan udem, diberikan 1-2 mg/kgBB tiap 6 hingga 12 jam., tetapi jangan melebihi 6mg/kg/hari (Schwartz,2005).

2.4.3. Spironolakton

Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium bersifat antagonis kompetitif terhadap aldosteron. Spironolakton berkompetisi dengan aldosteron pada reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan ekskresi air selama konversi ion kalium dan hidrogen, juga dapat memblok efek aldosteron pada otot polos arteriolar. Bersifat diuretik ringan dan sangat bermanfaat bila dikombinasikan dengan diuretik tiazid ataupun furosemida pada pengobatan gagal jantung kongestif, penyakit paru, penyakit hati dan ginjal, hipertensi, dan mencegah terjadinya deplesi kalium dalam serum. Kombinasi spironolakton dengan furosemida memiliki onset of action

yang lebih lambat tanpa menyebabkan deplesi kalium dalam serum (Chung, 1995). Struktur kimia spironolakton dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Struktur kimia spironolakton

Resorpsinya dari usus tidak sempurna dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini dirombak menjadi metabolit aktif seperti kankrenon kemudian diekskresikan melalui kemih dan tinja. T1/2 nya sampai 2 jam sedangkan kanrenon hingga 20 jam (Tjay, 2002).

Efek samping yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat (Sunaryo,1995)

Dosis Pemberian spironolakton pada anak-anak 1,5-3,3 mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau dibagi dalam dua dosis perhari (Schwartz,2005).

Spironolakton tablet sebaiknya disimpan di dalam wadah yang terlindung dari cahaya pada suhu kurang dari 40oC, sebaiknya diantara 15-30oC (Mc Evoy, 2004).

2.4.4. Prednison

Merupakan derivat keto yang baru aktif setelah diubah dalam hati menjadi derivat hidronya prednisolon. Khasiat dan penggunaannya sama, hanya tidak digunakan secara lokal dan intra-artikuler karena tidak dihidrogenasi di kulit. Tidak dianjurkan bagi pasien dengan penyakit hati (Tjay,2002).

Struktur kimia Prednison adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4 Struktur Kimia Prednison

Kortikosteroid mempunyai banyak kegiatan farmakologi yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu khasiat glukokortoid dan mineralkortikoid. Efek glukokortikoid meliputi : efek antiradang misalnya akibat trauma, alergi dan infeksi. Juga berkhasiat merintangi atau mengurangi terbentuknya cairan peradangan dan udema setempat. Efek selanjutnya yaitu antialergi atau daya imunosupresif yang mungkin ada hubungannya dengan kerja antiradangnya. Dan dapat terjadi penumpukan lemak di atas tulang selangka dan muka, juga di perut dan dibelakang tengkuk. Sedangkan efek mineralkortikoid terdiri dari retensi natrium dan air oleh tubuli ginjal, sedangkan kalium justru ditingkatkan ekskresinya (Tjay,2002).

Dalam darah, sekitar 90% terikat pada glikoprotein. Prednison yang bebas diinaktivasi dengan cepat di dalam hati. Konjugat dieliminasikan melalui urin sampai lebih dari 99%. Waktu paruhnya sekitar 1,7 jam (Mutschler,1991)

Dosis untuk anak – anak untuk terapi antiinflamasi atau imunosupresif : 0,1-2 mg/kgBB/hari, asma akut : 1-2 mg/kgBB/hari, penyakit peradangan usus : 1-3 mg/kgBB/hari, sindrom nefrotik : 2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis (Schwartz,2005)

2.4.5. Captopril

Captopril merupakan obat antihipertensi dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia (Setiawati,1995)

Gambar 3.5 Struktur Kimia Captopril

Captopril sebagai dosis tunggal mempunyai durasi selama 6-12 jam dengan onset 1 jam. Captopril diabsorpsi sebanyak 60-75% dan berkurang menjadi 33-40%

dengan adanya makanan. Captopril diekskresikan melalui urin (95%) dalam waktu 24 jam.

Bioavaibilitas oral 60-65%, dan berkurang bila diberikan bersama makanan, maka obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Waktu paruh eliminasinya sekitar 2,2 jam. Eksresi utuh dalam urin terjadi pada 40% maka pada gangguan ginjal dosis obat harus dikurangi (Setiawati,1995)

Neutropenia / agranulositosis terjadi kira-kira 0,4 % penderita. Efek samping ini terutama terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini muncul dalam 1 - 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentikan sebelum penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda-tanda infeksi akut (demam, faringitis) pemberian kaptopril harus segera dihentikan karena merupakan

petunjuk adanya neutropenia. Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis

berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, muntah, diare, dehidrasi maka hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan kaptopril perlu dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang nomal atau rendah. Hipotensi berat dapat diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis kaptopril atau diuretiknya.

Teriadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan. Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal,

sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati (Setiawati,1995)

2.4.6. Dulcolax

Bisakodil adalah laksatif yang bekerja lokal dari kelompok turunan difenil metan. Derivat difenilmetan ini adalah laksansia kontak populer yang bekerja langsung terhadap dinding usus besar (kolon) dengan memperkuat peristaltiknya. Tinjapun menjadi lunak. Disamping penggunaannya sebagai pencahar umum, juga sering digunakan untuk mengosongkan usus besar sebelum pembedahan atau pemeriksaan dengan sinar Rontgen

Reabsorpsi di dalam usus halus, bisakodil diabsorpsi sampai 50% dan setelah didesasetilasi dalam hati sebagian dikeluarkan dengan empedu dan mengalami siklus enterohepatis. Metabolitnya juga aktif. Sisanya dieksresi melalui ginjal. Bagian yang tidak diserap berkhasiat terhadap dinding usus. Defekasi terjadi setelah lebih kurang 7 jam, pada penggunaan rektal setelah lebih kurang 30 menit. Karena reabsorpsi tidak diperlukan bagi khasiat mencaharnya dan supaya jangan sampai membebankan hati, tablet diberikan sebagai tablet tahan asam yang baru pecah di bagian bawah usus halus. Dengan demikian reabsorpsi dibatasi sampai sedikit mungkin, lagipula iritasi terhadap dinding lambung dihindari (Tjay,2002)

Dosis dan Cara Pemberian:

Kecuali ditentukan lain oleh dokter dosis yang dianjurkan adalah:

1. Untuk Konstipasi Tablet Salut Enterik.

Dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun: 2 - 3 tablet (10 - 15 mg) sekali sehari. Anak-anak 6 - 12 tahun: 1 tablet (5 mg) sekali sehari. Anak-anak di bawah 6 tahun: konsultasi dengan dokter atau dianjurkan memakai supositoria anak.

Tablet salut enterik sebaiknya diminum pada malam hari untuk mendapatkan hasil evakuasi pada esok paginya. Tablet harus ditelan dalam keadaan utuh dengan air secukupnya.

2. Untuk Persiapan Prosedur Diagnostik dan Sebelum Operasi Bila Dulcolax digunakan pada pasien untuk persiapan pemeriksaan radiografik abdomen atau persiapan sebelum operasi, maka penggunaan tablet Dulcolax harus dikombinasi dengan supositoria, agar didapat evakuasi yang sempurna dari usus. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 2 - 4 tablet pada malam sebelumnya dan 1 sipositoria pada esok paginya.

Efek samping sewaktu menggunakan Dulcolax dapat terjadi rasa tidak enak pada perut termasuk kram, sakit perut, dan diare dan reaksi alergi juga dilaporkan terjadi sehubungan dengan pemberian Dulcolax. Penggunaan supossitoria dapat menyebabkan sensasi rasa sakit dan iritasi lokal, kuhusnya pada fisura anus dan proktitis ulserativa (Tjay, 2002)

2.4.7. Ambroxol

Ambroxol bersifat mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali. Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini mempunyai toleransi

yang baik. Digunakan pada gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal baik akut maupun kronis, khususnya pada keadaan-keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronkitis kronis, bronkitis asmatis, asma bronkial

Dosis: anak s/d 2 tahun 2,5 ml (½ sendok takaran), 2 kali sehari Anak-anak 2-5 tahun 2,5 ml (½ sendok takaran), 3 kali sehari. Anak-anak di atas 5 tahun 5ml (1 sendok takaran), 2- 3 kali sehari. Dewasa 10 ml (2 sendok takaran), 3 kali sehari.

Ambroxol umumnya mempunyai toleransi yang baik. Efek samping ringan pada saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang. Reaksi alergi jarang terjadi, beberapa pasien yang alergi tersebut juga menunjukkan reaksi alergi terhadap preparat lain.

BAB III

Dokumen terkait